BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Narkoba 1.1.1 Pengertian Narkoba Narkoba adalah senyawa kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku seseorang jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya. Berdasarkan bahan yang dikandungnya, narkoba dibagi menjadi 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (Jayati, 2010). Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika menyatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu golongan I, golongan II, dan golongan III. Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat
8
9
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Jayati, 2010) Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1977 mengenai Psikotropika menyatakan bahwa psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Psikotropika terbagi menjadi empat golongan. Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu – sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin). Golongan II merupakan psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam. Sedangkan, psikotropika golongan IV ialah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Wardani, 2011) Bahan adiktif adalah obat serta bahan – bahan aktif yang apabila dikonsumsi dapat menyebabkan menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus– menerus yang jika dihentikan dapat memberi efek lelah atau rasa sakit. Bahan adiktif merupakan zat yang bukan narkotika dan psikotropika tetapi menimbulkan ketagihan. Contohnya seperti : rokok, miras/ minuman keras (alkohol), thiner dll (Jayati, 2011).
10
Pemakaian narkoba secara umum yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasarkan efek yang ditimbulkan, narkoba dibedakan menjadi 3, yaitu depresan, halusinogen, dan stimulan. Depresan yaitu zat yang menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur serta tidak sadarkan diri. Jika seseorang menggunakan narkoba jenis depresan ini dengan dosis yang berlebih dapat mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Stimulan yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis narkoba stimulan antara lain kafein, kokain, amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi. Halusinogen zat yang memilik efek utamanya untuk mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Narkoba jenis halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Yang sering digunakan adalah marijuana atau ganja (Utomo, 2007) 1.1.2 Dampak Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan narkoba sangat memberikan efek yang tidak baik dimana bisa mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang berakibat pada ketergantungan. Hal tersebut karena penggunaan narkoba memiliki sifat-sifat, seperti keinginan yang tidak tertahankan (an over powering desire) terhadap zat yang ia inginkan. Kemudian, pecandu narkoba juga memiliki kecendrungan untuk menambahkan takaran atau dosis dengan toleransi tubuh. Sifat yang ketiga adalah narkoba dapat menyebabkan ketergantungan psikologis dimana narkoba jika pemakaiannya dihentikan akan menimbilkan gejala-gejaa kejiwaan, seperti, kegelisahan, kecemasan, depresi, dan
11
sejenisnya. Sifat yang keempat adalah ketergantunga fisik dimana pemakaian narkoba jika diberhentikan dapat menimbulkan gejala fisik (Sholihah, 2015). Penggunaan narkoba yang salah dapat menyebabkan ketergantungan bagi seseorang. UU No. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa ketergantungan narkoba adalah kondisi yang ditandai dengan dorongan untuk menggunakan narkoba secara terus menerus dan dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Ketergantungan atau kecanduan tersebutlah yang
dapat menimbulkan gangguan fisik dan psikologis karena
terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat dan organ tubuh seperti jantung, paruparu, dna ginjal. Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai, dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat dari 3 aspek yakni pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang 1. Dampak Fisik Penggunaan narkoba yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai gangguan. Gejala seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, dan kerusakan syaraf tepi merupakan tanda seseorang mengalami gangguan syaraf. Selain itu, narkoba juga dapat menyebabkan gangguan di berbagai organ seperti, jantung, paru-paru, dan organ reproduksi. Kulit dan hormon seseorang pecandu juga dapat mengalami gangguan. Hal yang paling parah adalah narkoba dapat menyebabkan over dosis hingga kematian.
12
2. Dampak Psikis Seorang pecandu juga dapat dilihat dari perubahan psikisnya yang berubah. Adapun dampak psikis yang disebabkan oleh narkoba adalah lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang, gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal,
penuh
curiga,
agresif,
tingkah
laku
yang
brutal,
sulit
berkonsentrasi, perasaan kesal, tertekan, sampai tindakan ingin bunuh diri. 3. Dampak Sosial Dampak narkoba lainnya adalah dampak sosial. Penggunaan narkoba yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan mental, anti-sosial, dan dikucilkan oleh lingkungan (Utomo, 2007) 2.2 Teori Perilaku Snehandu B. Karr Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Karr (1980) berdasarkan analisisnya terhadap niatan orang yang bertindak atau berperilaku. Karr mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari berbagai faktor. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor yang pertama adalah adanya niatan seseorang (behaviour intention) untuk bertindak dengan objek atau stimulus dari luar. Kemudian faktor kedua adalah adanya dukungan masyarakat sekitar (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi masyarakat sekitarnya. Faktor ketiga ialah terjangkaunya informasi (acccessibility of information) adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Kemudian, faktor keempat ialah adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan. Dan, faktor yang terakhir adalah adanya aksi atau situasi yang memungkinkan (action situation)
13
untuk bertindak atau tidak, yakni untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat 2.3 Relapse pada Pengguna Narkoba 2.3.1 Pengertian Relapse Relapse sering disebut juga kambuh kembali. Secara operasional, relapse merupakan penggunaan kembali obat-obatan, khususnya narkoba dalam jangka waktu tertentu setelah menyelasaikan pengobatan atau rehabilitasi (Chong dan Lopez, 2007). Berdasarkan teori perubahan perilaku Stage of Chage Theory juga menyatakan bahwa relapse atau tahap kambuh merupakan perubahan perilaku seseorang kembali pada perilaku yang beresiko atau kurang aman yang dilakukan sebelumnya. 2.3.2 Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Relapse pada Pecandu Narkoba Pada dasarnya relapse merupakan sebuah perilaku seorang pecandu. Perilaku relapse dapat terjadi akibat beberapa faktor. Banyak penelitian sebelumnya yang sudah meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi relapse. Faktor yang dapat menyebabkan relapse adalah keadaan emosional interpersonal yang negatif (seperti, bosan, marah, kecewa, dan sedih), tekanan atau konflik sosial seperti keluarga, pengaruh teman sebaya, dan kondisi lingkungan yang terjadi (Larrymer dkk, 2007). Penelitian-penelitian sebelumnya telah meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya relaps. Adapun faktor yang melatarbelakangi rrelapse adalah: 1. Niat (behaviour intention) Narkoba dapat membuat penggunanya untuk memiliki keinginan menggunaakan narkoba kembali (craving). Keinginan seseorang untuk pulih dari narkoba mencapai 100% namun perasaan orang untuk kembali
14
menggunakan narkoba mencapai 95%, sehingga kemungkinan seseorang untuk pulih hanya sebesar 5% (Fitrianti dkk, 2011). Maka dari itu diperlukan niat yang besar agar berhenti dari narkoba. Niat merupakan tendensi seseorang ketika orang tersebut berusaha melakukan suatu sikap secara speseifik (Warmanto & Theno, 2008). Berdasarkan penelitian Irwan pada tahun 2015 menyatakan bahwa niat dari dalam diri merupakan faktor internal yang paling kuat yang menyebabkan orang menjadi relaps atau sembuh. Sejalan dengan Irwan, Penelitian Rosemary (2013) yang meneliti motivasi mahasiswa di Banda Aceh untuk berhenti merokok juga menyatakan bahwa niat dan kemauan diri yang kuat untuk berhenti adalah faktor utama keberhasilan meninggalkan ketergantungan akan rokok. Niat yang kuat dapat menyebabkan seseorang untuk tidak kembali lagi menggunakan rokok atau bahan adiktif berbahaya lainnya. 2. Dukungan sosial (social support) Dukungan sosial secara umum mengacu pada bantuan yang diberikan pada seseorang oleh orang-orang yang berarti baginya seperti keluarga dan teman-teman (Nurmalasari, 2006). Penelitian bermetode mix methode yang dilakukan Rahman dkk (2008) menyatakan bahwa dukungan sosial dari keluarga dan teman sebaya dapat mempengaruhi relapse dan kesembuhan pecandu narkoba. Penelitian yang sejenis dari Ardini dan Hendriani (2013) yang meneliti proses berhenti merokok pada usia dewasa awal, dukungan keluarga dan teman sangat dibutuhkan sebagian besar pecandu rokok yang ingin berhenti merokok. Berdasarkan hal tersebut, dukungan keluarga dan teman sekitar mempengaruhi seorang pecandu untuk menjadi relapse atau tidak.
15
3. Akses terhadap informasi (accessibility of information) Akses terhadap informasi merupakan salah satu faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya pengambilan keputusan atau perilaku pada individu. Tam dkk (2012) mengungkapkan bahwa adanya ketersediaan informasi mengenai narkoba dan kemudahan akses memperolehnya merupakan salah satu faktor yang meningkatkan penyalahgunaan narkoba dalam beberapa tahun belakangan ini. Sejalan dengan hal tersebut, maka terjadinya relapse pada penyalahguna narkoba dapat disebabkan oleh adanya akses informasi yang memadai mengenai ketersediaan narkoba yang akan memicu terjadinya penggunaan narkoba kembali (relapse). Tam dkk (2012) juga berpendapat bahwa terjangkaunya informasi melalui kemajuan teknologi seperti internet saat ini menyebabkan kemudahan transaksi untuk menjual dan memperoleh narkoba. Adanya internet mendukung penyebaran informasi mengenai narkoba seperti beberapa kasus menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba dapat membuat informasi melalui website atau blog mereka terkait pengalaman positif penggunaan narkoba, cara memperoleh narkoba, serta kesenangan yang akan diperoleh dari memakai narkoba. Selain itu, kasus yang pernah terjadi di Malaysia menunjukkan bahwa terjangkaunya informasi terkait penjualan narkoba ilegal melalui facebook dan jaringan media sosial lainnya semakin meningkatkan akses untuk memperoleh narkoba. Hal tersebut cukup memberikan gambaran bahwa keterjangkauan informasi terkait akses narkoba justru akan memicu meningkatnya penyalahguna narkoba dan kemungkinan terjadinya relapse.
16
4. Kebebasan pribadi (personal auotonomy) Kebebasan pribadi (personal autonomy) merupakan otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan. Pengambilan keputusan atas dasar kebebasan pribadi tersebut dilakukan individu tanpa adanya intervensi yang kuat dari orang-orang sekitarnya karena pada dasarnya keputusan yang diambil merupakan wujud dari niat atau keinginan individu. Berkaitan dengan terjadinya penyalahgunaan narkoba atau relapse, maka pengambilan keputusan untuk menggunakan narkoba dilakukan individu tanpa adanya intervensi atau larangan yang kuat dari orang-orang sekitarnya. Kebebasan pribadi dalam memutuskan untuk menggunakan narkoba lebih banyak dimiliki oleh individu yang cenderung memiliki hubungan dan komunikasi yang kurang baik dengan orang sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya interaksi dengan orang-orang sekitar akan membentuk persepsi individu bahwa dia berhak menentukan keputusannya sendiri. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian mengenai hubungan interaksi keluarga dengan pengunaan narkoba pada remaja. Adanya penerapan disiplin dalam keluarga, komunikasi, dan monitoring orang tua sangat berpengaruh dalam menurunkan kebebasan pribadi remaja sehingga menurunkan kemungkinan remaja untuk mencoba narkoba (Frisher dkk, 2007). 5. Aksi dan situasi (action situation) Hal yang juga sangat berpengaruh adalah aksi dan situasi sekitar pecandu narkoba. Berdasarkan penelitian Ismail di Makassar pada tahun 2014 menyatakan bahwa lingkungan yaang buruk berpengaruh besar
17
terhadap kekambuhan pecandu putaw. Penelitian Sharma dkk (2012) yang meneliti faktor yang mempengaruhi terjadinya relapse pada pecandu narkoba di India juga menyatakan memiliki keluarga pecandu memiliki pengaruh bermakna (p<0,01) pada kejadian relapse pada pecandu narkoba. Selain pengaruh keluarga, pengaruh sosial ekonomi pecandu juga dapat menjadi faktor yang melatrabelakangi terjadinya relapse. Sharma dkk juga menyatakan status sosial ekonomi memiliki pengaruh bermakna (p<0,001).