BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a. Pengertian Serviks atau leher rahim merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita. Serviks adalah bagian sempit yang ada disebelah bawah uterus (rahim). Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim (Wijaya, 2010:39). Kanker servik adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang (Aminati, 2013 :24). Kanker leher rahim (kanker serviks) merupakan sebuah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim/serviks. Yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks ini dapat muncul pada perempuan usia 35 sampai 55 tahun (Sukaca, 2009:25). Leher rahim merupakan bagian dari alat reproduksi yang sering ditumbuhi kanker. Leher rahim terletak di bagian bawah rahim. Tugasnya adalah membantu jalannya sperma dari vagina menuju rahim. Leher rahim 10
mengeluarkan jenis lendir tertentu dengan tugas yang berbeda-beda. Jenisjenis lendir itu berada dalam daerah yang berbeda-beda. Jenis-jenis lendir yang ada di dalam leher rahim adalah : 1.Lendir daerah L, Lendir ini menyebabkan rasa basah serta lengket. Tugasnya menghancurkan sperma yang mermutu rendah dan membentuk jaringan untuk mendukung daerah lendir S dan P. 2. Lendir daerah G, Lendir daerah G adalah gestagenic yang begitu pekat dan tidak dapat ditembus. Terbentuk di bagian bawah leher rahim. Lendir ini menghalangi sperma masuk ke dalam leher rahim. Tugasnya melindungi system reproduksi wanita dari infeksi. 3. Lendir daerah F, Lendir daerah F berasal dari sel-sel yang tersebar di sepanjang leher rahim dan belum diketahui fungsinya. 4.
Bulir-bulir Z, Enzim dalam bulir-bulir Z ini bergabung dengan lendir P. Dan mempunyai tugas yaitu menghasilkan sifat zat cair (Aminati, 2013:16). Kanker secara umum merupakan bentuk pertumbuhan sel-sel
dalam tubuh. Khususnya dimulai di bagian organ tertentu yang rentan dan yang tidak normal. Ketidaknormalan kanker tercemin dari adanya kemampuan tumbuh sel yang tidak terbatas (Aminati, 2013:21). Pada sel-sel normal, apabila sel telah mencapai jumlah yang besar, maka akan ada yang menghambat pertumbuhan sel yang lebih lanjut dan lebih banyak. Sehingga sel akan menghentikan diri, tidak membelah secara intensif lagi karena adanya tegangan dengan sel lain. Namun pada
sel kanker, kemampuan membelah sel sangat besar (ploriferasi = memperbanyak diri) (Aminati, 2013 : 22). a. Gejala Kanker Serviks Infeksi HPV tidak menimbulkan gejala, bahkan seorang penderita tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi, bahkan sudah menularkannya kepada oranglain. Sehingga pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mudah diamati (Wijaya, 2010:52). Ada beberapa gejala-gajala kanker serviks yaitu: b. Gejala Pra Kanker Serviks Pada fase sebelum terjangkitnya kanker sering menderita tidak mengalami gejala atau tanda yang khas. Namun sering ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : 1) Keluar cairan encer dari vagina (keputihan) 2) Perdarahan setelah senggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. 3) Timbulnya perdarahan setelah menopause. 4) Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur darah. 5) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. 6) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, odema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan proses usus besar bagian bawah (rectum) (Sukaca, 2009:71-72). c. Gejala Kanker Serviks Gejala fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker serviks stadium lanjut. Gejala-gajala tersebut antara lain : 1) Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contack bleeding) 2) Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar siklus menstruasi, perdarahan di antara periode mentruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan perdarahan setelah menopause. 3) Keputihan yang berlebihan dan tidak normal. 4) Penurunan berat badan secara drastis. 5) Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal (Wijaya, 2010:53 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kanker Serviks Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi Human Pavilloma Virus (HPV). HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker. HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa.
Infeksi virus papilloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual (Rasjidi, 2008:6). a) Faktor Resiko Kanker Serviks (1) Makanan Makanan yang mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita adalah makanan yang rendah : Beta karoten, Retinol (Vitamin A), Vitamin C, Vitamin E. Makanan yang dapat berkhasiat dalam pencegahan kanker adalah bahan-bahan anti oksidan seperti : advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang,bayam, tomat, vitamin E, vitamin C, dan beta karoten juga mempunyai khasiat antioksidan yang kuat (Aminati, 2013:37). (2) Kekebalan tubuh Pada orang yang melakukan diet ketat, rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari dapat menyebabkan berkurangnya tingkat kekebalan pada tubuh, sehingga orang tersebut mudah terinfeksi oleh berbagai virus, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat mengakselerasi
(mempercepat)
pertumbuhan
sel
kanker
dari
noninvasif menjadi invasif (Wijaya, 2010:51). (3) Pemakaian alat kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi pil (kombinasi estrogen dan progesteron) dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Mengapa pil KB dapat memberikan efek negatif untuk kanker leher rahim? Sebab tugas pil
KB adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dilalui sperma (Sukaca, 2009:38). (4) Ras Ras sedikit banyak juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya kanker serviks. Pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks meningkat sebanyak 2 kali dari ras Amerika-Hispanik. Sementara, untuk ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yang sama dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosioekonomi (Wijaya, 2010:52). (5) Polusi Udara Menyebabkan Kanker Leher Rahim Polusi udara dapat juga memicu penyakit kanker leher rahim. Sumber dari polusi udara disebabkan oleh dioksin. Zat dioksin ini tertentu merugikan tubuh. Sumber dioksin berasal dari beberapa faktor antara lain : a. Pembakaran limbah padat dan cair. b. Pembakaran sampah, asap, kendaraan bermotor. c. Asap hasil industri kimia. d. Kebakaran hutan dan asap rokok (Sukaca, 2009:40). (6) Frekuensi Kehamilan Sama seperti jumlah partner seksual, jumlah kehamilan yang pernah dialami wanita juga meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Sehingga, wanita yang mempunyai banyak anak atau sering melahirkan
mempunyai risiko terserang kanker serviks lebih besar (Wijaya, 2010:49). (7) Pemakaian DES (Dietilstilbestrol) Pemakaian DES (dietilstilbestrol) adalah untuk wanita hamil. Yang bertujuan untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970). Ini sebenarnya dapat memicu kanker leher rahim (Aminati, 2013:41). b) Faktor Individu (1) HPV (Human Papillomavirus) Merupakan virus penyebab kutil pada daerah genetal (kondiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. HPV sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal dari selsel leher rahim (Aminati, 2013:42). (2) Herpes Simpleks Virus (HVS) Tipe 2 Pada awal tahun 1970 herpes simpleks tipe 2 banyak dibicarakan, lantaran sebagai timbulnya kanker serviks atau kanker leher rahim. Namun ternyata virus itu tidak berperan besar dalam timbulnya kanker serviks. Virus ini hanya diduga sebagai faktor pemicu terjadinya kanker. Atau dianggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik (Sukaca, 2009:43).
(3) Umur Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia 35-50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual (prevalensi 510%) (Wijaya, 2010:49). (4) Aktivitas Seksual Pertama Kali Prevalensi atau angka kejadian tertinggi kanker serviks (sekitar 20%) terutama dijumpai pada perempuan yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan resiko terserang kanker serviks dua kali lebih besar dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun (Wijaya, 2010:49). (5) Usia Wanita Saat Menikah Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benar-benar siap dan matang. Bukan hanya siap dalam kematangan seksual namun juga siap lahir dan batin. Sebab jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang akan mengalami perubahan. Ini dapat merusak selsel dalam mulut rahim (Aminati, 2013:46). (6) Paritas Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan selsel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan
melalui jalan normal banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim. Dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca, 2009:46). (7) Merokok Merokok merupakan penyebab penting terjadinya kanker serviks jenis karsinoma
sel
skuamosa.
Faktor
resiko
meningkat
dua
kali
dibandingkan orang yang tidak merokok dengan resiko tertinggi terdapat pada orang yang merokok dalam jangka waktu lama serta intensitas yang tertinggi (jumlah yang banyak) (Wijaya, 2010:50). c) Faktor Pasangan (1) Hubungan Seksual Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual, dimana beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan resiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan resiko terkena kanker serviks (Rasjidi, 2008:7). (2) Pasangan Seksual Lebih Dari Satu (Multipatner Seks) Banyak faktor penyebab berkembangnya kanker serviks. Diantaranya adalah
perilaku
bergonta-ganti
pasangan
akan
meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10
kali lipat pada wanita yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Disamping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping (Aminati, 2013:48). c.
Pemeriksaan Kanker Serviks Ada beberapa cara pemeriksaan untuk kanker serviks, yaitu sebagai berikut : 1) Mendeteksi Kanker Serviks Dengan Pemeriksaan Pap smear Pemeriksaan pap smear merupakan suatu test yang aman dan murah. Telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainankelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim. Terjadinya kanker serviks ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang abnormal, tetapi sebelum sel-sel tersebut menjadi sel-sel kanker (Sukaca, 2009:88). 2) IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010:82).
3) Mendiagnosis Serviks dengan Kolposkopi Kolposkopi merupakan suatu pemeriksaan untuk melihat permukaan leher rahim. Pemeriksaan ini menggunakan mikroskop berkekuatan rendah yang memperbesar permukaan leher rahim. Pembesarannya dari 10-40 kali dari ukuran normal.
Ini
dapat
membantu
mengidentifikasi area permukaan leher rahim yang menunjukkan ketidaknormalan (Aminati, 2013:101). 4) Vagina Inflammation Self Test Card Vagina Inflammation Self Test Card adalah pendeteksian yang dapat menjadi “Warning Sign”. Yang ditest dengan alat ini adalah tingkat keasaman (pH), test ini cukup akurat, sebab pada umumnya apabila seseorang wanita terkena infeksi, myom, kista bahkan kanker serviks, kadar pHnya tinggi. Dengan begitu maka melalui test ini paling tidak wanita dapat mengetahui kondisi vagina mereka secara kasar (Sukaca, 2009:105). 5) Biopsi Jika sel-sel abnormal ditemukan dalam tes pap smear, dokter mungkin akan melakukan biopsi. Suatu jaringan sampel dipotong dari leher rahim kemudian dilihat di bawah mikroskop oleh patolog untuk memeriksa tanda-tanda kanker (Wijaya, 2010:90).
2. Deteksi Dini a. Pengertian Deteksi dini kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat, benar-benar sehat dengan tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan (Rasjidi, 2009:5). Deteksi dini adalah upaya pencegahan utama bagi perempuan yang tidak memiliki gejala kanker serviks dan sudah terbukti sangat efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian dalam beberapa dekade terakhir (Sukaca, 2009:87). b.
Tujuan deteksi dini Deteksi dini bertujuan untuk menemukan adanya dini, yaitu kanker yang masih dapat disembuhkan, untuk mengurangi mordibitas dan mortalita kanker (Rasjidi, 2009:4).
c. Dasar-dasar Mengadakan Deteksi Dini Deteksi kanker didaarkan atas kenyataan-kenyataan berikut : a)
Perjalanan penyakit kanker umumnya mulai dari kanker in situ atau kanker lokal dalam taraf seluler atau organ. Fase kanker lokal umumnya cukup lama sebelum mengadakan invasi keluar organ atau sebelum mengadakan metastase.
b)
Banyak kasus kanker yang timbul dari tumor atau lesi pra kanker yang telah lama ada.
c)
Lebih dari 75% kasus kanker terdapat pada organ atau tempattempat yang mudah diperiksa sehingga mudah dapat ditemukan.
d)
Penderita kanker umumnya
baru datang kedokter setelah
penyakitnya sudah stadium lanjut. e)
Hasil pengobatan kanker dini jauh lebih baik dari lanjut. Kanker dini dapat disembuhkan dan kanker lanjut sukar atau tidak dapat disembuhkan lagi. Makin dini kanker itu dapat ditemukan dan diobati makin baik prognosenya. Pengobatan tumor dan lesi pra kanker, mencegah timbulnya kanker, dan ini merupakan prevensi primer terhadap kanker.
f)
Penyembuhan kanker secara spontan hampir tidak pernah terjadi (Rasjidi, 2009:4-5).
d. Syarat-syarat Skrining 1) Test cukup sensitive dan spesifik 2) Test dapat diterima oleh masyarakat, aman, tidak berbahaya, murah, dan sederhana. 3) Penyakit atau masalah yang akan discreening merupakan masalah yang cukup serius, prevalensi tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat. 4) Kebijakan intervensi atau pengobatan yang
akan dilakukan setelah
dilaksanakan screening harus jelas (Romauli, 2012:148). Yang perlu diperhatikan pada saat melakukan skrining :
1. Populasi yang diskrining harus ditentukan. 2. Gejala dini dan faktor resiko dari masalah atau penyakit yang akan diskrining harus diketahui terlebih dahulu. 3. Metode dari test atau pemeriksaan skrining tersebut harus jelas (Rasjidi, 2009:5). e. .Macam-macam Skrining Ada bermacam-macam skrining, yaitu : a) Skrining kasus (case-finding) Adalah suatu skrining untuk menentukan adanya suatu penyakit dan kemudian memberi pengobatannya. Penemuan kasus ini ditujukan terhadap individu, yang membedakannya dengan survai epidemiologi. Pada survai epidemiologi tujuan utama ialah menentukan prevalensi, insidens atau perjalanan penyakit secara alamiah (Rasjidi, 2009:6). b) Skrining selektif (selective screening) Skrining selektif adalah skrining pada golongan penduduk yang mempunyai resiko tinggi mendapat kanker (Sukaca, 2009). c) Skrining masa (mass screening) Skrining adalah pemeriksaan seluruh penduduk pada golongan umur tertentu, dalam suatu wilayah tertentu dan dalam waktu yang tertentu untuk mencari kanker dini. Skrining kanker itu memerlukan banyak biaya, tenaga dan hanya dapat dikerjakan pada beberapa jenis kanker tertentu saja (Rasjidi,2009). d) Skrining multipel (multiple screening)
Skrining multipel adalah skrining untuk satu atau lebih jenis kanker pada segolongan penduduk. Skrining multipel ini jangan dikacaukan dengan “multi-step- acreeninl” yaitu skrining pada individu yang sama untuk suatu penyakit yang sama oleh 2 atau lebih ahli yang berbeda tingkatannya (Sukaca, 2009). f. .Cara-cara skrining 1. Pemeriksaan klinik Dikerjakan pemeriksaan klinis secara cepat pada satu atau lebih organ tubuh. Di sini tidak perlu dikerjakan pemeriksaan klinik secara lengkap (Rasjidi, 2009). 2. Sitologi Pemeriksaan sitologi dari sel-sel yang terlepas secara alamiah (exfoliasi) atau dilepaskan dari permukaan tubuh, dengan cara hapusan, gosokan,korekan, dsb. Seperti kulit, bronchus, lambung, uterus, serviks, atau dari sekedar tubuh (Sukaca, 2009). 3. Test biokimia atau immunologi Beberapa jenis kanker menghasilkan protein, enzym, metabolit, antibodi, dsb, yang akan merupakan petanda adanya kanker (marker) yang dapat dideteksi dalam darah atau kencing, seperti : (1) Alfa Feto Protein (AFP) (2) Carcino Embryonic Antigen (CEA) (3) Human Chrorionic Gonadotropin (HCG) (4) CA 125
4. Pemeriksaan radiografi Beberapa lesi yang terdapat dalam tubuh dapat dengan mudah dilihat pada X-foto, seperti mamografi untuk kanker payudara (Rasjidi, 2009). 3.Test Skrining Kanker Test skrining kanker adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi target kanker spesifik, dan bisa terdiri dari modalitas tunggal maupun kombinasi dari berbagai tes. Contoh tes skrining adalah pemeriksaan laboratorium darah atau cairan tubuh, pemeriksaan fisik, prosedur invasif dan pencitraan (Rasjidi, 2009:7). 1) Individu Yang Di Skrining Individu yang diskrining seringkali secara tidak tepat disebut pasien. Skrining melibatkan pemeriksaan orang-orang yang asimptomatis. Individu yang diskrining tidak menjadi pasien sampai pemeriksaan skriningnya
abnormal.
Jadi,
individu
yang
diskrining
sebaiknya
diidentifikasi sebagai “orang/subjek” dari pada pasien (Rasjidi, 2009:8). 2) Populasi Target Populasi
target
dari
suatu
strategi
skrining
menentukan
karakteristik individu yang tepat untuk menjalani pemeriksaan skrining. Karakteristik populasi target yang umum antara lain, jenis kelamin, riwayat keluarga, faktor resiko yang spesifik, daerah geografis kelahiran atau tempat tinggal, ras/etnis dan umur (Rasjidi, 2009:8).
3) Diagnosis Skrining bukanlah diagnosis. Pemeriksaan skrining kanker dapat mengidentifikasi individu asimptomatis yang memiliki kemungkinan tinggi terkena kanker. Individu yang diskrining dibagi menjadi dua : yang hasil tesnya normal (kemungkinan tinggi tidak terkena kanker) dan yang hasilnya tesnya abnormal (kemungkinan tinggi terkena kanker). Beberapa individu yang hasil skriningnya normal, kanker dapat terdeteksi melalui tes diagnostik melalui biobsi (tes skrining false negatif). Semua individu yang skriningnya abnormal membutuhkan evaluasi diagnostik. Sebagian individu yang hasilnya abnormal, tetapi evaluasi diagnostik tidak menunjukkan adanya kanker disebut tes skrining false positi (Rasjidi, 2009:8). 4) Evektifitas Evektifitas skrining kanker ditentukan untuk memastikan dengan outcome untuk memastikan apakah keuntungannya melebihi bahaya yang ditimbulkan, dna apakah keduanya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Outcome dan evektifitas populasi yang diskrining harus dibandingkan dengan grup yang tidak diskrining (Rasjidi, 2009:8). 5) Evektifitas biaya Idealnya biaya total program skrining (biaya total, evaluasi diagnostik, biaya terapi kanker, nilai yang hilang dalam setahun karena kematian) harus kurang dari biaya total grup yang tidak diskrining
(evaluasi diagnostik, biaya terapi kanker, nilai yang hilang dalam setahun karena kematian) (Rasjidi, 2009:9). Tabel 1.1 Kebijakan Pemerintah Mengenai Program Skrining Yang Bermanfaat. Karakteristik Penyakit a. b. c. d. e.
Morbiditas, mortalitas, biaya tinggi. Prevalensi dan insidensi tinggi. Riwayat alam dan biologi yang diketahui. Fase preklinik dengan prevalensi tinggi. Pengobatan yang efektif pada stadium awal.
Karakteristik Dari Tes Skrining a. b. c.
Dapat mendeteksi penyakit pada fase preklinik. Efektif (sensitif dan spesifik). Aman
d.
Mudah, tidak mahal.
e.
Dapat diterima oleh individu.
(Rasjidi, 2009:9).
Penyakit yang dipertimbangkan untuk skrining seharusnya memiliki prevalendi dan insidensi yang tinggi dan seharusnya memiliki akibat klinis yang serius diukur dari mortalitas, morbiditas dan biaya. Riwayat alam dan biologi seharusnya diketahui. Idealnya, kanker seharuanya muncul dalam jangka waktu lama pada fase preklinik yang disetujui untuk dilakukan skrining, dan fase preklinik seharusnya memiliki angka prevalensi yang tinggi pada populasi skrining. Penyakit seharusnya memiliki pengobatan yang efektif pada fase awal, dan pengobatan ini lebih efektif dari pada pengobatan fase akhir. Bila penyakit tidak memiliki pengobatan yang efektif atau apabila pengobatan pada stadium awal tidak lebih baik dari pada stadium lanjut, skrining menjadi suatu masalah jika konseling tidak menunjukkan manfaat (Rasjidi, 2009:10). Skrining tes yang efektif harus mampu mendeteksi kanker pada stadium awal dengan sensitifitas, spesifitas , dan nilai prediktif yang bisa diterima. Tes ini harus aman ; individu skrining adalah asimptomatik dan seharusnya tidak
mengalami komplikasi dari pemeriksaan skrining. Untuk bisa diterapkan dalam populasi yang luas, tes skrining harus sederhana tidak mahal, dan mudah di jangkau (Rasjidi, 2009:11). Hasil sebagai ukuran yang terpenting dari keefektifan sebuah strategi skrining adalah gambaran angka mortalitas populasi yang diskrining yang secara signifikan lebih rendah dari pada populasi yang tidak di skrining. Keuntungan yang diharapkan dari skrining adalah angka mortalitas yang lebih rendah, penurunan angka morbiditas, dan biaya kesehatan yang lebih rendah (Rasjidi, 2009:11). Keuntungan lainnya adalah meningkatkan umur dan kualitas hidup seiring dengan berkurangnya nyeri, kecemasan, dan ketikmampuan. Keuntungan yang diharapkan ini diperoleh dari hasil tes skrining yang true positif. Meskipun bukan keuntungan yang menjadikan program skrining yang menjadi efektif, hasil skrining yang true negatif juga menyediakan jaminan bahwa kanker tidak berkembang (Rasjidi, 2009:12). Bahaya dari skrining berkaitan dengan tes itu sendiri atau hasil dari tes itu. Yang berkaitan dengan tes adalah biaya, waktu yang tidak tenang, kecemasan, dan ketidaknyamanan. Tambahan potensional (komplikasi) berhubungan dengan tes skrining yang invatif. Bahaya yang muncul berkaitan dengan hasil yang berhubungan dengan tes false positif dan false negatif. Keuntungan potensial dari skrining harus melebihi resiko potensial karena bahaya pada individu yang asimptomatik tidak dipertimbangkan dengan jelas. Tes false positif dapat menimbulkan kecemasan, dan membutuhkan evaluasi diagnostik, dengan biaya
tambahan, resiko potensial, dan efek samping. Tes false negatif menyebabkan rasa aman yang palsu. Tanda dan gejala klinik dari kanker yang subsekuen dapat keliru karena tes skrining negatif, menyebabkan keterlambatan deteksi dikemudian hari (Rasjidi, 2009:12). Riwayat alamiah penyakit 1. Memberikan dasar pada perencanaan intervensi, karena penyakit berkembang mengikuti perjalanan riwayat alamiah penyakit disertai dengan perubahanperubahan patologis yang sulit untuk kembali ke normal bila tanpa pencegahan. 2. Tujuan utama pencegahan : mengembalikan proses patologis ke arah normal sedini mungkin pencegahan terhadap kerusakan lebih 3. Terdapat 2 periode : a. Prepathogenesis -
Susceptibility
-
Adaptation
b. Pathogenesis -
Early Diagnosis
-
Clinic
(Rasjidi, 2009:13).
lanjut.
4. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 1. Definisi Tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim (Rasjidi, 2010:203). IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada kanker serviks (Wijaya, 2010:82). 2. Tujuan IVA test Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim (Nugroho, 2010). 3. Keuntungan IVA test Keuntungan IVA test adalah: Mudah, praktis, dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan, alat-alat yang dibutuhkan sederhana, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana (Nugroho, 2010).
4. Indikasi IVA test Skrining kanker mulut rahim (Rasjidi, 2010:204). 5. Kontra Indikasi IVA test Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspikulo (Rasjidi, 2008:49). 6. Persiapan dan Syarat IVA test Persiapan alat dan bahan, sebagai berikut : a. Sabun dan air untuk cuci tangan b. Lampu yang terang untuk melihat serviks c. Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi d. Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkat tinggi e. Meja ginekologi f. Lidi kapas g. Asam asetat 3-5% atau anggur putih h. Larutan iodium lugol i.
Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrumen dan sarung tangan
j.
Format pencatatan (Rasjidi, 2008:50). Persiapan tindakan, sebagai berikut :
a. Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan apa artinya hasil tes positif. Yakinlah bahwa pasien telah memahami dan menandatangani informed consent.
b. Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagina, serviks, dan forniks (Rasjidi, 2010:204). 7. Alat Untuk Melakukan test IVA test Alat untuk melakukan test IVA adalah, sebagai berikut : a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi. b. Meja atau tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi. c. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks. d. Spekulum vagina e. Asam asetat (3-5%) f. Swab atau lidi kapas g. Sarung tangan (Sukaca, 2009:100). 8. Tekhnik atau Prosedur IVA test a. Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks b. Gunakan lidi kapas untuk membersihkan darah, mukus, dan kotoran lain pada serviks c. Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area disekitarnya. d. Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatikan dengan cermat daerah disekitar zona transformasi. e. Lihat dengan cermat SCJ dan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat bila serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaque warna putih dan tebal atau
epitel acetowhite bila menggunakan larutan lugol. Bersihkan segala daran dan debris pada saat pemeriksaan. f. Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi kapas atau kasa bersih. g. Lepaskan spekulum dengan hati-hati. h. Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan (Rasjidi, 2008:50). 9. Cara penggunaan IVA test Cara penggunaan IVA test adalah, sebagai berikut : a. IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada permukaan mulut rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih. b. Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif. Maka jika hal itu terjadi maka dapat dilakukan biopsi. c. Untuk mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan d. Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di puskesmas atau di tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih ekonomis (Aminati, 2013:99). 10. Kategori Pemeriksaan IVA test Ada beberepa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah, sebagai berikut : a. Iva negatif, maka akan menunjukkan leher rahim normal. b. Iva radang, adalah serviks dengan radang (servisitis) atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
c. Iva positif, adalah ditemukannya bercak putih inilah gejala pra kanker. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA. Sebab temuan ini mempengaruhi pada diagnosis serviks pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ). d. Iva kanker serviks, pada tahap ini pun sangat sulit untuk menurunkan temuan stadium kanker serviks. Walaupun begitu akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA) (Sukaca, 2009:101). 11. Orang-orang yang dirujuk untuk test IVA Jika hasilnya adalah positif maka pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan dengan pap smear di laboratorium atau dokter ahli kandungan. Orang-orang yang dirujuk untuk test IVA adalah, sebagai berikut : a. Setiap wanita yang sudah atau pernah menikah b. Wanita yang beresiko tinggi terkena kanker serviks, seperti perokok, menikah muda, sering bergonta-ganti pasangan. c. Memiliki banyak anak d. Mengidap penyakit infeksi menular seksual (Aminati, 2013:100). 12. Tempat Pelayanan IVA test IVA
test
bisa
dilakukan
ditempat-tempat
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya: Perawat terlatih, Bidan, Dokter Umum, dan Dokter spesialis obsgyn (Samadi Priyanto, 2010).
5. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003 : 11). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya. Pengetahuan sangat berbeda dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak, 2011). b. Manfaat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan ( over behaviour ). Pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2003 :12). Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul. 3) Evalution (menimbang- nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. 5) Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. c. Tingkat Pengetahuan Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu : 1) Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang sebelumnya. Ukuran seseorang
telah dipelajari
itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan (Sunaryo, 2004). 2) Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan (Notoatmodjo, 2010).
3) Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukumhukum, rumus, metode dalam situasi nyata (Sunaryo, 2004). 4) Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian- bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi (Nursalam, 2008) 5) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemamapuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan dan menyasuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada (Nursalam, 2008) 6)
Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan criteria yang telah ada atau disusun sendiri (Notoatmodjo, 2010).
d.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan, sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pengetahuannya (Arikunto, 2005). 2) Umur Bertambahnya umur seseorang dapat mempengaruhi pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur- umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Arikunto, 2005). 3) Budaya Budaya di masyarakat akan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Budaya merupakan sikap dan kepercayaan masyarakat disituasi daerah. Jadi apabila suatu daerah mempunyai budaya yang bernilai positif maka pengetahuan masyarakat juga akan ikut baik (Nursalam, 2009). 4) Sosial Ekonomi Sosial ekonomi seseorang atau masyarakat sangat berpengaruh terhadap pengetahuan. Masyarakat yang sosial ekonominya rendah biasanya tingkat pengetahuannya juga masih kurang atau rendah (nursalam, 2009). 5) Lingkungan Lingkungan sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
Lingkungan biasanya terdiri dari keluarga atau teman serta tetangga yang sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam menentukan perilaku. Karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Arikunto, 2005).
d. Cara mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan ( Notoatmodjo, 2003 ). Menurut arikunto (2006) , yaitu : 1) Pengetahuan baik, responden berpengetahuan 76% - 100% 2) Pengetahuan cukup, responden berpengetahuan 56% - 75% 3) Pengetahuan kurang, responden berpengetahuan = 56% 6. Sikap a. Pengertian Sikap adalah Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik,dansebagainya) (Notoatmodjo, 2009). Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang menjadi objek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap tanpa objek. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai-nilai, dan lain-lain (Azwar, 2007). Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari – hari adalah merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap sutu stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindaka atau perilaku (Mubarok,2007). Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain : a) Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas (Azwar, 2009:30). b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Seseorang yang dianggap kita penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukkan sikap kita terhadap sesuatu (Azwar, 2009:32). c) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya (Wawan, 2011:36). d) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau surat media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruh oleh sikap penulisannya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya (Wawan, 2011:36). e) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalu pada gilirannya konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal yang mempengaruhi sikap (Azwar, 2009:36). f) Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2005). c. Cara pengukuran sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003:37).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan ha-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable (Azwar, 2005:37). 7. Wanita Pekerja Seksual a. Pengertian Pengertian Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk uang. Pekerjaan ini selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit menular akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom (Hariadhi, 2010:58). Pekerjaan Seks Komersial (PSK) atau wanita tuna susila atau yang disebut juga pelacur adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul. Pelacur atau prostitusi adalah peristiwa penjualan diri dengan jalan menjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan napsu seks dengan imbalan atau bayaran (Romauli, 2012:70). b. Penyebab Berlangsungnya perubahan- perubahan social yang serba cepat dan perkembangannya yng tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidak mampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan
timbulnya
disharmoni,
konflik-konflik
eksternal
dan
internal
disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi,
juga
sehingga
memudahkan individu menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku (Romauli, 2012:71). Beberapa faktor penyebab timbulnya pelacuran antara lain : 1) Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, juga tidak adanya larangan-larangan terhadap orang-orang yang melakukan pelacuran. 2) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan. 3) Memberontak terhadap otoritas orang tua. 4) Adanya kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dapatdipuaskan oleh pihak suami, misalnya karena suami impoten. 5) Ajakan teman- teman sekampung atau sekota yang sudah terjun lebih dahulu dalam dunia pelacuran (Romauli, 2012:71).
B. Kerangka Teori
Faktor Internal : a. Pengalaman pribadi b. Faktor emosional
Pengetahuan : a. b. c. d. e.
Pendidikan Umur Budaya Social ekonomi lingkungan
Faktor Eksternal : a. Pengaruh orang lain b. Media massa c. Lembaga pendidikan agama
Bagan 2.1 Kerangka Teori Wawan dan Dewi 2010
Sikap Tentang Pemeriksaan IVA test pada Wanita Pekerja Seks