BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Adapun
yang diatur merupakan unsur-unsur manajemen yang terdiri dari man, money, methods, machines, materials,dan market. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan. Definisi manajemen akan bermacam-macam karena sangat tergantung dari referensi, pengalaman, serta perhatian pemberi definisi tersebut. Definisi yang sangat umum mengenai manajemen menurut Komarudin (2011 : 9) yaitu “Manajemen adalah ilmu dan seni pengaturan dalam pemanfaatan sumber daya organisasi agar tujuan tercapai dengan efektif dan efisien”. Berbeda dengan definisi yang dikemukakan Handayaningrat (2009 : 11) sebagai berikut : Manajemen dapat didefinisikan sebagai berikut : 1. Suatu ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan bantuan sejumlah sumber dengan cara efisien dan efektif. 2. Pengorganisasian dan pengawasan terhadap usaha manusia untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Salah satu dari faktor-faktor produktivitas kerja yang mencakup organisasi dan koordinasi terhadap faktor produksi lainnya. 4. Para pemimpin, pengawasan dan eksekutif yang mengendalikan urusan secara kolektif. 5. Pemilik atau direktur suatu organisasi. Lebih sederhana dan praktis mengenai manajemen telah didefinisikan Siagian (2010 : 12) yaitu :
9
10
“Manajemen adalah tindakan dalam pencapaian tujuan organisasi dengan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan agar tujuan organisasi tercapai tepat target yang telah ditentukan”. Sejalan dengan definsis di atas, maka definisi manajemen sangat variatif karena berbeda pandangan yang mendefinisikannya. Secara keilmuan, manajemen akan memiliki ciri khusus yaitu tujuan, kerjasama, dan sarana yang digunakan. Manajemen sebagai proses dapat terlihat dari gerak langkah dalam pencapaian tujuan dengan cara yang rasional, efisien, dan efektif, sehingga setiap orang yang terlibat dalam kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Kendati definisi manajemen sangat variatif, tetapi manajemen memiliki peran sebagai alat dalam mencapai tujuan organisasi. Sementara organisasi dalam wadah untuk aktivitas manajemen dalam mengelola berbagai sumber untuk mencapai tujuan. Demikian pula peran administrasi dalam organisasi sebagai proses untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini setiap anggota harus memiliki peran sebagaimana menurut Manullang (2008: 97) sebagai berikut : a. Merasa berkeinginan dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan yang dimaksud b. Melaksanakan tugas-tugas yang menjadi bagian tanggungjawab dan pelaksanaan tugas semua orang itu serasi c. Menggunakan metode yang tepat d. Dilengkapi dengan fasilitas dana, peralatan, perlengkapan, bahan, tempat kerja, serta waktu pemanfaatannya dengan hemat Manajemen harus memiliki kemampuan untuk bergerak ditempat yang serba terbatas, karena kehadiran manajemen dalam organisasi untuk penataan dan pengaturan agar efektif dan efisien. Manulang (2008 : 27) menyatakan bahwa “Manajemen dibutuhkan ketika merasa sumber daya terbatas, karena kalau tidak terbatas jumlah dan kualitas sumber daya, tidak diperlukan manajemen”. Prinsip penting manajemen adalah efektif dan efisien, sehingga untuk merealisasikan prinsip secara operasional dibutuhkan fungsi manajemen.
11
2.1.1
Fungsi Manajemen Dikemukakan Terry dalam Siagian (2010:102) bahwa fungsi manajemen
sebagai berikut : a. Perencanaan Perencanaan dalam pelenyelenggaraan manajemen secara operasional dalam suatu organisasi memiliki makna sebagaimana menurut Siagian (2010: 109) sebagai berikut : Perencanaan merupakan usaha pemikiran yang teratur guna memilih alternatif yang tersedia untuk mencapai tujuan dengan pengertian bahwa : 1) Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. 2) Perencanaan adalah proses penentuan tujuan, penentuan kegiatan, dan penentuan aparat pelaksana kegiatan untuk mencapai tujuan. 3) Perencanaan adalah usaha yang diorganisasikan berdasarkan perhitunganperhitungan untuk memajukan perkembangan tertentu. Perencanaan merupakan tindakan penentuan pilihan mengenai tujuan nyata yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu. Perencanaan tersebut merupakan titik tolak dalam mencapai tujuan organisasi, karena perencanaan merupakan alat yang efisien, sehingga kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dapat menghindari pemborosan. Perencanaan akan memuat perkiraan dan prospek perkembangan yang dapat membatasi ketidakpastian pada masa yang akan datang. Perencanaan dapat digunakan sebagai alat pengukur atau standar untuk melakukan pengawasan dan penilaian kinerja perusahaan. b. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan langkah kedua dalam pelaksanaan fungsi manajemen. Fungsi pengorganisasian menurut Handayaningrat (2009: 113) sebagai berikut : 1. Penentuan bidang tugas pekerjaan 2. Pengelompokan bidang tugas pekerjaan 3. Pembagian orang-orang dalam kelompok atau unit kerja
12
4. Penetapan tugas kepada masing-masing kelompok atau unit kerja 5. Pembagian kelompok dalam sub kelompok 6. Penetapan wewenang dan tanggung jawab pada setiap kelompok dan sub kelompok Pelaksanaan
pengorganisasian
tersebut
untuk
mengefektifkan
dan
mengefisiensikan kerjasama, karena dengan pengorganisasian dapat menilai tingkat kepentingan dalam setiap aktivitaskan yang harus dilakukan. Tujuan yang sangat luas akan memerlukan organisasi sebagai wadah untuk mencapai tujuan yang luas. Kemudian dapat dinilai jumlah dan kualitas satuan kerja organisasi yang dapat mendukung tujuan kerjasama, sehingga akan membutuhkan struktur organisasi dengan tujuan untuk membuahkan hasil yang optimal. c. Penggerakan Penggerakan sebagai fungsi organik ketiga dari manajemen setelah perencanaan dan pengorganisasian dilakukan. Penggerakan dapat didefinisikan sebagaimana menurut Handayaningrat (2009: 121) yaitu : “Penggerakan adalah tindakan yang membuat sumber daya dapat bergerak untuk melakukan aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi”. Dalam penggerakan akan selalu bersangkutan dengan sumber daya manusia sebagaimana dikemukakan Handayaningrat (2009: 123) yaitu : a) Mendapat orang yang cukup dan memenuhi syarat b) Menyampaikan kepada orang-orang tentang tujuan yang akan dicapai c) Menjelaskan yang akan dan harus dilakukan termasuk cara melakukannya d) Memberikan kewenangan untuk mengambil keputusan e) Membangkitkan rasa percaya pada diri sendiri mengenai kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Penggerakan akan selalu menghendaki kemampuan dalam mengarahkan tenaga dan memberikan bimbingan kepada sumber daya manusia agar setiap aktivitasnya mengarah kepada sasaran yang hendak dicapai. d. Pengawasan
13
Pengawasan merupakan usaha agar pencapaian tujuan organisasi tepat rencana yang telah ditargetkan. Definisi pengawasan menurut Siagian (2010: 319) sebagai berikut : “Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, kebijakan-kebijakan yang telah digariskan, dan perintahperintah yang telah diberikan dalam rangka pelaksanaan kerja untuk mencapai target yang telah ditentukan”. Dalam pelaksanaan pengawasan secara operasional harus mengukur yang hendak dicapai, menilai pelaksanaan kerja secara operasaional, mengadakan tindakan perbaikan, serta penyesuaikan yang dipandang ada penyimpangan. Secara langsung pengawasan bertujuan sebagaimana dikemukakan Siagian (2010: 327) yaitu : a) Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan, dan perintah b) Menertibkan koordinasi kegiatan antar unit kerja c) Mencegah pemborosan dan penyelewengan d) Menjamin dapat mewujudkan kepuasan atas kualitas produk yang dihasilkan e) Membina kepercayaan atas aktivitas organisasi. Dalam hal ini tujuan pengawasan akan selalu identik dengan tujuan perencanaan, sehingga sering dikatakan bahwa perencanaan setali mata uang dengan pengawasan, karena keseluruhan aspek pengawasan bertitik tolak dari perencanaan. Ruang lingkup sasaran perencanaan dan pengawasan menurut Siagian (2010: 331) sebagai berikut : 1) Produknya, secara kualitatif dan kuantitatif 2) Sumbernya adalah uang, bahan, peralatan, tenaga kerja, dan waktu 3) Prosedur dan cara kerjanya 4) Kebijakan-kebijakan dan lain sebagainya.
14
2.2
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu sumber daya yang
sangat penting dan menentukan bagi setiap perusahaan, sehingga untuk memperoleh SDM yang sesuai kebutuhan akan sangat sulit dan mahal. Bakat, minat, serta semangat setiap karyawan akan memiliki perbedaan. Latar belakang budaya, pergaulan, lingkungan, dan pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh besar bagi seseorang. SDM yang dibutuhkan perusahaan, bukan hanya sekedar terampil kerja, melainkan kejujuran, integritas, dan loyalitas terhadap perusahaan sangat diperlukan. Sikap dan tindakan karyawan harus terintegrasi sesuai dengan visi dan misi perusahaan, sehingga perusahaan harus melakukan pembinaan dan pengembangan SDM untuk suatu perusahaan tersebut, akan membutuhkan program khusus yang diarahkan kepada kepentingan perusahaan dan dalam lembaga khusus yang bergerak dalam bidang manajemen sumber daya manusia. Tugas pembinaan dan pengembangan SDM tersebut adalah mencetak SDM yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah memerlukan SDM dalam berbagai keahlian, sehingga telah lahir manajemen khusus untuk menangani permasalahan yang berhubungan langsung dengan SDM yaitu manajemen sumber daya manusia (MSDM). Tugas utama dari MSDM tersebut adalah melaksanakan fungsi MSDM. Istilah lain terhadap MSDM yaitu human resources development, manajemen personalia, manajemen kepegawaian, administrasi kepegawaian, manajemen human resources, dan management man power. Flippo dalam Nitisemito (2011: 12) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai berikut : “Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu karyawan dan masyarakat ”.
15
Siklus dalam Musanef (2010: 27) mendefinisikan sebagai berikut : “Manajemen personalia didefinisikan sebagai suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metodemetode, program-program yang berhubungan dengan individu karyawan di dalam organisasi ”. Lebih lengkap lagi mengenai pengertian MSDM dijelaskan Jucius dalam Musanef (2010: 34) sebagai berikut : Manajemen personalia adalah lapangan manajemen yang bertalian dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian bermacam-macam fungsi pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan pemanfaatan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga : 1. Tujuan-tujuan untuk apa perkumpulan didirikan dicapai dengan efisien dan efektif. 2. Tujuan-tujuan semua karyawan dilayani sampai tingkat yang optimal. 3. Tujuan-tujuan masyarakat diperhatikan dan dilayani dengan baik. Sesuai dengan pengertian MSDM di atas, maka MSDM merupakan perintis jalan agar MSDM dan Program sumber daya manusia termasuk ke dalam salah satu rencana strategis perusahaan. Prinsip yang harus diperhatikan dalam MSDM yaitu : a. Sumber daya manusia merupakan kekayaan yang paling penting bagi suatu perusahaan. Sedangkan manajemen yang efektif akan menjadi kunci bagi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. b. Keberhasilan perusahaan dapat dicapai selama penataan dan pengaturan sumber daya manusia dilakukan perusahaan berhubungan langsung dengan harapan karyawan, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan perusahaan. c. Budaya, nilai, suasana kerja, dan perilaku manajerial harus memberikan pengaruh terhadap pencapaian hasil kerja karyawan pada perusahaan. d. MSDM sangat berhubungan erat dengan integritas perusahaan, sehingga semua sumber daya manusia dalam perusahaan terlibat dalam berbagai kegiatan yang terarahkan pada satu tujuan perusahaan.
16
Karyawan ialah asset atau kekayaan perusahaan yang sangat berharga dan sangat menentukan terhadap maju atau mundurnya perusahaan. Tanpa keikutsertaan karyawan dalam pelaksanaan kerja operasional perusahaan, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi.
2.2.1
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Hasibuan
(2007: 23) sebagai berikut: 1.
Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan.
2.
Pengorganisasian (Organization) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi.
3.
Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua pegawai, agar membantu dan mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat.
4.
Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua pegawai, agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Apabila terdapat penyimpangan
atau
kesalahan,
diadakan
tindakan
perbaikan
dan
penyempurnaan rencana. 5.
Pengadaan (Pricurement) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
17
6.
Pengembangan (Development) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
7.
Kompensasi (Compensation) Kompensasi adalah pemberian jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) berupa uang atau barang kepada pegawai berupa imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.
8.
Pengintegrasian (Integration) Pengintegrasian
adalah
kegiatan
untuk
mempersatukan
kepentingan
perusahaan dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan mendapatkan laba, pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. 9.
Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
10. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. 11. Pemberhentian (Separation) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan atas keinginan pegawai, perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya secara sepihak.
2.3
Disiplin Kerja
2.3.1
Pengertian Disiplin Kerja Keberhasilan dalam menciptakan karyawan yang disiplin sangat
tergantung dari intensitas dalam pelaksanaan pembinaan disiplin, karena untuk
18
menjamin agar karyawan disiplin harus dilakukan pembinaan disiplin. Pembinaan disiplin kerja menurut Nawawi (2007: 109) yaitu: “Disiplin kerja adalah segala usaha dalam kegiatan perusahaan dengan penuh kesadaran setiap tindakan sumber daya manusia dalam organisasi secara efektif dan efisien untuk tujuan agar mencapai hasil semaksimal mungkin”. Tidak jauh berbeda dengan definisi disiplin kerja menurut Hasibuan (2008: 215) yaitu “kesadaran dan kesediaan karyawan, baik secara individu maupun kelompok untuk mentaati semua aturan perusahaan dan norma-norma budaya kerja yang berlaku”. Definisi tersebut mengandung dua kata kunci yang sangat penting yaitu kesadaran dan kesediaan. Kesadaran dalam hal ini adalah sikap dan tindakan karyawan yang secara sukarela untuk mentaati dan sadar terhadap tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Kesediaan merupakan sikap, tingkah laku, dan perbuatan karyawan, baik yang bersifat individu maupun kelompok sesuai dengan peraturan perusahaan yang tertulis dan tidak tertulis. Kebutuhan karyawan yang memiliki rasa disiplin kerja akan selalu menjadi kebutuhan yang tak pernah memberikan kepuasan, sehingga perusahaan akan melakukan pembinaan disiplin secara khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yang bersifat internal. Pemenuhan kebutuhan karyawan yang disiplin kerja akan dilakukan melalui pembinaan dengan langkah kerja yang diawali dengan perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, penyusunan program, koordinasi, serta melakukan pengawasan. Kesemua aktivitas tersebut diarahkan agar karyawan memiliki kesadaran untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan perusahaan dalam setiap melakukan tindakannya. Policy disciplinary atau
kebijakan disiplin merupakan alat terpenting
dalam implementation disciplinary role improvement, karena sangat berperan sebagai landasan dalam penyelenggaraan pembinaan disiplin di setiap perusahaan. Mondy (2008: 384) Disciplinary action atau tindakan disiplin akan selalu dijalankan di setiap perusahaan. Tindakan karyawan sebagai individu, akan menjadi bagian integral dari tindakan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Hal
19
tersebut akan sangat penting untuk mendapatkan akan berdampak kepada citra perusahaan. Peran perusahaan terhadap karyawannya tidak semata-mata mengharapkan tenaga
teknis
operasional
dan
intelektual,
melainkan
dibutuhkan
pula
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Sifat dan sikap karyawan tidak datang tanpa pembinaan, sehingga perusahaan dipandang perlu untuk melakukan pembinaan. Penataan dan pengaturan dalam pembinaan karyawan akan dibutuhkan manajemen sumber daya manusia. Kehadiran sumber daya manusia dalam perusahaan akan selalu menuntut kepastian ketentuan yang menjadi standar dalam bertindak pada suatu perusahaan. Menurut Hodges dalam Yuspratiwi (2009: 102) menegaskan sebagai berikut: “Disiplin kerja dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi”. 2.3.2
Tipe-tipe Pembinaan Disiplin Kerja Menurut Handoko (2003: 208), terdapat tiga jenis tipe pembinaan disiplin
preventif dan korektif . a. Disiplin Preventif Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti beberapa standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Dengan disiplin kerja ini pihak perusahaan akan mengantisipasi tindakan-tindakan yang m,ungkin akan terjadi yang dapat dikatakan disini bahwa disiplin lebih dititik beratkan pada awal-awal kegiatan sebagai tindakan pencegahan sebelum kesalahan terjadi, seperti kehadiran, penggunaan jam kerja, ketepatan waktu penyelesaian jam kerja. b. Disiplin Korektif Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Maksud dari pendisiplinan ini
20
adalah untuk memperbaiki kegiatan kegiatan diwaktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Kegiatan disiplin korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan. Sebagai contoh peringatan yang diberikan dengan segera apabila seseorang melakukan pelanggaran. c. Displin Progresif Disiplin Progresif berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Seperti memberikan peringatan lisan, peringatan tertulis, skorsing.
2.3.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan Menurut
Wahyudi
(2002:202-207)
banyak
faktor
yang
dapat
mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin dalam organisasi atau perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Besar kecilnya pemberian kompensasi Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan dapat mematuhi segala peraturan yang berlaku bila ia merasa mendapat jaminan balasan jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah disambungkan bagi perusahaan. Akan tetapi bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berfikir mendua dan berusaha mencari tambahan lain di luar sehingga menyebabkan ia sering mangkir, serta meminta izin keluar dan sebagainya. b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan Keteladanan pimpinan maksudnya bahwa dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakan disiplin dirinya dari ucapannya, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah diterapkan, peranan keteladanan pimpinan amat besar dalam perusahaan, karena pimpinan
21
dalam suatu organisasi atau perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Oleh sebab itu, bila seorang pimpinan menginginkan tegaknya disiplin pada perusahaan, maka ia harus lebih dulu mempraktekannya dan mempelopori, agar dapat diikuti oleh karyawan lainnya. c. Ada tidaknya aturan pasti untuk dijadikan pegangan Pembinaan disiplin tidak akan didapat dilaksana dalam perusahaan, bila tidak ada peraturan tertulis yang pasti yang dijadikan pegangan bersama. Pada karyawan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Oleh sebab itu disiplin akan dapat ditegakkan dalam perusahaan, bila ada peraturan tertulis yang telah disepakati bersama. d. Keberanian pimpinan mengambil tindakan suatu disiplin akan dapat di tegakan bila disamping aturan tertulis yang jadi pegangan bersama, juga perlu bila sanksi. Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah di tetapkan. Adanya pengawasan, maka karyawan akan terbiasa melakukan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya di perusahaan. f. Ada tidaknya perhatian pada karyawan Pimpinan
yang berhasil
memberi perhatian
yang besar kepada
karyawannya akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia
22
bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dalam arti jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawannya, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan.
2.3.4
Indikator-indikator Disiplin Kerja Menurut Hasibuan (2012:194) membuat teori yang berisikan tentang
indikator-indikator yang mempengaruhi Disiplin Kerja, diantaranya: a. Tujuan dan Kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguhsungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. b. Teladan Pimpinan Teladan Pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisplinan bawahanpun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik, para bawahannya pun akan kurang disiplin. c. Balas Jasa Balas Jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan keputusan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaan, jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisplinan mereka akan semakin baik pula.
23
d. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. e. Pengawasan Melekat (Waskat) Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan.dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi prilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Waskat lebih efektif merangsang kedisplinan dan moral kerja karyawan, karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya. f. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indipliner karyawan akan berkurang. g. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indispliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. h. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis. Disiplin Kerja adalah fungsi MSDM yang terpenting dan menjadi tolak ukur untuk mengukur/mengetahui apakah fungsi-fungsi MSDM lainnya secara
24
keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Kedisiplinan karyawan yang baik, mencerminkan bahwa fungsi-fungsi MSDM lainnya telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Sebaliknya jika kedisiplinan karyawan kurang baik, berarti penerapan fungsi-fungsi MSDM pada perusahaan kurang baik.
2.4
Komunikasi Interpersonal
2.4.1
Pengertian Komunikasi Interpersonal Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpesonal, kita perlu
meningkatkan kualitas komunikasi, sehingga tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi kinerja karyawan. Berikut ini ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya menurut Devito dalam Effendy (2005:59) menyatakan bahwa: “Komunikasi interpersonal adalah Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau dianatar sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika“. Sedangkan menurut Muhammad (2004:158) menyatakan bahwa : “Komunikasi Interpesonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya“. Jadi proses interpesonal proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara paling kurang dua orang yang terjadi diantar sekelompok kecil yang menyebabkan umpan balik (feedback).
2.4.2
Manfaat Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpesonal oleh para ahli komunikasi dianggap sebagai jenis
komunikasi efektif untk mengubah sikap, pendapat dan perilaku (attitude, opinion, and behavior change), karena terjadi kontak pribadi yang memungkinkan komunikator mengetahui, memahami dan menguasai beberapa hal berikut menurut Rakhmadi (2003:71) : a. Kerangka referensi (frame of Reference) komunikan selengkapnya
25
b. Kondisi fisik dan mental komunikan sepenunya. c. Suasana lingkungan pada saat terjadi komunikasi. d. Tanggapan komunikan secara langsung. Dengan mengetahui, memahami, menguasai hal-hal tersebut, pimpinan organisasi sebagai komunikator dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti berikut : a. Mengontrol setiap kata yang diucapkan. b. Mengulangi kata-kata yang penting disertai penjelasan. c. Memantapkan pengucapan dengan bantuan mimik dan gerakan tangan. d. Mengatur intonasi sebaik-baiknya e. Mengaturrasio dan sebaliknya. Dengan demikian komnikasi persuasif yang dijalankan akan lebih mengenai sasaran karena kan saling pengertian diantara komunikan dengan komunikator.
2.4.3
Tujuan Komunikasi Interpersonal Para ahli komunikasi umumnya berpendapat bahwa tujuan komunikasi
interpersonal ialah mempengaruhi. Dengan mempengaruhi maka diharapkan interpersonal terjadi perubahan sikap, dan diikuti oleh suatu tindakan tertentu yang mewujudkan sikap itu. Liliweri (2003:35) Adapun tujuan dari komunikasi antara lain sebagai berikut : 1. Untuk mengenali diri sendiri Dalam melakukan dengan orang lainkita dapat menegtahui karakter diri kita. Dengan melihat reaksi orang lain, kita dapat mengerti bagaimana diri kita sebenarnya. Orang lai yang berkomunikasi dengan kita dapat dipastikan mempunyai pendapat tentang diri kita, jadi kita dapat mengenali diri kita dari cara berkomunikasi dengan orang lain. 2. Membina hubungan yang lebih baik dengan orang lain Komunukasi tatap muka atas komunikasi interpersonal dapat membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya. Pada dasarnya manusia adalah mahkluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi.
26
Bisa diambil kesimpulan bahwa dengan lebih akrabnya komunikasi tersebut akan membawa kita mempunyai hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Dengan cara kita berkomunikasi, orang bisa merasa lebih tertarik, sehingga hubungan komunikasi meningkat. 3. Untuk mempersuasi mempengaruhi sikap orang lain. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tantang faktor-faktor dari komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikan. Persuasi didefinisikan sebagai pesan mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang lain dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Rakhmat (2001:14) 4. Mengetahui konsep diri/ pandangan diri Tidak begitu banyak perbedaan dengan cara kita mengenal dirir sendiri, hanya saja untuk mengetahui konsep diri melalui pandangan orang lain terhadap diri kita . secara fisik (apakah itu jelek?), secara psikologis (apakah saya kaya? Status sosial/pendidikan). Bisa dikatakan bahwa pandangan orang lain terhadap diri kita secara fisik, psiklogis, dan sosiologis merupakan tiga komponen dari konsep diri. 5. Menjadi diri yang lebih besar Dengan mengenal diri kita. Membina hubungan yang lebih baik dapat mempersuasi orang lain, dan mengetahui konsep diri, maka tujuan dari komunikasi interpersonal yang palin penting adalah menjadi diri kita yang lebih benar. Dari berbagai pandangan dan pendapat orang lain tentang diri atau menjadi lebih besar. Jadi jelaslah bahwa komunikasi interpersonal mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan karakter manusia. Kegiatan komunikasi yang selama ini dapat membuat kepribadian seseorang menjadi lebih baik lagi, karena tujuan komunikasi interpersonal adalah membentuk manusia melalui komunikasi.
27
2.4.4
Hambatan Dalam Komunikasi Interpersonal Sejumlah hambatan dapat menggangu atau memperlambat komunikasi
yang efektif. Berikut merupakan hambatan yang lazim dalam komunikasi interpersonal Stoner ( 2004:142), yaitu : 1. Perubahan persepsi Ini adalah salah satu hambatan komunikasi yang paling lazim. Orang mempunyai latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda sering merasakan gejala yang sama dari sudut pandang yang berbeda. 2. Perbedaan bahasa Perbedaan bahasa sering erat kaitannya dengan perbedaan persepsi individu. Agar sebuah pesan dapat dikomukasikan secara tepat, katakata yang digunakan harus mengandung arti yang sama bagi pengirim dan penerima. Sehingga harus hati-hati untuk menjamin penerima memperoleh pesan yang dimaksud oleh pengirim. 3. Kegaduhan Kegaduhan atau kebisinga merupakan salah satu faktor yang mengganggu, membuat rancu atau mengacaukan komunikasi. 4. Emossionalitas Reaksi emosional seperti marah, cinta, membela diri, benci, cemburu, takut, malu mempengaruhi bagaimana kita memahami pesan orang lain dengan pesan kita sendiri. 5. Komunikasi verbal dan non verbal yang tidak konsisten Kita berfikir bahasa sebagai medium utama komunikais, namun pesan yang kita kirim dan kita terima sangat dipengaruhi oleh faktor non verbal seperti gerakan tubuh, pakaian, jarak kita berada dari orang yang kita ajak bicara, postur kita, gerak isyarat, ekspresi muka, gerakan mata dan kontak badan. Dengan adanya hambatan-hambatan yang timbul komunikasi tentunya diharapkan komunikasi sudah berjalan efektif, tetapi untuk mengetahui bahwa komunikasi yang dilakukan itu efektif atau tidak, terdapat indikator
28
efektivitas komunikasi interpersonal dalam pandangan humanistik menurut De Vito (2005:4) mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
2.4.5
Indikator-indikator Komunikasi Interpersonal yaitu: 1. Keterbukaan Sifat keterbukaan menunjuk paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus menceritkan semua latar belakang kehidupan kita. Namun yang penting ada kemauan untuk membuka diri kepada masalah-masalh
umum.
Dengan
demikian,
orang
lain,
akan
mengetahui pendapat, pikiran, dan gagasan kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua, adalah kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dilakukannnya. Demikian pula sebaliknya, kita ingin orang lain memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang segala sesuatu yang kita lakukan. 2. Empati Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami oleh orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melaului kacamata orang lain. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati yang akurat melibatkan kepekaan baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini. 3. Dukungan Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap supportif
29
merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap ini muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defentif megakibatkan komunikasi intepersonal menjadi tidak efektif , karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi kepada yang memahami komunikasi. Komunikasi defentif dapat terjadi karena faktor –faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktor-faktor situasional yang berupa perilaku komunikasi orang lain. 4. Sikap positif Sikap positif mengacu pada sedikitnta dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positf terhadap diri mereka sendiri. Kedua, mempunyai perasaan positif terhadap orang laindan berbagai situasi komunikasi. 5. Kesamaan Kesamaan dalam komunikasi interpersonal mencakup dua hal. Pertama adalah kesamaan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal akan lebik efektif bila para pelaku komunikasi mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa ketidaksamaan tidaklah komunikatif. Tentu saja dapat, namun komunikasi mereka lebih sulit dan perlu banyak waktu untuk menyesuaikan diri. Kedua, kesamaan dalam membersihkan dan menerima pesan. Sebagai contoh, bila seseorang berbicara terus, tentunya komunikasi interpesonal kurang efektif, Apabila kelima tanda-tanda itu dipenuhi, maka komunikasi interpersonal yang dilakukan dapat dikatakan dengan baik dan efektif.
30
2.5
Kinerja Karyawan
2.5.1
Pengertian Kinerja Faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu tenaga kerja diantaranya,
skill, motivasi, disiplin kerja, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, imbalan atau insentif, hubungan mereka dengan organisasi dan masih banyak lagi faktor lainnya. Organisasi atau perusahaan, kinerjanya lebih tergantung pada kinerja dari individu tenaga kerja. Ada banyak cara untuk memikirkan tentang jenis kinerja yang dibutuhkan para tenaga kerja untuk suatu perusahaan agar dapar berhasil diantaranya dengan mempertimbangkan tiga elemen yaitu produktivitas, kualitas dan pelayanan. Menurut Prabu (2001:67) menyatakan bahwa : “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Menurut Rivai (2008:309) menyatakan bahwa : “kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya”. Mathis dan Jackson (2001:78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Dari ketiga pendapat beberapa ahli mengenai pengertian kinerja karyawan, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melakukan tugas maupun peranannya dalam suatu perusahaan. Keberhasilan suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan tergantung dari kemampuan dan keandalan sumber daya manusia yang mengoperasionalkan unit-unit kerja yang terdapat didalam organisasi bersangkutan. Untuk itu diperlukan kinerja yang tinggi dari pelaku-pelaku kegiatan tersebut.
31
2.5.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Faktor-faktor pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam
organisasi menurut Mangkunegara (2004:67) adalah sebagai berikut: 1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan prestasi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill) artinya, karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi
situasi
kerja.
Motivasi
merupakan
kondisi
yang
menggerakkan diri karyawan uang terarah untuk mencapai tujuan organisasi sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi maksimal.
2.5.3
Pengukuran kinerja Pengukuran kinerja menurut Sedarmayanti (2007:196) merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah mencapai misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Setiap Organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut : 1. Aspek Finansial meliputi anggaran suatu organisasi karena aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja. 2. Kepuasan Pelanggan Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial dalam penentuan strategi organisasi. 3. Operasi Bisnis Internal
32
Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam rencana strategis. 4. Kepuasan Karyawan Karyawan merupakan asset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat nyata. 1. Kepuasan Komunitas Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. 2. Waktu Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja.
2.5.4 Metode Penilaian Kinerja Metode untuk melakukan pengukuran kinerja karyawan menurut Rivai (2008:324) yaitu pendekatan yang berorientasi pada : 1. Metode Penilaian Berorientasi Pada Masa Lalu Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kinerja di waktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini. Teknik-teknik penlaian ini melputi: a. Skala Peringkat (rating Scale) Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skalaskala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. b. Daftar pertanyaan (checklist) Penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan
33
tertentu.
Penilai
tinggal
memilih
kata
atau
pernyataan
yang
menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. c. Metode dengan pemilihan terarah (Forced Choice Methode) Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataanpernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Methode) Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan kritis penilai atas perilku karyawan, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. e. Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional. Misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. f. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku (behaviorally anchored rating scale=BARS) Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. g. Metode peninjauan lapangan (Field Review Methode) Disini penyelia turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. h. Tes dan observasi prestasi kerja (Performance Test and Observation) Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tes tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid (sahih) dan reliable (dapat dipercaya). i. Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative Evaluation Approach)
34
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan Metode penilaian berorientasi masa depan menggunakan asumsi bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penyelia, tetapi karyawan dilibatkan dalam proses penilaian. Metode ini meliputi: a.
Penilaian diri sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatankekuatan dan kelemahannya sehingga mampu mengidentifikasi aspekaspek perilaku kerja
b.
Manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objective) Management By Objective (MBO) yang berarti manajemen berdasarkan sasaran, artinya satu bentuk penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan dan sasaran pelaksanaan kerja.
c.
Penilaian secara psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain-lain yang bersifat psikologis.
d.
Pusat penilaian (Assessment Center) Assessment center atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
2.5.5
Indikator-indikator Kinerja Berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi tersebut di
pengaruhi oleh tingkat kinerja secara individual maupun secara kelompok. Dengan asumsi semakin baik kinerja karyawan maka mengharapkan kinerja
35
organisasi akan semakin baik. Beberapa pendekatan untuk mengukur sejauh mana pegawai mencapai suatu kinerja secara individual menurut Bernadin (2003) adalah sebagai berikut : 1. Kualitas Kerja Yaitu yang meliputi kesesuaian produksi kegiatan dengan acuan ketentuan yang berlaku sebagai standar proses pelaksanaan kegiatan maupun rencana organisasi. 2. Kuantitas Kerja Yaitu meliputi jumlah produksi kegiatan yang dihasilkan. 3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan Yaitu pemenuhan kesesuaian waktu yang dibutuhkan atau diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan 4. Efektifitas Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjannya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menhindari hasil yang merugikan.
2.6
Hubungan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Disilpin kerja merupakan faktor yang dituntut oleh perusahaan sebagai
kebutuhan dan konsekuensi seseorang dalam bekerja karena disiplin kerja karyawan dapat mempengaruhi keputusan dalam bekerja, bila kepuasan kerja terpenuhi dengan baik, maka akan dicerminkan pada disiplin kerjanya. Disiplin yang dipengaruhi karyawan dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja mereka, dimana semakin puas karyawan dalam pekerjaannya maka disiplin kerja karyawan itu semakin meningkat. Kedisiplinan para karyawan akan meningkat apabila kebutuhannya dapat terpenuhi yang pada akhirnya akan mendorong karyawan tersebut lebih giat
36
bekerja untuk lebih baik dapat memberikan kontribusinya secara optimal terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Kinerja karyawan pada suatu perusahaan memiliki andil yang sangat besar terhadap pencapaian target dan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan, dan tenaga kerja tanpa ditunjang disiplin kerja yang baik, maka tugas atau pekerjaan yang akan dilaksanakan tidak akan mencapai hasil yang dapat merugikan organisasi dimana ia bekerja. Karyawan yang melakukan pekerjaan tanpa kedisiplinan akan berdampak negatif pada perusahaan (Saydam, 2000;286). Yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja karyawan tersebut, oleh karena itu semakin baik disiplin kerja karyawan maka akan semakin meningkatkan kinerjanya.
2.7
Hubungan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kinerja Karyawan Komunikasi Interpersonal merupakan salah satu unsur penting menandai
kehidupan di dalam suatu organisasi. Komunkasi interpersonal dapat digunakan untuk mengubah, mempertahankan dan meningkatkan kemajuan serta tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan yang hendak dicapai, strategi yang hendak dijalankan, kegiatan yang harus dilaksanakan, kesemuanya itu memerlukan hubungan baik antara individu maupun satuan kerja. Demikian halnya dengan kelangsungan organisasi, para anggota organisasi mutlak perlu berkomunikasi satu sama lainnya. Melalui komunikasi yang efektiflah kerjasama yang harmonis dapat ditumbuhkan , dipelihara dan dikembangkan. Selain itu, Davis dan Newstrom (2005:151) mengemukakan bahwa: “Apabila komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya kinerja (prestasi) yang lebih baik dan kepuasan kerja“.
Dari uraian diatas bahwa komunikasi interpersonal mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan kinerja karyawan. Karena untuk mengarahkan, menggerakan, dan mempertahankan usaha karyawan yang diperlukan komunikasi
37
dua arah yang terus menerus ada apa yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya direalisasikan oleh para karyawannya.
2.8 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.8.1 Kerangka Pemikiran Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting dan sangat menetukan bagi setiap perusahaan, sehingga tujuan dan gerak langkah sumber daya manusia terintegrasi dengan kebijakan perusahaan. Keserasian antara tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika sumber daya manusia memiliki perilaku disiplin. Untuk menjamin agara sumber dalam perusahaan itu disiplin, maka perusahaan harus melakukan pembinaan disiplin kerja. Definisi disiplin kerja menurut Mathis dan Jackson (2010:278) sebagai berikut : “Disiplin kerja adalah kesadaran dan kemampuan karyawan untuk dalam menyesuaikan tujuan pribadi dengan tujuan perusahaan melalui ketaatan dan kepatuhan kepada segala kebijakan perusahaan dengan menjalankan peraturan kerja dalam bentuk sistem kerja, prosedur, dan tata kerja yang telah ditentukan dan berlaku diperusahaan”. Tindakan setiap karyawan akan mempunyai sifat dan sikap yang selalu berbeda, sehingga harus menjadi perhatian dalam proses pembinaan disiplin kerja. Setiap tidakan karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya akan berpengaruh terhadap karyawan lainnya, sehingga disiplin kerja harus mendapat perhatian dan peraturan disiplin dilaksanakan dengan tertib dan teratur. Indikator disiplin kerja karyawan di perusahaan menurut Hasibuan (2012:194) yaitu : a. Tujuan dan Kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguhsungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
38
b. Teladan Pimpinan Teladan Pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisplinan bawahanpun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik, para bawahannya pun akan kurang disiplin. c. Balas Jasa Balas Jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan keputusan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaan, jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisplinan mereka akan semakin baik pula. d. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. e. Pengawasan Melekat (Waskat) Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan.dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi prilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Waskat lebih efektif merangsang kedisplinan dan moral kerja karyawan, karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya. f. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indipliner karyawan akan berkurang. g. Ketegasan
39
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indispliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. h. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis. Disiplin kerja merupakan salah satu fungsi dari anajemen sumber daya manusia, sehingga harus dilaksanakan dengan tertib dan teratur. Untuk menjamin agar disiplin kerja dapat membuahkan hasil dalam bentuk kinerja karyawan, maka disiplin kerja karyawan lebih diarahkan kepada pengendalian diri karywan agar tujuan individu terintegrasi kepada tujuan yang lebih luas yaitu tujuan perusahaan. Kinerja karyawan akan menjadi bagian integral keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, sehingga disiplin kerja akan selalu menjadi tumpulan harapan dalam menciptakan kinerja karyawan. Program utama disiplin kerja adalah : a. Displin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, seperti datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir kerja serta mencuri waktu melainkan seluruh sikap, tindakan, serta perilaku karyawan, baik disaat jam kerja maupun diluar jam kerja. b. Upaya dalam mentaati peraturan tudak disasarkan para rasa takut atau rasa terpaksa, melainkan harus atas kesadaran, keikhlasan, dan kesetiaan yang timbul dari rasa tanggungjawab sebagai karyawan dan sebagai manusia yang berada dilingkungan masyarakat sosial. c. Komitmen dan loyal pada perusahaan yaitu tercermin dari sikap dan tindakan dalam melaksanakan pekerjaan.
40
Perilaku karyawan dalam disiplin kerja, tidak muncul dengan sendirinya karena penegakan disiplin merupakan kewajiban karyawan dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Pembentukan perilaku disiplin kerja dapat dilakukan memaluli dua cara sebagaimana menurut Commings (2008: 172) yaitu : “Preventive discipline and corective discipline”. Maksud dari kedua bentuk disiplin tersebut adalah : a. Preventive discpline yaitu tindakan yang diambil untuk mendorong karyawan agar mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan perusahaan, sehingga pelanggan tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk mempertinggi kesadaran karyawan terhadap kebijakan perusahaan dalam aktivitas kerjanya. b. Corective discipline yaitu tindakan bagi pelanggar aturan-aturan perusahaan. Tindakan dilakukan memperkecil atau menghapus tindakan pelanggaran dimasa mendatang. Tujuan perusahaan menetapkan suatu peraturan disiplin kerja untuk dilakasanakan oleh karyawan agar dapat meningaktakan kinerjanya. Dalam hal ini kebijakan perusahaan harus menjadi standar disiplin kerja, sehingga akan menjadi alat dalam menentukan kinerja karyawan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, komunikasi mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap kinerja pegawai. Menurut Guffey (2005:6) yaitu : “Komunikasi
adalah
proses
yang
memungkinkan
seseorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)”. Salah satu jenis komunikasi yang sangat penting adalah komunikasi interpersonal atau komunikasi yang terjadi secara tatap muka antara beberapa pribadi yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal berlangsung secara langsung. Dalam operasionalnya, komunikasi berlangsung secara timbal balik dan menghasilkan
feedback secara langsung dalam menanggapi suatu pesan.
Komunikasi yang dilakukan dengan dua arah dan feed back secara langsung akan
41
sangat memungkinkan untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendy (2003:35) yang mengatakan bahwa, “Efektifitas komunikasi antar pribadi itu ialah karena adanya arus balik langsung”. Di dalam suatu organisasi khususnya perkantoran, proses komunikasi adalah proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan
koordinasi
antara
berbagai
subsistem
dalam
perkantoran.
Perkantoran yang berfungsibaik, ditandai oleh adanya kerja sama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen. Suatu perkantoran dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya, ketika proses komunikasi antar komponen tersebut dapat diselenggarakan secara harmonis, maka perkantoran tersebut semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan meningkat. Peningkatan kinerja pegawai secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja pegawai yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar pegawai. Menurut De Vito (2005:4), Indikator tersebut mencangkup : 1.
Keterbukaan Sifat keterbukaan menunjuk paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Hal ini tidak berarti bahwa kita harus menceritkan semua latar belakang kehidupan kita. Namun yang penting ada kemauan untuk membuka diri kepada masalah-masalh umum. Dengan demikian, orang lain, akan mengetahui pendapat, pikiran, dan gagasan kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua, adalah kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dilakukannnya. Demikian pula sebaliknya, kita ingin orang lain memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang segala sesuatu yang kita lakukan.
2.
Empati
42
Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami oleh orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain melaului kacamata orang lain. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati yang akurat melibatkan kepekaan baik kepekaan terhadap perasaan yang ada maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini. 3.
Dukungan Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap supportif merupakan sikap yang mengurangi sikap defensif. Sikap ini muncul bila individu tidak dapat menerima, tidak jujur dan tidak empatik. Sikap defentif megakibatkan komunikasi intepersonal menjadi tidak efektif , karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi kepada yang memahami komunikasi. Komunikasi defentif dapat terjadi karena faktor –faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah) atau faktor-faktor situasional yang berupa perilaku komunikasi orang lain.
4.
Sikap positif Sikap
positif
mengacu
pada
sedikitnta
dua
aspek
komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positf terhadap diri mereka sendiri. Kedua, mempunyai perasaan positif terhadap orang laindan berbagai situasi komunikasi. 5.
Kesamaan Kesamaan dalam komunikasi interpersonal mencakup dua hal. Pertama adalah kesamaan bidang pengalaman diantara para pelaku komunikasi.
43
Sehingga mereka akan bekerja menurut aturan yang telah ditetapkan, saling menghargai hak dan kewajibannya masing-masing terhadap demikian maka kinerja akan ditegakkan. Menurut Hasibuan (2001:34) yakni : “Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu“.
Menurut Bernaden
dan
Russel, dikutip oleh Faustino
Cardoso
(2000: 162) mendefinisikan kinerja sebagai berikut : “Catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang karyawan harus memiliki kinerja yang tinggi karena keberadaan kinerja merupakan usaha untuk mencapai tujuan perusahaan dapat terlaksana. Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Prestasi kerja atau kinerja bagi pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkuatan dan kepentingan oraganisasi. Selanjutnya penulis akan mengemukakan ukuran-ukuran dari kinerja karyawan dari pendapatnya Selanjutnya penulis akan mengemukakan ukuranukuran dari kinerja karyawan dari pendapatnya Bernadin (2003) yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas Kerja Yaitu yang meliputi kesesuaian produksi kegiatan dengan acuan ketentuan yang berlaku sebagai standar proses pelaksanaan kegiatan maupun rencana organisasi. 2. Kuantitas Kerja Yaitu meliputi jumlah produksi kegiatan yang dihasilkan. 3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan
44
Yaitu pemenuhan kesesuaian waktu yang dibutuhkan atau diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Efektifitas Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjannya tanpa minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menhindari hasil yang merugikan. Pada umumnya kinerja yang tinggi dihubungkan terhadap disiplin kerja yang tinggi. Sebaliknya, disiplin kerja yang rendah dihubungkan terhadap kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja. Kinerja yang tinggi adalah fingsi dan interaksi antara disiplin kerja, kompetensi dan peluang sumber daya pendukung dapat memberikan kebutuhan karyawan seperti tingkat kesejahteraan yang cukup, promosi, memeberikan pendidikan dan latihan, dan lain sebagainya. Terhadap demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja karyawan yang ditimbulakan oleh terpenuhinya kebutuhan mereka, selain dari kesadaran pada karyawan itu sendiri. Berikut ini peneliti tampilkan model kerangka pemikiran dari penilaian kinerja dan disiplin kerja karyawan sebagai berikut:
45
Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran DisiplinKerja
Komunikasi Interpersonal
Variabel Bebas (X1)
Variabel Bebas (X2) Indikator- Indikator :
Indikator- Indikator :
1. Keterbukaan
1. 2. 3. 4. 5.
Tujuan dan Kemampuan Teladan Pimpinan Balas Jasa Keadilan Pengawasan Melekat (Waskat) 6. Sangsi Hukuman 7. Ketegasan 8. Hubungan Kemanusiaan
2. Empati 3. Dukungan 4. Sikap positif 5. Kesamaan
1. Kinerja Variabel Terikat (Y) Indikator – Indikator : 1. Kulitas Kerja 2. Kuantitas Kerja 3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan 4. Efektifitas 5. Kemandirian Sumber : Drs. Malayu, S.P. Hasibuan (2012:194) , De Vito (2005:4) dan Bernadin (2003)
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Disiplin Kerja berhubungan terhadap Kinerja Karyawan H2 : Komunikasi Interpersonal berhubungan terhadap Kinerja Karyawan