BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Suatu sistem tenaga listrik dikatakan ideal jika bentuk gelombang arus
yang dihasilkan dan bentuk gelombang tegangan yang disaluran ke konsumen adalah gelombang sinus murni. Sistem tenaga listrik tersebut pada umumnya dirancang dapat bekerja pada frekuensi 50 Hz dan 60 Hz. Dimana frekuensi 50 Hz merupakan frekuensi fundamental yang dipakai di Indonesia, yaitu berdasarkan standar dari IEC (International Electrotechnical Comission ). Fungsi dari gelombang sinusoidal tegangan dan arus yang ideal dalam fungsi waktu dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini [3] : = sin
(2.1)
= sin ± ∅
(2.2)
Dimana adalah kecepatan sudut dari gelombang periodik dan ∅ adalah
beda sudut antara gelombang tegangan dan arus. Sudut ∅ akan bertanda positif
jika gelombang arus mendahului tegangan dan begitu pula sebaliknya. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk gelombang sinus murni dari tegangan dan arus [3]. Sedangkan untuk gelombang nonsinusoidal yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dapat dibuat dalam bentuk persamaan fouriernya, yaitu [3]: = + sin + sin2 + sin3 + . . . sin + sin + 1 + …
(2.3) 6
Universitas Sumatera Utara
v(t) = V sin (wt)
V, I V
i(t) = I sin (wt- Ø)
I
w=2Πf
Current lags voltage wt
Ø
Period T = 1/f = 2 Π/w
T
Gambar 2.1 Gelombang Sinus Murni dari Tegangan dan Arus
v(t)
t
Gambar 2.2 Gelombang Non Sinusoidal Tegangan
7 Universitas Sumatera Utara
2.2
Harmonisa Harmonisa adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang sinus
(tegangan dan arus) dengan frekuensi kelipatan bilangan bulat (integer) dari frekuensi dasarnya (fundamental). Gelombang harmonisa apabila digabungkan dengan gelombang frekuensi dasarnya akan menghasilkan gelombang yang terdistorsi (non-sinus). Bilangan bulat pengali frekuensi dasarnya disebut angka urutan harmonisa. Misalkan apabila frekuensi fundamental adalah 50 Hz maka harmonisa urutan keduanya mempunyai frekuensi 100 Hz, harmonisa urutan ketiganya mempunyai frekuensi 150 Hz, dan seterusnya [4]. Frekuensi harmonisa adalah suatu frekuensi yang menyebabkan cacatnya gelombang amplitudo dalam suatu sistem tenaga listrik [4]. Pengertian dari frekuensi harmonisa ditunjukkan pada Gambar 2.3. Harmonisa kedua mengalami dua kali siklus penuh selama satu kali siklus frekuensi fundamentalnya, dan harmonisa ketiga mengalami tiga kali siklus penuh selama satu kali siklus frekuensi fundamentalnya. , , dan adalah nilai puncak dari komponen
harmonisanya. Gambar 2.4 merupakan penjumlahan dari gelombang fundamental dengan gelombang harmonisa ketiga [3].
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Gelombang Fundamental, Harmonisa Kedua dan Harmonisa Ketiga
Gambar 2.4 Gelombang Hasil Penjumlahan Gelombang Fundamental dengan Gelombang Harmonisa Ketiga 2.3
Deret Fourier [5] Suatu fungsi dikatakan periodik apabila:
= +
dimana n adalah bilangan bulat/integer dan T adalah periode dari .
(2.4)
9 Universitas Sumatera Utara
Menurut teori Fourier setiap fungsi periodik dengan frekuensi dapat
diekspresikan sebagai penjumlahan dari fungsi sinus ataupun kosinus atau : = +
∞ $
cos + # sin
(2.5)
dimana : n disebut juga orde dari suatu harmonisa yaitu 0,1,2,3,4,… = 2%& disebut sebagai frekuensi dasar
=
=
# =
'/ ) ( ' +'/
'/ cos ( ' +'/
'/ sin ( ' +'/
(2.6) )
(2.7)
)
(2.8)
Suatu fungsi dapat dinyatakan dengan sebuah deret Fourier apabila: 1. memiliki nilai tunggal untuk setiap t.
2. Jika
tidak
kontinyu
maka
hanya
terdapat
jumlah
diskontinuitas terbatas pada periode T. 3. Memiliki jumlah maksimum dan minimum yang terbatas dalam periode.
4. (- . .
- '
) < ∞ untuk setiap
Sebagai contoh berikut bentuk dari sebuah gelombang yang periodik yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5 akan dicari persamaan deret Fouriernya.
Gambar 2.5 Gelombang periodik 10 Universitas Sumatera Utara
Persamaan gelombang periodik tersebut adalah : 1 = / 0
0 < < 11 1<<2
periode = T = 2
dan = + , oleh karena T=2 maka =
2 '
=
2
=%
Dari bentuk gelombang yang periodik tersebut akan dicari deret Fouriernya dengan menggunakan Persamaan (2.5) yaitu: = +
3 $
cos + # sin
Selanjutnya untuk merepresentasikan deret fouriernya, maka terlebih
dahulu dicari masing-masing koefisiennya yaitu : , dan # .
Untuk mencari dipergunakan Persamaan (2.6) yaitu : = ' ( )
'
= 4( 1 ) + ( 0 )5
= 61
=
selanjutnya untuk mencari dipergunakan Persamaan (2.7) yaitu: = ' ( cos )
'
= 4( 1 cos % ) + ( 0 cos % ) 5
= 2 sin %6 + 01
=0
11 Universitas Sumatera Utara
untuk mencari # dipergunakan Persamaan (2.8) yaitu: # = ' ( sin )
'
= 4( 1 sin % ) + ( 0 sin % ) 5
= − 2 cos %6 + 01
= − 2 cos % − 1
karena cos % = −1 , maka :
# = 2 81 − −1 9 = :2 0
;;< ℎ>? ?@ A1
;;< ℎ>? ?BC
kemudian harga-harga , dan # yang telah diperoleh disubsitusikan ke
Persamaan (2.5), maka deret Fourier dari bentuk gelombang periodik tersebut adalah :
= + 2 sin % + 2 sin 3% + D2 sin 5% + …
2.4
Jenis-Jenis Harmonisa Berdasarkan ordenya harmonisa dapat dibedakan menjadi harmonisa ganjil
dan genap. Harmonisa genap terdiri dari harmonisa ke- 2, 4, 6, 8, dst. Sedangkan harmonisa ganjil terdiri dari harmonisa ke- 3, 5, 7, 9, dst. Adapun harmonisa ke-1 tidak masuk kedalam harmonisa ganjil karena merupakan frekuensi fundamental (dasar). Dan harmonisa orde 0 menunjukkan konstanta atau komponen DC dari suatu gelombang.
12 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan urutan fasanya harmonisa dapat dibedakan atas tiga, yaitu[6] : 1. Harmonisa Urutan Positif Yaitu harmonisa yang mempunyai urutan fasa yang sama dengan fasor aslinya yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan beda fasanya masing-masing 1200 (R, S, T). Harmonisa urutan positif ini terdiri atas harmonisa ke- 1, 7, 13, dst. Dimana rumus umumnya yaitu i = 6k + 1. Gambar 2.6 [3] menunjukkan fasor fundamentalnya.
Gambar 2.6 Fasor Fundamental
2. Harmonisa Urutan Negatif Yaitu harmonisa yang mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya yang terdiri dari tiga fasor sama besarnya dan mempunyai beda fasa masing-masing 1200 (R, S, T). Harmonisa urutan negatif ini terdiri dari harmonisa ke-5, 11, 17 dst. Dimana rumus umumnya yaitu i = 6k + 5. Gambar 2.7 [3] menunjukkan fasor dari harmonisa kelima.
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Fasor Harmonisa kelima 3. Harmonisa Urutan Nol Yaitu harmonisa yang memiliki fasor yang sama besarnya dan mempunyai beda fasa 00. Harmonisa urutan nol ini terdiri dari harmonisa ke-3, 9, 15 dst. Dimana rumus umumnya yaitu i = 6k + 3. Gambar 2.8 [3] menunjukkan fasor dari harmonisa ketiga.
Gambar 2.8 Fasor Harmonisa ketiga Dari jenis-jenis harmonisa berdasarkan urutan fasa diatas maka dapat disimpulkan dalam Table 2.1 berikut: Tabel 2.1 Harmonisa Berdasarkan Orde dan Polaritasnya Pada Sistem Tiga Fasa Harmonisa Ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
Frekuensi (Hz)
50
100
150
200
250
300
350
400
Urutan
+
-
0
+
-
0
+
-
14 Universitas Sumatera Utara
2.5
Sumber Harmonisa [3] [6] Sumber harmonisa pada sistem tenaga listrik dapat dibagi dalam tiga
kelompok yaitu : 1. Sumber distorsi pada sisi pembangkitan 2. Sumber distorsi pada sisi penyaluran (distribusi) 3. Sumber distorsi pada sisi beban 2.5.1 Pada Sisi Pembangkitan Sumber harmonisa pada sisi pembangkitan tenaga listrik adalah generator. Generator pada umumnya digunakan adalah generator sinkron. Generator sinkron dalam operasinya mengasilkan harmonisa, namun harmonisa yang dihasilkan tidak sebesar pada sisi beban. Harmonisa pada generator diakibatkan distribusi fluks yang tidak sinusoidal sehingga menghasilkan GGL induksi yang menyimpang dari sinusoidal (terdistorsi). 2.5.2 Pada Sisi Penyaluran (Distribusi) Pada sistem distribusi tenaga listrik terdapat salah satu peralatan yaitu transformator distribusi. Timbulnya harmonisa pada tranformator dikarenakan adanya kejenuhan pada inti besi (saturasi) mengakibatkan arus magnetisasi mengalami distorsi. Arus magnetisasi ini akan tetap mengalami distorsi walaupun tegangan yang diberikan ke kumparan primer tidak mengalami distorsi.
15 Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Pada Sisi Beban Harmonisa bisa muncul dari beban-beban yang terhubung ke sistem distribusi. Beban-beban pada sistem tenaga listrik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu beban linier dan beban non-linier. Dari dua jenis beban ini yang menjadi sumber harmonisa adalah beban non-linier. Contoh dari beban linier adalah : pompa air, pompa minyak, lampu pijar, elevator dll [5] . Adapun contoh dari beban non linier adalah printer, komputer, televisi, lampu hemat energi, dsb. Beban non linier dikatakan menjadi sumber harmonisa dikarenakan adanya komponen semikonduktor yang dalam proses kerjanya berlaku sebagai saklar yang bekerja pada setiap setengah siklus gelombang atau beban yang membutuhkan arus yang tidak tetap pada setiap periode waktunya. Proses kerja ini akan menghasilkan gangguan/distorsi gelombang arus yang tidak sinusoidal. 2.5.4 Lampu Hemat Energi [7] Lampu hemat energi merupakan salah satu contoh beban non linier. Lampu hemat energi memiliki prinsip kerja yang sama dengan lampu fluorescent pada umumnya, yaitu memendarkan gas di dalam tabung sehingga timbul sinar ultra violet akibat energi listrik yang dialirkan. Saat sekarang ini ballast elektronik banyak digunakan pada lampu hemat energi. Ini dikarenakan ballast bekerja tidak lagi menggunakan kumparan kawat pada inti besi tetapi menggunakan sistem rangkaian elektronik. Hal ini menyebabkan losses yang terjadi akibat kumparan kawat pada inti besi menjadi hilang, tetapi sistem rangkaian elektronik tersebut yang terdiri dari bahan semikonduktor akan menghasilkan gangguan harmonisa.
16 Universitas Sumatera Utara
Adapun rangkaian dari ballast elektronik dapat ditunjukkan pada Gambar 2.9 sebagai berikut :
Gambar 2.9 Blok diagram ballast elektronik Dari Gambar 2.9 dapat dijelaskan prinsip kerja dari ballast elektronik untuk lampu hemat energi. Blok 1 merupakan bagian yang digunakan untuk proteksi, menyaring dan membatasi arus puncak pada komponen tersebut. Blok 2 merupakan converter yang akan mengkonversi tegangan AC ke tegangan DC. Blok 3 merupakan kapasitor bank yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan tegangan AC yang sudah dikonverter menjadi tegangan DC yang nantinya akan menjadi sumber tegangan DC untuk Blok 4. Ballast
elektronik
menghasilkan
distorsi
gelombang
arus
yang
nonsinusoidal. Ballast elektronik ini menghasilkan harmonisa yang disebabkan oleh bahan semikonduktor yang digunakan sebagai konverter. Proses switching pada konverter mengakibatkan timbulnya gangguan harmonisa.
17 Universitas Sumatera Utara
2.6
Triplen Harmoni rmonisa [6] Triplen harmonisa onisa adalah kelipatan ganjil dari harmonisa ketiga etiga (h = 3, 9,
15, 21, 27, …). Hal ini penting pe diperhatikan khususnya pada sistem bintang bint yang
ditanahkan (grounded wye systems) karena adanya arus yang mengalir alir pada pa kawat netral. Gambar 2.10 menunjukkan suatu sistem yang seimbang dan men n diasumsikan dias komponen fundamental ental dan komponen harmonisa ketiga hadir dalam sistem
tersebut. Diharapkan penjumlahan vektor dari ketiga arus fasa A, B, dan C bernilai nol, sehingga tidak k ada arus a yang mengalir pada konduktor netral. al. Akan Aka tetapi pada konduktor netral ral mengalir me arus triplen harmonisa dari ketiga fasa yang ya saling menjumlahkan yang besarnya besar tiga kali dari arus triplen pada setiap fasanya. asanya
Gambar 2.10 Arus Aru Netral Pada Grounded Why System Akibat kiba Triplen Harmonisa
18 Universitas Sumatera Utara
2.7
Indeks Harmonisa Dalam menganalisis harmonisa terdapat beberapa indeks yang penting
untuk mengetahui efek dari harmonisa tersebut pada sistem tenaga, yaitu Individual Harmonic Distortion (IHD) dan Total Harmonic Distortion (THD).
2.7.1 Individual Harmonic Distortion (IHD) [3] Individual Harmonic Distortion (IHD) adalah perbandingan antara nilai Root Mean Square (RMS) dari harmonisa individual dengan nilai RMS fundamental. IHD ini berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus untuk menghitung IHD pada harmonisa ke-n adalah sebagai berikut:
IHDn =
In I1
(2.9)
dimana : In = Arus pada harmonisa ke-n (A) I1 = Arus fundamental (A) Sebagai contoh, diasumsikan nilai RMS arus dari harmonisa ketiga dalam beban non linier adalah I3 = 20 A, nilai RMS arus dari harmonisa kelima adalah I5 = 15 A, dan nilai RMS arus fundamentalnya adalah I1 = 60 A. Maka nilai distorsi arus individual pada harmonisa ketiga adalah : IHD3 =
20 = 0,333 = 33,3% 60
Dan nilai distorsi arus individual pada harmonisa kelima adalah : IHD5 =
15 = 0.25 = 25% 60
Menurut standar Institute of Electronics Engineers (IEEE), IHD1 akan selalu bernilai 100%.
19 Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Total Harmonic Distortion (THD) [3] Total Harmonic Distortion (THD) adalah perbandingan nilai RMS total komponen harmonisa dengan nilai RMS komponen fundamentalnya. THD juga belaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung THD pada tegangan adalah sebagai berikut: ∞
∑V
2
n
THDV =
n=2
V1
(2.10)
dimana : Vn = Tegangan harmonisa ke-n (V) V1 = Tegangan fundamental (V) Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung THD pada arus adalah sebagai berikut: ∞
∑I THD I =
2 n
n=2
I1
(2.11)
dimana : In = Arus harmonisa ke-n (A) I1 = Arus fundamental (A) 2.8
Standar Harmonisa Harmonisa yang dihasilkan harus dibatasi karena dalam jumlah yang besar
harmonisa tersebut dapat merusak peralatan listrik yang terdapat dalam sistem tenaga listrik. Tabel 2.2 menunjukkan standar harmonisa arus menurut EEC ( Electrical Energy Code).
20 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus bedasarkan EEC Circuit Current at Rated Load Condition at 380 V/ 220 V I < 40 A 40A ≤ I < 400 A 400 A ≤ I < 800 A 800 A ≤ I < 2000 A I ≥ 2000 A
2.9
Maximum Total Harmonic Distortion (THD) of Current 20.0 % 15.0 % 12.0 % 8.0 % 5.0 %
Alat Ukur Harmonisa Harmonisa merupakan distorsi periodik arus atau tegangan. Pengukuran
kandungan harmonik pada tiap-tiap beban yang nonlinier dapat di ukur dengan menggunakan Power Quality Analyzer (PQA), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11, dan sistem pengawatan waktu pengukuran ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11 Power Quality Analyzer
Gambar 2.12 Sistem Pengawatan PQA pada 3 Fasa
21 Universitas Sumatera Utara
2.10
Arus Netral Pada Sistem Tiga Fasa Empat Kawat Jaringan distribusi tegangan rendah adalah jaringan tiga fasa empat kawat,
dengan ketentuan, terdiri dari kawat tiga fasa (R, S, T) dan satu kawat netral. Kebanyakan jaringan menyuplai seperangkat peralatan dengan beban satu fasa yang non linier sehingga menyebabkan beban menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan tersebut menyebabkan timbulnya arus netral dan meningkatnya rugirugi pada jaringan [8]. Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus yang mengalir pada kawat netral di sistem distribusi tegangan rendah tiga fasa empat kawat. Arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus balik untuk sistem distribusi tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vektor dari ketiga arus fasa dalam komponen simetris. Perkembangan jaringan distribusi ditandai dengan pemakaian sebagian besar peralatan nonlinier. Dengan meningkatnya sejumlah peralatan nonlinier menyebabkan adanya distorsi harmonik pada arus beban dan menyebabkan meningkatnya rugi-rugi pada jaringan dan transformator [8]. Arus netral yang mengalir dalam suatu sistem tenaga listrik adalah merupakan penjumlahan dari arus yang mengalir pada masing-masing fasanya. Penjumlahan tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan transformasi Fortescue. Adapun bentuk persamaan umum dari transformasi Fortescue adalah sebagai berikut : [9] G
H,J 1 G L = M1 F K,J 1 G
',J
1 > >
G 1 P. > N O PG Q S > PG
(2.12)
R
22 Universitas Sumatera Utara
PG . 1 O PG Q S = M1 1
PG R
1 > >
dimana r = expT@
G 1 H,J G L > N F K,J > ',J G
2
(2.13)
U
Jika matriks diatas diuraikan, maka akan diperoleh persamaan-persamaan sebagai berikut :
H,J = PG Q + PG R + PG .
(2.14)
K,J = > PG Q + > PG R + PG .
(2.15)
',J = > PG Q + > PG R + PG .
(2.16)
PG . = V H,J + K,J + ',J W
(2.17)
PG Q = V H,J + > K,J + > ',J W
(2.18)
PG R = V H,J + > K,J + > ',J W
(2.19)
Pada penjumlahan komponen urutan positif dan komponen urutan negatif
hasilnya adalah sama dengan nol 1 + > + > = 0, hanya pada penjumlahan komponen urutan nol saja yang menghasilkan nilai pada arus netralnya.
X = 1 + > + > PG Q + 1 + > + > PG R + 3 PG . = 3 PG .
(2.20)
Arus netral hanya terdiri dari komponen urutan nol dari arus fasanya. Pada sistem yang simetris dan seimbang, komponen urutan nol ini dikorespondensikan dengan harmonisa urutan ke-3. Selanjutnya sesuai dengan hukum Kirchoff, maka diperoleh:
X,J = 3 YG . = 3 ∗ V H,J + K,J + ',J W = H,J + K,J + ',J
(2.21)
23 Universitas Sumatera Utara
Jika diasumsikan H,J = H,J B [\],^ , K,J = K,J B [\_,^ , ',J = ',J B [\`,^ , maka
akan diperoleh X,J sebagai berikut :
X,J = V H,J cos aH,J + K,J cos aK,J + ',J cos a ',J W+ j V H,J sin aH,J + K,J sin aK,J + ',J sin a ',J W
(2.22)
Dari persamaan diatas, amplitudo dari X,J dan sudut fasa aX,J dari
harmonisa ke-i pada konduktor arus netral dapat dihitung. Amplitudo X,J dari
harmonisa ke-i pada konduktor arus netral dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut:
X,J = bV H,J cos aH,J + K,J cos aK,J + ',J cos a ',J W + V H,J sin aH,J + K,J sin aK,J + ',J sin a ',J W
(2.22) dimana :
X,J : amplitudo dari urutan harmonisa ke i pada arus pada penghantar netral
H,J , K,J , ',J : amplitudo dari harmonisa dari arus pada fasa R,S,T
aH,J , aK,J , a ',J : sudut fasa dari harmonisa dari arus pada fasa R,S,T Sudut fasa dari harmonisa ke-i di arus konduktor netral adalah: aX,J =>c? d HV f, W g [eV
f,
W
Jika harmonisa (amplitudo dan sudut fasa) pada arus netral diketahui, maka harmonisa pada konduktor arus netralnya dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.21) dan (2.22). Komponen urutan nol ini tidak terdapat dalam sistem tenaga listrik apabila sistem dalam keadaan seimbang, sehingga tidak terdapat arus netral pada sistem
24 Universitas Sumatera Utara
tersebut ( X = h). Karena arus netral tersebut merupakan penjumlahan dari ketiga arus fasanya. Secara matematis dapat kita lihat dari persamaan sebagai berikut :
X = 1 + > + > PG Q + 1 + > + > PG R + 3 PG . = 3 PG .
X,J = 3 PG . = 3 ∗ V H,J + K,J + ',J W = H,J + K,J + ',J
(2.20)
(2.21)
Jadi jika ketiga arus fasanya memiliki nilai yang sama besar dan sudut fasa yang seimbang, maka penjumlahan ketiga arus fasa tersebut akan menghasilkan nilai nol. Sehingga persamaannya menjadi :
X,J = H,J + K,J + ',J = 0 2.11
(2.23)
Ratio-RMS dari Penghantar Netral dan Arus Phasa Untuk Sistem Simetris dan Seimbang [9] Untuk sistem yang simetris dan seimbang, ratio-rms dari penghantar netral
arus fasa naik dan meningkatkan harmonisa ketiga dan menurunkan harmonisa pertama dan kelima pada arus fasa. Arus pada penghantar netral tidak mungkin melebihi tiga kali dari arus fasa. Ratio maksimum dari kemungkinan jika harmonisa ketiga pada arus fasa adalah tak hingga dibandingkan dengan harmonisa pertama dan kelima pada arus fasa. ij
iklmno
=
p iqrstR iqrstR iqrsu R p iqrsQ R
(2.24)
dimana : IN : nilai rms dari total arus pada penghantar netral I phasa : nilai rms dari total arus pada penghantar fasa
25 Universitas Sumatera Utara
I6k+1, I6k+3, I6k+5 : nilai rms dari harmonisa pertama, ketiga, dan kelima Jika kita anggap kasus ini dimana arus fasa adalah harmonisa ganjil I2n+1 dimana I2n+1= qn*I1(0 ≤q ≤1,n = 1,2,...) or I3= q*I1, I5= q²*I1, I7= q3*I1, I9= q4*I1,… Nilai rms dari arus fasa adalah: I phasa = p1 + v + v w + v x + … * =
p+yR
(2.25)
Nilai rms dari arus pada penghantar netral sebanding dengan :
X = 3* pv + v z + vw + … * =
∗y
p+y q
(2.26)
Ratio rms dari arus pada penghantar netral dan arus phasa adalah: ij +yR = 3v b = iklmno +yq
3v b+yR yR y{ = +yR
y
pyR y{
(2.27)
Nilai maksimum dari ratio rms dari arus pada penghantar netral dan arus fasa dapat dicari saat q=1 (seluruh harmonisa pada arus fasa memiliki besar yang sama) dan sebanding dengan |3.
26 Universitas Sumatera Utara