Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bangunan Gedung Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial budaya, maupun kegiatan khusus. ( UU No 28 Tahun 2002, Tentang Bangunan Gedung). Konstruksi bangunan terdiri dari bagian yang saling mendukung satu sama lain. Masing masing bagian bangunan tersebut memiliki karakteristik tersendiri karena memang dibuat untuk tujuan tertentu. Pada dasarnya, bagian bagian konstruksi bangunan meliputi bangunan bawah dan bangunan atas. bangunan bawah adalah bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah.Sedangkan bangunan atas merupakan bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. 2.1.1.
Bagian-Bagian Bangunan Gedung Menurut (Nawy,E.G. 1998) bagian-bagian bangunan gedung terdiri atas :
1.
Bangunan Bawah a. Pondasi Pondasi adalah elemen beton struktural yang meneruskan beban dari struktural di atasnya ke tanah yang memikulnya. pondasi ini dapat mempunyai berbagai bentuk, dan yang paling sederhana adalah pondasi setempat. Pondasi jenis ini dapat dipandang sebagai pelat terbalik yang II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
meneruskan beban merata dari tanah ke kolom. Bentuk pondasi lainnya adalah tiang-tiang yang dipancangkan ke tanah, fundasi gabungan yang memikul lebih dari satu kolom, fundasi telapak, pundasi rakit yang pada dasarnya adalah konstruksi slab dan balok terbalik. Hasil analisis dan desain suatu struktur harus disajikan dalam bentuk yang sesuai dan standar agar pelaksanaan dapat menggunakannya untuk membangun seluruh sistem. Dengan demikian pengetahuan untuk membaca gambar kerja juga sangat diperlukan. Gambar tipikal suatu struktur garasi parkir. ACI Manual Detailing memberikan pegangan untuk gambar kerja untuk berbagai sistem struktur beserta perincian tulangan. b. Sloof Sloof merupakan bagian dari bangunan bawah yang berada diatas pondasi. Sloof ini berfungsi untuk meneruskan beban bangunan menuju ke pondasi. Adanya sloof juga memudahkan pekerja dalam membangun dinding diatasnya. 2.
Bangunan Atas Bangunan atas yaitu bangunan yang berada di atas permukaan lantai. Bangunan atas merupakan bagian yang berfungsi mendukung maksud pendirian bangunan tersebut. Bagian-bagian bangunan atas diantaranya dinding, kolom, ventilasi, balok kuda-kuda dan atap. a. Dinding Dinding adalah penutup vertikal rangka bangunan. Biasanya tidak harus terbuat dari beton, tetapi terbuat dari material yang secara estetis memenuhi kebutuhan fungsional dan bentuk suatu sistem struktur. Selain itu, dinding II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
beton struktural sering digunakan sebagai dinding fundasi, dinding tangga, dan dinding geser yang dapat memikul beban angin horizontal dan beban akibat gempa. b. Kolom Kolom adalah elemen vertikal yang memikul sistem lantai struktural. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada umumnya disertai dengan momen lentur. Kolom merupakan salah satu unsur terpenting dalam peninjauan keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai elemen tekan yang horizontal, elemen ini disebut balok-kolom. c. Balok Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban tributary dari slab lantai berkolom penyangga yang vertikal. Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan slab, dan secara struktural ditulangi di bagian bawah, atau di bagian atas dan bawah. Karena balok dicor secara monolit dengan slab, maka elemen tersebut membentuk penampang balok T untuk tumpuan dalam dan balok L untuk tumpuan tepi seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.3. ukuran- ukuran denah suatu bidang slab menjelaskan perilaku slab tersebut, apakah slab satu arah ataukah slab dua arah. 2.2
Pengertian Tower Telekomunikasi Menara/Tower
telekomunikasi merupakan menara yang terbuat
dari
rangkain besi baja maupun pipa segiempat atau segitiga atau hanya berupa pipa tongkat panjang saja yang bertujuan untuk pemancar maupun sebagai
menempatkan antenna dan radio
penerima gelombang
telekomunikasi.
Tower
telekomunikasi adalah menara pemancar signal yang mensuport sistem II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
komunikasi
yang sering kita gunakan selama ini. Pembangunan tower ini dapat
berupa tower yang tinggi atau tower yang pendek tetapi mempunyai antenna yang terpasang banyak. 2.2.1 1.
Jenis Jenis Tower Telekomunikasi
Jenis menara telekomunikasi berdasarkan site type : a. Greenfield (GF) : Menara ini biasanya berdiri langsung diatas tanah b. Rooftop
2.
:Tower yang berdiri di atas gedung
Jenis menara telekomunikasi berdasarkan ketinggian dan ukuran pipa menara: a. Mini Tower Mini Tower (MT) yaitu jeis tower yang memiliki tipe 4 kaki (rectangular) dan 3 kaki (triangle) dengan menggunakan pofil baja siku atau pipa. Hanya saja mini tower memiliki ketinggian yang lebih rendah daripada Lattice Tower,
yaitu berkisar antara15m sampai dengan 30m,dan penempatan
biasanya berada diatas gedung (rooftop). b. Lattice Tower Lattice tower atau sering disebut SST (Self Support Tower) adalah tower konvensional yang berupa menara rangka yang dirancang dengan konsep rangka kokoh, kuat terhadap tekanan angin dan keadaan geografis dari area dimana tower tersebut didirikan. Tower ini memiliki ketinggian yang sudah ditentukan berkisar antara 30 sampai dengan 120.
misal SST 42 m adalah
lattice Tower yang memiliki ketinggian 42 m. Biasanya tower ini berdiri langsung diatas tanah (Greenfield).
II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Monopole Monopole adalah jenis tower yang berupa tiang pancang tunggal atau memiliki satu kaki saja dengan menggunakan profil pipa. Penempatan monopole biasanya langsung diatas tanah (greenfield). Monopole biasanya memiliki ketinggian kurang dari 30m. d. Pole Tidak jauh berbeda dengan monopole, pole merupakan jenis tower berupa tiang pancang tunggal atau memiliki satu kaki saja dengan menggunakan profil pipa yang berdiameter lebih kecil dari pofil pipa yang digunakan untuk monopole. Jenis tower ini ditempatkan diatas gedung (rooftop). Jenis tower ini hanya disebut sebagai antenna bukan menara. Ketinggian rooftop pole berkisar antara 3m sampai 15m. e. Guyed Mast Guyed mast adalah jenis tower yang berupa tiang pancang tunggal yang dikaitkan dengan tali tali baja yang membentang dari tower sampai tanah dengan jarak lebih kurang 0.5m dari tower dan sudut lebih kurang 600, jenis tower ini memiliki ketinggian antara 50m samapai dengan 70m. Penggunaan Guyed Mast sebagai tower telekomunikasi masih jarang di Indonesia. Biasanya tower jenis ini dipakai untuk pemancar radio. f. Tower camouflage Jenis tower ini tidak jauh berbeda dengan jenis tower telekomunikasi yang lain, namun tower camouflage menggunakan material-material tertentu
II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
menyamarkan perangkat dan bentuk tower itu sendiri,
agar bernuansa
estetika dan lebih ramah lingkungan. 2.2.2 Pengertian BTS Base Transceiver
Station (BTS),
merupakan komponen jaringan dari
sistem komunikasi mobile yang menerima dan mengirim sinyal. Sebuah Base Transceiver Station fungsinya
(BTS) dikendalikan oleh pengontrol
memfasilitasi
komunikasi
nirkabel
antara
base station user
dan
equipment
(UE)/peralatan pengguna dan jaringan. Pada sebuah menara terdapat komponenkomponen dan perlengkapan lainnya yang harus ada,
yaitu terdapat antenna
sectoral, dan antenna microwave beserta komponen-komponen lainnya seperti penangkal petir, lampu. 2.2.3 Antena Sectoral Antena didefenisikan sebagai suatu struktur yang berfungsi sebagai pelepas energy gelombang elektromagnetik di udara dan juga biasa penerima/penangkap energy gelombang elektromagnetik di udara,
sebagai karena
merupakan perangkat perantara antara saluran transmisi dan udara, maka antenna harus mempunyai sifat yang sesuai dengan saluran pencatutnya. Antena adalah alat
yang
digunakan
untuk
mengubah
sinyal
listrik
menjadi
sinyal
elektromagnetik lalu meradiasikannya. Antena sectoral merupakan antena yang memancarkan dan menerima sinyal sesuai dengan sudut pancar sektornya. 2.2.4 Antena Microwave Microwave sistem adalah
sebuah sistem pemancaran dan penerimaan
gelombang mikro yang berfrekuensi sangat tinggi. Antena microwave berbentuk II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
seperti gendering, biasanya ada dua brand yaitu Andrew dan RFS. Ciri khas dari antenna high performance ini adalah bentuknya yang seperti gendang dan terdapat penutupnya yang disebut radome. Fungsi radome antaralain untuk melindungi komponen antenna tersebut dari perubahan cuaca sekitarnya. 2.3
Beton Beton adalah campuran semen Portland atau hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). 2.3.1 Beton Bertulang (Reinforced concrete) Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu, perlu tulangan untuk bekerja pada beton.
menahan gaya tarik untuk memikul beban-beban yang Adanya
tulangan ini sering kali digunakan untuk
memperkuat daerah tekan pada penampang balok. Tulangan baja tersebut perlu untuk beban-beban berat dalam hal untuk menguarangi lendutan jangka panjang, struktur beton harus cukup mampu menerima kondisi beban kerja dalam kaitan agar memperoleh kekuatan cadangan yang diperlukan untuk menahan beban batas. Beton bertulang (reinforced concrete) tersusun dari bahan beton dan baja, yang antara keduanya mempunyai ikatan/lekatan (bond) yang kuat sehingga membentuk suatu bahan
komposit.
Beton mempunyai kekuatan yang besar
dalam menahan gaya tekan (compression), namun lemah dalam menahan gaya tarik. Bagian beton yang menahan gaya tarik akan diperkuat atau digantikan oleh baja tulangan.
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Sifat-Sifat Beton Bertulang Beton bertulang memiliki beberapa sifat-sifat utama sebagai berikut: a. Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan Pada dasarnya nilai kuat tekan beton yang normal di gunakan pada ≤ 40 Mpa. Acuan dalam menilai kuat tekan beton yang di pakai adalah kuat tekan karateristik beton (sbk ) di mana pengertian dari kuat tekan karateristik beton adalah kuat tekan beton pada benda uji kubus ukuran standart 15 x 15 x 15 cm. b. Kuat Beton Terhadap Gaya Tarik Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, dimana suatu perbandingan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton normal yang tepat sulit untuk di ukur. Suatu nilai pendekatan yang umum di lakukan dengan menggunakan modulus of rupture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos ( tanpa tulangan ), sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastrisitas. Kuat tarik bahan beton juga di tentukan melalui pengujian split silinder yang umumnya hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. c. Moduls Elastisitas Beton ( Ec ) Sesuai dengan SNI-03-2847-2012 modulus elastisitas, Ee , untuk beton diizinkan sebesar wc1.5 0,043√f’c (dalam MPa) untuk nilai wc antara 1440 dan 2560 kg/m3. Untuk beton normal, Ec diizinkan diambil sebesar 4700√f’c. 2.3.2 Hammer Test (Lubis Mawardi, 2003) Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa merusak beton. Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
diperoleh cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya yang murah. Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga setelah dikalibrasi, dapat memberikan pengujian ini adalah jenis "Hammer". Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran disekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan British Standards (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25 kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2. Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:
2.4
-
Memeriksa keseragaman kwalitas beton pada struktur.
-
Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.
Deskripsi Pemebebanan Beban yang bekerja pada struktur dapat digolongkan dalam 3 bagian yaitu :
II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.1 Beban Mati (Dead Load) Menurut “SNI 1727:2013 tentang Beban minimum untuk perancangan bangunan degung dan struktur lain”
beban mati adalah berat seluruh bahan
konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai,atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. 2.4.2 Beban Hidup Menurut “SNI 1727:2013
tentang Beban minimum untuk perancangan
bangunan degung dan struktur lain” beban hidup ialah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Beban hidup yang diperlukan dalam perancangan bangunan gedung dan struktur lain harus beban maksimum yang diharapkan terjadi akibat penghunian dan penggunaan bangunan gedung, akan tetapi tidak boleh kurang dari beban merata minimum yang ditetapkan dalam tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Beban hidup terdistribusi merata minimum, Lo dan beban hidup terpusat minimum Meraata
Terpusat
psf (kN/m2)
lb (kN)
Lantai pertama
100 ( 4.979)
1000 (4.45)
Lantai diatasnya
75 (3.59)
1000 (4.45)
125 (6.00)
1000 (4.45)
Hunian atau penggunaan Toko eceran
Grosir Disemua lantai
Sumber: SNI 1727-2013
II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.3 Beban Angin hal 63 Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Menurut “SNI 1727:2013
tentang Beban minimum untuk perancangan
bangunan degung dan struktur lain” untuk menentukan beban angin parameterparameter dasarnya adalah: a. Kecepatan angin dasar,V b. Faktor arah angin, Kd c. Kategori eksposur d. Factor topografii e. Factor Pengaruh Tiupan Angin f. Klasifikasi ketertutupan g. Koefisien tekanan internal,(GCpi) 2.4.4 Faktor Beban Dan Kombinasi Pembebanan hal 65 Menurut “SNI 2847:2013 tentang Persyaratan beton struktural untuk bangunan
gedung
”struktur
gedung
harus
direncanakan
kekuatannya
terhadappembebanan, pembebanan oleh : Beban Mati, dinyatakan dengan lambang DL Beban hidup, dinyatakan dengan lambang LL Beban Angin, dinyatakan dengan lambang WL Beban gempa, dinyatakan dengan lambang E Beban Khusus, dinyatakan dengan lambang K Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau adalah sebagai berikut : U = 1,4 DL U=1,2 DL + 1,6 LL+0,5 (A atau R) II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
U =1,2 DL + 1,0 LL + 1,0WL + 0,5 (A atau R) U =1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 E U = 0,9 DL + 1,0 WL U = 0,9 DL +1,0 WL 2.5
Analisis Beban Gempa 2.5.1 Gempa Rencana Gempa rencana dalam perancangan struktur gedung ini ditetapkan sebagai gempa yang kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangungan 50 tahun adalah sebesar 2 persen. 2.5.2 Faktor Keutanaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan Sesuai tabel 2.1 SNI 1726-2012, untuk berbagai resiko struktur bangunan gedung dan non gedung, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.2. Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk beban Gempa Jenis Pemanfaatan Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia saat terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain : - Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan - Fasilitas sementara - Gudang penyimpanan - Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I,III,IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk : - Perumahan - Rumah toko dan rumah kantor - Pasar - Gedung perkantoran - Gedung apartemen/rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall - Bangunan industry - Fasilitas manufaktur - pabrik
Kategori Resiko
I
II
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : - bioskop - gedung pertemuan - stadion
II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka - fasilitas kesejatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat - fasilitas penitipan anak - penjara - Bangunan untuk orang jompo Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk : - Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan - Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki dasilitas bedah perlindungan darurat lainnya - Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat. - Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat. - Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV
III
IV
Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa Kategori resiko
Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II
1,0
III
1,25
IV
1,5
Sumber: SNI 1726-2012 2.5.3 Kombinasi Beban dan pengaruh beban Gempa Peninjauan dan penghitungan beban pada perancangan gedung ini berdasarkan pada Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2013 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726-2012.
II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
1. 1,4 D 2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R) 3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (1,0Latau 0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + 1,0L+ 0,5(Lr atau R) 5. 1,2D + 1,0E + 1,0L 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E PENGECUALIAN Faktor beban untuk L pada kombinasi 3,4 dan 5 boleh diambil dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar dari pada 500 kg/m2. 2.5.4 Klasifikasi Sitrus Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk
suatu situs, maka situs tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan tabel 2.3 bersasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan pengujian di laboratorium dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum dalam tabel 2.3. kelas situs yang diberlakukan adalah kelas situs yang paling buruk dari hasil analisis.
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Klasifikasi Sitrus
Kelas Sitrus
Vs
SA (batuan keras)
(m/detik)
N atau Nch
Su (kPa)
1500
N/A
N/A N/A
SB (batuan)
750 sampai 1500
N/A
SC (tanah keras, sangat
350 sampai 750
>50
> 100
Padat dan batuan lunak) SD (tanah sedang)
175 sampai 350
SE (tanah lunak)
<175
15 sampai 50 <15
50 sampai 100 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Indeks pltastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40, 3. Kuat geser niralir, ˉs u < 25 kPa Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :
SF( Tanah khusus yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs yang mengikuti 6.10.1)
- rawan dan potensi gagal atau runtuh akibatn beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah - lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan, H > 3 m) - lempung berplastisitas sangat tinggi ( H > 7,5 m, IP >75) lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan s u < 50 kPa
Sumber: SNI 1726-2012 Dalam klasisfikasi situs, profil tanah yang mengandung beberapa lapisan tanah dan atau batuan yang nyata berbeda, harus dibagi menjadi lapisan-lapisan dari nomor ke-1 hingga ke-n dari atas ke bawah, sehingga ada total n-lapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling atas tersebut. Untuk
mendapatkan nilai
kecepatan rata-rata gelombang geser vs
menggunakan langkah persamaan (2-05), tahanan penetrasi standar lapangan rata- rata N menggunakan persamaan (2-06) dan tahanan penetrasi standar rataII-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
rata untuk lapisan tanah non-kohesif N ch menggunakan persamaan (2-07) serta kuat geser niralir rata-rata s u harus melalui langkah dari persamaan (2-09) : 1. Nilai Kecepatan rata-rata Gelombang Geser, v s
(2-05) Dengan : di
= tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 m
vsi
= kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatankan dalam meter perdetik
(m/detik)
= 30 meter. 2. Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata
N
dan tahanan penetrasi
standar rata-rata untuk lapisan tanah non-kohesif N ch
(2-06) Dengan Ni dan di dalam persamaan (2-06) berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan.
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
(2-07) Dengan Ni dan di dalam persamaan (2-07) berlaku untuk tanah non-kohesif saja, dan
(2-08) Dengan : Ds = ketebalan total lapisan tanah non-kohesif 30 m paling atas Ni = tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi dengan nilai < 305 pukulan/m. 3. kuat geser niralir rata-rata s u
(2-09) Dengan :
(2-10)
dc = ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesih di dalam lapisan 30 meter paling atas. (m) PI = indeks plastisitas w = kadar air (%) sui = kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.5 Parameter Percepatan Terpetakan Setelah mengetahui klasifikasi situs dan
mengetahui letak lokasi
banguan,langkah berikutnya adalah mengetahui parameter percepatan batuan dasar pada perioda pendek (Ss) dan percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik (S1). Kedua parameter ini bisa diambil dari peta gempa SNI 1726-2012. 2.5.6 Parameter Percepatan Gempa Setelah mengetahui klasifikasi situs dan paremater percepatan batuan dasar langkah berikutnya adalah menghitung koefisien atau parameter percepatan gempa berdasarkan klas situs terdahulu dan nilai dari peta gempa supaya bisa didapatkan respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER). Untuk menentukan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan faktor amplifikasi sesimik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dari persamaan (2-11) dan (2-12) : SM S
= Fa SS
(2-11)
SM 1
= Fv S1
(2-12)
Dengan nilai Fa dan F1 ditentukan oleh tabel 2.4 dan 2.5.
II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Koefisien situs, Fa Kelas Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T= 0,2 detik, S s Ss <0,25
Ss =0,5
Ss =0,75
Ss =1,0
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,2
1,2
1,1
1,0
1,0
SD
1,6
1,4
1,2
1,1
1,0
SE
2,5
1,7
1,2
0,9
0,9
SF
Ss >1,25
SS
Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv Kelas Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T= 1 detik, S s Ss <0,25
Ss =0,5
Ss =0,75
Ss =1,0
Ss >1,25
SA
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
SB
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
SC
1,7
1,6
1,5
1,4
1,3
SD
2,4
2
1,8
1,6
1,5
SE
3,5
3,2
2,8
2,4
2,4
SF
SS
Sumber: SNI 1726-2012 2.5.7 Parameter Percepatan Spektral Desain Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1 harus ditentukan melalui persamaan (2-13) dan (2-14) :
(2-13)
(2-14) II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.8 Kategori Desain Seismik (KDS) Dari nilai SDS, SD1 dan ketegori resiko gedung akan didapatkan dua kategori desain seismik. Nilai yang diambil adalah yang paling besar dari kedua KDS tersebut. Nilai tersebut didapatkan harus dari nilai dalam tabel 2.6 dan tabel 2.7 : Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan Perioda Pendek, SDS Nilai SDS
Kategori Resiko I atau II atau III
IV
SDS <0,167
A
A
0,167 < SDS < 0,33
B
C
0,3 < SDS <0,5
C
D
0,0 < SDS
D
D
Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan Perioda 1 detik, SD1 Nilai SD1
K ategori Resiko I atau II atau III
IV
SD1 <0,067
A
A
0,067 <SD1 < 0,133
B
C
0,133 <SD1 <0,2
C
D
0,20 < SD1
D
D
Sumber: SNI 1726-2012 2.5.9 Persyaratan perencanaan untuk kategori desain seismik A Bangunan gedung dan non gedung dengan kategori desain seismic A hanya perlu memenuhi ketentuan-ketentuan dibawah ini. Elemen non-struktural dalam kategori desain seismic A dibebaskan dari ketentuan-ketentuan desain seismik. II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.10 Gaya Lateral Sistem struktur gedung ruko ini memiliki kekakuan lateral yang beraturan dan memiliki ketentuan sebagai berikut : a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 meter b. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai beraturan. c. Daerah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar daerah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. Maka dari pernyataan tersebut, untuk menganalisis bangunan ruko ini dapat menggunakan statik ekuivalen. Setiap struktur harus dianalisis untuk pengaruh gaya lateral statik yang diaplikasikan secara independen di kedua arah orthogonal. Pada setiap arah yang ditinjau, gaya lateral static harus diaplikasikan secara simultan di tiap lantai. Untuk tujuan analisis, gaya lateral ditiap lantai dihitung sebagai berikut: Fx = 0,01 W x Ket : Fx = gaya lateral rencana yang diaplikasikan pada lantai x Wx = bagian beban mati total struktur, D, yang bekerja pada lantai
2.6
Perencanaan Struktur Atas Struktur atas terdiri dari komponen sistem portal yang merupakan kesatuan antara kolom dan balok.
II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.1 Perencanaan Kolom hlm 219-222 Kolom adalah komponen struktur bangunan yang
tugas
utamanya
menyangga beban aksial desak vertikal dengan tinggi yang ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Apabila rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral sekecil kurang dari tiga disebut pedestal (Amrinsyah Nasution 2009). Kolom disebut kolom pendek apabila pengaruh bentang atau
lendutan saat
dibebani beban kecil dan dapat diabaikan. Kebanyakan kolom pada portal (lebih kurang 90%) atau kolom tanpa kekangan samping (kira kira 40%) direncanakan sebagai kolom pendek. Dalam menghitung komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, asumsi dalam perencanaan sebagai berikut : a. Regangan dalam tulangan dan beton berbanding langsung dengan jarak dari sumbu netral. b. Regangan maksimum yang digunakan pada serat beton tekan terluar ԑc = 0.003 c. Tegangan fs dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan fy untuk mutu tulangan yang digunakan adalah fs = Es * ԑc, dan untuk regangan yang lebih besar tegangan yang memberikan f y : fs = fy d. Distribusi tegangan tekan dianggap suatu distribusi tegangan beton persegi ekivalen dengan ketentuan: e. Tegangan beton sebesar 0.85 f’c terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a =
1c
dari serat dengan regangan tekan maksimum.
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
f. Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut. g. Faktor
1
= 0.85 untuk kuat tekan beton f’c hingga atau sama dengan 30 MPa.
Untuk kekuatan diatas 30 Mpa,
1
direduksi secara menerus sebesar 0.008
untuk setiap kelebihan 1 MPa diatas 30 MPa diatas 30Mpa, tetapi
1
tidak
boleh diambil kurang 0.65 2.6.2 Perencanaan Balok Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja, dan masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan keuatan untuk menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangantegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar,
dan
tegangan
tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses terhadap lentur,kemudian baru segi-segi lainnya,
seperti kapasitas geser,
defleksi,
retak dan panjang
penyaluran, dianalisis sehingga keseluruhannya memenuhi syarat. Seperti diketahui,
untuk bahan yang bersifta serba sama dan elastik,
distribusi regangan maupun tegangannya linear berupa garis lurus dan panjang penyaluran,
dianalisis sehingga keseluruhannya memenuhi syarat.
Seperti
diketahui, untuk bahan bersifat serba sama dan elastik, distribusi regangan maupun tegangannya linear berupa garis lurus dari garis netral ke nilai maksimum di serat tepi terluar. Dengan demikian nilai tegangannya berbanding lurus dengan nilai nilai regangan dan hal tersebut berlaku sampai dengan dicapainya batas sebanding dengan nilai tegangan luluh letaknya berdekatann hampir berimpit,dan II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
nilai teganngan lentur ijin didapat dengan cara membegi tegangan luluh dengan faktor aman. Pada struktur kayu, nilai tegangan lentur ijin didapatkan dengan cara lebih
langsung dengan menggunakan faktor aman pembagi terhadap
tegangan lentur patah. Dengan menggunakan cara penetapan tegangan lentur ijin seperti tersebut, yang didasarkan pada anggapan hubungan linier antara tegangan dan regangan, analisis serta perencanaan struktur kayu dan baja dapat dilakukan. Dengan demikian mengikuti sepenuhnya sesuai dengan teori elastisitas.
Meskipun
disadari bahwa pada kenyataanya bahan beton bersifat tidak serba sama (non homogeneus) dan tidak sepenuhnya elastik, selama ini cara pendekatan linear juga digunakan dan dianggap benar bagi bahan beton. Selama kurun waktu cukup lama perencanaan serta analisis didasarkan pada
pemahaman tersebut dan
dinamakan sebagai metode elastik. 2.7
Perkuatan Kolom Menurut Peter H Emons dalam karya tulis Tumatur Franky Jeffry yang berjudul Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton, Perkuatan (strengthening) merupakan pekerjaan memperkuat
struktur bangunan akibat beban
gempa
maupun akibat kekurangan daya dukung karena kesalahan dan perencanaan ataupun pembangunan dan membutuhkan perkuatan seperti penambahan lempengan baja atau memperbesar dimensi struktur sehingga struktur mampu memikul berbagai kombinasi beban. Teknik perbaikan beton bertulang semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan jaman, tidak hanya material yang digunakan namun perkuatan struktur pun
mengalami berbagai macam
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
perkembangan yang luar biasa yang dapat diaplikasikan pada struktur kolom eksisting. 2.7.1 Metode dan Material Perkuatan Menurut Peter H Emons dalam karya tulis Tumatur Franky Jeffry yang berjudul Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton, dalam pemilihan metode perkuatan, harus diperhatikan beberapa hal yaitu kapasitas struktur, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perkautan. Beberapa metode perkuatan kolom yang umumnya dilakukan adalah : a. Memperpendek bentang dari struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan konstruksi baja. Tujuannya adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus dianalisa ulang akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan perubahan dari gaya-gaya dalam tersebut. Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik dari beton maupun dari baja. b. Memperbesar dimensi daripada Konstruksi beton Umumnya digunakan beton sebagai material untuk
memperbesar dimensi
struktur, dengan adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk menghasilkan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete). Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka harus diperhatikan bahwa secara keseluruhan beban dari bangunan tersebut bertambah, sehingga harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur atas sampai pondasi.
II-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruhan cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar. Beton SCC yang baik harus tetap homogen , kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding. Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaiknya dengan beton SCC struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat. c. Menambah plat baja Tujuan dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian dari struktur bangunan. Didalam penambahan plat baja tersebut, harus dijamin bahwa plat baja menjadi satu kesatuan dengan struktur yang ada, umumnya untuk menjamin lekatan antara plat baja dengan struktur beton digunakan epoxy adhesive. d. Melakukan external prestressing Dengan metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan melakukan prestress diluar struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru. Yang perlu diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak menyebabkan perlemahan pada struktur yang ada. Material yang umumnya digunakan adalah baja prestress, tetapi pada saat ini sudah mulai digunakan baham dari FRP (Fibre Reinforced Polymer) II-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Bab II Tinjauan Pustaka
e. Menggunakan FRP (Fibre Reinforced Polymer) Prinsip daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja, yaitu menambah kekuatan di bagian tarik dari struktur. Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP yang sering digunalan pada perkuatan struktur adalah plate/ composite dan Fabric / Wrap. Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding, sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom.
II-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/z