BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori Moleong memberikan sedikit gambaran mengenai pengertian daripada teori.
Penelitian kualitatif berakar dari data, maka pengertian
teorinya tidak lari daripada aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah (Moleong, 2007:89). Berdasarkan pada pengertian teori tersebut, maka untuk menjelaskan tentang perbaikan berkelanjutan (continuous Improvement) kinerja bidang pencatatan sipil Dispendukcapil Kota Surakarta, berikut ini akan dijabarkan beberapa teori yang berkaitan dengan fokus penelitian, antara lain :
1.
1.
Continuous Improvement
2.
Kinerja
3.
Continuous Improvement Kinerja
Continuous Improvement Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996:262), Continuous Improvement dalam manajemen kualitas didefinisikan sebagai perbaikan berkesinambungan yang merupakan suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Perbaikan berkesinambungan atau perbaikan berkelanjutan merupakan
13
14
salah satu unsur paling fundamental dari Total Quality Management (TQM). Konsep perbaikan berkelanjutan ini dapat diterapkan baik terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakan. Vincent Gasperz (2005:157) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya continuous improvement merupakan suatu kesatuan pandangan yang konprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus. Rudi Suardi (2003:57) secara lebih rinci menjelaskan mengenai perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dan sekaligus menunjukkan perbedaan antara continual improvement dengan continous improvement sebagai berikut : “......sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari continous improvement. Pada continous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai baru dengan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus-menerus yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk peningkatan diganti dari continous menjadi continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”. Dari uraian tentang pengertian continuous improvement di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa continuous improvement dapat
15
dipahami sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya perbaikan terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Elemen dasar dari proses perbaikan menurut Bounds dalam Fandy (1996:271-272) terdiri dari empat tahap, yaitu : a. Penetapan Standar untuk pengendalian dan perbaikan Standar dalam Total Quality Management tidak digunakan sebagai alat penilaian kinerja individu, tetapi digunakan manajer untuk mengkomunikasikan visi dan menetapkan tujuan yang realistis berdasarkan umpan balik mengenai kinerja yang ada. b. Pengukuran Dalam tahap ini ditentukan pengukuran yang tepat dan data yang diperlukan untuk melakukan penilaian kinerja organisasi. c. Studi Dalam
tahap
ini
dilakukan
analisis
data
dengan
menggunakan metode statistik dan alat serta teknik lain untuk mengetahui penyebab penyimpangan. d. Tindakan Tahap ini mengandung arti melakukan tindakan koreksi berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari umpan balik Untuk mencapai tujuan meningkatkan kualitas pelayanan dalam reformasi birokrasi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
16
Surakarta, maka diperlukan adanya perbaikan secara terus-menerus atau perbaikan
berkelanjutan
(continuous
improvement)
pada
setiap
bagiannya. Pentingnya penerapan sistem perbaikan berkelanjutan ini seperti yang dijelaskan dalam jurnal Penerapan Kaizen Dalam Perusahaan oleh Patricia Dhiana Paramita. Dalam Jurnal Penerapan Kaizen Dalam Perusahaan, Paramita (2012:12-13)
menjelaskan
tentang
penerapan
kaizen
di
dalam
perusahaan. Dijelaskan oleh Paramita, secara sederhana pengertian kaizen adalah usaha perbaikan berkelanjutan untuk menjadi lebih baik dari kondisi sekarang. Dalam proses perbaikan berkelanjutan tersebut, para pimpinan dan manajer harus mampu menetapkan dan menjalankan suatu standar, serta mengontrol kualitas. Mereka juga harus mau mendengarkan ide/saran, berusaha memberikan feed back yang dapat membangun, sekaligus terus memotivasi karyawannya. Para karyawan pun harus lebih aktif memikirkan pekerjaannya, bukan bekerja seperti robot. Pada masing-masing organisasi harus menerapkan manajemen kualitas yang terintegrasi dan melibatkan setiap personil dalam organisasi tersebut. Dijelaskan oleh Paramita, sasaran utama dari kaizen adalah menghilangkan pemborosan-pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah produk atau jasa dari perspektif konsumen. Pemborosanpemborosan itu perlu dieliminir, karena akan menimbulkan biaya-biaya yang menyebabkan berkurangnya profit.
17
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sasaran utama dari penerapan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) adalah untuk meningkatkan kinerja serta efektifitas dan efesiensi organisasi sehingga mampu meningkatkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan suatu organisasi. Dengan demikian, penerapan perbaikan berkelanjutan merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil guna mendukung terwujudnya peningkatan
kualitas
pelayanan
administrasi
kependudukan
dan
pencatatan sipil di Kota Surakarta.
2.
Kinerja Kinerja merupakan catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Dalam definisi tersebut ditekankan bahwa pengertian kinerja merupakan “hasil” dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka dalam organisasi (Bernardin dan Russel dalam Ruky, 2002:15-16). Menurut Joko Widodo (2005:79), kinerjanya pada hakikatnya berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu, John Waihmore dalam Lijan Poltak Sinambela (2006:138) mengemukakan bahwa kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawab dengan menetapkan standar tertentu.
18
Menurut Don Hellriegel dalam Silalahi (2011,408), kinerja adalah: “The level of individual’s work achievement that comes only after effort has been exerted” (Tingkat prestasi kerja individu yang datang hanya setelah upaya telah diberikan) Lebih lanjut Silalahi
juga menjelaskan mengenai pengertian
kinerja organisasional dijelaskan sebagai hasil akhir yang diakumulasi dari seluruh proses dan kegiatan kerja organisasi. Berdasarkan pemaparan pengertian kinerja tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja individu atau organisasi merupakan hasil kerja yang dicapai organisasi dalam melaksanakan
suatu
kegiatan
atau
aktifitas
yang
menjadi
tanggungjawabnya dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, kinerja juga berfungsi sebagai gambaran tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang
atau
sekelompok
orang
dalam
organisasi
dalam
upaya
mewujudkan tujuan organisasi. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa dan ketepatan barang dan jasa yang dihasilkan dan efektivitas tindakan untuk menghasilkannya serta kualitas
19
yang dihasilkan (Silalahi : 2011, 409). Seperti pendapat yang dipaparkan oleh Mary Jo Hatch dalam Silalahi (2011, 411-412) : “Organizational effectiveness is defined as the degree to wich an organization realizes its goals, while efficiency is more limited concept that pertains to the internal working of organization and is defined as the amount of resources used to produce a unit of output.” (efektivitas organisasi didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi menyadari tujuan, sedangkan efisiensi adalah konsep yang lebih terbatas yang berkaitan dengan kerja internal organisasi dan didefinisikan sebagai jumlah sumber daya yang digunakan untuk memproduksi satu unit output.) Sehingga ukuran kinerja organisasional meliputi efisiensi organisasi dan efektivitas organisasi. a. Efesiensi Efisiensi adalah kemampuan untuk menggunakan sumber daya yang ada secara baik dalam pencapaian tujuan. Suatu organisasi harus menggunakan jumlah sumber daya yang minimum yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. b. Efektivitas Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang tepat dan mencapainya. Karena itu efektivitas menunjuk pada kaitan antara output atau hasil yang telah dicapai dengan tujuan atau apa yang sudah ditetapkan dalam rencana atau hasil yang diharapkan. Dalam Mahmudi (2005:21) menyebutkan bahwa kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak
20
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja meliputi : a. Faktor personal (individu), meliputi : pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki setiap individu; b. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberi dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader; c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. d. Faktor sistem, meliputi sitem kerja, fasilitas kerja serta infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi. e. Faktor kontekstual (situasional) meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal Menurut Mahmudi (2005: 6) kinerja merupakan suatu konstruk (construct)
yang
bersifat
multidimensional,
pengukurannya
juga
bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja.
Mahmudi
(2005:14)
menyebutkan
bahwa
tujuan
dilakukannya pengukuran kinerja di sektor publik adalah : a. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi,
dari
21
b. Menyediakan sarana pemberlajaran pegawai, c. Memperbaiki kinerja periode berikutnya, d. Memberikan
pertimbangan
yang
sistematik
dalam
pembuatan keputusan pemberian reward and punishment, e. Memotivasi pegawai, f. Menciptakan akuntabilitas publik. Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu pada tingkat proses, tingkat output dan tingkat outcome (Gasperz, 2005:126-128) sebagai berikut: a. Pengukuran pada tingkat proses Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan
dari
pengukuran
pada
tingkat
ini
adalah
mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan. b. Pengukuran pada tingkat output Mengukur dibandingkan
karakteristik dengan
output
spesifikasi
yang
dihasilkan
karakteristik
yang
diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat
22
output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifkasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan,dll. c. Pengukuran pada tingkat outcome Mengukur bagaiman baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kinerja kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk
yang
dikembalikan
oleh
pelanggan,
tingkat
ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan,dll.
3.
Continuous Improvement Kinerja Continuous improvement adalah suatu proses yang berfokus pada upaya meningkatkan efektivitas dan/atau efisiensi organisasi yang dilakukan secara konstan atau terus-menerus guna memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi itu. Sedangkan, kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai organisasi dalam melaksanakan suatu kegiatan atau aktifitas
23
yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan penjabaran di atas continuous improvement kinerja dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terusmenerus untuk memperbaiki atau meningkatkan pencapaian hasil kerja dari seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai. Continuous improvement kinerja tidak dapat dipisahkan dari peningkatan proses secara terus-menerus atau berkesinambungan karena keduanya
saling
berhubungan,
dimana
continuous
improvement
meruapakan salah satu bagian penting dalam peningkatan proses berkesinambungan
itu
sendiri.
Di
dalam
peningkatan
proses
berkesinambungan tersebut analis kinerja berperan sebagai kontrol atau pengendali dalam proses. Hal ini disebabkan oleh penggunaan analisis kinerja
sebagai
landasan
berkesinambungan. Maka pemahaman
terlebih
untuk dari
dahulu
melakukan itu
peningkatan
sebelumnya tentang
perlu
proses
dilakukan
peningkatan
proses
berkesinambungan. Sesuai dengan apa yang dijelaskan Suardi (2003:52) dimana
standar
internasional
ISO
mengembangkan
pemakaian
pendekatan proses (process approach) termasuk didalamnya pada masa pembuatan, penerapan, dan peningkatan sistem manajemen mutu yang lebih efektif.
24
Proses menurut Vincent Garsperz (2005: 77) dapat didefinisakan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Sedangkan proses dalam ISO 9001:2000 (Suardi, 2003:52) diartikan sebagai: “Kumpulan aktivitas yang saling berhubungan/ mempengaruhi, dimana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan, instruksi) menjadi output (barang, jasa)” Selain itu, M.N. Nasution (2001:80) mengartikan proses sebagai: “Sekumpulan aktivitas kerja yang saling berhubungan guna mentransformasikan sumber-sumber input menjadi produk untuk pelanggan”. Berdasarkan pengertian proses yang disebutkan di atas dapat ditarik garis besarnya bahwa pengertian proses merupakan sekumpulan aktifitas kerja yang saling berhubungan dan mempengaruhi guna merubah input menjadi output. Ibrahim (2000: 56) menjelaskan bahwa di dalam penerapan TQM apabila proses yang benar telah ditempatkan dan atau dilakukan maka hasil akhirnya dapat dipastikan akan menghasilkan produk/jasa yang dikehendaki. Untuk mencapai output yang dikehendaki dari suatu proses maka perlu adanya manajemen proses. Manajemen Proses berjalan sebagai berikut (Ibrahim, 2000:56) :
25
Gambar 2.1 Manajemen Proses
Tentukan sasaran baru/ revisi
Rencanakan Implementasi untuk mencapai sasaran
Buat Rencana Pengukuran check apakah implementasi dilaksanankan
Analisa penyebab pelaaksanaan atau hasil akhir yang tidak sesuai/buruk
Laksanakan rencana Implementasi dan Pengukuran
INPUT
Monitor hasil akhir dan pelaksanaan
Sumber : Ibrahim, 2000 : 56
Titik berat ialah pada perubahan proses dan faktor-faktor input untuk
dapat
mencapai
sasaran
yang
dikehendaki.
Konsep
ini
berlandaskan falsafah bahwa setiap aktivitas dapat diperbaiki apabila perbaikan tersebut direncanakan secara sistematis, memahami praktik pelaksanaan pekerjaan, merencakan solusi dan dilaksanakan, membuat analisa hasil akhir dan faktor-faktor penyebabnya, kemudian diulang kembali, untuk diperbaiki terus menerus. Dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih jauh tentang continuous improvment kinerja yang digambarkan melalui peningkatan proses secara terus menerus yang terdiri dari enam langkah, menurut Tenner dan De Toro dalam Gasperz (2005:79-85) yaitu : a. Mendefinisikan Masalah dalam Konteks Proses
26
Model peningkatan proses dimulai dari penetapan sistem mana yang terlibat, agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses bukan output. 1) Identifikasi output 2) Identifikasi pelanggan 3) Definisi kebutuhan pelanggan 4) Identifikasi proses yang menghasilkan output ini 5) Identifikasi pemilik proses. b. Identifikasi dan Dokumentasi Proses Diagram alur (flowcart) yang merupakan alat yang umum dipergunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alur dari proses akan memungkinkan kita untuk melakukan empat aktivitas perbaikan berikut : 1) Mengidentifikasi peserta (participants) dalam proses, berdasarkan nama, posisi, atau organisasi. 2) Memberikan kepada semua peserta dalam proses suatu pemahaman umum tentang semua langkah dalam proses dan peranan individual mereka. 3) Mengidentifikasikan
inefisiensi,
pemborosan,
dan
langkah-langkah redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses. 4) Menawarkan
suatu
kerangka
mendefinisikan pengukuran proses.
kerja
untuk
27
c.
Mengukur Kinerja Dimaksudkan untuk dapat mengkuantifikasikan bagian baik atau jelek suatu sistem sedang berjalan atau beroprasi. Ukuran kinerja harus didefinikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan. Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: proses, output dan outcome.
d.
Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Proses terjadi Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami mengapa suatu sistem berjalan seperti itu sehingga kinerjanya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah adalah deviasi atau penyimpangan yang terjadi antara kinerja yang diharapkan (sasaran) dan kinerja aktual (hasil aktual). Untuk memahami mengapa suatu masalah terjadi dan agar langkah-langkah ke arah proses perbaikan proses efektif dan efisien, dapat dilakukan dengan memahami tiga hal dasar. Pertama, apa yang menjadi masalah utama. Kedua, apa yang menjadi akar penyebab dari masalah. Dan ketiga, apa yang merupakan sumber variasi dalam proses tersebut.
e.
Mengembangkan dan Menguji Ide-ide
28
Ide-ide dalam peningkatan proses harus ditujukan langsung pada akar penyebab masalah. Agar ide-ide yang dipilih untuk perbaikan itu efektif, ide-ide itu perlu diuji terlebih dahulu sebelum diimplementasikan. Dengan demikin langkah kelima ini berusaha untuk mengembangkan dan menguji
ide-ide
eksperimentasi,
perbaikan sebelum
proses ide-ide
melalui terpilih
suatu itu
diimplementasikan. f.
Implementasi Solusi dan Evaluasi Langkah keenam dalam model peningkatan proses ini dimulai dengan perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi dan diuji dalam langkah kelima. Langkah ke enam melanjutkan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki itu. Informasi yang diperoleh kemudian dijadikan umpan-balik untuk melaksanakan perbaikan proses selanjutnya, sehingga akan diperoleh suatu perbaikan proses secara terus menerus (continuous process improvement).
Untuk lebih jelasnya perbaikan proses secara terus-menerus dapat dipahami melalui Gambar 2.2 yang memvisualisasikan keenam langkah dalam model perbaikan proses tersebut diatas, sebagai berikut :
29
Gambar 2.2 Model Peningkatan Proses Secara Terus menerus Langkah 1 : Definisi masalah
langkah 2 : Identifikasi dan Dokumentasi proses
Langkah 3 : Mengukur Kinerja Umpan Langkah 4 : Memahami Mengapa?
Balik
Langkah 5 : Mengembangkan dan Menguji Ide-ide
Langkah 6 : Implementasi Solusi dan Evaluasi
Sumber : Gasperz, 2005:85 Montgomey mengemukakan suatu model perbaikan proses dalam versi lain dimana model yang dikemukakan ini merupakan model perbaikan kualitas yang tetap berorientasi pada perbaikan proses sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (M.N. Nasution, 2001:83) :
30
Gambar 2.3 Model Perbaikan Proses
Pemasok
Input
Process
Pelanggan
Output
Pengukuran
Pengujian dan Evaluasi
Indentifikasi Kecacatan
Menghilangkan Penyebab Kecacatan
Cacat
Mengembangkan Tindakan Korektif
Akar Penyebab
Analisis Penyebab Kecacatan
Sumber : M. N. Nasution, 2001 : 83
Model perbaikan proses ini mempelajari keseluruhan rantai pemasok dengan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan merupakan masukan dari industri untuk diteruskan pada pemasok. Pengukuran dilakukan pada keseluruhan sistem, sehingga apabila ditemukan ada kecacatan atau kegagalan, kegagalan atau kecacatan itu harus diidentifikasi, untuk selanjutnya dianalisis penyebab kecacatan atau kegagalan yang terjadi dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan berupa akar penyebab kegagalan atau kecacatan itu kemudian dihilangkan melalui pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya,
31
tindakan pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi apakah tindakan korektif yang dilakukan itu efektif menghilangkan penyebab kegagalan atau kecacatan yang terjadi dalam proses. Sedangkan menurut Gasperz (2005:160-161), mengemukakan program peningkatan kualitas dengan menggunakan langkah-langkah berikut : a. Memilih dan menetapkan program perbaikan kualitas. b. Mengemukakan mengapa memilih program tersebut. c. Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional. d. Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu. e. Melakukan analisis data. f. Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran perbaikan kualitas. g. Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu. h. Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan kualitas itu. i. Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai.
Langkah-langkah strategi perbaikan kualitas yang dikemukakan diatas mengikuti Siklus Deming (PDSA) seperti ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :
32
Gambar 2.4 Strategi Perbaikan Kualitas Mengikuti Siklus Deming PDSA
Rencana (Plan, P)
Studi(Study,S) Laksanaka n (Do, D)
Ya
a Tindakan (Act, A) standardi sasi
S......mencapai sasaran ?
Tidak
Tindak Lanjut
Tindakan (Act, Koneksi A)
Peningkatan/ Perbaikan
Sumber : Gasperz, 2005 : 161
Metode peningkatan terus-menerus menurut Siklus Deming PDSA tersebut diatas akan dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut (Tjiptono, 1996:277-279): a. Tahap Perencanaan (Plan) Meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan
pada
tahap
selanjutnya.
Dalam
tahap
perencanaan ini, meliputi semua daftar yang diperlukan untuk melaksanakan studi, termasuk siapa yang akan melakukan, data apa yang harus dicatat, pelatihan apa yang diperlukan, dan sebagainya.
33
b. Tahap Pelaksanaan (Do) Ketidaksesuaian dengan
rencana dicatat
dan
digunakan dalam analisis. c. Tahap Study (study) Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Apabila hasil tidak sesuai dengan apa yang diprediksikan, teori yang ada pada tahap perencanaan dapat direvisi. Sebaliknya, apabila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi, tim akan menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa akan datang. d. Tahap Tindakan (Act) Tim menentukan suatu tindakan dengan melihat hasil ketiga tahap sebelumnya.
Tindakan dapat berupa
perubahan proses/sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melakukan perubahan. Pada tahap ini juga memutuskan apa yang difokuskan pada siklus berikutnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Thomas Christopher De Almeida dan Dr.R.Magesh berikut ini (International Journal of Recent Research in Commerce Economics and Management : 2015,67 ) “... PDSA cycle is a systematic series of steps for gaining valuable learning and knowledge for the continual improvement... The cycle begins with the Plan step. This involves identifying a goal or purpose, formulating a theory,
34
defining success metrics and putting a plan into action. These activities are followed by the Do step, in which the components of the plan are implemented... Next comes the Study step, where outcomes are monitored to test the validity of the plan for signs of progress and success, or problems and areas for improvement. The Act step closes the cycle, integrating the learning generated by the entire process, which can be used to adjust the goal, change methods or even reformulate a theory altogether. These four steps are repeated over and over as part of a never-ending cycle of continual improvement.” (... siklus PDSA merupakan rangkaian sistematis langkah-langkah untuk memperoleh pembelajaran dan pengetahuan yang berharga untuk perbaikan terus-menerus... Siklus dimulai dengan langkah Rencana. Ini melibatkan identifikasi tujuan atau tujuan, merumuskan teori, mendefinisikan metrik keberhasilan dan menempatkan rencana ke dalam tindakan. Kegiatan ini diikuti oleh langkah pelaksanaan, di mana komponen dari rencana dilaksanakan ... Berikutnya adalah langkah Studi , di mana hasil dimonitor untuk menguji validitas rencana untuk tanda-tanda kemajuan dan keberhasilan , atau masalah dan wilayah untuk perbaikan. Langkah tindakan menutup siklus, mengintegrasikan pembelajaran yang dihasilkan oleh seluruh proses , yang dapat digunakan untuk menyesuaikan tujuan, mengubah metode atau bahkan merumuskan teori sama sekali. Keempat langkah tersebut berulang-ulang sebagai bagian dari siklus yang tidak pernah berakhir dari perbaikan terus-menerus.) Penjelasan
diatas
menekankan
bahwa
keempat
langkah
perbaikan dalam siklus PDSA dilaksanakan secara berulang-ulang sebagaimana siklus yang tidak pernah berakhir. Dimana hal tersebut merupakan bagian terpenting dari proses perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Siklus Deming PSDA tersebut juga dapat di perinci menjadi delapan langkah perbaikan berkelanjutan, sebagaimana disebutkan oleh Jong F. Yonatan dan Herry Christian Palit dalam jurnal Upaya Peningkatan Kualitas Part Upper Cover Dengan Metode PDSA Di PT. Astra Komponen Indonesia (2015: 284), di bawah ini :
35
“Terdapat delapan langkah dalam melakukan kaizen (perbaikan berkelanjutan) yang dikelompokkan ke dalam PDSA. Langkah pertama hingga kelima yang termasuk dalam tahap plan yaitu, clarify the problem (menjelaskan permasalahan) , breakdown the problem (merinci permasalahan), target setting (penetapan target), root cause analysis (analisis akar penyebab), dan develop countermeasures (mengembangkan penanggulangan) angkah keenam pada tahap do (pelaksanaan) , yaitu see countermeasures (melihat penanggulangan). Langkah ketujuh dalam tahap Study (cek/studi), yaitu monitor result & processes (pemantauan hasil dan proses). Langkah kedelapan pada tahap action (tindakan), yaitu standardise sucessful processes (menstandarisaikan proses-proses yang berhasil).” Lima langkah yang pertama seperti dijelaskan di atas menjelaskan tahap perencanaan (Plan) dari siklus Deming. Sedangkan tiga tahap terakhir masing-masing berhubungan langsung dengan tahap Deming selanjutnya, yaitu tahap pelaksanaan (Do), tahap studi (Study) dan tahap tindakan (Act). Hal senada dijelaskan oleh Gasperz (2005:161), dimana juga melihat hubungan antara siklus Deming PDSA dan langkah perbaikan sebagai strategi perbaikan kualitas seperti tersebut diatas, digambarkan melalui bagan di bawah ini:
36
Tabel 2.1 Hubungan Siklus Deming (PDSA) dan Strategi Perbaikan Kualitas Siklus Deming PDSA
Transformasi Kualitas
Merencanakan (Plan, P)
Definisi Sistem Menilai Situasi Sekarang Analisis Penyebab
Melaksanakan (Do, D)
Mencoba Teori Perbaikan
Mempelajari (Study, S)
Memeriksa Hasil
Berindak (Act, A)
Standardisasi Perbaikan Rencana Perbaikan Terus-menerus
Sumber : Gasperz, 2005 : 161 Berdasarkan beberapa teori diatas, maka untuk menjelaskan bagaimana continuous improvement kinerja Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, penulis memilih
menggunakan
model
perbaikan
terus-menerus
dengan
menggunakan siklus Deming Plan-Do-Study-Act (PDSA). Hal yang mendasari peneliti untuk menggunakan teori ini adalah bahwa teori-teori yang dikemukakan diatas pada dasarnya merupakan penjabaran atau rincian dari tahapan-tahapan Siklus PDSA. Siklus PDSA dianggap memiliki tahapan yang lebih sederhana namun secara fleksibel telah dapat mengcover keseluruhan proses perbaikan berkelanjutan dari teori-
37
teori yang dikemukakan oleh para ahli yang lain. Selain itu, penekanan pada penerapan proses perbaikan yang mengikuti siklus dianggap sangat sesuai
untuk
menggambarkan
proses
perbaikan
yang
bersifat
berkelanjutan. Dalam penelitian ini, penggunaan Teori Siklus Deming Plan, Do, Study, Action (PDSA) tersebut, dapat dimulai melalui tahap-tahap sebagai berikut : a.
Plan (P) atau Tahap Perencanaan Fandy Tjiptono (1996:277) menjelaskan tahap perencanaan sebagai berikut : “ Tahap perencanaan meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Perencanaan terdiri dari daftar semua langkah yang akan diperlukan untuk melakukan studi atau tes, termasuk siapa yang akan melakukan setiap langkah, data yang harus dicatat, siapa yang harus menginformasikan, pelatihan macam apa yang diperlukan, dan siapa yang akan melakukannya.” Berdasarkan pada pendapat di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa tahap perencanaan (Plan) adalah tahap dimana dilakukannya pengumpulan informasi terkait dengan proses yang ada dalam organisasi untuk kemudian digunakan untuk menyusun suatu rencana perbaikan. Tahap perencanaan dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai rencana-rencana perbaikan kinerja
38
yang
dilakukan
Bidang
Pencatatan
Sipil
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta. b.
Do (D) atau Tahap Pelaksanaan Fandy penjelasan
Tjiptono
tentang
tahap
(1996:278), pelaksanaan,
memberikan yaitu
dalam
pelaksanaan apabila diketemukan ketidaksesuaian dengan rencana, maka dalam tahap ini ketidaksesuaian tersebut dicatat dan digunakan dalam analisis. Berdasarkan pada pendapat di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa tahap pelaksanaan (Do) merupakan tahap dimana organisasi melaksanakan rencana perbaikan yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan. Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai bagaimana tahap pelaksanaan rencana perbaikan Bidang
Pencatatan
Sipil
Dinas
Kependudukan
dan
Pencatatan Sipil Kota Surakarta yang telah ditentukan sebelumnya. c.
Study (S) atau Tahap Studi Fandy Tjiptono (1996:278) memberikan penjelaan tentang tahap Studi, sebagai berikut : “tahap ketiga dari siklus adalah study. Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Jika hasil tidak sesuai dengan yang diprediksikan, teori yang ada dalam tahap perencanaan dapat direvisi. Jika hasilnya sesuai dengan yang diprediksi, tim
39
menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa yang akan datang.” Dari pendapat tersebut diatas dapat diketahui sebuah bahwa tahap studi (Study) adalah tahap dimana dilakukannya pemeriksaan terhadap hasil dari tahap pelaksanaan kemudian
(Do).
Hasil
dari
pemeriksaan
tersebut
dapat digunakan untuk dibandingkan dengan
prediksi yang telah dibuat dalam tahap perencanaan dan sebagai koreksi atas tahap perencanaan dan pelaksanaan. Tahap studi dalam penelitian ini akan menjelaskan tentang bagaimana
kesesuaian
tahap
pelaksanaan
dengan
perencanaan yang dilakukan Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta. d.
Action (A) atau Tahap Tindakan Penjelasan tahap tindakan menurut Fandy Tjiptono (1996:279) sebagai berikut ini : “ Tim menentukan tindakan apa yang tepat dilihat dari ketiga tahap tersebut. Tindakan dapat berupa perubahan proses atau sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melaksanakan perubahan. Tahap Act juga memutuskan apa yang akan difokuskan pada siklus selanjutnya”. Dari pendapat tersebut diatas dapat dijabarkan bahwa tahap tindakan (Act) merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangakan hasil
40
dari ketiga tahap sebelumnya untuk kemudian akan ditindaklanjuti dengan digunakan sebagai dasar bagi proses continuous improvment berikutnya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan
oleh
Bidang
Pencatatan
Sipil
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta sebagai continuous improvment kinerja. Penerapan
continuous
improvement
dalam
organisasi
sebelumnya telah dilakukan oleh sebuah organisasi non-profit dalam Journal Continuously Improving Innovation Management Through Enterprise Social Media oleh Mary Lou Tierney, Jill Drury. Dalam jurnal tersebut disebutkan, sebagai berikut : “Beyond standardization, social media platforms facilitate transparency and both active and passive participation. In our case, prior to 2009 research proposals were either not available to be viewed by people outside of the RP leadership or were very difficult to find. If proposals were located, these uninvited readers did not feel empowered to call the proposers to offer suggestions or partnering opportunities. Idea Market made it clear that everyone was not only invited to read any proposals in any area (not just their own area of expertise), they were also invited to comment, engage in discussions, read others’ comments, and volunteer to collaborate. Even staff members who proposers did not know or would never think to ask for input voluntarily provided pointers to others’ research, opinions on the viability of research approaches, and encouragement to develop ideas further... We feel that this increased transparency was instrumental in improving satisfaction levels. We achieved a new steady-state level of satisfaction with the process when compared to 2008.” Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai contiuous improvement organisasi melalui inovasi penggunaan media sosial dalam upaya
41
meningkatkan kepuasan pelanggan. Platform media sosial memfasilitasi transparansi dan partisipasi aktif dan pasif. Penggunaan media sosial membuat jelas bahwa semua orang tidak hanya diundang untuk membaca suatu ide atau gagasan dalam lingkup bidang keahlian masing-masing, mereka juga diundang untuk berkomentar, terlibat dalam diskusi, membaca komentar orang lain, dan menjadi relawan untuk berkolaborasi. Sehingga dapat mendorong untuk mengembangkan ide-ide/gagasan lebih lanjut. Jurnal di atas telah menunjukan bahwa dengan melalukan perbaikan terus-menerus dalam upaya meningkatkan transparansi dan partisipasi menggunakan media sosial dapat meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan.
B. Kerangka Pikir Kualitas pelayanan haruslah menjadi perhatian utama organisasi guna memberikan kepuasan serta membangun kepercayaan masyarakat pengguna layanan. Bedasarkan kesadaran tersebut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta menjadi salah satu organisasi publik yang menerapkan konsep TQM (Total Quality Management), sebagai strategi peningkatan kualitas pelayanan, dengan melakukan penerapan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2008 di wilayah Surakarta. Salah satu inovasi yang dicanangkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta adalah Modernisasi Pelayanan Administrasi
42
Kependudukan
(Adminduk)
dan
Pemutakhiran
Data
Kependudukan.
Pelaksanaan inovasi tersebut dianggap sudah berjalan cukup baik. Tetapi masih dapat ditemukan adanya masalah hasil audit internal di lingkup kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta. Menyikapi permasalah di atas, maka Dispendukcapil Kota Surakarta perlu menerapkan continuous improvement dalam prosesnya. Penelitian ini akan menguraikan tentang continuous improvement Kinerja Bidang Pencatatan Sipil Dispendukcapil Kota Surakarta. Continuous improvement kinerja tersebut dapat diidentifikasikan dengan menggunakan Siklus Deming (PDSA). Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang proses continuous improvement kinerja Bidang Pencatatan Sipil agar dapat menjadi rujukan bagi bagian-bagian lain di Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil dalam melakukan continuous improvement kinerjanya. Dalam mengidentifikasi continuous improvement kinerja Bidang Pencatatan Sipil, tahap perencanaan (plan) akan menjelaskan tentang rencana-rencana
yang
dilakukan
Bagian
Pencatatan
Sipil
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam upaya continuous improvement kinerjanya. Rencana tersebut sebagai upaya perbaikan di Bagian Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta yang meliputi perbaikan kepuasan pelanggan serta peningkatan proses internal. Pada tahap pelaksanaan (do) akan melihat pelaksanaan atau kinerja dari
rencana-rencana
perbaikan
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya.
43
Selanjutnya, dalam tahap studi (study) kita dapat membandingkan kinerja dengan sasaran mutu. Dalam hal ini, apakah kinerja Bagian Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta telah mencapai sasaran mutu atau justru sebaliknya. Apabila telah sesuai maka dapat dilakukan tindakan (Act), yaitu standardisasi. Sebaliknya, apabila belum dapat dilakukan tindakan koreksi. Dari hasil atau tindak lanjut dari tindakan tersebut kita dapat melihat bagaimana continuous improvement kinerja Bidang Pencatatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta sehingga nantinya peningkatan kualitas pelayanan dapat tercapai. Mengacu pada pemaparan di atas, maka skema kerangka pikir continuous improvement kinerja Bidang Pencatatan Sipil dapat ditunjukan, sebagai berikut :
44
Gambar 2.5 Kerangka Pikir INPUT Adanya Temuan Hasil Audit Internal
PROSES
Rencana (Plan): Rencana perbaikan
Pelaksanaan (Do) : Pelaksanaan Rencana Perbaikan
Studi (Study) : Apakah Kinerja telah sesuai dengan sasaran?
YA
Tindakan (Act) : Standarisasi dengan penerapan ISO
Tindak Lanjut Tindakan (Act) : Koreksi
TIDAK Continuous Improvement
OUTPUT Peningkatan Kualitas Pelayanan : 1. Meningkatnya Kepuasan Masyarakat 2. Modernisasi Pelayanan Administrasi Kependudukan 3. Pemutakhiran Data Kependudukan