BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Beban Kerja Perawat 1. Definisi Beban Kerja Perawat Beban kerja adalah jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam memberikan pelayanan keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat yang diperlukan untuk memberikan pelayanan tersebut (Nursalam, 2002). Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Anwar, 2013). Beban kerja bisa bersifat kuantitatif bila yang dihitung berdasarkan banyaknya/jumlah tindakan keperawatan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beban kerja bersifat kualitatif bila pekerjaan keperawatan menjadi tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebaik mungkin/profesional. Bila beban kerja terlalu tinggi akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat dan pasien, kegagalan kolaborasi perawat dan dokter serta tingginya drop out perawat/turn over/rasa ketidakpuasan kerja perawat (Nursalam, 2002). Menurut Nursalam (2013), kegiatan yang banyak dilakukan adalah tindakan keperawatan tidak langsung dan faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah jumlah pasien dan jumlah perawat serta jumlah aktivitas. Standar emas untuk mengukur sumber daya keperawatan akan menjadi model yang valid dan realible terhadap pengukuran beban kerja dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat. Faktor- faktor yang dimaksud adalah kondisi pasien, respon pasien, karakteristik pasien dan tindakan keperawatan yang diberikan serta lingkungan kerja (Gaudine, 2000).
7
8
2. Jenis Beban Kerja Perawat Beban kerja dibedakan menjadi dua jenis yaitu beban kerja secara kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja kualitatif artinya persepsi beban kerja yang bisa dirasakan oleh perawat. Misalnya perawat merasa saat ini beban kerjanya berat dari pada yang seharusnya, lebih sulit dari yang sudah pernah dilaksanakan dan keluhan lainnya. Adapun beban kerja kuantitatif yaitu jumlah pekerjaan yang bisa dihitung dan dibandingkan dengan waktu kerja yang tersedia. Misalnya perawat memiliki waktu 8 jam tiap dinas, maka berapa banyak tindakan keperawatan yang bisa dilakukan selama 8 jam itu (Anwar, 2013). Selain itu, Munandar (2001) menambahkan beban kerja kuantitatif meliput: 1) pelaksanaan observasi pasien secara ketat selama jam kerja, 2) variasi pekerjaan yang harus dikerjakan, 3) kontak langsung perawat pasien secara terus menerus selama jam kerja, 4) rasio perawat dan pasien. Sedangkan beban kerja kualitatif meliputi: 1) pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit, 2) tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis, 3) harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, 4) tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien, 5) setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat, 6) tugas memberikan obat secara intensif, 7) menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal. 3. Faktor-faktor Beban Kerja Perawat Beban kerja merupakan cerminan dari tindakan keperawatan yang mampu dilaksanakan secara kuantitas dan kualitas oleh seorang perawat terhadap seorang atau sekelompok pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Pertanyaan rutin yang sering muncul adalah pasien yang mana dan dirawat oleh perawat yang mana, berapa banyak pasien yang dapat dirawat, apakah beban perawat maksimal atau optimal (Anwar, 2013).
9
Beban kerja perawat tiap waktu akan berubah. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor internal (jumlah pasien dalam ruang rawat inap) dan faktor eksternal (di luar rumah sakit). Faktor-faktor internal lebih mudah diatasi dari pada faktor eksternal. Hal ini disebabkan faktor eksternal tidak bisa dikendalikan oleh pihak manajemen rumah sakit sendiri melainkan memerlukan bantuan pihak luar (Anwar, 2013). Sebagai contoh yaitu situasi ekonomi yang lagi mengalami resesi seperti saat ini. Kenaikan harga tidak bisa ditolak atau inflasi sedangkan pendapatan masyarakat bahkan menurun sehingga tidak mampu membeli harga pelayanan rumah sakit. Saat ini juga sering terjadi disaster alam termasuk wabah penyakit tertentu. Kedua contoh diatas akan mempengaruhi jumlah kebutuhan perawat yang ada di rumah sakit akan ditambah atau dikurangi (Anwar, 2013). Secara umum faktor-faktor internal yang mempengaruhi beban kerja perawat antara lain: 1) jumlah pasien yang dirawat tiap hari, tiap bulan, tiap tahun, 2) kondisi atau tingkat ketergantungan pasien, 3) rata-rata hari perawatan tiap pasien, 4) pengukuran tindakan keperawatan langsung dan tidak langsung, 5) frekuensi tindakan keperawatan
yang dibutuhkan, 6) rata-rata waktu
keperawatan langsung dan tidak langsung (Anwar, 2013). 4. Penghitungan Beban kerja Perawat Menurut Ilyas (2004), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel antar lain sebagai berikut: a. Work Sampling Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain: 1) aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja, 2) apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja, 3) proporsi waktu kerja yang digunakan untuk
10
kegiatan produktif atau tidak produktif, 4) pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja. Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) menentukan jenis personel yang akan disurvei, 2) bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek personel yang akan diamati dengan menggunakan metode simple random sampling unutk mendapatkan sampel yang representative, 3) membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung, 4) melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling, 5) pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2-15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan. Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan banyaknya pengamatan kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati, oleh karena itu maka didapatkan sampel penelitian dengan data yang banyak sehingga dapat dihitung dan dianalisa dengan baik. b. Time and motion study Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Langkahlangkah untuk melakukan teknik ini yaitu: 1) menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode purposive sampling, 2) membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel, 3) daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan, 4) membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan
11
administrasi, 5) menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan output sebagai berikut: 1) deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan selama jam kerja, 2) pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga kerja atau karakteristik demografis dan sosial, 3) kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau variabel lain, 4) kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati. c. Daily log Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan inti tergantung kerjasama dan kejujuran dari personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personel yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelititan. Menuliskan secara rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan daily log.
12
5. Penilaian Beban Kerja Perawat Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Pelaksana perawatan bertanggung jawab secara administrasi fungsional kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis operasional bertanggung jawab terhadap dokter ruang rawat/dokter penanggung jawab ruangan (Depkes, 2004). Menurut Depkes (2004), penilaian beban kerja perawat dapat dilihat dari aspek: a. Aspek fisik Analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya yaitu jumlah pasien yang harus dirawat dibandingkan dengan jumlah perawat. Penentuan kebutuhan jumlah tenaga perawat menurut Douglas (dalam Nursalam, 2007) adalah berdasarkan tingkat ketergantungan pasien. Tingkat ketergantungan klien terkait dengan penentuan beban kerja perawat dapat diklasifikasikan meliputi: 1) Klien dengan tingkat ketergantungan minimal: a) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri, b) makan, minum dilakukan sendiri, c) ambulasi dengan pengawasan, d) observasi dilakukan tiap pergantian dinas, e) pengobatan minimal (oral) dan status psikiatri stabil. 2) Klien dengan tingkat ketergantungan parsial: a) kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu, b) observasi tiap 4 jam, c) ambulansi dibantu, pengobatan injeksi, d) bicara berlebihan dan sedikit kacau, e) pasien ditempatkan di ruang isolasi. 3) Klien dengan tingkat ketergantungan total: a) segalanya diberi bantuan, b) status psikiatri kacau, c) pengobatan intravena, d) dilakukan fiksasi, e) gelisah, disorientasi, f) pengawasan ketat.
13
Selain terkait dengan perbandingan jumlah perawat dan pasien, aspek fisik berkaitan dengan tugas - tugas tambahan yang harus dilakukan oleh perawat. Tugas tambahan dalam hal ini adalah tugas-tugas yang dikerjakan oleh perawat selain tugas utamanya seperti, membuat laporan, mengikuti rapat dan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Semakin banyak tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang tenaga perawat maka tentu saja akan menambah tinggi beban kerjanya demikian juga sebaliknya (Nursalam, 2007). b. Aspek psikologis Aspek mental
atau
psikologis lebih menekankan pada hubungan
interpersonal antara perawat dengan kepala ruangan, perawat dengan perawat lainnya dan hubungan perawat dengan pasien yang dapat mempengaruhi keserasian dan produktifitas kerja bagi perawat. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan selalu berinteraksi sosial dengan orang lain, terutama dengan pasien, teman sejawat dan atasan langsung yaitu kepala ruangan. Menurut Sunaryo (2004), interaksi sosial merupakan salah satu bentuk hubungan antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, seorang perawat hendaknya dapat memahami kepribadian pasien, keluarga pasien, teman sejawat dan atasan langsung. Perawat hendaknya memahami perbedaan yang ia miliki dan menyadari ciri masing-masing sehingga tidak menjadi beban dalam menjalankan tugasnya. Adanya kerja sama antara perawat dengan perawat dan perawat dengan kepala ruangan serta kerja sama antara perawat dengan pasien yang dirawatnya akan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Tidak terjalinnya kerja sama dengan baik akan menimbulkan beban kerja berat. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu
14
lemah dapat mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja (Depkes, 2006). c. Aspek waktu kerja Aspek waktu (waktu kerja) lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja, yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari (Irwady, 2007). Menurut Depkes (2004), waktu kerja adalah jumlah jam kerja produktif yang digunakan oleh perawat untuk mengerjakan tugas utamanya sesuai dengan uraian tugas perawat, maupun tugas-tugas tambahan yang dikerjakannya yang tidak tercantum dalam uraian tugas perawat. Waktu kerja yang dikeluarkan oleh Depkes RI yaitu waktu kerja nomal perhari adalah 8 jam (5 hari kerja), jadi waktu yang efektif untuk tiap pegawai adalah 6,4 jam perhari. Maka dapat disimpulkan bahwa beban kerja standar setiap pegawai adalah 80% – 100 % dari waktu kerja normal atau 6,4 – 8 jam / hari. B. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan 1. Definisi Dokumentasi Asuhan Keperawatan Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari satu profesional ke profesional lainnya tentang status pasien. Dokumen klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang diimplementasikan oleh perawat, respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan perubahan-perubahan pada kondisi pasien (Nursalam, 2010). Disamping itu dokumentasi dijadikan sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu
15
fakta
aktual
untuk
dipertanggungjawabkan.
Komponen
penting
dalam
pendokumentasian adalah komunikasi, proses keperawatan dan standar asuhan keperawatan (Nursalam, 2012). Dokumentasi asuhan keperawatan adalah sebuah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Nursalam, 2012). Menurut Setiadi (2012), dokumentasi asuhan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang dikerjakan oleh perawat setelah memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan keperawatan dilaksanakan. 2. Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Menurut Setiadi (2012), tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah: a. Sebagai sarana komunikasi Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk: 1) Membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan oleh tim kesehatan. 2) Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. 3) Membantu tim perawat dalam menggunakan waktu sebaik-baiknya.
16
b. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern,
artinya
dokumentasi
dapat
digunakan
untuk
menjawab
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum. c. Sebagai informasi statistik Data statistik dari dokumentasi asuhan keperawatan dapat membantu merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik Sumber Daya Manusia (SDM), sarana, prasarana dan teknis. d. Sebagai saranan pendidikan Dokumentasi asuhan keperawatan yang dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para mahasiswa/mahasiswi keperawatan dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktik lapangan. e. Sebagai sumber data penelitian Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Hal ini erat kaitannya dengan yang dilakukan terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga melalui penelitian dapat diciptakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang aman, efektif dan etis. f. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan keperawatan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas merupakan bagian dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu
17
perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa dokumentasi yang kontinu, akurat dan rutin baik yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga kesehatan lainnya. Audit jaminan kualitas membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan keperawatan dalam mencapai standar yang telah ditetapkan. g. Sebagai sumber data perencanaan asuhan keperawatan berkelanjutan Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan melalui tahapan kegiatan proses keperawatan. 3. Manfaat dan Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan Menurut Setiadi (2012), dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek antara lain: a. Aspek hukum Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan pasien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan. b. Jaminan mutu Pencatatan data pasien yang lengkap dan akurat, akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah pasien dan untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan.
18
c. Komunikasi Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat perekam terhadap masalah yang berkaitan dengan pasien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan. d. Keuangan Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dicatat dengan lengkap yang dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan. e. Pendidikan Isi pendokumentasian menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan. f. Penelitian Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek penelitian dan pengembangan profesi keperawatan. g. Akreditasi Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan demikian dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan, guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. 4. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam keperawatan akan memberikan dampak pada dokumentasi keperawatan, oleh karena itu terjadi
19
perubahan yang dapat mempengaruhi dokumentasi (Imam, 2012) yaitu: 1) gerakan praktek keperawatan, 2) cakupan praktek keperawatan, 3) asuhan keperawatan sesuai berat ringannya penyakit, 4) data statistik keperawatan, 5) skilled nursing, 6) konsumen, 7) biaya, 8) kualitas assurance (kendali mutu, terutama tentang audit catatan pelayanan kesehatan), 9) kontrol akreditasi, 10) coding dan klasifikasi, 11) sistem pembayaran, 12) peralatan medis, 13) asuransi kesehatan, 14) resiko tindakan. 5. Prinsip-prinsip Dokumentasi Asuhan Keperawatan Prinsip pencatatan ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi isi maupun teknik pencatatan (Setiadi, 2012). a. Isi pencatatan 1) Mengandung nilai administrasi Misalnya rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan keperawatan merupakan alat pembelaan yang sah mana kala terjadi gugatan. 2) Mengandung nilai hukum Misalnya catatan medis kesehatan keperawatan dapat dijadikan sebagai pegangan hukum bagi rumah sakit, petugas kesehatan maupun pasien. 3) Mengandung nilai keuangan Kegiatan pelayanan medis keperawatan akan menggambarkan tinggi rendahnya biaya perawatan yang merupakan sumber perencanaan keuangan rumah sakit. 4) Mengandung nilai riset Pencatatan mengandung data, informasi/bahan yang dapat digunakan sebagai objek penelitian, karena dokumentasi merupakan informasi yang terjadi di masa lalu.
20
5) Mengandung nilai edukasi Pencatatan medis keperawatan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan pengajaran di bidang profesi si pemakai. b. Teknik Pencatatan Beberapa hal yang harus diperhatikan perawat dalam teknik pencatatan antara lain : 1) Menulis nama klien pada setiap halaman catatan perawat. 2) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam. 3) Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan dapat dipercaya secara faktual. 4) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan, dapat diterima dan dapat dipakai. Contoh : kg untuk kilogram. 5) Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau. 6) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus”. Validitas pencatatan akan rusak jika ada penghapusan. 7) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda tangan. 8) Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut. 9) Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terperinci. Hindari penggunaan kata seperti “sedikit” dan “banyak” yang mempunyai tafsiran dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti. 10) Jelaskan apa yang terlihat, terdengar terasa dan tercium pada saat pengkajian.
Jangan
menafsirkan
perilaku
pasien,
kecuali
jika
kesimpulan tersebut dapat divalidasi, misalnya: lebih baik menuliskan “pasien menangis pada saat wawancara” dari pada “pasien menangis karena ia depresi” kecuali jika kesimpulan tersebut dapat dibuktikan.
21
11) Jika pasien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal, coba untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat yang ada atau kalau tidak ada catat alasannya misalnya “pasien mengalami kebingungan dan tidak mampu memberikan informasi riwayat kesehatannya”. 6. Pedoman dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Pedoman
dalam
pendokumentasian
merupakan
kegiatan
dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Pendokumentasian dapat dilaksanankan secara lisan atau tertulis dengan tujuan mengkomunikasikan informasi yang spesifik kepada orang yang membutuhkan (Imam, 2012). a. Pendokumentasian memiliki pedoman sebagai berikut: 1) mulai dengan nama pasien, 2) laporkan hanya informasi yang penting dan tidak mencakup data yang tidak relevan, 3) informasi harus jelas, 4) melaporkan pasien, informasinya mencakup data pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. b. Dalam pendokumentasian proses keperawatan harus tersusun dengan baik dan harus memiliki kriteria serta syarat sebagai berikut: 1) Accurancy (ketepatan): a) informasi harus tepat, b) mencatat hanya hasil observasi, c) diakhir catatan ada tanda tangan dan nama jelas. 2) Conciseness (ringkas): komunikasi yang ringkas mudah dimengerti/ tidak membosankan setiap penerima informasi. 3) Thoroughness (kesempurnaan/ketelitian): untuk memudahkan penginform asian data. 4) Organization
(organisasi): data
merupakan
isi
informasi
yang
terorganisasi dalam pengkajian. 5) Currentness (terbaru) : di dalam pencatatan data yang ada segera dicatat dan dipilih data-data yang penting.
22
6) Confidentiality (rahasia) : informasi yang didapat dari pasien akurat dan perawat dapat menjaga/melindungi rahasia pasien. 7. Dokumentasi Berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan Menurut Depkes (2001 dalam Tribowo, 2013) standar asuhan keperawatan mengacu pada tahapan proses keperawatan yang meliputi: 1) pengkajian, 2) diagnosa keperawatan, 3) perencanaan, 4) implementasi, 5) evaluasi. a. Standar 1: Pengkajian keperawatan 1) Pengumpulan data: menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai dengan item yang tersedia, aktual dan valid. Pengelompokan data: data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. 2) Perumusan masalah: kesenjangan status kesehatan dengan norma dan pola fungsi hidup, perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan. b. Standar 2: Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien. c. Standar 3: Perencanaan keperawatan Setelah data terkumpul, langkah berikutnya terdiri dari tahap prioritas masalah, perumusan tujuan dan rencana tindakan. Prioritas masalah pada permasalahan yang mengancam kehidupan, mengancam kesehatan, dan mempengaruhi perilaku. Perumusan tujuan berdasarkan aspek: spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktu. Rencana tindakan disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan dengan melibatkan pasien/keluarga, mempertimbangkan latar belakang budaya pasien/keluarga,
menentukan
alternatif
tindakan
yang
tepat,
mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturanyang berlaku, lingkungan,
23
sumber daya dan fasilitas yang ada, menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien dan dilakukan dengan kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasa mudah dimengerti. d. Standar 4: Implementasi keperawatan Dalam pelaksanaan keperawatan, perawat menerapkan intervensi yang telah ditetapkan sebelumnya kepada pasien. Implementasi keperawatan terdiri dari: 1) dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan, 2) menyangkut keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien, 3) menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien/keluarga, 4) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, 5) menggunakan sumber daya yang ada, 6) menerapkan prinsip aseptik dan antiseptic, 7) menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan keselamatan pasien, 8) melakukan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien, 9) merujuk bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien, 10) mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan, 11) merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan, 12) melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan. Intervensi keperawatan berorientasi pada keperawatan dasar yang meliputi: pemenuhan kebutuhan oksigen, memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, memenuhi kebutuhan eliminasi, memenuhi kebutuhan keamanan, memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik, memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur, memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani, memenuhi kebutuhan spiritual, memenuhi kebutuhan emosional, memenuhi kebutuhan komunikasi, mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis, memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan, nmemenuhi kebutuhan penyuluhan dan memenuhi kebutuhan rehabilitatif.
24
e. Standar 5: Evaluasi keperawatan Setiap
tindakan
keperawatan
dilakukan
evaluasi. Evaluasi
hasil
menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan. Evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan. f. Standar 6: Catatan asuhan keperawatan 1) evaluasi dilakukan sesuai dengan standar, 2) dilakukan terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan, 3) dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan, 4) dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan, 5) penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku, 6) sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan, 7) setiap pencatatan harus mencatumkan inisial/paraf/nama perawat, yang melaksanakan tindakan dan waktunya, 8) menggunakan formulir yang baku, 9) disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Standar asuhan keperawatan (SAK) adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. 8. Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif Sasaran: Dilingkup perawatan Intensif Care Unit (ICU) dan Intensif Coronary Care Unit (ICCU) perlu pendokumentasian yang akurat, konsisten dan komprehensif dengan tujuan untuk menyelamatkan dan mempertahankan kehidupan (Imam, 2012). a. Ciri khas penderita kritis: 1) memerlukan perawatan total (total/intensive care), 2) status hemodinamik yang tidak stabil, 3) Memerlukan pemantauan yang terus menerus, 4) restriksiintake-output, 5) sakit yang berlebihan, 6) status neurologis yang tidak stabil.
25
b. Fokus dokumentasi: 1) Standar komprehensif: a) Standar I: Data dikumpulkan secara terus-menerus yang menyangkut tentang keadaan pasien yang kritis, b) Standar II: Masalah/kebutuhan yang teridentifikasi dan prioritasnya berdasar atas data yang terkumpul, c) Standar III : Rencana
asuhan
keperawatan
di
rumuskan
dengan tepat, d) Standar IV: Rencana asuhan keperawatan diimplementa sikan menurut masalah yang diprioritaskan, e) Standar V: Hasil asuhan keperawatan dievaluasi secara terus-menerus. 2) Standar pendukung: a) Standar I: Mendokumentasikan semua data yang diperlukan pada catatan pasien, b) Standar II: Mencatat masalah yang actual/potensial dan menentukan prioritasnya dalam catatan pasien, c) Standar III: Mencatat rencana
asuhan
keperawatan
di
catatan
pasien,
d) Standar
IV:
Mendokumentasikan intervensi dalam catatan pasien, e) Standar V : Mencatat hasil evaluasi dalam catatan pasien Menurut Supriyantoro (2011), pendokumentasian menggunakan status khusus ICU yang meliputi diagnosis lengkap yang menyebabkan dirawat di ICU, tandatanda vital, pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. Pencatatan tanda-tanda vital secara berkala dilakukan perawat ICU minimal 1 jam sekali dengan interval sesuai dengan kondisi pasien. Pemantauan secara umum dan khusus setiap pagi hari oleh dokter jaga dan perawat ICU dan dikoordinasikan dengan dokter yang visit.
26
Pemantauan umum melitputi: 1) Pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tensi, suhu, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen, 2) Pemeriksaan fisik meliputi sistem syaraf, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem tractus urinarius, dan sistem lokomotif, 3) Balans cairan dilakukan setiap 3-6 jam, diperhitungkan intake dan output cairan, 4) Evaluasi Central Venous Pressure (CVP) dengan melakukan Fluid Challenge Test (FCT). Pemeriksaan laboratorium meliputi: 1) analisa gas darah, 2) gula darah, 3) darah rutin, 4) elektrolit, 5) ureum, 6) kreatinin, 7) keton darah sesuai indikasi, 8) keton urin sesuai indikasi, 9) hemostase lengkap sesuai indikasi, 10) SGOT/SGPT sesuai indikasi. Pemeriksaan lain bila dibutuhkan: Pendokumentasian pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, sistem skor prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis, haemodialisis dan sebagainya), lama rawat dan keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU. C. Kerangka Konsep Penelitian Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Variabel Dependen
Beban Kerja Perawat
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
D. Hipotesis Ha : Ada hubungan beban kerja perawat dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Unit Perawatan Intensif RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2014.