BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Akad a. Pengertian Akad Kata „aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. “Akad” berasalj dalam bahasa Arab Al-Aqdu dalam bentuk jamak disebut al-uluq yang berarti ikatan atau simpul tali. Menurut ulama fiqh, kata akad yang didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan Kabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hokum dalam objek perikatan. Akad
(Ikatan,
keputusan,
atau
penguatan)
atau
perjanjian atau transaksi dapat diartikansebagai kemitraan yang berbingkai dengan nilai-nilai syariah.Dalam istilah Fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekadseseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf,talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa,wakalah, dan lain lain. Secara
khusus
akad
berarti
kesetaraan
antara
ijab(pernyataan penawaran/ pemindahan kepemilikan) dan kabul (pernyataanpenerima
kepemilikan)
dalam
lingkup
yang
diisyaratkan dan pengaruh pada sesuatu.7Menurut Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah yang dimaksud denganakad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untukmelakukan perbuatan hukum tertentu.8 Poerwadarmita dalam bukunya Kamus Umum Bahasa Indonesiamemberikan definisi perjanjian adalah “persetujuan 7 8
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 35. Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.
71-72.
8
9
tertulis atau dengan lisanyang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih yang mana berjanji akan menaatiapa yang tersebut dalam perjanjian itu”.9Setelah diketahui bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang sengajadibuat oleh dua orang atau lebih, berdasarkan kerido‟an masing-masing makaakan timbul rukunrukun akad, yaitu: 1) Orang-orang yang berakad (Aqid) 2) Benda-benda yang diakadkan (Ma‟qud „alaih) 3) Tujuan atau maksud mengadakan akad (Maudhu „al-„aqad) 4) Ijab dan Kabul (Sighat al-„aqd).10 Kesepakatan, apabila akad sudah memenuhi rukunrukun tersebut, maka iasudah dapat dikatakan sebagai akad karena substansi dari akad sudah ada, namun akad tersebut baru akan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat akad tersebut.11Secara umum yang menjadi syarat sahnya suatu akad adalah: 1) Tidak menyalahi hukum syari‟ah. 2) Harus sama ridha dan ada pilihan. 3) Harus jelas dan gambling.12 Akad yang dibuat oleh masing-masing pihak harus didasari oleh keridha‟an dari masing-masing pihak. Apabila masing-masing pihak sepakat dansama-sama ridha, maka isi dari perjanjian dapat dibenarkan dengan kata lain harusberdasarkan keinginan dan kemauan dari masing-masing pihak yang melakukanperjanjian.
9
WJS. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 402 10
5Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. ke-
1, h. 52. 11
Mardani, op.cit., h. 74. Chairuman Pasaribu Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), h. 2-3. 12
10
Di dalam suatu perjanjian para pihak berhak untuk memilih untukmelakukan perjanjian atau menolak dari isi perjanjian tersebut, sebab di dalamsuatu perjanjian tidak ada unsur paksaan, maka suatu perjanjian tidak dapat dibenarkan dan
tidak
ada
kekuatan
hukumnya
apabila
dilakukan
denganketerpaksaan. Di dalam agama Islam, apabila seseorang melaksanakan sesuatu perjanjian dengan pihak lain, maka isi perjanjian tersebut haruslah jelas danterang, tidak mengandung unsur kesamaran (penipuan) yang
tersembunyi di balikperjanjian.
Apabila terdapat kesamaran di dalam perjanjian maka akanmenimbulkan hal-hal yang
merugikan salah satu pihak
yang dapat menimbulkanpermusuhan dikemudian hari, akibat dari perjanjian yang dilaksanakan secara tidak jelas. Dengan demikian, pada saat melaksanakan perjanjian, maka masingmasing pihak haruslah mempunyai sikap yang sama tentang apa yang merekaperjanjikan baik itu terhadap isi perjanjian mapun hal-hal yang timbul dikemudian hari. b. Bentuk-Bentuk Akad Bentuk-bentuk akad dapat di lihat di berbagai hal, yaitu: 1. Dilihat dari segi keabsahannya menurut syara‟ maka perjanjian terbagi dua, yaitu: a) Akad shahih yaitu akad yang telah memenuhi syarat dan rukunnya.13Pada akad shahih ini berlaku seluruh akibat hukum yang ditimbulkanoleh suatu perjanjian yang dilakukan oleh pihak-pihak, dan mengikatbagi keduanya. Hukum akad ini berdampak pada tercapainyarealisasi yang dituju oleh akad yaitu perpindahan hak milik.
13
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Iktiar Baru Van Hoeve, 2003), jilid 1, Cet. Ke -6, h.63-65.
11
b) Akad tidak sah, yaitu perjanjian yang terdapat kekurangan padarukun dan syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum perjanjian itutidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang melakukan akad.14Hukumnya adalah bahwa akad tersebut tidak memiliki dampakapapun, tidak terjadi perpindahan kepemilikan dan akad tersebutdianggap batal, seperti jual beli bangkai, darah atau daging babi.Dengan kata lain dihukum tidak ada transaksi.Dalam pandangan mazhab Hanafi akad yang tidak sah secara syar‟i terbagidua yaitu batal dan fasad (rusak).15Akad yang batal adalah akad yang rukunnyatidak terpenuhi atau sifatnya tidak dibenarkan secara syar‟i, misalnya barangyang ditransaksikan tidak diakui syara‟ seperti jual beli miras, daging babi danlain-lain. 2. Dilihat dari segi penamaannya, maka ulama membagi kepada dua, yaitu: a) Al-„Uqud al-musammah, yaitu suatu akad yang ditentukan nama-namaoleh
syara‟
serta
menjelaskan
hukum-
hukumnya, seperti jual-beli,sewa-menyewa, perserikatan dan lain-lain. b) Al-uqud ghair al-musammah, yaitu suatu perjanjian legalitas(penamaan) dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan perkembangandan kebutuhan mereka sepanjang zaman dan tempat.16 3. Dilihat dari segi Akad tujuannya, terbagi dua, yaitu: a) Akad Tabaru yaitu akad yang dimaksud untuk tolong menolong danmurni semata-mata karena mengharap ridha
14
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h.36. 15 Wahba Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-islamy wa Adillatahu, (Damsyiq : Da Al Fikr, 1984), Juz 4, h. 236. 16 Abdul Rahman Ghazali, op.cit., h. 58.
12
dan pahala dari AllahSWT. Sama sekali tidak ada unsur mencari “ Return” ataupun motif.Yang termasuk dalam kategori ini adalah : Hibah, Wakaf, Wasiat,Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn , Qirad dan lain-lain. b) Akad Tijari yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat talah dipenuhisemuanya. Akad yang termasuk dalam kategori ini adalah Murabahah, Salam, Istisna, dan Ijarah Muntahhiya
Bittamlik
serta
Mudharabah
dan
Musyarakah.17 c. Batalnya Suatu Akad Secara umum tentang pembatalan akad (perjanjian) tidak mungkin dilaksanakan sebab dasar-dasar perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut. Namun pembatalan perjanjian dapat terjadi apabila: 1) Jangka waktu perjanjian telah berakhir. Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarkan pada jangka waktutertentu, apabila telah sampai kepada waktu yang diperjanjikan secaraotomatis batallah perjanjian yang telah diadakan oleh kedua belah pihak.Dasar hukum tentang hal ini terdapat dalam surat At-Taubah (9) : 4, yang berbunyi: Artinya: kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas 17
Mardani, op.cit., h. 77
13
waktunya, Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertaqwa. (Qs. At-taubah: 4) 2) Salah satu pihak menyimpang dari perjanjian Apabila salah satu pihak yang telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian tersebut.
Sesuai
dengan firman Allah dalam surat At-Taubah (9) : 7, yang berbunyi: Artinya: bagaimana bisa ada Perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidi lharaam, Maka selama mereka Berlaku Lurus terhadapmu, hendaklah kamu Berlaku Lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Qs. At-taubah:7) 3) Jika ada kelancangan dan bukti penghianatan (penipuan) Apabila salah satu pihak melakukan suatu kelancangan dan telahada bukti-bukti bahwa salah satu pihak menggadakan penghianatanterhadap apa yang telah diperjanjikan, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh pihak lainnya.18 Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Anfal (8) : 58, yang berbunyi: Artinya:
18
dan jika kamu khawatir pengkhianatan dari suatu
Chairuman Pasaribu Sahrawardi K. Lubis, op.cit., h. 4-6.
akan (terjadinya) golongan, Maka
14
kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (Qs. Alanfal:57) d. Asas Berakad Dalam Islam Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis, pondasi, bangunan, asal, pangkal, dan prinsip. Dalam kata lain yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak, dan sebagainya. Asas- asas berakad dalam Islam yaitu asas kebebasan, asas persamaan atau kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran, asas kebenaran, dan asas tertulis. Namun ada asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk perbuatan muamalat, yaitu asas ilahiyah atau asas tauhid. Asas Ilahiyah (Ketuhanan) bertitik tolak dari Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah, serta bertujuan akhir untuk Allah. 1) Asas Ilahiah merupakan kegiatan muamalah, tidak akan pernah lepas darinilai-nilai (ketauhidan). Dengan demikian, manusia memiliki tanggungjawab akan hal ini. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawabkepada pihak kedua,
tanggung
jawab
kepada
diri
sendiri,
dan
tanggungjawab kepada Allah SWT.19 2) Asas kebebasan (Al-Hurriyah) merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian/ akad Islam, dalam artian para pihak bebas membuat suatu akad.Bebas dalam menentukan obyek dan bebas menentukan dengan siapa iaakan membuat perjanjian,
serta
bebas
menentukan
bagaimana
penyelesaian sengketa jika terjadi dikemudian hari.20
19 20
Mardani, op.cit., h. 91. Abdul Ghofur Anshori, op.cit., h. 32.
cara
15
3) Asas pesamaan dan kesetaraan (Al-Musawah) yaitu suatu perbuatanmuamalah merupakan salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupmanusia. Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yanglainnya.21 4) Asas keadilan (Al- „Adalah)
Islam mendefenisikan adil
sebagai “ tidakmendzalami dan tidak didzalimi.” Implikasi Ekonomi dai nilai ini adalahbahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntunganpribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam, tanpakeadilan, manusia
akan
terkotak-kotak
dalam
golongan.Golongan yang satu akan mendzalimi
berbagai golongan
yang lain, sehinggaterjadi ekploitasi manusia atas manusia. Masing-masing berusahamendapatkan hasil yang lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkan karena kerakusannya.22 5) Asas Kerelaan (Al-Ridha) merupakan segala transaksi yang dilakukanharus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak, harus didasarkanpada kesepakatan bebas dari para pihak
dan tidak boleh ada unsure paksaan, tekanan, dan
penipuan. 6) Asas kejujuran dan kebenaran (As-shidq). Bahwa dalam Islam setiap orangdilarang melakukan kebohongan dan penipuan, karena dengan adanyapenipuan sangat berpengaruh dalam
keabsahan
akad.
Perjanjian
yang
didalamnya
mengandung unsur penipuan, memberikan hak kepada pihaklain untuk menghentikan proses pelaksanaan perjanjian. 7) Asas tertulis (Al-Kitbah), bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secaratertulis, lebih berkaitan demi kepentingan pembuktian jika dikemudianhari terjadi sengketa. Dalam surat al baqarah ayat 282-283 mengisyaratkanagar akad 21
22
Mardani, op.cit., h. 93. Akhmad Mujahidin, op.ci.t, h. 15.
16
dilakukan benar-benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak.23
2. Musyarakah a. Pengertian Musyarakahsecara
etimologis
adalah
penggabungan,
percampuran atau serikat.24 Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam bahasa inggris disebut partnership. Syirkah disyariatkan berdasarkan kitab suci Al-Qur‟an, sunah, dan ijma‟. Allah berfirman dalam Qs. An-nisa (4): 12:
Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai
anak.
jika
mempunyai
anak,
Maka
seperempat
dari
harta
isteri-isterimu
yang
kamu
itu
mendapat
ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri 23 24
Abdul Ghofur Anshori, op.ci.t, h. 34. Mardani. 2014. Hukum bisnis syariah. Jakarta: Prenada media group. Hal 142
17
memperoleh
seperempat
harta
yang
kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu
mempunyai
anak,
Maka
Para
isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang
dibuat
hutangnya
olehnya
dengan
atau
tidak
sesudah
memberi
dibayar mudharat
(kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (Qs. An-nsa:12). Secara terminologis Musyarakah adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak meberikan kontribusi dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.25 Sedangkan menurut istilah fiqih, Musyarakahh ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya 25
Mardani. 2012. Fiqih ekonomi syariaH: fiqih muamalah. Jakarta: Kencana prenada media group. Hal 220
18
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Adapun
menurut
istilah,
definisi
Musyarakahahyang
dikemukakan oleh para ulama adalah sebagai berikut:26 1) Menurut para fuqaha, Musyarakah adalah akad antara dua pihak
(orang)
menyerahkan
saling
menanggung,
hartanya
kepada
salah pihak
satu lain
pihak untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungn, seperti setengah atau sepertiga dengan syaratsyarat yang telah ditentukan. 2) Menurut pandangan ulama Hanafiyah, Musyarakah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad serikat dalam keuntungan karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Jadi dalam pandangan ulama Hanafiyah Mudharabah adalah sebuah akad Syirkah dalam satu laba, satu pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa. 3) Ulama Malikiyah berpendapat bahwa Musyarakah adalah Syirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi keduanya beserta diri mereka, yakni setiap orang yang berserikat memberikan persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasarruf terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak tasarruf bagi masing-masing peserta 4) Imam Hanabilah berpendapat bahwa Musyarakah adalah sebuah situasi dimana pemilik harta menyerahkan dengan harta orang tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang kamu ketahui. 5) Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa Musyarakah adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama.. 26
136-137
Hendi Suhendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka. Hlm
19
6) Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa Musyarakah adalah seseorang yang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan bersamasama. 7) Imam Taqiyuddin berpendapat musyarakah adalah akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan. Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama diatas, kiranya dapat dirangkum menjadi definisi bahwa yang dimaksud dengan Mudharabah adalah akad antara pe,ilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.27 b. DasarHukum Pada dasarnya landasan dasar syari‟ah musyarakah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu:28 1) Al-Qur‟an : Firman Allah SWT, Qs. Shaad (38): 24: Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang 27
Hendi Suhendi. Op.Cit. Hal 138 Syafi‟I Antonio.2001. Bank Syari’ah: dari teori ke praktik.Jakarta: gema insani press. Hal 95 28
20
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Qs. Shaad: 24). 2) Al-Hadits Disamping ayat ayat dalam al qur‟an diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah SAW membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah SAW mengatakan:
مالم يخه, أ وا ثالث الشركيه: ان هللا يقُل: رفعً قال,عه أبي ٌريرة فارا خاوً خرجت مه بيىٍما (رَاي أبُا داَد,ًأحذٌما صاحب )َالحاكم عه أبي ٌريرة Dari Abu Huraira, ia merafa‟kannya kepadaNabi, beliau bersabada: Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang. Selama salah seorang di antara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu. 3) Ijma Ibnu Qudama dalam kitabnya Al-Mughni berkata, “kaum muslimin telah berkonsensur terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.” c. rukun dan syarat syirkah para ulama berbeda pendapat tentang rukun syirkah. Ulama Hanafi menyatakan bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan
21
qabul. Adapun pihak lain yang berakad dan harta diluar pebahasan akad, sebagai dalam rukun jual beli. 1) Rukun-rukun Musyarakah:29 a) Para pihak yang berstirkah b) Porsi kerjasama. c) Proyek/usaha (masyru‟) d) Ijab qabul {sighat) e) Nisbah bagi hasil 2) Syarat Musyarakah Ada beberapa syaraat yang dientukan dalam syirkah, dantara syarat yang terkait dengan ihak yang berakad, shighah (akad dalam ijab qabul), modal atau pembagian keuntungan. Ulama Hanafiyah membagi persyaratan syirkah ini menjadi empat, yaitu:30 a) Syarat yang berkaitan dengan semu bentuk syirkah. Persyaratan dalam wilayah ini terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1)Syarat yang berkaitan dengan benda yang diakatkan harus biasa diteria sebagai perwakilan (wakalah). (2)Hendaknya pembagian keuntungan ditetapkan secara jelas dan diketahui oleh semua pihak, seperti setengah, sepertiga, dan lain-lain. b) Syarat yang berkaitan dengan syirkah al-maal, seperti syirkah mufawwadhah atau „inan. Untuk kategori syirkah tersebut, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Modal yang dijadikan objek akad syirkah berupa mata uang (alat bayar), seperti riyal, rupiah, dolar dan lai-lain. 29
Hendi Suhendi. 2005. Fiqh muamalah. (Jakarta: PT. Raja grafindo persada. 2005).
Hal 139 30
Rachmat Syafi‟i. Fiqh Muamalah. (Bandung: Pustak setia . 2004). hal.298.
22
(2)Modal harus ada ketika akad syirkah dilangsungkan, baik jumlah sama atau berbeda. (3)Syarat
yang
khusus
berkaitan
dengan
syirkah
mufawwadhah, yaitu: (a) Modal dalam syirkah mufawwadhah ini harus sama. (b)Modal harus tunai ketika akad syirkah berlangsung, bukan berua modal yang masih berupa simpanan. (c) Pihak yang bersyirkah termasuk yang ahli kafalah (mampu memikul tanggung jawab). (d)Objek dalam akad yang disyirkahkan harus bersifat umum, yaitu pada semua jenis jual beli atau pedagangan. (4)Syarat-syarat yang berkaitan dengan syirkah „inan sama dengan syarat syirkah ufawwadhah. Sedangakan ulama Malikiyah telah menetapkan syarat-syarat syirkah pada tiga objek, yaitu:31 a) Syarat yang berkaitan dengan pihak yang berakad. Syarat dalam wilayah ini ada tiga maca. (1) Pihak yang berakad harus seorang yang merdeka. Tidak
diperbolehkan
seorang
yang
merdeka
melakukan akad dengan seorang budak. Naun dibolehkan seorang budak melakukan akad dengan budak pula, tetapi mereka harus mendapatkan izin dari tuannya. (2) Pihak yang berakad harus cakap (ar-rusyd). (3) Pihak yang berakad harus sudah baligh (dewasa). b) Syarat yang berkaitan dengan syirkah akad, yaitu proses syirkah harus diketahui oleh pihak-pihak berakad, baik 31
Rahmat Syafe‟i. Fiqh Muamalah. (Bandung: Pustak setia. 2004). Hal 237
23
ungkapan akad tersebut disampaikan dengan ucapan atau tulisan. c) Syarat yang berkaitan dengan modal (ra‟s al-maal). Ada tiga syarat yang harus dipenuhi pada modal ini: (1)Modal yang dibayarkan oleh pihak yang berakad harus sama jenis dan nilainya, misannya mereka menentukan modalnya dari emas, maka nilai emas harus sama. (2)Modal harus ditasharufhkan untuk keperluan yang sama, demikian juga jumlahnya juga arus sama. (3)Modal harus bersifat tunai atau kontan, tidak boleh dihutang. Persyaratan syirkah yang dikemukakan oleh ulama syafi‟iyah secara umum pada dasarnya sama dengan yang dikemukakan oleh Malikiyah, baik untuk persyaratan dalam syirkah, pihak yang berakad dan modal. Sedangkan ulama Hanafiyah menetapkan syarat syirkah ada tiga macam, yaitu: a) Syarat shahih (yang benar), yaitu persyaratan yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian, sehingga akad syirkah tidak terhenti karenanya, seperti mereka bersepakat untuk tidak melakukan pembelian kecuali untuk barang-barang tertentu. b) Syarat fasid (rusak), yaitu persyaratan yang tidak dituntut ada dalam akad, seperti persaratan tidak adanya fasakh syirkah jika waktunya belum sampai satu tahun. c) Syarat ayang harus ada dalam akad, yaitu: modal harus diketahui pihak-pihak yang berakad, pebagin keuntungan harus
ditetapkan
secara
seperempat, dan lain-lain. d. Macam-macam syirkah
jelas,
seperti
sepertiga,
24
Secara garis besar menurut Sayid Syabiq, syirkah dibagi menjadi dua macam, yaitu:32 1) Syirkah amlak, yaitu dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa ada akad. Syirkah amlak ini ada dua macam, yaitu: a) Syirkah ikhtiari (sukarela), yaitu kerja sama yang muncul karena adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu, seperti
apabila
seseorang
membeli,
berwasiat
atau
menghibahkan sesuatu kepada dua orang lain, dan mereka menerimanya. Maka dua orang sebagai penerima barang tersebut telah bersyirkah dalam hak milik. b) Syirkah ijbari (paksaan), yaitu syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atau perbuatan keduanya, misanya dua orang yang menerima warisan, maka dua orang tersebut telaah ber syirkah dalam hak milik. 2) Syirkah „uqud (berdasarkan akad), yaitu ikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam penanaman modal dan pembagian keuntungan. Para ulama Fiqh telah berbeda pendapat mmengenai syirkah „uqud ini. Perbedaan pembagian ini disebabkan oleh pandangan mereka yang tida sama dalam menilai keabsahan (kebolehan) bentuk syirkah tertentu, misannya ada bentuk syirkaah yang tidak dibolehkan oleh ulama tertentu. Tetapi ulama lain membolehkan bentuk syirkah tersebut dan sebaliknya. Sabiq membagi syirkah „uqud ini menjadi empat macam, yaitu: 32
Muhammad syafi‟i antonio. Bank syari’ah: dari teori ke praktik. (Jakarta: gema insani press. 2001). Hal. 96
25
a) Syirkah al-„inan b) Syirkah al-mufawwadhah c) Syirkah al-abdan d) Syirkah al-wujud Para ulama tidak semua setuju tentang keabsahan empat macam syirkah „uqud di atas, kecuali ulama hanafiyah. Ulaa malikiyah hanya mengakui tig maca syirkah selain syirkah al-wujuh. Sementara menurut ulama hanabilah yang tidak dibolehkan adalah syirkah al-„inan. Adapun ulama syafi‟iyah hanya mengakui syirkah al-„inan, dan yang lainnya tidak dibolehkan. Adapun tentang definisi dan syarat-syarat empat macam syirkah di atas sebagai berikut:33 a. Syirkah al-„inan yaitu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam harta untuk melakukan perdagangan dengan pembagian untung atau menanggung kerugian secara bersama. Dalam bentuk syirkah al-„inan ini tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam besarnya modal, pembagian
keuntungan
atau
pembagian
pekerjaan.
Apabila mereka mengalami kerugian, maka kerugian tersebut
harus
di
tanggung
bersama
berdasarkan
prosentase modal yang mereka investasikan. b. Syirkah al-mufawwadhah, yaitu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan syarat harus ada kesamaan dalam jumlah modal, pengelolaan, agama (Islam), dan hendaknya setiap pihak enjadi wakil bagi yang lain. Karena itu, apabila ada syarat yang tidak dipenuhi dalam syirkah al-mufawwadah ini, maka syirkah ini akan 33
Ibid Hal 102
26
berubah menjadi syirkah al-„inan, karena dalam syirkah al„inan tidak dituntut adanya kesamaan dalam syarat-syarat tersebut. c. Syirkah al-wujuh, yaitu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk elakukan pembelian suatu barang secara tidak tunai dan keuntungannya dibagi bersama. Syirkah ini sebenarnya hanya mengndalkan kepercayaan karena kedudukan para pelakunya. Syirkah ini dikenal sebagai bentuk syirkah karena tanggung jawab mereka, bukan didasarkan pada modal atau pekerjaaan mereka. d. Syirkah al-abdan, yaitu akad yang disepakati oleh dua orang atau lebih, untuk menerima suatu pekerjaan yang akan
dikerjakan
secara
bersama-sama
kemudian
keuntungan dibagi secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan. Ulama malikiyahmensyaratkan untuk syirkah ini harus ada satu kesatuan usaha, meskipun ada perbedaan dalam bentuk pekerjaan, tetapi harus masih ada kaitan antara pekerjaan, yang satu dengan yang lainnya dan keduanya masih dalam temapt yang sama. e. Berakhirnya syirkah Syirkah akan berakhir apabila:34 1) Salah satu pihak mebatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain, karena syirkah adalah akad yang terjadi atas rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada keharusan untuk
dilaksanakan
apabila
salah
satu
pihak
tidak
menginginkannya lagi. Maka hal ini menunjukan pencanutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
34
Rahmat Syafe‟i. Fiqh Muamalah. (Bandung: Pustak setia. 2004). Hal 237
27
2) Salah stu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasarruf (keahlian dalam mengelola harta), baik karena gila atau sebab yang lainnya. 3) Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika syirkah lebh dari dua orang, maka yang batal hanya yang meninggal dunia saja. 4) Salah satu pihak berada di bawah pengampun, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan, maupun sebab yng lainnya. 5) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama malakiyah, Syafi‟iyah dan hanabilah. Sedangkan menurut hanafiyah, bahwa keadaan bangkrut tidaak membatalkan perjanjian. 6) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung pemiliknya sendiri. Namun apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, maka enjadi resiko bersama, dan apabila masih ada sisa modal, maka syirkah masih dapat berlangsung dengan sisa kekayaan yang masih ada B. Penelitian terdahulu Dalam Penelitian ini penulis mengumpulkan referensi guna menghasilkan sebuah karya ilmiah. Dalam proses pembuatan proposal ini, penulis telah menemukan sumber yang membahas mengenai teoriteori Sistem Gaduh, terutama yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan Penelitian ini. Siti fatimah. 2011. Pelaksanaan sistem bagi hasil peternak sapi di desa sejangatDi tinjau menurut konsep mudharabah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian Menurut tinjauan ekonomi Islam tentang pelaksanaan usaha peternak sapi yang
28
dilakukan di Desa Sejangat belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah dalam pembagian hasil antara pemilik sapi dengan pengelola sapi. Hal ini dapat terlihat dalam pembagian keuntungan yang tidak sesuai dengan kontrak di awal. Seharusnya jika ada perubahan akad dalam pembagian keuntungan maka hendaknya diberitahukan terlebih dahulu kepada pengelola modal agar tidak terjadi kerugian salah satu pihak.35 Anisatur rohmatin. 2008. Meneliti tentang tinjauan hokum Islam terhadap pelaksanaan bagi hasil pengelolaan lahan tambak (Studi di Desa Tluwuk Kec. Wedarijaksa Kab. Pati). Penelitian ini menggunakan Adapun penelitian yang dilakukan adalahpenelitian lapangan (field research) dan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitik.Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data adalah denganmenggunakan cara berfikir induktif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelaksanaan
bagi
hasil
pengelolaanlahan tampak di desa
Tluwuk Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati sesuai denganadat istiadat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan tidak bertentangandengan syariat Islam.36 Widarto. 2011. Perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat besemah di kecamatan tanjung kemuning kabupaten kaur. Bengkulu:
Universitas
Bengkulu.
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. Bentuk dan menurut
hukum
system perjanjian kawukan adat
Kabupaten Kaur dibuat
Besemah
(bagi hasil) ternak
diKecamatan Tanjung Kemuning
secara lisan
atau
tidakterulis, perjanjian
kawukan tidak bersifat tetap karena perjanjian kawukan ini bias 35
Siti Fatimah. 2011. Pelaksanaan sistem bagi hasil peternak sapi di desa sejangat Di tinjau menurut konsep mudharabah.Pekanbaru: sultan syarif
kasim riau. 36
Anisatur rohmatin. 2008.Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaanbagi hasil pengelolaan lahan tambak (Studi di Desa Tluwuk Kec. Wedarijaksa Kab. Pati). Yogyakarta: unversitas islam negeri sunan kalijaga.
29
diperbaharui, hanya berdasarakan kepercayaan dan tolong menolong antara
sipemilik dengan si pengawuk; b. Pembagian hasil antara si
pemilik dan pengawukdalam perjanjian Kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat Besemah diKecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur yaitu: Pembagian hasil ternakyang disesuaikan dengan modal pengawuk terhadap pemilik ternak, dimanasistemnya melalui pelantara kaki atau kuku ternak, apabila pengawuk membelisatu kaki dalam satu ekor ternak dihitung berdasarkan jumlah kaki artinya apabilaternak
berkembangbiak
menghasilkan
satu
anak
ternak,
maka pengawukmendapatkan satu kaki dari anak ternak tersebut, begitu juga dengan sistem kukusatu ekor ternak dibagi sesuai dengan jumlah kuku yang dibeli pengawuk, karenasatu kaki terdiri dari dua kuku berarti dalam satu ekor terdapat delapan kuku,apabila pengawuk membeli satu kuku artinya jika ternak berkembangbiak makapengawuk mendapatkan satu kuku.37 Jonly Woran. 2008. Meneliti tentang Evaluasi Usahatani Kambing Gaduhan Kelompok Wanita Tani di Desa Wouna Biak Utara. Sumatera: FPPK UNIPA. Penelitian ini menggunakan Data dianalisis secara tabulasi.Hasil penelitian, Calon penggaduh adalah ibu rumah tangga yang diatur sebagai anggota kelompok wanita tani desa. Calon pengaduh ini tidak dilakukan selek-si,akan tetapi didaftar namanya dan disusun urutan dari nama pertama sampai dengan nama kesepuluh untuk membentuk 1 kelompok. Ternak kambing didistribusi secara merata kepada 10 kelompok wanita tani setelah anggota masing-masing kelompok mendapat pengarahan.Namun tanpa pelatihan budidaya kambing sebelumnya, Redistribusi ternak kambing belum dilakukan sampai dengan tahun ke-empat38.
37
Widarto. 2011. Perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat besemah di kecamatan tanjung kemuning kabupaten kaur. Bengkulu: Universitas Bengkulu. 38 Jonly Woran. 2008. Evaluasi Usahatani Kambing Gaduhan Kelompok Wanita Tani di Desa Wouna Biak Utara. Sumatera: FPPK UNIPA.
30
St. Rohani, Puspitasari. I, dan Abdullah A. 2014.Meneliti tentang “Karakteristik Peternak Sapi Potong Dengan Sistem Bagi Hasil Di Desa Lempang, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru”.Makassar: Universitas Hasanuddin. Penelitian ini menggunakan Analisis deskriptif. Hasil
penelitian
Hasilpenelitianmenunjukkan
bahwa
berdasarkan
karakteristik peternak sapi potong yang melakukan sistem bagi hasil umumnyaberada pada usia produktif, tingkat pendidikan relatif rendah, jumlah tanggungan keluarga peternak sedikit, pengalaman peternak antara 1 sampai 10 tahun dengan skala kepemilikan ternak berkisar antara 1 – 6 ekor sapi39. Puspitasari,ita. 2014. Meneliti tentang Motivasi Peternak Melakukan Sistem Bagi Hasil (Teseng) Usaha Ternak Sapi Potong Di Desa Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru. Hasil penelitian harga diri dan prestasi (X1), Kebutuhan (X2) dan Imbalan yang diterima (X3) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh positif terhadap peternak yang melakukan sistem bagi hasil (teseng) usaha ternak sapi potong di Desa Lempang, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru sedangkan secara parsial (sendiri-sendiri) faktor Kebutuhan (X2) dan Imbalan yang diterima (X3) berpengaruh signifikan terhadap peternak yang melakukan sistem bagi hasil (teseng) (Y) usaha ternak sapi potong di Desa Lempang, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, Sedangkan faktor Harga diri dan prestasi (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap peternak yang melakukan sistem bagi hasil (teseng) (Y) usaha ternak sapi potong40.
39
St. Rohani, Puspitasari. I, dan Abdullah A. 2014. “Karakteristik Peternak Sapi Potong Dengan Sistem Bagi Hasil Di Desa Lempang, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru”. Makassar: Universitas Hasanuddin. 40 Puspitasari, Ita. 2014. “Motivasi Peternak Melakukan Sistem Bagi Hasil (Teseng) UsahaTernak Sapi Potong Di Desa Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru”.Makasar: Universitas Hasanuddin.
31
Tabel penelitian terdahulu Nama Siti (2011)
Judul
Metode
fatimah. Pelaksanaan sistem bagi hasil peternak desa
sejangat
mudharabah.
Di
tinjau
menurut
Hasil
Perbedaan
sapi di kualitatif
Menurut
tinjauan Penelitian
konsep deskriptif
ekonomi Islam tentang untuk pelaksanaan
usaha mengetahui
peternak
sapi
dilakukan
di
yang hasil
dari
Desa pelaksanaan
Sejangat
belum Gaduhan
sepenuhnya
sesuai usaha ternak
dengan prinsip syariah sapi
secara
dalam pembagian hasil syariahIslam, antara
pemilik
sapi sedangkan
dengan pengelola sapi. Penelitian Hal ini dapat terlihat Penulis untuk dalam
pembagian mengetahui
keuntungan yang tidak bagaimana sesuai dengan kontrak sistem di awal. Seharusnya Ekonomi jika
ada
perubahan Islam dalam
32
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
akad dalam pembagian pelaksanaan keuntungan
maka sistem gaduh
hendaknya
peternakan
diberitahukan terlebih Sapi di desa dahulu
kepada Tanggeran
pengelola modal agar Kabupaten tidak terjadi kerugian Pekalongan. salah satu pihak. Widarto
Perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak menurut pendekatan
menunjukkan
(2011).
hukum adat besemah di kecamatan tanjung deskriptif
a.
kemuning kabupaten kaur
system
kualitatif.
Bentuk
.
bahwa: Penelitian dan untuk
perjanjian mengetahui
kawukan (bagi hasil) hasil
dari
ternak
menurut pelaksanaan
hukum
adat Gaduhan
Besemah
usaha ternak
diKecamatan Tanjung sapi
secara
Kemuning Kabupaten syariahIslam, Kaur dibuat
secara sedangkan
33
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
lisan atau tidakterulis, Penelitian perjanjian tidak
kawukan Penulis untuk
bersifat
tetap mengetahui
karena
perjanjian bagaimana
kawukan
ini
diperbaharui,
bias sistem hanya Ekonomi
berdasarakan
Islam dalam
kepercayaan
dan pelaksanaan
tolong
menolong sistem gaduh
antara
sipemilik peternakan
dengan si pengawuk; Sapi di desa b.
Pembagian
hasil Tanggeran
antara si pemilik dan Kabupaten pengawukdalam perjanjian (bagi
Pekalongan.
Kawukan .
hasil)
ternak
menurut hukum adat Besemah diKecamatan
34
Nama
Judul
Metode
Hasil Tanjung
Perbedaan
Kemuning
Kabupaten Kaur yaitu: Pembagian
hasil
ternakyang disesuaikan modal
dengan pengawuk
terhadap
pemilik
ternak, dimanasistemnya melalui pelantara kaki atau
kuku
apabila
ternak, pengawuk
membelisatu
kaki
dalam satu ekor ternak dihitung jumlah
berdasarkan kaki
apabilaternak berkembangbiak
artinya
35
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
menghasilkan anak
satu
ternak,
maka
pengawukmendapatkan satu kaki dari anak ternak tersebut, begitu juga
dengan
sistem
kukusatu ekor ternak dibagi sesuai dengan jumlah dibeli
kuku
yang
pengawuk,
karenasatu kaki terdiri dari dua kuku berarti dalam
satu
terdapat
ekor delapan
kuku,apabila pengawuk
membeli
satu kuku artinya jika ternak berkembangbiak
36
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
makapengawuk mendapatkan
satu
kuku. Anisatur rohmatin. tinjauan hukum (2008).
Islam terhadap pelaksanaan penelitian
bagi hasil pengelolaan lahan tambak
lapangan
menunjukkan (field pelaksanaan
(Studi di Desa Tluwuk Kec. Wedarijaksa Kab. Pati). research)
bahwa Penelitian bagi untuk
dan hasil pengelolaanlahan mengetahui
sifat
tampak di desa Tluwuk hasil
penelitiannya
Kecamatan
pelaksanaan
adalah deskriptif Wedarijaksa analitik.
dari
Gaduhan
Kabupaten Pati sesuai usaha ternak denganadat
istiadat sapi
secara
atau kebiasaan yang hokum adat, berlaku di masyarakat sedangkan dan
tidak Penelitian
bertentangandengan
Penulis untuk
syariat Islam
mengetahui bagaimana sistem
37
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan Ekonomi Islam dalam pelaksanaan sistem gaduh peternakan Sapi di desa Tanggeran Kabupaten Pekalongan. .
St.
Rohani, Karakteristik Peternak Sapi Potong Dengan Sistem Analisis
Hasil
penelitian Penelitian ini
Puspitasari. I, dan Bagi Hasil Di Desa Lempang, Kecamatan Tanete deskriptif.
menunjukkan
Abdullah
berdasarkan
(2014).
A. Riaja, Kabupaten Barru.
bahwa untuk mengetahui
karakteristik peternak karakter sapi
potong
yang peternak
melakukan sistem bagi yaitu
apa
hasil umumnyaberada sesuai dengan pada usia produktif, karakter
38
Nama
Judul
Metode
Hasil tingkat
Perbedaan
pendidikan peternak sapi
relatif rendah, jumlah yang tanggungan
keluarga dengan
peternak pengalaman
ada
sedikit, melakukann peternak sistem
bagi
antara 1 sampai 10 hasil, tahun
dengan
kepemilikan
skala sedangkan ternak penelitian
berkisar antara 1 – 6 penulis untuk ekor sapi .
mengetahui bagaimana sistem Ekonomi Islam dalam pelaksanaan sistem gaduh peternakan Sapi di desa
39
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan Tanggeran Kabupaten Pekalongan.
Jonly (2008).
Woran Evaluasi Usahatani Kambing Gaduhan Kelompok Data Wanita Tani di Desa Wouna Biak Utara..
dianalisis Calon
secara tabulasi.
penggaduh Penelitian
adalah
ibu
rumah untuk
tangga
yang
diatur mengetahui
sebagai
anggota hasil
dari
kelompok wanita tani Gaduhan desa. Calon pengaduh Kambing, ini
tidak
dilakukan sedangkan
selek-si,akan
tetapi Penelitian
didaftar namanya dan Penulis untuk disusun
urutan
dari mengetahui
nama pertama sampai bagaimana dengan
nama sistem
kesepuluh
untuk Ekonomi
membentuk kelompok.
1 Islam dalam Ternak pelaksanaan
40
Nama
Judul
Metode
Hasil kambing
Perbedaan
didistribusi sistem gaduh
secara merata kepada peternakan 10 kelompok wanita Sapi di desa tani setelah anggota Tanggeran masing-
Kabupaten
masing.Redistribusi
Pekalongan.
ternak kambing belum . dilakukan dengan
sampai tahun
ke-
empat. Ita Puspitasari
Motivasi Peternak Melakukan Sistem Bagi Hasil kuantitatif
harga diri dan prestasi Penelitian ini
(2014)
(Teseng) Usaha Ternak Sapi Potong Di Desa eksplanatori
(X1), Kebutuhan (X2) untuk
Lempang Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten
dan
Barru
diterima (X3) secara motivasi
Imbalan
bersama-sama
yang mengetahui
peternak
(simultan) berpengaruh dalam positif peternak
terhadap melakukan yang sistem
bagi
41
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
melakukan sistem bagi hasil, hasil
(teseng)
usaha sedangkan
ternak sapi potong di Penelitian Desa
Lempang, Penulis untuk
Kecamatan
Tanete mengetahui
Riaja,
Kabupaten bagaimana
Barru
sedangkan sistem
secara parsial (sendiri- Ekonomi sendiri)
faktor Islam dalam
Kebutuhan (X2) dan pelaksanaan Imbalan yang diterima sistem gaduh (X3)
berpengaruh peternakan
signifikan
terhadap sapi di desa
peternak
yang Tanggeran
melakukan sistem bagi Kabupaten hasil
(teseng)
(Y) Pekalongan.
usaha
ternak
sapi
potong
di
Desa
42
Nama
Judul
Metode
Hasil
Perbedaan
Lempang, Kecamatan Tanete
Riaja,
Kabupaten
Barru,
Sedangkan
faktor
Harga diri dan prestasi (X1) tidak berpengaruh signifikan
terhadap
peternak
yang
melakukan sistem bagi hasil
(teseng)
(Y)
usaha
ternak
sapi
potong.
43
C. Kerangka berfikir Pemodal
Modal
Pengelola
Bagi Hasil/ Pebagian keuntungan