Bab II Landasan Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Metode Desain Kapasitas Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, salah satu metode desain yang biasa dipakai adalah Desain Kapasitas yang memakai SNI 031726-2002 sebagai acuan. Pola keruntuhan yang diharapkan dalam perancangan Desain Kapasitas adalah beam side sway mechanism (gambar 2.1) yang merupakan pola keruntuhan yang aman. Untuk menjamin terjadinya pola keruntuhan ini, maka kolom harus direncanakan lebih kuat dari balok-balok yang merangkainya atau yang biasa dikenal dengan istilah strong column weak beam. Kapasitas nominal kolom harus direncanakan berdasarkan kapasitas nominal balok, sehingga sendi-sendi plastis hanya terjadi pada ujung-ujung balok dan ujung bawah kolom lantai terbawah. Oleh karena itu, perencanaan kolom dilakukan setelah perncanaan balok selesai direncanakan. Dalam metode ini, kekuatan momen nominal kolom diperoleh dari momen nominal balok yang diperbesar dengan dikalikan dengan suatu overstrength factor. Dalam SNI 03-2847-2002, perencanaan momen nominal kolom harus didesain minimal sebesar 1,2 kali momen nominal balok. ∑ Mc ≥ OF x ∑ Mg Dimana : II - 1
... (2.1)
Bab II Landasn Teori
∑ Mc = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. OF
= overstrength factor, sebesar 6/5 atau 1,2 (SNI 03-2847-2002, 2002, pp. 212)
∑ Mg = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal akibat tulangan terpasang pada balokbalok yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut.
Gambar 2.1 Beam Side Sway Mechanism Dari persamaan 2.1 tampak bahwa perencanaan kolom baru dapat dimulai setelah perencanaan balok selesai dilakukan. Hal ini menyebabkan prosedur desain menjadi lebih panjang, sehingga perlu adanya alternatif perencanaan yang lain.
2.2
Metode Pseudo Elastis Sebagai alternatif, ada pola keruntuhan lain yang stabil, yakni partial side sway mechanism (Paulay, 1995) (Gambar 2.2.a dan Gambar
II - 2
Bab II Landasn Teori
2.2.b). Untuk menjamin pola keruntuhan yang aman, kolom eksterior harus direncanakan terhadap gempa secara elastis, sedangkan kolom interior dan semua balok dapat direncanakan mengalami plastisifikasi pada kedua ujungnya dengan memperhatikan stabilitas, daktilitas, dan menghindari Soft Story Mechanism, sehingga pola keruntuhan ini merupakan pola keruntuhan yang aman.
Gambar 2.2.a Portal Interior
Gambar 2.2.b Portal Eksterior
Ketika terjadi gempa, gaya geser diterima oleh seluruh kolom secara bersama-sama hingga kolom interior mencapai kondisi plastis, selanjutnya kelebihan gaya geser sepenuhnya dipikul oleh kolom eksterior yang akan berperilaku elastis, kecuali pada ujung atas kolom lantai tertinggi dan ujung bawah kolom lantai dasar. Desain dengan pola keruntuhan seperti ini dinamakan metode Perencanaan Elastis (Pseudo Elastis). Karena perencanaan kolom interior tidak tergantung dari perencanaan balok, maka kolom interior tidak perlu didesain lebih kuat dari balok-balok yang merangkainya. Desain kolom yang tidak harus menunggu desain balok selesai ini, menyebabkan desain dapat dilakukan dengan lebih cepat.
II - 3
Bab II Landasn Teori
2.3
Penurunan Faktor Pengali Untuk memperbesar beban gempa nominal yang dipikul kolom eksterior pada metode Pseudo Elastis, kelebihan gaya geser dapat dinyatakan dalam bentuk Faktor Pengali (FP). Dari penelitian Chandra dan Dhannyanto (2003) menurunkan rusmusan FP sebagai berikut : Rt = (Rd – nint x Rint) / neks
... (2.2)
FP = Rt / Reks
... (2.3)
Dimana : Rt = gaya geser dasar pada portal eksterior akibat gempa yang menjadi acuan perencanaan (Gempa Target). Rd = gaya geser dasar total akibat gempa yang menjadi acuan perencanaan (Gempa Target). Reks = gaya geser dasar pada portal eksterior akibat gempa nominal Rint = gaya geser dasar pada portal interior akibat gempa nominal neks = jumlah portal eksterior nint = jumlah portal interior FP = Faktor Pengali untuk Perencanaan Elastis (Pseudo Elastis) Portal Interior, boleh terbentuk sendi plastis. Balok boleh terbentuk sendi plastis Portal eksterior, harus tetap elastis
Rt
Rint
Rint
Rint
Rint
Rt
Gempa Target (Rd)
Gambar 2.3 Kondisi setelah terjadi gempa besar II - 4
Bab II Landasn Teori
Hasil dari penelitian Chandra dan Dhannyanto (2003) menunjukan bahwa pada portal interior telah terjadi sendi plastis untuk gempa dengan periode ulang diatas 500 tahun. Oleh sebab itu, disarankan hanya kolom eksterior saja yang berperilaku elastis setelah terkena gempa yang ditargetkan. Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Susanto dan Windy (2004) dengan rusmus FP yang sama, dari usulan Chandra dan Dhannyanto (2003). Penelitian ini merencanakan kolom eksterior yang berperilaku elastis terhadap beban gempa target. Penelitian ini menyarankan agar memakai gempa target dengan periode ulang 100 tahun sebagai acuan dalam Perencanaan Elastis (Pseudo Elastis). Penelitian selanjutnya, Haryanto dan Tangguh (2004) menurunkan rumusan FP dengan metode yang sama seperti Chandra dan Dhannyanto (2003) agar dapat dipakai pada berbagai faktor daktilitas (μ). Rumus tersebut adalah sebagai berikut : T neks x S eks Vt T nint x S intN
... (2.4)
T S eks Vt T nint x S intN N N S eks neks x S eks
... (2.5)
FP Dimana :
T = gaya geser kolom eksterior akibat gempa target S eks
S intN = gaya geser kolom interior akibat gempa nominal N = gaya geser kolom eksterior akibat gempa nominal S eks
Vt T = gaya geser total akibat gempa target
II - 5
Bab II Landasn Teori
neks = jumlah kolom eksterior nint = jumlah kolom interior
Gaya geser total akibat gempa nominal pada SNI 03-1726-2002 adalah : Vt
N
C 500 th x I x Wt f1 x
... (2.6)
Dimana : Vt N
= gaya geser total kaibat gempa nominal
C 500th = koefisien gempa nominal 500 tahun
= daktilitas
I
= faktor keutamaan
Wt
= berat bangunan
f1
= faktor kuat lebih bahan Partial Side Sway Mechanism mengharuskan kolom eksterior tetap
elastis dalam menerima kelebihan gempa target yang dipikul oleh kolom interior, maka dalam persamaan (2.5), nilai daktilitas μ = 1, sehingga : Vt T
CT x I x Wt f1
... (2.7)
Dimana : CT
= koefisien gempa target Dengan memperhatikan persamaan (2.5) dan (2.6), FP pada
persamaan (2.4) dapat dimodifikasi sebagai berikut :
II - 6
Bab II Landasn Teori
Vt T nint x S intN CT x nint x Rint 500 th Vt N C FP N neks x Reks neks x S eks N Vt
... (2.8)
Nilai perbandingan CT dan C500th dapat dinyatakan dengan perbandingan Peak Ground Acceleration (PGA) gempa target terhadap gempa dengan periode ulang 500 tahun. Asumsi ini dilakukan karena adanya kesulitan untuk menemukan respons plastis bangunan setelah terjadi gempa. Peak Ground Acceleration ialah percepatan muka tanah maksimum pada suatu wilayah kegempaan (Gambar 2.2). Gempa target yang digunakan ialah gempa dengan periode ulang 100 tahun, sama seperti yang dilakukan Susanto dan Windy (2004). Dengan demikian persamaan (2.7) menjadi :
PGAT x nint x Rint 500 th PGA FP neks x Reks
... (2.9)
Dimana :
Reks
= rasio gaya geser kolom eksterior terhadap gaya geser total gempa nominal
Rint
= rasio gaya geser kolom interior terhadap gaya geser total gempa nominal
PGA T
= Peak Ground Acceleration gempa target 100 tahun
PGA 500 th = Peak Ground Acceleration gempa target 500 tahun
= daktilitas
II - 7
Bab II Landasn Teori
Gambar 2.4 Respons Spektrum Hasil dari penelitian ini adalah struktur dengan daktilitas 2 mengalami mekanisme partial side sway mechanism, sedangkan pada daktilitas 4 dan 5,3 pada kolom interior sebagian bear belum mengalami sendi plastis, sehingga rumusan FP perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian Sutejo dan Tangkir (2005) mengevaluasi FP dengan memperhitungkan overstrength factor kolom interior (f1) pada perumusan FP. Hal ini disebabkan karena kolom interior pada waktu mengalami plastis pertama kalinya masih memiliki kemampuan untuk memikul kelebihan gaya geser akibat gempa target. Nilai f1 dapat dihitung secara teoritis sebesar 1,6 (berasal dari perkalian faktor kuat bahan sebesar 1,28 dan faktor lebih bahan sebesar 1,25), nilai overstrength kolom interior ini dimasukkan dalam perencanaan gaya geser akibat gempa nominal. Selain itu, gempa target yang dipakai adalah gempa periode ulang 500 tahun, sehingga PGAT = PGA500th, dan persamaan (2.8) menjadi :
FP
f1 x nint x Rint neks x Reks
... (2.10)
Hasilnya FP yang digunakan pada daktilitas 4 dan 5,3 terlalu besar sehingga perencanaan struktur menjadi overdesign.
II - 8
Bab II Landasn Teori
Penelitian berikutnya oleh Muljati (2006) memodifikasi rumusan yang diusulkan oleh Sutejo dan Tingkir (2005) yaitu
rasio koefisien gempa
PGAT PGA500th
menjadi
CT karena terjadi pada struktur yang memiliki C 500th
daktilitas 5,3 dan 4. Jadi FP tersebut berubah menjadi :
CT x f1 x nint x Rint 500th FP C neks x Reks
... (2.11)
Rumusan FP tersebut telah memperhitungkan respons plastis bangunan setelah terkena gempa, yang diwakili oleh koefisien gempa target, CT. Koefisien ini diperoleh dari respons spektrum elastis bangunan pada SNI 03-1726-2002 yang menggunakan periode natural bangunan setelah mengalami plastifikasi. Kekakuan bangunan menjadi berkurang akibat terjadinya plastifikasi sehingga periode natural bangunan setelah plastifikasi menjadi lebih besar daripada periode natural bangunan saat masih elastic. Periode natural bangunan ini selanjutnya disebut sebagai periode plastis. Penelitian Muljati (2006) memperoleh nilai periode plastis berdasrkan Momen Inersia Cracked (Icr), yakni sebesar 30% dari luas penampang kotor untuk kolom eksterior pada lantai dasar dan 12% dari luas penampang kotor untuk balok eksterior maupun interior. Persentase Icr diperoleh melalui proses trial and error pada bangunan Sutejo dan Tingkir (2005). Bangunan yang diteliti adalah 6 lantai 5 bentang. Penelitian ini menghasilkan Partial Side Sway Mechanism untuk gempa target periode ulang 500 tahun. II - 9
Bab II Landasn Teori
Muljati (2006) menguji kembali persentase Icr tersebut pada bangunan 6, 8, dan 10 lantai untuk mendapatkan periode plastis bangunan. Koefisien gempa target, CT pada rumusan FP didapatkan dari respons spektrum elastis SNI 03-1726-2002 berdasarkan periode plastis bangunan (Gambar 2.3). Penggunaan respons spectrum elastic non-linear tidak dapat ditentukan dengan mudah. Hasil penelitian menunjukan bahwa periode plastis dugaan awal masih terpaut jauh dengan periode plastis sebenarnya. Meskipun demikian, pola keruntuhan Partial Side Sway Mechanism telah terpenuhi. Penelitian selanjutnya oleh Muljati dan Lumantarna (2008) meneliti kinerja bangunan pada wilayah 6 peta gempa Indonesia. Penelitian ini menggunakan FP dari penelitian Muljati (2006). Perbedaannya, periode plastis dalam rumusan FP didapatkan dari regresi hubungan antara periode elastis dan plastis bangunan-bangunan yang diteliti oleh Muljati dan Lumantarna (2008). Hubungan empiris tersebut dinyatakan sebagai berikut : Tplastis = 2,967 Telastis + 0,313
... (2.12)
Dimana : Tplastis = periode bangunan setelah mengalami plastifikasi Telastis = periode bangunan saat masih elastis Besarnya CT ditntukan dari Tplastis tersebut. Sedangkan koefisien gempa nominal (C500th) ditentukan langsung dari Telastis bangunan. Dengan rumusan tersebut, periode plastis dapat diprediksi dengan cukup baik, namun kinerja bangunan yang didesain dengan Perencanaan
II - 10
Bab II Landasn Teori
Elastis (Pseudo Elastis) pada wilayah 6 peta gempa Indonesia menunjukan hasil yang tidak memuaskan. Buruknya kinerja bangunan diduga karena FP yang dihasilkan tidak cukup konservatif untuk menjamin terjadinya Partial Side Sway Mechanism. Penelitian selanjutnya, Susanto (2009) menemukan kesalahan pada program Esdap yang menyebabkan buruknya kinerja bangunan pada penelitian sebelumnya. Setelah dilakukan evaluasi ulang ternyata kinerja bangunan menunjukan hasil yang sesuai dengan harapan. Lebih lanjutnya, penelitian ini menyelidiki CT yang dicari dari respons spektrum plastis. Respons spektrum
plastis diperoleh dengan mereduksi respons
spectrum elastis (yang mengasumsikan effective viscous damping, βeff = 5%) menggunakan βeff yang lebih besar dari 5%. Ternyata βeff bangunan dengan gempa target 500 tahun memiliki nilai antara 20%-30% dengan periode efektif (Teffective) yang diperkirakan sesuai persamaan : Teffective = 2,7081 Telastis + 0,313
... (2.13)
Dimana : Teffective = periode efektif struktur Telastis = periode elastis struktur Berdasarkan Teffective yang diperoleh, didapatkan CT dengan menggunakan respons spektrum plastis. Kinerja bangunan yang diteliti menunjukan hasil yang baik. Selain itu, FP yang dihasilkan dengan menggunakan respons spektrum plastis tidak jauh berbeda dengan FP yang dicari dari respons II - 11
Bab II Landasn Teori
spektrum elastis dengan menggunakan Tplastis. Penggunaan respons spektrum elastis dinilai lebih mudah karena sudah tersedia dalam SNI 031726-2002.
2.4
Faktor Pengali Yang Digunakan Faktor pengali yang digunakan pada penelitian ini akan mengunakan rumusan Faktpr pengali dari penelitian Muljati (2006), yaitu :
CT x f1 x nint x Rint 500th FP C neks x Reks Sedangkan untuk
... (2.14)
Tplastis dan Telastis pada penelitian ini
menggunakan data-data Tplastis dan Telastis pada penelitian Muljati dan Lumantara (2008) dan Susanto (2009) untuk mencari hubungan empiris yang baru antara Tplastis dan Telastis. Dari regresi data-data tersebut, didapatkan rumusan Tplastis yang baru, yaitu : Tplastis = 2,967 Telastis + 0,313
... (2.15)
Dimana : Tplastis = periode plastis struktur Telastis = periode elastis struktur Selanjutnya dari Tplastis tersebut akan didapatkan CT dengan menggunakan respons spektrum elastis. Validasi rumusan FP (Persamaan 2.14) dan rumusan empiris Tplastis (Persamaan 2.15) akan diujicobakan pada bangunan dan wilayah gempa yang berbeda pada penelitian ini.
II - 12