ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Karies Karies gigi merupakan penyakit kronis yang mempengaruhi sejumlah
besar populasi. Proses karies mempengaruhi mineralisasi gigi, enamel, dentin, dan sementum, serta disebabkan oleh mikroorganisme pada fermentasi karbohidrat dalam makanan (Samarrai, 2012, p. 1). Suatu karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri. Selain faktor penyebab yang langsung berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor resiko, seperti usia, jenis kelamin,
gangguan
emosi,
pengetahuan,
kesadaran
dan
perilaku
yang
berhubungan dengan kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang menyebabkan karies, cara makan dan minum serta cara membersihkan gigi (Samarrai, 2012, p. 1).
2.1.1
Etiologi Karies Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan
rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung xx
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Decker, 2003, p.882). 1.
Host a. Gigi Struktur enamel, dentin dan akar gigi sangat penting untuk diketahui. Pada beberapa area gigi tersebut rentan mengalami karies karena adanya perbedaan komposisi mineral. Selain itu, topografi gigi juga memegang peran penting dalam terbentuknya karies melalui perlekatan plak pada daerah tersebut (Baum,1997, p.). b. Saliva Saliva memainkan peran penting dalam pemeliharaan kesehatan oral dan menciptakan keseimbangan ekologi yang tepat. Saliva mengandung elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat, immunoglobulin, protein, enzim, mucin, urea dan ammonia. Komponen- komponen ini memodulasi: perlekatan bakteri pada oral plaque biofilm,
pH dan kapasitas buffer saliva, sifat antibakterial,
demineralisasi dan remineralisasi gigi. Kemampuan saliva untuk menyebabkan perkembangan karies gigi tergantung dari kuantitas dan komposisi dari sekresi saliva. pH saliva bisa asam atau basa dan kapasitas buffer menstabilkan pH saliva. Ketika kapasitas buffer menurun, maka pH saliva akan berubah menurun. pH yang menurun (menjadi asam) menyebabkan bakteri kariogenik tumbuh pesat sehingga terjadi proses demineralisasi (Hurlbutt, 2010, p.12; Hicks, 2003, p. 48).
xxi
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.
Bakteri Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak
berbeda-beda.Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti streptococcus mutans, streptococcus sanguis, streptococcus mitis dan streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya lactobacillus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Akumulasi plak menyebabkan mikroorganisme tersebut menghasilkan asam- asam pada permukaan gigi yang dapat mengeluarkan ion kalsium dan fosfat dari dalam kristal hidroksiapatit (mineral pembentuk enamel dan dentin) sehingga terjadi proses demineralisasi (Decker, 2003, p.882; Hicks, 2003, p. 51). 3.
Diet makanan Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, diet makanan dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval waktu makan. Anak yang berisiko karies tinggi xxii
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan (Angela, 2005, p.132). 4.
Waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
Gambar 2.1 Skema karies sebagai penyakit multifaktorial (annonymus, 2002).
2.1.2 Patogenesis Komponen mineral pada enamel, dentin dan sementum adalah hidroksiapatit yang memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Pertukaran ion mineral antara permukaan gigi dengan biofilm oral selalu terjadi setiap kali saat makan dan minum. Dalam keadaan normal, hidroksiapatit berada dalam kondisi seimbang dengan saliva yang tersaturasi oleh ion Ca2+ dan PO43-. Hidroksiapatit akan reaktif terhadap ion- ion hidrogen pada pH ≤ 5,5 yang merupakan pH kritis bagi hidroksiapatit. Pada kondisi pH kritis tersebut, ion H+ akan bereaksi dengan ion PO43- dalam saliva. Proses ini akan merubah PO43- menjadi HPO42-. HPO42xxiii
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang terbentuk kemudian akan mengganggu keseimbangan normal hidroksiapatit dengan saliva, sehingga kristal hidroksiapatit pada gigi akan larut. Proses ini disebut demineralisasi (Featherstone, 2008, p. 877). Proses
demineralisasi
dapat
berubah
kembali
atau
mengalami
remineralisasi apabila pH ternetralisir dan dalam lingkungan tersebut terdapat ion Ca2+ dan PO43- yang mencukupi. Ion- ion Ca2+ dan PO43- yang terdapat dalam saliva dapat menghambat proses disolusi kristal – kristal hidroksiapatit. Interaksi ini akan semakin meningkat dengan adanya ion flour yang dapat membentuk flourapatit. Flourapatit memiliki pH kritis 4,5 sehingga bersifat lebih tahan terhadap asam (Featherstone, 2008, p. 877). 2.1.3
Resiko Karies Menurut Hausen et al, risiko karies adalah peluang seseorang untuk
mempunyai beberapa lesi karies selama kurun waktu tertentu.
Tabel 2.1 Penilaian risiko karies menurut American Academy of Pediatrics Dentistry (Ami, 2005). Indikator risiko karies
Kondisi klinis
Resiko rendah
Resiko sedang
Resiko Tinggi
− Terdapat satu area − Tidak ada gigi yang demineralisasi karies enamel (karies enamel selama 24 bulan white spot terakhir lesion) − Tidak ada demineralisasi − Ada karies selama 24 enamel (karies enamel bulan terakhir white spot lesion) − Tidak dijumpai − Gingivitis
− Terdapat satu area demineralisasi enamel (karies enamel white spot lesion) − Secara radiografi dijumpai karies enamel − Dijumpai plak pada gigi anterior − Ada karies selama
xxiv
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
plak, tidak gingivitis
ada
− Keadaan optimal dari penggunaan fluor secara sistemik dan topikal − Mengkonsumsi sedikit gula atau makanan yang Karakteristik berkaitan lingkungan erat dengan permulaan karies terutama pada saat makan − Status sosial ekonomi yang tinggi − Kunjungan berkala ke dokter gigi secara teratur Keadaan kesehatan umum
2.2
− Keadaan yang suboptimal pengguna fluor secara sistemik dan optimal pada penggunaan topikal aplikasi − Sekali-sekali (satu atau dua) di antara waktu makan terkena gula simpel atau makanan yang sangat berkaitan terjadinya karies
12 bulan − Banyak jumlah S. mutans − Menggunakan alat ortodonti − Penggunaan topikal fluor yang suboptimal
− Sering memakan gula atau makanan yang sangat berhubungan dengan karies di antara waktu makan
− Status sosial − Status sosial ekonomi ekonomi yang menengah rendah − Kunjungan berkala ke − Karies aktif pada ibu dokter gigi − Jarang ke dokter gigi tidak teratur − Anak-anak dengan membutuhkan pelayanan kesehatan khusus − Kondisi yang mempengaruhi aliran saliva
Obat Kumur Obat kumur memberikan formula yang sangat sederhana. Obat kumur
biasanya dicampur dengan komponen aktif dalam air dan alkohol, dengan tambahan surfaktan dan perasa. Kebanyakan obat kumur mengandung agen antimikrobial yang cocok dengan formulanya (Fejerskov and Kidd, 2003, p. 270).
2.2.1 Chlohexidine xxv
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chlorhexidine glukonat adalah kationik bis-guanide dengan aktivitas antimikrobial spektrum luas. Obat kumur ini paling efektif untuk mengurangi plak dan gingivitis. Chlorhexidine dapat berinteraksi dengan fluoride dan natrium sulfat lauryl (deterjen dalam pasta gigi), harus digunakan setelah berkumur dengan air atau 0,5 - 2 jam setelah menggunakan pasta gigi (Farah et al, 2009, p. 162). Chlorhexidine mempunyai afinitas yang kuat terhadap struktur rongga mulut dan dapat mempengaruhi transportasi dinding sel dan jalur metabolik dari bakteri yang rentan. Chlorhexidine memiliki efek general pada mikroorganisme gram postif, khususnya streptococcus mutans. Sedangkan mikroorganisme gram negatif kurang sensitif terhadap chlorhexidine (GÖrankoch and Poulsen, 2009, p.99). Dosis umum yang diresepkan untuk obat kumur yang mengandung chlorhexidine adalah 10ml dari 0,2% solution, digunakan 2 kali sehari. Selain itu juga terdapat obat kumur yang mengandung 0,12% chlorhexidine (Fejerskov and Kidd, 2003, p. 271). Menurut ADA tahun 2011, obat kumur yang mengandung chlorhexidine 0,12% tidak mengurangi insiden dari karies koronal maupun akar. Obat kumur yang mengandung chlorhexidine 0,2% memiliki efek anti bakteri. Pada penelitian sebelumnya dikatakan terdapat pengurangan sebesar 30–50% koloni streptcoccus mutans setelah berkumur dengan 10ml obat kumur yang mengandung 0,2% chlorhexidine pada sekali pemakaian (ADA, 2011, p. 32; Nidhi and Manohar, 2011, p. 190).
xxvi
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Chlorhexidine menurunkan aktifitas metabolik pada biofilm, sehingga menurunkan serangan asam setelah konsumsi sukrosa ataupun glukosa. Chlorhexidine juga dapat menghambat enzim glucosyltransferase yang sangat penting untuk akumulasi bakteri di permukaan gigi, dan juga enzim metabolik phospoenolpyruvvat phospotransferase yang ikut terlibat dalam transpor dan fosforilasi glukosa melewati membran (Fejerskov and Kidd, 2003, p. 271).
2.2.2 Fluoride Gigi merupakan jaringan yang termineralisasi. Permukaan gigi yang dapat terlihat disebut enamel, terdiri dari 96-98% hydroxyapatite: Ca10(PO4)6(OH)2. Fluoride merupakan pencegahan yang efektif pada tanda awal dari karies. Pada paparan ion fluor, hydroxyapatite akan diubah menjadi fluoridated apatite dan fluoroapatite: Ca10(PO4)6(OH)2 + F- → Ca10(PO4)6(OH)F + OHHydroxyapatite
fluoridated apatite
Ca10(PO4)6(OH)F + F- → Ca10(PO4)6(OH)F2+ OHfluoridated apatite
fluoroapatite
Senyawa terakhir tersebut kurang larut terhadap asam dan berfungsi untuk melindungi gigi dari asam yang dibentuk oleh bakteri dalam mulut. Asam terbentuk ketika bakteri dalam plak yang memetabolisme gula dan karbohidrat dari makanan. Asam yang terakumulasi ini akan merusak gigi dan menyebabkan kavitas. Fluoride juga bertindak untuk memperbaiki, atau remineralisasi pada daerah di mana terdapat asam. Efek remineralisasi fluoride sangat penting karena xxvii
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dapat membuat permukaan gigi menjadi lebih resisten terhadap asam (Rakita, 2010, p.3). Demineralisasi terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan antara proses kehilangan dan penggantian mineral gigi. Fluoride dapat berinteraksi dengan proses ini dalam beberapa cara. Interaksi fluoride dengan komponen mineral gigi akan menghasilkan fluorohydroxyapatite (FHA) oleh substitusi F- dengan OH-. Hal ini menyebabkan peningkatan ikatan hidrogen, pori-pori kristal yang lebih kecil dan penurunan kelarutan secara keseluruhan. Penggabungan fluoride ke pori-pori hydroxyapatite (HA) dapat terjadi pada saat terbentuknya gigi atau dengan pertukaran ion setelah gigi erupsi. Penurunan kelarutan akan semakin meningkat dengan penggabungan fluoride dalam jumlah yang besar. Selain untuk melindungi terhadap demineralisasi, cara lain di mana fluoride dapat berinteraksi dengan enamel untuk mengurangi kelarutan yaitu melalui remineralisasi. Akan terjadi suatu proses di mana sebagian enamel kristal terlarut bertindak sebagai substrat bagi endapan mineral dari fase larut yang memungkinkan perbaikan parsial dari kristal yang rusak. Oleh karena itu, remineralisasi akan melawan beberapa demineralisasi dan memberikan keseimbangan antara dua proses tersebut. Lesi karies merupakan hasil dari demineralisasi yang lebih besar dari remineralisasi (Wefel, 2011, pp. 3-4). Hasil dari proses remineralisasi adalah terbentuknya apatit yang tidak mudah larut. Ketika terdapat fluoride, akan terbentuk FAP atau setidaknya (FHAP) yang menghasilkan mineral yang lebih tahan asam (Wefel, 2011, pp. 34). xxviii
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Fluoride
dapat
mengurangi
karies
dengan
membantu
mencegah
demineralisasi dan merangsang remineralisasi pada lesi awal karies. Kuncinya adalah mengurangi hilangnya mineral selama dalam keadaan asam, dan mengembalikan mineral ke gigi. Hal ini dapat dicapai dengan adanya fluoride, kalsium dan posphat pada gigi selama dalam keadaan asam. Ketika topikal fluoride diaplikasikan ke gigi, akan terbentuk globula kalsium fluoride pada permukaan gigi, yang dapat diamati dengan mikroskop elektron. Globula ini efektif untuk membantu mencegah demineralisasi dan merangsang remineralisasi dengan melepaskan kalsium, fosfat dan fluoride setelah terjadi keadaan asam (Collin, 2009, p. 5). Pada penelitian sebelumnya, dijelaskan bahwa pengaplikasian topikal fluoride dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan lebih lama dapat meningkatkan jumlah fluoride yang dilepaskan. Apabila keadaan ini dapat dipertahankan pada permukaan gigi sebelum dan selama keadaan asam, dapat membantu mencegah migrasi kalsium dan phospat dari gigi dan juga mengurangi potensi demineralisasi (Collin, 2009, p. 6). Fluoride juga mempunyai efek antibakteri. Fluoride dapat menghambat metabolisme bakteri. Fluoride terdapat dalam bentuk ion F-. Ion tersebut tidak dapat menembus dinding dan membran sel bakteri. Pada saat pH plak menurun, ion F- akan bergabung dengan ion H+. Kemudian akan terbentuk senyawa HF dan akan berdifusi pada sel. Setelah masuk, akan dilepaskan ion F- yang merupakan toksik bagi sel bakteri dan akan mempengaruhi sistem enzim (Islam et al, 2007, p. 203). xxix
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Obat kumur berfluoride digunakan untuk pemakaian harian yaitu 0,05% NaF atau mingguan 0,2% NaF digunakan untuk anak di atas usia 6 tahun karena kemampuan berkumurnya telah baik. Obat kumur dengan 0,05% NaF dapat dibeli secara bebas, sedangkan obat kumur 0,2% NaF harus menggunakan resep (Spolsky et al, 2007, pp. 728-729).
Dari perspektif mekanis, obat kumur berfluoride lebih dapat meningkatkan retensi fluoride daripada pasta gigi berfluoride, tergantung pada aktivitas selama 2 jam setelah aplikasi. Pada kebanyakan kasus, berkumur dengan air keran setelah menyikat gigi akan mengurangi retensi fluoride. Berdasarkan penemuan dari Domenick T, 2006, menyarankan kombinasi dari pasta gigi berfluoride dengan diikuti penggunaan obat kumur berfluoride (Zero, 2006, pp.7).
2.2.3 Povidone Ioidine Povidone iodine merupakan microbicidal untuk bakteri gram positif dan gram-negatif, jamur, mycobacteria, virus, dan hewan protozoa. Tidak seperti chlorhexidine, povidone iodine memberikan efek lethal dengan cara kontak langsung dengan dinding sel mikroba. 10% povidone iodine menghasilkan 1% iodine aktif. Iodine efektif melawan streptococcus mutans dan lactobacillus pada anak-anak (Spolsky et al, 2010, pp. 726-727 ). Menurut penelitian Spolsky et al, 10% povidone iodine diberikan secara topikal sebagai profilaksis sebelum prosedur bedah pada kelompok resiko karies tinggi untuk mencegah timbulnya karies yang baru. Menurut Jayaraja et al, povidone iodine dengan konsentrasi sebesar 10% digunakan untuk topikal aplikasi. Sedangkan povidone iodine dengan konsentrasi 1% berupa obat kumur xxx
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
untuk infeksi rongga mulut (Kumar et al, 2009, p. 55; Spolsky et al, 2007, pp. 728-729). Untuk pencegahan karies gigi, jumlah streptococcus mutans harus dikurangi dan dicegah untuk kembali ke tingkat awalnya. Antibakterial agent yang efektif dan juga dapat diterima untuk anak-anak dapat membantu untuk memberikan lingkungan oral yang baik dan menghentikan proses karies. Pada anak-anak dengan ECC, 10% povidone iodine diaplikasikan dalam interval 3 bulan selama periode satu tahun telah menghasilkan pengurangan yang signifikan dalam streptococcus mutans (Kumar et al, 2011, p. 619). Penyerapan iodine yang signifikan melalui mukosa oral dapat membuat senyawa ini menjadi kurang menguntungkan untuk penggunaan jangka panjang pada rongga mulut. Hal ini juga dapat menimbulkan masalah pada individu yang sensitif terhadap iodine. Pada kombinasi dengan obat kumur yang mengandung chlorhexidine dan essential oil akan memberikan reversible staining dan rasa yang tidak enak (Kumar et al, 2011, p. 619).
2.3
Streptococcus mutans Streptococcus mutans dianggap sebagai salah satu bakteri yang merupakan
penyebab awal karies gigi geligi. Hal ini dikarenakan bakteri ini mempunyai variasi faktor-faktor virulen yang khas sehingga berperan penting pada proses pembentukan karies gigi geligi. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat memproduksi asam laktat sebagai bagian dari hasil metabolismenya. Streptococcus mutans juga memiliki kemampuan untuk melekat pada permukaan gigi geligi karena adanya sukrosa (Simon, 2007, pp. 1-17). xxxi
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Sel streptococcus mutans berbentuk bulat & oval serta merupakan kokus gram positif. Koloni streptococcus mutans, tampak gambaran yang berpasangan atau membentuk rantai, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini mempunyai metabolisme yang bersifat anaerob. Jika bakteri ini ditanamkan didalam media yang solid, maka bakteri ini akan berbentuk kasar, runcing, dan berkoloni mukoid. Dalam proses tumbuh kembangnya akan membentuk CO2 jika dilakukan inkubasi didalam suhu 37o selama 48 jam. Dalam rongga mulut, streptococcus mutans pada umumnya hidup pada permukaan yang keras dan juga solid. Permukaan-permukaan tersebut antara lain adalah permukaan gigi, gigi tiruan, ataupun alat ortodonti cekat. Habitat utama streptococcus mutans ini adalah permukaan gigi, namun mereka tidak dapat tumbuh secara bersamaan pada seluruh permukaan gigi, melainkan hanya tumbuh pada permukaan gigi tertentu saja (Regina, 2007, pp. 19-24).
xxxii
SKRIPSI
JUMLAH KOLONI STREPTOCOCCUS ...
Regina Ayu Pramudita