3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengujian Kayu 2.1.1 Metode Destruktif Metode destruktif merupakan pengujian untuk mengetahui kekuatan kayu maupun hasil produk turunan kayu lainnya yang paling sering digunakan saat ini. Pengujian secara destruktif dianggap merupakan pengujian yang paling baik karena hasilnya mencerminkan kondisi bahan yang sebenarnya (Karlinasari 2007). Alat pengujian mekanis yang biasa digunakan adalah UTM (Universal testing machine) dari berbagai merk.
2.1.2 Metode Nondestruktif American
Society
of
Nondestructive
Testing
(ANST)
(2000)
mendefenisikan NDT&E sebagai metode yang digunakan untuk menguji suatu benda, bahan, atau sistem tanpa merusaknya sehingga masih dapat dimanfaatkan untuk penggunaan. Ditambahkan oleh Ross dan Pellerin (2002) bahwa Nondestructive Testing and Evaluation adalah pengujian sifat fisis mekanis kayu yang tidak menimbulkan kerusakan pada kayu yang diuji, sehingga kayu tersebut masih bisa digunakan kembali setelah dilakukan pengujian. Definisi lain untuk NDT&E menurut Malik et al. (2002) diacu dalam Paradipto (2005) adalah suatu kegiataan mengidentifikasikan sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau mengganggu produk akhir sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap sifat dan kondisi bahan tersebut yang akan berguna untuk menentukan keputusan akhir pemanfaatannya. Ross dan Pellerin (2002) menyatakan ada beberapa metode yang dapat dikategorikan sebagai evaluasi nondestruktif pada kayu yaitu: 1. Evaluasi secara visual: warna dan cacat kayu 2. Tes kimia: komposisi (melalui kehilangan berat, contohnya akibat serangan jamur atau cendawan perusak pada kayu teras Douglas–fir yang berkaitan dengan dengan degradasi komponen hemiselulosa), adanya perlakuan pengawetan dan ketahanan terhadap api
4
3. Tes fisis: kecepatan rambat gelombang (stress wave velocity), emisi akustik, sinar x serta microwave ground penetration radar 4. Tes mekanis: metode defleksi (Machine-Stress-Rated/MSR). Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah tes fisis metode kecepatan rambatan gelombang (stress wave velocity, SWV) pada papan partikel. Metode ini dapat digunakan untuk memprediksi sifat-sifat dari berbagai jenis produk turunan kayu, diantaranya adalah kayu komposit struktural, papan partikel, pelapis atap dan lantai, bagian bawah lantai dan medium density fiberboard (MDF) (Ross dan Pellerin 1988, Brashaw 1991 diacu dalam Brashaw et al. 2004).
2.2 Kecepatan Rambatan Gelombang Suara Gelombang adalah penjalaran gangguan yang melewati suatu medium dimana setelah gangguan ini lewat keadaan medium akan kembali kekeadaan semula seperti sebelum gangguan itu datang. Secara umum gelombang dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu gelombang elektromagnetik dan gelombang mekanik. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang yang tidak membutuhkan medium untuk menjalar, misalnya sinar matahari dapat memancarkan sinar dari matahari sampai ke bumi melalui ruang hampa, sedangkan gelombang mekanik adalah gelombang yang membutuhkan medium untuk menjalar (Trisnobudi 2006). Gelombang mekanik terdiri dari dua jenis, yakni gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Jika partikel-partikel bergerak ke atas dan ke bawah dalam arah tegak lurus terhadap gelombang maka gelombang ini dinamakan gelombang transversal, contoh untuk gelombang ini adalah gelombang yang terjadi pada tali jika digerakkan. Berbeda dengan gelombang transversal, gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah getaran medium sejajar dengan rambat gelombang. Salah satu contoh gelombang longitudinal adalah gelombang yang dihasilkan dari suara. Gelombang suara dapat merambat melalui gas, cairan atau benda padat. Terdapat beberapa istilah gelombang bunyi di atas pendengaran manusia atau di atas 20.000 Hz yang disebut ultrasonik dan dibawah jangkauan manusia atau dibawah 20 Hz dengan nama infrasonik, dan sonik untuk
5
gelombang bunyi yang diterima oleh telinga manusia normal atau 20 Hz – 20.000 Hz (Sutrisno 1984). Salah satu metode nondestruktif yang banyak digunakan pada saat ini adalah metode pengujian dengan menggunakan gelombang tegangan (stress wave velocity). Gelombang tegangan dihasilkan berdasarkan kecepatan suara yang bekerja pada suatu bahan dan dapat terefleksi pada permukaan bahan, cacat-cacat dalam dan batas-batas pada bagian bahan yang menyatu. Kecepatan rambatan gelombang suara merupakan perbandingan jarak tempuh suatu gelombang suara per satuan waktu. Kecepatan suara yang melewati medium memiliki kecepatan yang berbeda seperti pada udara sebesar 340 m/d, gabus 430-530 m/d, air 1440 m/d, besi 5000 m/d dan kaca 5000-6000 m/d (Tsoumis 1991). Prinsip dari metode ini adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang tegangan mencapai jarak tertentu dari suatu bahan. Jika dimensi suatu bahan diketahui, maka waktu dari gelombang tegangan yang bekerja dapat dihitung dan digunakan untuk mengetahui lokasi diskontinuitas pada kayu atau produk kayu lainnya (Karlinasari 2003). Betchel (1986) menambahkan semakin tinggi waktu yang dibutuhkan gelombang untuk merambat suatu medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang rendah begitu juga sebaliknya, jika waktu perambatan gelombang cepat pada medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang baik. Metode gelombang tegangan atau gelombang suara digunakan untuk menentukan modulus elastisitas dinamis (MOEd) dari komponen struktural. Dengan penentuan waktu rambat gelombang suara dan diketahuinya jarak dari dua buah tranduser atau sensor yang digunakan maka dapat ditentukan kecepatannya sehingga kemudian dapat digunakan untuk menghitung MOE dinamis (MOEd) dari bahan. Nilai MOEd ini berguna untuk memperkirakan kekuatan bahan tersebut melalui pendekatan korelasi statistik terhadap nilai MOE sebenarnya atau MOE statis (Karlinasari 2003). 2.3 Papan Partikel 2.3.1 Defenisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berligneselulosa lainnya dengan suatu perekat organik serta bahan pelengkap lainnya yang dibuat dengan cara
6
pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar (SNI 03-2105-1996). Menurut Bowyer et al. (2003) papan partikel merupakan produk panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Sementara itu Maloney (1993) mendefenisikan papan partikel sebagai salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikelpartikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan menggunakan perekat sintesis atau bahan pengikat lainnya dan dikempa panas. Menurut ASTM D-1554 (2008) tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah chips, curls, fibers, flake, shaving, slivers, strand, and wood wool (excelsior). Berdasarkan ukuran partikel dalam pembentukan lembarannya, Maloney (1993) membedakannya menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut: 1. Papan partikel homogen (single-layer particleboard). Papan jenis ini tidak memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah dan permukaan 2. Papan partikel berlapis tiga (three-layer particleboard). Ukuran partikel pada bagian permukaan lebih halus dibandingkan ukuran partikel bagian tengahnya 3. Papan partikel bertingkat berlapis tiga (graduated three-layer particleboard). Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara bagian permukaan dengan bagian tengahnya.
2.3.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel Papan partikel mempunyai sifat-sifat tertentu yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis diantaranya kerapatan papan partikel, kadar air, penyerapan air, dan pengembangan tebal sedangkan sifat mekanis lentur terdiri dari modulus elastisitas dan modulus patah papan partikel.
2.3.2.1 Bahan Baku yang Digunakan Maloney (1993) menyatakan berat jenis bahan baku sangat berpengaruh terhadap berat jenis papan partikel yang dihasilkan. Berat jenis papan partikel dibandingkan dengan berat jenis bahan baku (compression ratio) harus lebih dari satu biasanya sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Proses pengempaan akan berjalan optimal pada kondisi tersebut sehingga kontak antar partikel baik.
7
2.3.2.2 Jenis Partikel dan Campuran Jenis Partikel Antara jenis partikel yang satu dengan yang lainnya dan juga antara kayu dengan bukan kayu akan menghasilkan kualitas papan partikel yang berbeda-beda sedangkan papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan baku, akan memiliki kualitas struktural yang lebih baik dibandingkan papan partikel yang dibuat dengan campuran berbagai partikel (Sutigno 2006).
2.3.2.3 Ukuran Partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik dari pada yang dibuat dari serbuk, karena ukuran tatal lebih besar dari serbuk. Oleh karena itu ukuran partikel yang semakin besar memiliki kualitas struktural yang lebih baik. Bentuk dan ukuran partikel akan berpengaruh terhadap kekuatan dan stabilisasi dimensi papan partikel. Disamping bentuk partikel, perbandingan panjang dan tebal (nisbah kelangsingan) dan perbandingan panjang dan lebar (nisbah aspek) juga berpengaruh terhadap penyerapan air, pengembangan tebal, pengembangan linear dan modulus papan partikel (Lehman 1974 diacu dalam Zakaria 1996).
2.3.2.4 Perekat Perekat terdiri dari dua macam, yaitu perekat alami dan perekat sintetis. Perekat alami berasal dari tumbuhan (pati dan soya glue) dan dari binatang (perekat berasal dari tulang, casein, dan blood albumin). Perekat sintetis disebut juga resin sintetis. Resin sintetis dibagi menjadi dua, yaitu termoseting dan termoplastis (Tsoumis 1991). Perekat termoseting merupakan perekat yang tergantung pada tipe kondensasi dari reaksi polimerisasi dimana unsur air dihilangkan. Perekat ini mengalami perubahan kimia dan fisika yang berlangsung satu arah yang mengubahnya menjadi tidak larut. Contoh dari perekat ini adalah diphenil methane diisocyanate (MDI), Urea Formaldehyde (UF), Melamine formaldehyde (MF), Phenol formaldehyde (PF), dan Recolchynol formaldehyde (RF). Sedangkan perekat termoplastis terpolimerisasi dan terbentuk melalui kehilangan pelarut dan tidak melalui reaksi kimiawi sehingga bisa berubah-ubah dan dapat menjadi lunak akibat pemanasan, contohnya PVAc (Polyvinyl Acetate) (Tsoumis 1991).
8
Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekat sintetis jenis MDI (diphenyl methane diisocyanate). Penggunaan MDI (diphenyl methane diisocyanate) sebagai perekat kayu baru-baru ini sangat menarik perhatian, walaupun MDI telah digunakan 30 tahun yang lalu pada pembuatan polyurethane untuk berbagai produk industri, penggunaannya sebagai perekat kayu merupakan hal baru. Serbuk gergaji yang berasal dari papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (SBA 2004). Pembuatan papan partikel komersial dengan menggunakan MDI dimulai di Jerman pada tahun 1975 (Pizzi 1983). Marra (1992) menyatakan keuntungan menggunakan perekat MDI dibandingkan perekat berbahan dasar resin yaitu dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, memungkinkan penggunaan waktu kempa yang lebih cepat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil, dan tidak ada emisi formaldehid.
2.3.3 Sifat Fisis Papan Partikel 2.3.3.1 Kerapatan Papan Partikel Kerapatan merupakan ukuran kekompakan suatu partikel dalam lembaran, nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan (Bowyer et al. 2003). Berdasarkan penelitian Siringoringo (2011) yang meneliti papan partikel dari kayu jabon, sungkai, dan mangium didapatkan hasil penelitian kerapatan target 0,8 g/cm3 memiliki nilai modulus elastisitas statis dan modulus patah yang lebih baik dibandingkan dengan kerapatan target 0,6 g/cm3 (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan papan partikel maka semakin tinggi pula nilai sifat mekanis lentur yang dihasilkan.
2.3.3.2 Kadar Air Papan Partikel Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. 2003). Nilai kadar air papan
9
partikel dipengaruhi oleh kadar air bahan baku partikel sebelum dikempa panas, jumlah air yang terkandung dalam perekat, dan jumlah uap air yang keluar dari dalam papan saat dikempa panas. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa kadar air partikel merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembuatan papan partikel. Kadar air yang tinggi akan membuat terbentuknya kantong-kantong uap selama proses tekanan panas.
2.3.4 Sifat Mekanis Papan Partikel 2.3.4.1 Modulus elastisitas (Modulus of elasticity, MOE) Menurut Bowyer et al. (2003) modulus elastisitas statis atau static modulus of elasticity (MOEs) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan. Modulus elastisitas statis (MOEs) berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjang dan ukuran balok, serta MOEs kayu itu sendiri. Makin tinggi MOEs akan semakin kurang defleksi balok atau gelagar dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk (Bowyer et al. 2003). Contoh sifat mekanis papan partikel dari beberapa kayu cepat tumbuh disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat mekanis papan partikel dari beberapa kayu cepat tumbuh Jenis Kayu Penyusun Kerapatan (g/cm3) MOEs (kgf/cm2) MOR (kgf/cm2) Jabon 0,6 13190 94 0,8 15568 141 Sungkai 0,6 12974 86 0,8 21943 190 Mangium 0,6 17642 108 0,8 28781 228 Sumber : Siringgoringo (2011)
2.3.4.2 Modulus Patah (Modulus of rupture, MOR) Modulus patah atau modulus of rupture (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu
10
untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. MOR dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji modulus elastisitas statis (MOEs) dengan menggunakan pengujian yang sama (Bowyer et al. 2003). Maloney (1993) menambahkan nilai MOR papan partikel dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat, dan ukuran partikel yang digunakan.
2.3.5 Standar Pengujian Standar yang digunakan untuk pengujian sifat fisis dan mekanis dalam penelitian ini adalah JIS A 5908 : 2003 (Tabel 2). Berdasarkan sifat fisis dan mekanis papan partikel dikelompakkan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Based Particleboard 2. Decorative Particleboard 3. Veneered Particleboard Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis papan partikel menurut standar JIS A 5908 : 2003 Parameter yang diuji 3
Kerapatan (g/cm ) Kadar air (%) MOEs (kgf/cm2) 2
MOR (kgf/cm )
Tipe 8
Tipe 13
Tipe 18
0,4-0,9 5-13
0,4-0,9 5-13
0,4-0,9 5-13
Min 25500
Min 30600
Min 133
Min 184
Min 20400 Min 82
Keterangan : MOEs = Modulus elastisitas statis; MOR = Modulus patah.
2.4 Deskripsi Bahan Baku 2.4.1 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Kayu sengon mempunyai nama latin Paraserianthes falcataria (L) Nielsen dari famili Leguminosae, subfamili: Mimosoidae dengan nama lokal/daerah: sengon (umum), jeungjing (Sunda), sengon laut (Jawa), sika (Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon. Menurut Mandang dan Pandit (1997) kayu sengon memiliki ciri umum, yaitu: pada pohon muda teras dan gubal sukar dibedakan, pada pohon tua warna teras putih sampai coklat kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat kepucatan. Pandit dan Kurniawan (2008) menyatakan bahwa berat jenis rata-rata kayu sengon adalah 0,33 (0,24-0,49),
11
kelas awet IV-V, dan kelas kuat IV-V. Kayu sengon dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan peti, papan partikel, papan serat, dan papan semen.
2.4.2 Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) Mempunyai nama lokal pohon payung, musizi, afrika, manii dengan nama latin Maesopsis Eminii Engl dari famili Rhamnaceae. Menurut Wahyudi et al. (1990) ciri umum kayu afrika antara lain kayu gubal bewarna putih sedangkan bagian teras memiliki warna kuning sampai kecoklatan. Hal tersebut mengidentifikasikan kandungan zat ekstraktif kayu afrika lebih banyak pada kayu teras. Kayu afrika memiliki berat jenis rata-rata 0,43 (0,34-0,46). Berdasarkan nilai berat jenis tersebut maka kayu afrika dapat digolongkan kedalam kayu dengan kekuatan rendah dan memiliki kelas kuat III-IV.
2.4.3 Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) Mempunyai nama lokal mangium, kasia dan kihia (sunda) dengan nama latin Acacia mangium Willd termasuk kedalam subfamili Mimosoidae famili Leguminosae. Pandit dan Kurniawan (2008) menyatakan bahwa berat jenis ratarata kayu mangium adalah 0,61 (0,43-0,66), kelas awet III, dan kelas kuat II-III. Kayu mangium dapat digunakan sebagai bahan kontruksi ringan sampai berat, rangka pintu, papan partikel, papan serat, vinir, kayu lapis, pulp dan paper, dan kayu bakar. Kayu mangium mempunyai nama lain kasia dan kihia (sunda).