12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran Menurut Carl Fredric, kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat beberapa hambatan (kesulitankesulitan) dan kemungkinan kemungkinan (kesempatan-kesempatan) di mana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Agustino, 2008 : 7). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Edy, 2005 : 7) Thomas R Dye mengemukakan bahwa kebijakan sebagai “whatever government choose to do or not to do” yang dalam bahasa Indonesia berarti apapun juga yang dipilih pemerintah, baik mengerjakan sesuatu ataupun tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu. ( Didik Fatkhur dkk, 2013 : 963) Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya
13
pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. 2. Tinjauan Tentang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Dalam
sistem
ketatanegaraan
di
Indonesia,
penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia didasarkan pada Pasal 18 Amandemen Keempat UUD 1945, yang dinyatakan dari ayat (1) sampai ayat (7) Pasal 18 adalah sebagai berikut : a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang b. Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. c. Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. d. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. e. Pemerintah
daerah
menjalankan
otonomi
seluas-luasnya,
kecuali
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. f. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pambantuan. g. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa “Urusan Pemerintahan terdiri atas
14
urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.” Kemudian dalam ayat (4) disebutkan bahwa “Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.“ Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah terakhir melalui Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
dalam Pasal 1 angka 6
menjelaskan definisi otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Tujuan otonomi daerah, adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, daya saing daerah dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsipprinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini dianggap sangat penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus meningkat dan mengharuskan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional.
15
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. membuat
kebijakan
daerah
Daerah
memiliki
kewenangan
untuk memberi pelayanan,
peningkatan
peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat (HAW. Widjaja, 2007 : 133). Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian prinsip otonomi daerah adalah sebagai berikut : (HAW. Widjaja, 2007 : 7-8). a. Prinsip Otonomi Luas Yang dimaksud otonomi luas adalah kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki banyak ragam dan jenisnya. Di samping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah. b. Prinsip Otonomi Nyata Yang dimaksud prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. c. Prinsip Otonomi Yang Bertanggungjawab Yang dimaksud dengan prinsip otonomi bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
16
dengan
tujuan
pemberian
otonomi
yang
pada
dasarnya
untuk
memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Walaupun demikian daerah-daerah memiliki otonomi luas tidaklah berarti daerah tersebut bebas melaksanakan kewenangannya, dan tetap dilakukan pengawasan dari pemerintah, sebagaimana pendapat Bagir Manan : Pengawasan (toezicht, supervision) merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kebebasan berotonomi. Antara kebebasan dan kemandirian berotonomi di suatu pihak dan pengawasan di pihak lain, merupakan dua sisi dari satu lembar mata uang dalam negara kesatuan dengan sistem otonomi (desentralisasi) Kebebasan dan kemandirian berotonomi dapat dipandang sebagai pengawasan atau kendali terhadap kecenderungan sentralisasi yang berlebihan. Sebaliknya pengawasan merupakan kendali terhadap desentralisasi berlebihan. Tidak ada otonomi tanpa sistem pengawasan (A. Zakarsi, 2011 : 50). Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi pemerintah pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan sebagian besar kegiatan di daerah dengan memberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada daerah. Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut : (Adrian Sutedi, 2009 : 10) a. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan , mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan b. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu Pendapatan Asli Daerah harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
17
3. Tinjauan Tentang Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Kedudukan dan fungsi Peraturan Daerah tentunya berbeda antara yang satu dengan lainnya sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang termuat dalam Konstitusi dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Menurut Van Der Tak Peraturan perundang-undangan merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum ( Aziz Syamsudin, 2011 : 13 ) Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas perbantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing daerah. Kewenangan pembentukan peraturan daerah ini merupakan suatu pemberian wewenang (atribusian) untuk mengatur daerahnya (Maria Farida Indrati, 2007:202). Pemerintahan Daerah akan sangat bergantung pada kebijakan yang lebih tinggi tingkatannya dalam hal ini kebijakan yang menjadi dasar penentu munculnya konsep Pemerintahan Daerah, mengingat bahwa diatas kebijakan yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah (Undang-Undang), terdapat kebijakan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni UUD atau Konstitusi. Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
18
Penyusunan Peraturan Daerah harus memiliki tiga landasan, adapun landasan tersebut adalah sebagai berikut (Ida Zuraida, 2013:14) : a. Landasan Filosofis, adalah suatu rumusan perundang-undangan harus mendapatkan pembenaran yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat, yaitu cita-cita kebenaran, cita-cita keadilan dan cita-cita kesusilaan. b. Landasan Sosiologis, adalah suatu perundang-undangan harus sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Oleh karena itu hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup dalam masyarakat”. c. Landasan Yuridis, adalah suatu peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan hukum atau dasar hukum atau legalitas yang terdapat dalam ketentuan lain yang lebih tinggi Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, peraturan daerah di bentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan daerah sebagai salah satu bentuk perturan perundang-undangan merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan daerah yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metode dan standar yang tepat sehingga memenuhi teknis pembentuka peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. 4. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah diatur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pengelolaan pendapatan asli daerah yang efektif dan efisien perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional.
19
Kontribusi yang dicapai dari pendapatan asli daerah dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang. Berdasarkan pada Pasal 285 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis, yaitu : a. Pajak daerah, yaitu kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat b. Retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran/pemakaian karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata, seperti retribusi
Pelayanan
Kesehatan,
retribusi
Pelayan
Persampahan
/
Kebersihan, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, dll. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari lainlain milik pemda, seperti hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, dll.
20
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar bagi tiap daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan dan sekaligus merupakan suatu bukti terhadap tingginya tingkat kesadaran masyarakat dalam mendukung pemerintah, sekaligus bagaimana kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber sumber Pendapatan Asli Daerah. 5. Tinjauan Tentang Retribusi Berdasarkan Pasal (1) angka 64 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan ( UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ). Halim berpendapat bahwa retribusi adalah pungutan yang dilakukan pemerintah sebagai akibat adanya kontraprestasi yang diberikan pemerintah daerah, atau pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan pemerintah daerah yang langsung dinikmati secara perseorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya didasarkan atas peraturan yang berlaku ( Harlan Evan Kapioru, 2014 : 108). Penerimaan pemerintah daerah selain dari pajak daerah dan bagi hasil pajak pusat yang diperuntukkan ke pemerintah daerah berasal dari retribusi daerah. Akan tetapi, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari retribusi untuk menunjang penerimaan. Karakteristik Pemungutan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut : (Ida Zuraida, 2013 : 85) a. Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati oleh orang atau badan sesuai ketentuan yang berlaku. b. Pihak yang membayar retribusi daerah mendapat imbalan jasa secara langsung dari pemerintah daerah.
21
c. Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran dapat dikenai sanksi ekonomis d. Hasil penerimaan retribusi disetorkan ke kas daerah. e. Digunakan Untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Retribusi daerah digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, yaitu : (( Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ). a. Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingn dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil atau atas kebijakan nasional atau daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma cuma (Pasal 109) b. Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi : pelayanan dengan memanfaatkan kekayaan daerah dan pelayanan yang belum mampu untuk dikelola swasta (Pasal 126) c. Perizinan Tertentu Pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.(Pasal 140 ayat (1)) 6. Tinjauan Tentang Pengelolaan Parkir Transportasi merupakan salah satu jenis prasarana perkotaan dan menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat terutama untuk menunjang mobilitas masyarakat untuk melakukan
22
kegiatan sehari-hari. Parkir merupakan komponen penting dalam kebijakan transportasi terutama di kota besar, kurangnya lahan parkir dapat menyebabkan penumpukan kendaraan yang dapat menyebabkan kemacetan. Parkir didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan dalam jangka waktu tertentu (Adisasmita, 2011:173). Tempat parkir sebagai salah satu bentuk fasilitas layanan publik membutuhkan pengelolaan yang baik agar mampu memberikan pelayanan yang baik bagi pengguna jasa parkir, serta dapat dijadikan sebagi sumber pendapatan. Melihat lokasi parkir yang sebagian memakai badan jalan, maka diperlukan pengelolaan yang tepat agar tidak menimbulkan permasalahan lalu lintas. Parkir dapat menghasilkan pendapatan bagi Pemerintah Daerah melalui manajemen atau pengelolaan parkir yang baik. Pengelolaan parkir merupakan serangkaian kebijakan dan program yang digunakan oleh Pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan asli daerah melalui retribusi parkir secara efektif dan efisien. Pendapatan dari retribusi pengelolaan parkir ini kelk akan berguna bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah serta membantu meningkatkan pembangunan daerah.
23
B. Kerangka Pemikiran Pasal 18 A & B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Pendapatan Asli Daerah
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta Dalam Pengelolaan Retribusi Parkir Tepi Jalan
Hambatan-Hambatan
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran
24
Penjelasan : Dalam Pasal 18 A dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dijelaskan bahwa Indonesia menganut sistem otonomi daerah, yang berdampak Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pengaturan mengenai Pelaksanaan Pemerintahan Daerah diatur melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dilakukan berberapa kali perubahan, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana didalamnya diatur mengenai sumber pendapatan asli daerah. Pendapatan asli
daerah
merupakan
pendapatan
utama
daerah
untuk
menjalanakan
pemerintahan,. Pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah, kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah melalui retribusi. Retribusi merupakan pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata. Salah satu bentuk retribusi adalah retribusi parkir di tepi jalan, dimana penggunaan tepi jalan digunakan untuk lokasi parkir. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui retribusi parkir dibuat kebijakan agar pengelolaan parkir tepi jalan lebih efektif. Dalam pelaksanaannya tentu banyak hambatan-hambatan yang menyebabkan kebijakan tersebut tidak berjalan dengan maksimal.