BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Komaruddin (1994) adalah: 1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen. 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status. 3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.. 4. fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya. 5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan adalah fungsi dan karakteristik, dalam peran dan kedudukannya di perusahaan, peran tersebut direalisasikan oleh pengawasan intern dalam memberikan kontribusi berupa saran dan rekomendasi kepada manajemen dalam mengelola perusahaan.
2.2 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Secara umum yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksaan suatu pekerjaan atau kegiatan ini dilakukan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Brantas (2009) pengertian dari pengawasan adalah sebagai berikut: “proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut” Pengawasan merupakan bagian dari
fungsi manajemen yang meliputi
planning, organizing, staffing, leading, and controlling, hal-hal yang dicakup dalam
fungsi
controlling
adalah
menciptakan
standar
atau
kriteria
membandingkan hasil monitoring dengan standar melakukan perbaikan atas
deviasi atau penyimpangan, merevisi dan menyesuaikan metode pengendalian dari kacamata hasil pengendalian dan perubahan kondisi dan mengkonsumsi revisi dan penyesuaian tersebut ke seluruh proses pengawasan. Dari hal diatas jelas bahwa penekanan dari pengawasan lebih dari upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan diharapkan agar segera di deteksi atau diambil tindakan koreksi sehingga pelaksaaan kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuan secara maksimum.
2.2.2 Pengertian Pengawasan Keuangan Daerah Pengawasan menurut Keputusan Presiden No.74 Tahun 2001 tentang tata cara pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah menyatakan bahwa: ”pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditunjukkan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Menurut Baldrie dan Bonni (2000) menjelaskan bahwa jenis-jenis pengawasan keuangan negara dibedakan berdasarkan 1. Sifat pengawasan 2. Hubungan aparat pengawasan dengan pihak yang diawasi 3. metode pengawasan Adapun penjelasan dari hal tersebut adalah: 1. Sifat Pengawasan a. Pengawasan Preventif Pengawasan Preventif adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan terhadap pengelola keuangan negara sebelum tindakan tersebut dilakukan, tujuan pengawasan preventif ialah untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan pengelolaan keuangan negara b. Pengawasan Represif Pengawasan Represif merupakan pengawasan terhadap tindakan pengelolaan keuangan negara setelah tindakan tersebut dilakukan, tujuan pengawasan represif adalah untuk mengidentifikasikan apakah terjadi penyimpangan, tindakan korektif yang dibutuhkan dan rekomendasi perbaikan dalam
pengelolaan keuangan negara tujuan tersebut dicapai dengan membandingkan tindakan pengelolaan keuangan negara yang telah dilakukan dengan ketentuan pengelolaan negara. 2. Hubungan Aparat Pengawasan Dengan Pihak Yang Diawasi a. Pengawasan Eksternal Pengawasan Eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau orang yang berasal dari unit organisasi lain selain unit organisasi yang diperiksa hubungan antara aparat pengawas dengan pihak yang diawasi adalah keduanya tidak berada dalam satu unit oraganisasi yang sama b. Pengawasan Internal Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau orang yang berada dilingkungan unit organisasi yang diperiksa, hubungan antara pengawasan dengan pihak yang diawasi adalah mereka berada dalam satu unit oraganisai yang sama. 3. Metode Pengawasan a. Pengawasan Melekat merupakan pengawasan oleh pimpinan yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan kepada pelaksana aktivitas bawahannya b. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan oleh aparat fungsional yang dilakukan oleh instansi yang independen dari unsur yang diawasi. 2.2.3 Tujuan pengawasan Adapun tujuan pengawasan menurut Brantas (2009) adalah sebagai berikut: 1. Supaya proses pelaksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari rencana 2. Melakukan tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpanganpenyimpangan (deviasi) 3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya 4. Menghentikan
atau
meniadakan
kesalahan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakadilan
penyimpangan,
5. Mencegah terulangnya kembali kesalahn, penyimpangan, penyelewangan pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan 6. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik 7. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi 8. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi 9. Meningkatkan kinerja organisasi 10. Memberikan opini atas kinerja organisasi 11. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada 12. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih
2.2.4 Asas-asas pengawasan Asas-asas
pengawasan
menurut
Koontz
and
O’Donnel
yang
dikemukakan kembali oleh Brantas (2009) adalah sebagai berikut: 1. Asas tercapainya tujuan (Principle of assurance of objective) Artinya pengawasan harus ditunjukkan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dari rencana
2. Asas efisiensi pengawasan (Principle of efficiency of control) Artinya pengawasan itu efisiensi, jika dapat menghindari penyimpangan dari rencana, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang diluar dugaan 3. Asas tanggung jawab (Principle of control responsibility) Artinya pengawasan hanya dapat dilaksanakan jika manajer bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana 4. Asas pengawasan terhadap masa depan (principle of future control) Artinya pengawasan yang efektif harus ditunjukkan kearah pencegahan penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi, baik pada waktu sekarang maupun masa yang akan datang 5. Asas pengawasan langsung (Principle of direct control)
Artinya teknik control yang paling efektif ialah mengusahakan adanya manajer bawaan yang berkualitas baik, pengawasan itu dilakukan oleh manajer, atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah, cara yang paling tepat untuk menjamin adanya pelaksanaan yang sesuai dengan rencana adalah mengusahakan sedapat mungkin para petugas memiliki kualitas yang baik. 6. Asas refleksi rencana (Principle of reflection plans) Artinya
pengawasan
harus
disusun
dengan
baik,
sehingga
dapat
mencerminkan karakter dan susunan rencana. 7. Asas penyesuaian dengan organisasi (Principle of organization suitability) Artinya pengawasan harus dilakukan sesuai dengan struktur organisasi. Manajer dengan bawahannya merupakan sarana untuk melaksanakan rencana, dengan demikian pengawasan yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi. 8. Asas pengawasan individual (Principle of individual of control) Artinya pengawasan dan teknik pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan manajer, teknik pengawasan harus ditunjukkan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan informasi setiap manajer, ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manajer. 9. Asas standar (Principle of standard) Artinya pengawasan yang efektif dan efisiensi memerlukan standar yang tepat yang akan dipergunakan sebagi tolak ukur pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai. 10. Asas pengawasan terhadap strategis (Principle of strategic point control) Artinya pengawasan yang efektif dan efisiensi memerlukan adanya perhatian yang ditunjukkan terhadap faktor-faktor yang strategi dalam perusahaan. 11. Asas kekecualian (The exception principle) Artinya efisiensi dalam pengawasan membutuhkan adanya perhatian yang ditunjukkan terhadap faktor kekecualian, kekecualian ini dapat terjadi dalam keadaan tertentu ketika situasi berubah atau tidak sama. 12. Asas pengawasan fleksibel (Principle of flexibility of control)
Artinya pengawasan harus luwes untuk menghindari kegagalan pelaksanaan rencana. 13. Asas peninjauan kembali (Principle of review) Artinya sistem pengawasan harus ditinjau berkali-kali, agar sistem yang digunakan berguna untuk setiap tujuan. 14. Asas Tindakan (Principle of action) Artinya pengawasan dapat dilakukan, apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi, staffing, dan directing.
2.2.5 Langkah-langkah nyata pengawasan Berdasarkan
surat
edaran
Nomor
SE/15/M.PAN/9/2005
mengenai
peningkatan pengawasan dalam upaya perbaikan pelayan publik dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas pelayan publik secara terus menerus disertai dengan upaya penghapusan adanya biaya ekstra atau pungutan liar dalam pelayan publik 2. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan secara transparan dan akuntabel, standarisasi pelayanan yang meliputi: penetapan persyaratan pelayanan, target waktu penyelesaian, biaya yang dibayar oleh masyarakat, standar tersebut diumumkan secara terbuka disetiap unit pelayanan, sehingga diketahui secara luas oleh masyarakat 3. Memfungsikan
Aparat
Pengawasan
Internal
Pemerintah
(APIP),
disamping melakukan tugas rutin pengawasan, juga memberikan perhatian khusus pengawasan terhadap pemberian pelayanan publik dari unit-unit pelayanan publik yang ada dilingkungan instansi 4. Melibatkan masyarakat yang menjadi stakeholders dari unit pelayanan yang bersangkutan dalam penyusunan, penerapan, dan pemantauan standar kinerja 5. Meningkatkan kerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengurangi
pungutan liar dan suap dalam pemberian pelayan publik di lingkungan instansi 6. Meningkatkan upaya pengawasan, menindaklanjuti hasil pengawasan, serta melakukan pembinaan aparatur untuk mengurangi pungutan liar dalam pelayan publik di lingkungan instansi 7. Menyediakan kotak pengaduan masyarakat dan menndaklanjuti sesuai surat Men.PAN Nomor.148/M.PAN/5/2004 tentang pedoman umum penanganan pengaduan masyarakat 8. Menugaskan aparat pengawasan fungsional di lingkungan saudara disamping tugasnya sehari-hari, untuk melakukan peningkatan intensitas pengawasan dalam upaya peningkatan intensitas pengawasan dalam upaya peningkatan pelayan publik, yang dilengkapi dengan kelompok kerja yang khusus menangani tugas tersebut, pembentukan kelompok kerja dimaksud dengan memaksimalkan tugas fungsional pengawasan yang telah ada. 9. Laporan pelaksanaan tugas peningkatan intensitas pengawasan dalam upaya peningkatan pelayanan publik tersebut agar ditembuskan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
2.3 Pengawasan Internal
2.3.1 Pengertian Pengawasan internal Secara umum yang dimaksud dengan pengawasan internal adalah sebuah proses, yang diwujudkan oleh pimpinan organisasi maupun anggotanya yang dirancang untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi seperti: 1. efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional 2. keandalan laporan keuangan 3. ketaatan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku pengawasan internal dapat membantu suatu organisasi dalam mencapai prestasi dan target yang menguntungkan dan mencegah kehilangan sumber daya, dapat membantu menghasilkan laporan yang keuangan yang dapat dipercaya, dan juga dapat memastikan suatu organisasi terhindar dari reputasi yang buruk dengan
segala konsukuensinya serta dapat mengarahkan suatu organisasi mencapai tujuan dan menghindari segala kerugian. http://monasfaly.multiply.com/journal/item/6/PENGAWASAN_INTERNAL_DA N_BADAN_PENGAWAS_INTERNAL_SUATU_KONSEP_DALAM_GOOD_ GOVERNANCE_DI_SEKTOR_PUBLIK 2.3.2 Tahap-tahap Pengawasan Untuk mendapatkan hasil pengawasan yang berdaya guna dan berhasil guna maka diperluan adanya kegiatan pemeriksaan yang merupakan salah satu bentuk kegiatan dari pelaksanaan dan fungsi utama dari pemeriksaan pimpinan organisasi dalam bidang engawasan dan pengendalian, menurut Halim (2001) tahap-tahap pengawasan adalah sebagai berikut;
1. Persiapan Pemeriksaan Agar pelaksaan pengawasan dapat lebih terarah dierlukan informasi umum tentang kegiatan/program yang diperiksa untuk itu diperlukan langkah. a. penentuan sasaran,ruang lingkup dan daerah/lokasi pemeriksaan. b. penentuan susunan/komposisi tim pemeriksa. c. penyusunan program kerja pemeriksa tahunan (PKPT). d. pengumpulan dan pengelolaan data dari informasi umum termasuk kebijakan dan ketentuan yang berlaku. e.penentuan pemeriksaan.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan dilakukan kegiatan untuk mengidentifikasi bagian-bagian kegiatan atau yang mengandung kelemahan yang memerlukan pemeriksaan lebih mendalam terhadap kelemahan yang sudah diidentifikasi ini dikumpulkan fakta-fakta untuk menetapkan temuan hasil pemeriksaan sehingga dapat diberikan suatu pendapat kesimpulan dan rekomendasi perbaikan langkahlangkah pemeriksaan meliputi : a. pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan objek yang diperiksa b. pelakasaan langkah kerja tersebut dalam program kerja audit c. penuangan hasil pelaksanaan langkah kerja audit
d. pembicaraan temuan hasil pemeriksaan hasil untuk memperoleh komentar dari objekyang diperiksa.
3. Pelaporan Pemeriksaan Dari kegiatan pemeriksaan yang telah dilaksanakan harus dibuatkan laporan hasil audit (LHA) secara tertulis untuk menyusun suatu laporan hasil audit yang dapat dipertanggung jawabkan perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. meriview kertas kerja pemeriksaan b. menyusun konsep hasil audit berdasarkan materi dalam kertas kerja audit yang direview. c. membicarakan konsep laporan hasil audit dengan penanggung jawab objek yang diperiksa. Laporan hasil audit ini antara lain bertujuan agar temuan kesimpulan rekomendasi dan komentar hasil pemeriksaan dikomunikasikan secara resmi kepada pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi atau yang perlu mengetahui informasi tersebut.
4. Tindak Lanjut Pemeriksaan Agar rekomendasi yan tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan mencapai tujuan maka pemeriksa harus mengikuti tindak lanjut yang dilakukan ole pejabat yang berwenang karena itu diambil langkah-langkah ; a. memonitor pelaksana tindak lanjut b. menegaskan kembali rekomendasi dalam hal tindak lanjut yang diusulkan yang belum dilaksanakan. Adapun tindak lanjut dari pengawasan berdasarkan instruksi presiden No 15 tahun 1983 tentang pedoman pelaksanaan pengawasan adalah sebagai berikut ; a.tindakan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, termasuk penerapan hukum disiplin dimaksud dalam peraturan pemerintah No 30 tahun 1980 tentang peraturan disiplin pegawai negeri sipil. b. tindakan tuntutan/gugatan perdata
c. tindakan pengajuan tindak pidana yang dilakukan dengan menyerahkan perkaranya kepada kepolisian negara republik indonesia dalam hal terjadi indikasi tindak pidana umum,tindakan penyemurnaan
aparatur pemerintah
dibidang kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan.
2.4 Good Corporate Governance 2.4.1 Pengertian Good Corporate Governance Konsep Good Corporate Governance (GCG) yang kini muncul adalah sebagai jawaban atas pengelolaan perusahaan atau organisasi, baik organisasi sektor publik maupun organisasi sektor swasta, meskipun GCG bukan suatu konsep baru tetapi masih saja salah dalam menafsirkan GCG, karena menafsirkan GCG sebagai suatu kepentingan. Terdapat beberapa pengertian untuk GCG, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (Tjager; 2003) mendefinisikan Corporate Governance sebagai: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan, tujuan Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)” Corporate Governance menurut Iman (2002) adalah “sistem dan struktur yang baik untuk pengelolaan perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (Share Holder Value) serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti kreditor, supplier, atau pemasok, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas Menurut United Nation Development Program (UNDP) (Mardiasmo;2002) Governance adalah: “the exercise of political economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels“
Dari pernyataan tersebut UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan negara Dalam konsep GCG merupakan suatu sistem mengenai bagaimana suatu usaha dikelola dan diawasi oleh karena itu struktur GCG seharusnya mencakup pengertian sebagai berikut: 1. Adanya pemisahan antara hak dan pertanggungjawaban antara pelaku dalam perusahaan seperti manajemen, pemegang saham dan stakeholder di samping itu harus terdapat pemisahan yang jelas pula antara manajemen dan pemilik perusahaan 2. Adanya landasan dan norma yang jelas dari pemilik untuk menyadari bahwa manajemen perusahaan harus tunduk pada prosedur dan ketentuan yang mengikat khususnya yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan perusahaan.
2.4.2
Sejarah Good Corporate Governance
Sejarah lahirnya Good Coporate Governance (GCG) menurut Tjager (2003) berawal dari pengelolaan perusahaan yang menuntut pertanggung jawaban kepada pemilik, yang dahulunya dikenal dalam agency theory kemudian dikembangkan dalam teori birokrasi weber, dalam sejarah perdaban dunia bisnis GCG sudah dipraktekkan di lingkungan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Inggris dan Eropa sekitar 200 tahun yang lalu (1840-an). Pada masa itu agar perusahaanperusahaan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan keuntungan yang maksimal kepada pemegang saham maka perusahaan dikelola seperti halnya mengelola sebuah negara (Little Republic) konsep pemisahan antara kepemilikan (Ownership) para pemegang saham dan pengendalian (control) para manajer dalam korporasi telah menjadi kajian sejak tahun 1930-an, permasalahannya yang kemudian timbul dari pemisahan ini adalah para dewan benar-benar bertindak bagi kepentingan pemegang saham untuk menanggapi masalah ini berkembang lah teori agensi (agency theory) pada tahun 1970-an para pengaju teori ini mengatakan bahwa para dewan secara rasional akan bertindak bukan saja untuk
kepentingan pemegang saham tetapi juga akan bertindak sebagai para manajemen puncak, oleh karena itu diperlukan sistem cheks and balances untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan Dari teori agensi Corporate Governance muncul di akhir tahun 1980-an. Di Amerika Serikat dan Eropa umumnya perkembangan GCG terjadi ketika krisis ekonomi melanda suatu negara. Di Asia krisis ekonomi yang melanda tersebut dipandang sebagai akibat lemahnya praktik GCG. Kini konsep GCG dengan cepat dapat diterima di kalangan bisnis maupun masyarakat luas bahkan bagus atau tidaknya kinerja perusahaan ditentukan sejauh mana perusahaan tersebut menerapkan GCG.
2.4.3
Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Tujuan Good Corporate Governance (GCG) pada intinya adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, pihak-pihak tersebut adalah pihak internal meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholder), dalam praktiknya Corporate Governace berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya, perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut Corporate Governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan. The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (Siswanto:2008) terdapat empat dasar Prinsip Good Corporate Governance yaitu: 1. Kewajaran (Fairness), prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minorotas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya, praktik kewajaran juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakkannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham dari praktik kecurangan (fraud) dan praktik-praktik insider trading
yang dilakukan oleh agen/manajer, prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda (Conflict Of Interest) 2. Akuntabilitas (Accountability), prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan, akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris dan direksi independent, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi Agency problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi, serta pengendaliaannya oleh komisaris untuk melakukan monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas dijajaran direksi. 3. Transparasi (Transparency), prinsip dasar transaparasi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan, suatu kepercayaan akan sangat bergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan, oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan
dengan
indikator-indikator
yang
sama,
prinsip
ini
diwujudkan antara lain dengan membangun sistem akuntansi yang berbasiskan standar akuntansi dan best practice yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas, mengembangkan tekhnologi informasi akuntansi manajemen untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif. Dengan kata lain prinsip transaparasi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan.
4. Responsibilitas
(Responsibility),
responsibilitas
diartikan
sebagai
tanggung jawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhankebutuhan sosial, responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang sama dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk
merealisaikan
mengakomodasi perusahaan
tujuan
kepentingan
kepada
yang
hendak
pihak-pihak
pemegang
saham
dicapai
yang dan
GCG
berkaitan
yaitu dengan
pihak-pihak
yang
berkepentingan.
2.4.4
Tujuan dan Manfaat Penerapan Good Corporate Governance
Berdasarkan definisi atau pengertian GCG yang disampaikan menurut Siswanto(2008) dapat diketahui ada lima macam tujuan utama dari GCG yaitu: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau Board of Director dan manajemen perusahaan 4. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of director dengan manajemen senior perusahaan. Sedangkan berdasarkan surat keputusan Mentri BUMN No 117/M-MBU/2002 penerapan Good Corporate Governance (Tjager;2003) bertujuan sebagai berikut : 1. Memaksimalkan nilai dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memilik daya saing yang sangat baik
2. Pengelolaan
secara
profesional,
transparan
dan
efisien
serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian 3. Mendorong dalam pembuatan keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku serta kesadaran akan kelestarian lingkungan 4. Peningkatan kontribusi perekonomian nasional 5. Peningkatan investasi nasional 6. Mensukseskan program privatisasi penerapan Good Corporate Governance menurut Iman (2002) akan memberikan manfaat sebagai berikut 1. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi 2. Promosi citra corporate 3. Peningkatan kepuasan 4. Perolehan kepercayaan 5. Fokus pada strategi-strategi utama 6. Kesinambungan manfaat 7. Perbaikan dalam komunikasi 8. Meminimalisasi potensial benturan 9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan Penerepan good corporate governance yang efektif memberikan sumbangan yang sangat penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan yang serupa di masa yang akan datang Corporate Governance adalah peningkatan kinerja organisasi melalui supervisi atau pemanfaatan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajeman terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku. Untuk meningkatkan akuntabilitas antara lain diperlukan auditor, komite audit. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berajalan efektif sehingga tercipta mekanisme cheks and balances disuatu organisasi.
2.4.5 Langkah-langkah Penerapan Good Corporate Governance Langkah-langkah dalam menerapkan Good Corporate Governance adalah : a. Mengkomunikasikan gagasan kepada segenap komponen perusahaan oleh pemerkasa, pemerkasa terlebih dahulu harus mendapatkan dukungan penuh dari eksekutif puncak b. Mengganti konsep dan wawasan tentang praktik-praktik pengelolaan yang sehat c. Melakukan penilaian terhadap sistem, metode yang dilakukan dapat melalui proses audit, penilaian struktur organisasi, pembagaian tugas, penilaian kinerja dan fungsi-fungsi pengambilan keputusan yang strategis dalam perusahaan d. Melakukan analisis dan kajian, serta pendalaman mengenai kriteria Good Corporate Governance dalam perusahaan e. Merupakan sistem yang baru untuk menggantikan sistem lama f. Melakukan evaluasi