BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Persepsi Mekanisme persepsi merupakan suatu peristiwa psikologi dan proses
eksternal yang membangkitkan persepsi yang mempengaruhi mata, saraf di bagian visual cortex, yang memberikan efek ke lingkungan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh susunan saraf pusat. Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 481) dalam bukunya: ”Persepsi adalah anggapan langsung atas sesuatu”
Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa: ”Persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.” Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses di mana ada informasi yang di peroleh lewat ingatan organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetuskan suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perseptual merupakan proses yang paling tinggi. Dalam keterkaitan proses persepsi ada 3 komponen yang sangat terkait diantaranya: 1. Pembelajaran dari pengalaman organisme terhadap stimulus 2. Ingatan dari organisme 3. Through dari komponen satu dan dua (Pembelajaran dan Ingatan). Berdasarkan penjelasan keterkaitan proses persepsi maka organisme/individu harus menerima informasi terlebih dahulu sebelumnya, dimana informasi yang dibutuhkan adalah informasi mengenai bagi hasil. Hal ini dibutuhkan agar organisme/individu dapat memahami informasi yang diproses bersamaan dengan ingatan organisme/individu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal atau dari luar : -
Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit di persepsikan dibandingkan dengan yang objektif .
-
Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama.
-
Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat.
-
Conditioned stimuli, stimulus yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain lain.
2. Faktor Internal -
Motivasi, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat
-
Menarik, hal hal yang menarik lebih di perhatikan daripada yang tidak menarik.
-
Kebutuhan, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian.
-
Asumsi, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.
Bagi Hasil 2.2.1 Pengertian Bagi Hasil Menurut Muhammad (2005: 176): ”Bagi hasil adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.” Sedangkan menurut Ach. Bakhrul Muchtasib (Tanpa Tahun Terbit: http://www.pkes.org/file/publication/bagi%20hasil%20in%20concept.doc): ”Bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih.”
Berdasarkan kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bagi hasil merupakan perjanjian atau ikatan yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari‟ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari‟ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari‟ah terdiri dari dua sistem, yaitu: 1. Profit Sharing Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2. Revenue Sharing Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan. Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit). Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari
penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biayabiaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
2.3
Bunga
2.3.1 Pengertian Bunga Dalam bunga di bank konvensional dapat disebut sebagai balas jasa yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabahnya karena telah mempercayai bank untuk menyimpan uangnya di bank dan bila dilihat dari sisi bank sebagai penyedia kredit maka pihak bank yang akan mendapatkan balas jasa dari nasabah berupa bunga. Dalam kegiatan perbankan berdasarkan prinsip konvensional ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu: Pertama adalah bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di Bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya, seperti jasa giro, bunga tabungan serta bunga deposito dan harga ini bagi bank merupakan harga beli. Kedua adalah bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah pemnjam kepada bank seperti bunga keredit dan harga ini bagi bank merupakan harga jual.
Pada dasarnya suku bunga menurut Myers (1999) dapat dibedakan menjadi suku bunga sederhana dan suku bunga majemuk. Suku buga sederhana mengambil asumsi bahwa yang diinvestasikan. Kenyataannya, semua pelaku bisnis di bidang keuangan menggunakan suku bunga majemuk. Keynes dalam teorinya menyebutkan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini, ada tiga motif seseorang bersedia untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan spekulasi (Boediono, 1982). Tiga motif itulah yang merupakan sumber timbulnya permintaan uang yang diberi istilah liquidity preference, artinya permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif tersebut. Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 1982). Permintaan besar apabila tingkat bunga tinggi dan permintaan kecil apabila tingkat bunga rendah. Tabungan, menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga, makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.
Dasar-Dasar Penetapan Tingkat Suku Bunga Dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, pengertian dari tingkat bunga akan dikaitkan dengan dua subyek yaitu pemilik modal dan pemakai modal. Dalam transaksi negosiasi antara kedua belah pihak, tentu saja pemilik modal menginginkan tingkat bunga setinggi-tingginya . Secara umum tingkat bunga dapat dikatakan sebagai harga uang yang ditetapkan dari transaksi antara penawaran dan permintaan uang. Besarnya penawaran dan permintaan dari uang tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya arus uang beredar. Faktor
utama
yang
mempengaruhi
besarnya
tingkat
bunga
yaitu
perkembangan ekonomi, kebijakan pemerintah. Menurut Kasmir (2003) dalam bukunya “Manajemen Perbankan” suatu bank dalam menetapkan tingkat bunga deposito akan dipengaruhi oleh hal sebagai berikut:
a. Faktor Fundamental 1. Keadaan ekonomi dan keuangan nasional Suatu kondisi yang berhubungan dengan tingkat penawaran dan permintaan uang, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap inflasi dan suku bunga deposito. Ilustrasi dapat dimisalkan seperti bank cenderung untuk menaikkan tingkat suku bunga depositonya jika penawaran masyarakat akan dana rendah, sehingga untuk mengantisipasinya keadaan semacam itu bank menawarkan tingkat deposito yang tinggi. 2. Kebijakan pemerintah Dalam menentukan baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya ada batasan maksimal dan batas minimal untuk suku bunga yang dipinjamkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat. 3. Persaingan Dalam menarik konsumen agar menyimpan uang dan melakukan pinjaman kepada sebuah bank, maka yang seharusnya dilakukan bank tersebut adalah memperhatikan bunga simpanan dan bunga pinjaman yang ditawarkan oleh pesaing. Dimana bila pesaing member harga untuk bunga simpanan sebesar 15% per tahun maka hendaknya bank yang bersangkutan memberikan harga diatas harga pesaing, namun dengan tetap memperhatikan harga bunga simpanan yang telah ditetapkan oleh BI. 4. Jangka waktu Bunga merupakan jasa bank terhadap deposan yang telah menyimpan dananya di bank yang pada umumnya semakin lama jangka waktu simpanan maka semakin tinggi pula suku bunga yang akan diperoleh deposan. 5. Keadaan intern bank Terlihat pada komposisi dana bank, kebutuhan dana bank dan kebijakan intern bank. Pada umumnya dana bank berasal dari pihak ketiga. Berdasarkan hal tersebut hendaknya bank dalam menentukan tingkat suku bunga deposito harus tetap memperhatikan pula tingkat suku bunga produk lain.
b. Faktor Teknis Secara
teknis
perkembangan
tingkat
suku
bunga
dilihat
dari
pergerakannya, yaitu: 1. Secular Merupakan pergerakan suku bunga yang terjadi atas beberapa lingkaran usaha dalam kurun waktu 10-40 tahun. Pengamatan pada pergerakan tingkat suku bunga ini berguna untuk mengamati pergerakan tingkat suku bunga jangka panjang. 2. Cyclical Merupakan pergerakan suku bunga yang menjadi bagian dari secular dimana terjadi dalam kurun 3-5 tahun. Pergerakan ini bermanfaat untuk memperkirakan perkembangan tingkat suku bunga dalam jangka menengah. 3. Seasonal and Random Merupakan pergerakan tingkat suku bunga yang dipengaruhi oleh suatu kejadian luar biasa seperti adanya perang, bencana alam, dll.
2.4
Pengertian Minat Definisi minat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 744): ”Kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.”
Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 406): ”Minat merupakan keinginan yang kuat, gairah, kecenderungan hati yang sangat tinggi terhadap sesuatu.” Menurut John Holland (2008: http://www. bpkpenabur.or.id/files/hal. 1735%20penguatan%20membaca.pdf): ”Minat sebagai aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat dapat menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu dimana ia akan termotivasi untuk mempelajari dan menunjukkan kinerja yang tinggi.” Berdasarkan pernyataan diatas minat itu timbul didahului oleh pengetahuan dan informasi, kemudian disertai dengan rasa senang dan timbul perhatian terhadapnya serta ada hasrat dan keinginan untuk melakukannya.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian minat, maka dapat disimpulkan bahwa minat merupakan: 1. Kecenderungan untuk memikirkan dalam jiwa seseorang. 2. Adanya pemusatan penelitian dari individu. 3. Rasa senang yang timbul dalam diri individu terhadap objek. 4. Keinginan dalam diri individu untuk mengetahui, melakukan dan membuktikan lebih lanjut. 5. Pemusatan pikiran, perasaan dan kemauan terhadap objek karena menarik perhatian. Jadi dengan kata lain bahwa minat timbul didahului oleh pengetahuan dan informasi, kemudian disertai dengan rasa senang dan timbul perhatian terhadapnya serta ada hasrat dan keinginan untuk melakukannya. Minat menurut Hurlock (1995: 117) terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: a) Aspek kognitif Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, sekolah dan masyarakat dan berbagai jenis media massa. b) Aspek Afektif Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu, orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu. c) Aspek Psikomotor Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.” Jika seseorang sangat menginginkan objek minat dalam waktu segera. Minat dapat ditimbulkan dengan cara (Effendi, 1993: 72): a) Membangkitkan suatu kebutuhan. b) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau. c) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi minat: a) Status ekonomi Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka laksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka. b) Pendidikan Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang dilakukan. Seperti yang dikutip Notoatmojo, 1997 dari L.W. Green mengatakan bahwa “Jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih aman baginya”. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan fasilitas pelayanan yang ada sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan mereka. c) Tempat tinggal Dimana orang tinggal banyak dipengaruhi oleh keinginan yang biasa mereka penuhi pada kehidupan sebelumnya masih dapat dilakukan atau tidak.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan perusahaan riset marketing Asto S Subroto (2008: www.marsindonesia.com), diungkapkan: ”Ternyata faktor utama nasabah memilih bank syariah adalah keuntungan emosional atau emotional benefit. Hal ini tercermin dari dua alasan terbesar nasabah, yaitu kesesuaian dengan syariat Islam dan keinginan agar terhindar dari riba. Sementara sisanya, merupakan faktor yang bersifat keuntungan fungsional yang mendasar atau functional benefit. Seperti keamanan, kedekatan lokasi, bagi hasil, dan kualitas layanan.” Hasil riset diatas didukung dengan beberapa pendapat para ahli, seperti menurut Moh Khoiruddin (tanpa tahun terbit: 2): “Sebagai proses pengambilan keputusan, perilaku konsumen untuk menjadi nasabah sangat dipengaruhi oleh faktor intern, seperti sikap, persepsi,
motivasi, dan faktor ekstern, seperti pengaruh kelompok referensi, pendidikan, kondisi sosial dan keluarga.” Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat yang juga didukung oleh beberapa riset adalah seperti di bawah ini: 1. Faktor dorongan dari dalam (intern) meliputi sikap, persepsi, dan motivasi. 2. Faktor motivasi sosial (ekstern) meliputi pengaruh kelompok referensi, pendidikan, kondisi sosial dan keluarga. 3. Faktor emosional (emotional benefit) meliputi kesesuaian dengan syariat Islam dan keinginan agar terhindar dari riba.
2.5
Pengertian Mahasiswa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 613): “Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi.”
Mahasiswa secara harfiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi entah di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa. Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut. Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana dalam catatan sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan. Mahasiswa di kenal dengan jiwa patriotnya serta pengorbanan yang tulus tanpa pamrih . Namun hanya sedikit rakyat Indonesia yang dapat merasakan dan punya kesempatan memperoleh perndidikan hingga ke jenjang ini karena system perekomian di Indonesia yang kapitalis serta biaya pendidikan yang begitu mahal sehingga kemiskinan menjadi bagian hidup rakyat ini .
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
Fungsi Mahasiswa Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang : 1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat 2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan 3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya. Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana
mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
Peran Mahasiswa Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
2.6
Pengertian Nasabah Pengertian nasabah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah: “Akad pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 775): “Orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan).” Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 424): “Orang yang menjadi pelanggan (menabung, dsb) di bank.” Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah: “Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in costumer).” Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank dalam hal keuangan.
2.7
Bank Syariah
2.7.1 Pengertian Bank Syariah Pengertian Bank Syariah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah: “Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Menurut Institut Manajemen Bina Mulia Consulting Centre (2008: 4): “Bank syariah ialah bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.” Menurut Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo (2005: 33): “Bank syariah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.” Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsurunsur riba, untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya, tetapi tidak dilarang oleh beliau. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Bisnis berdasarkan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Di mana kita telah mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2.000 unit Baitul Maal wa Tamwil (Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti BMT). Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
Menurut Muhamad, (2000: 25): “Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah: 1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jemis transaksi. 2. Menjalankan bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal. 3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya. 4. Larangan menjalankan monopoli. 5. Bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.”
Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syarih dan Bank Konvensional No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional 1
Falsafah
2
Operasionalisasi
3
Aspek Sosial
4
Organisasi
Tidak berdasarkan bunga Berdasarkan bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan (ghanar) - Dana masyarakat berupa - Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang simpanan harus dibayar baru akan mendapatkan bunganya pada saat hasil jika “diusahakan” jatuh tempo terlebih dahulu - Penyaluran pada sektor - Penyaluran pada usaha yang menguntungkan yang halal dan tanpa memperhitungkan menguntungkan aspek halal atau tidaknya sektor tersebut Dinyatakan secara eksplisit Tidak diketahui secara dan tegas yang tertuang tegas dalam visi dan misi Harus memiliki Dewan Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah Pengawas Syariah
Sumber: Rifki Muhammad (2008: 53)
Tabel 2.2. Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga BAGI HASIL 1. Penentuan
besarnya
rasio/nisbah dengan
bagi
hasil
pedoman
pada
BUNGA 1. Penentuan unga dengan asumsi harus selalu untung.
kemungkinan untung-rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada
jumlah
keuntungan.
%
jumlah
berdasarkan
uang
yang
dipinjamkan.
3. Bagi hasil bergantung pada keuntungan
2. Besarnya
proyek
yang
dijalankan (bisa bagi untung
3. Pembayaran bunga tetap tanpa pertimbangan apakah proyek untung atau rugi.
arau bagi rugi) 4. Jumlah
pembagian
meningkat
sesuai
peningkatan
laba
pembayaran
bunga
terpengaruh
oleh
dengan
tidak
jumlah
peningkatan atau penurunan
pendapatan. 5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
4. Jumlah
jumlah pendapatan. 5. Eksistensi
bunga
diragukan
oleh semua agama, termasuk Islam.
2.8
Pengaruh Persepsi Atas Bagi Hasil Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Nasabah Bank Syariah Bank syariah dalam pengembangannya tidak hanya berlandaskan pada aspek
legalitas keberadaan undang-undang dan keunggulan nilai-ilai moral semata yang diaplikasikan dalam operasi perbankan syariah, tetapi juga harus berdasarkan pada market driven. Bank syariah dapat berkembang baik bila mengacu pada demand masyarakat akan produk yang menguntungkan dan jasa bank syariah. Potensi terbesar bank syariah terdapat pada segmen floating market, yang mempunyai cirri lebih menunjkkan aspek financial benefit dibandingkan aspek syariah. Bagi segmen floating market, ketertarikan dan kemauan untuk bertransaksi dengan bank syariah sangat ditentukan oleh layanan dan keuntungan yang
ditawarkan. Segmen pasar ini akan bertransaksi dengan bank syariah jika bank syariah memberikan layanan dan keuntungan minimal sama atau bahkan lebih dibandingkan ank konvensional (Karim, 2005). Sehingga bank syariah jika ingin merebut pangsa floating market, harus memikirkan cara untuk meningkatkan pendapatan bagi hasil yang diberikan kepada nasabah. Artinya, jika bank syariah memiliki pendapatan bagi hasil yang lebih besar dari periode sebelumnya, berearti bank syariah telah mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik, sehingga akan mempengaruhi minat masyarakat khususnya mahasiswa untuk mengadopsi bank syariah, yang akhirnya berdampak pada kenaikkan jumlah simpanan di bank syariah.
2.9
Pengaruh Persepsi Atas Bunga Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Nasabah Bank Syariah Bank syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dihadapkan pula
pada resiko suku bunga. Tidak dapat dipungkiri lagi, semua sisi perekonomian tidak luput mekanisme bunga. Alasan utama ketertarikan pasar terhadap suku bunga adalah adanya kepastian hasil. Sampai saat ini, suku bunga masih menjadi faktor penentu utama dalam mempertimbangkan keputusan investasi bisnis. Smithin (1994) menyebutkan bahwa tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan utama seseorang dalam memutuskan untuk menabung. Wicksell (1997) juga menyatakan bahwa tingginya minat masyarakat untuk enabung dipengaruhi oleh tingkat bunga. Artinya, pada saat tingkat bunga tinggi, masyarakat lebih tertarik untuk mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya. Jika dikaitkan dengan teori Keynes, seseorang bersedia untuk memegang uang tunai salah satunya karena motif berspekulasi. Berawal dari motif berspekulasi itulah ketika masyarakat yang memegang uang tunai tersebut dihadapkan pada suku bunga yang tinggi, akan cenderung menanamkan dananya di bank konvensional ketimbang menginvestasikannya di bank syariah, dengan alasan adanya kepastian hasil. Suku buga yang tinggi tersebut memungkinkan masyarakat yang sudah mengadopsi bank syariah untuk segera menarik dananya di bank syariah.
2.10
Pengaruh Persepsi Atas Bagi Hasil Dan Bunga Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi Nasabah Bank Syariah Pendapatan bagi hasil dan bunga digunakan untuk menggambarkan tingkat
return yang diberikan bank syariah dan bank konvensional. Semakin besar pendapatan bagi hasil dan bunga yang diberikan, akan semakin besar pula pendapatan yang diperoleh pemegang dana. Pendapatan bagi hasil dan suku bunga bisa saja berbeda-beda antara satu bank dengan bank yang lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya, tetapi yang jelas semakin tinggi pendapatan bagi hasil dan suku bunga yang diberikan bank, akan semakin besar minat nasabah rasional untuk menyimpan dananya di bank tersebut. Nasabah rasional yang dimaksud adalah nasabah yang dalam menentukan pilihan untuk menanamkan dana lebih mementingkan keuntungan. Hubungan positif antara tingkat return dengan tingkat tabungan menunjukkan bahwa pada umumnya para penabung bermotif keuntungan (Khairunnisa, 2001). Besarnya proporsi nasabah rasional (floating market), membuat bank syariah dan bank konvensional berlomba-lomba untuk merebut pasar tersebut. Nasabah rasional pemburu keuntungan atau mencermati setiap pergerakan pendapatan bagi hasil dan bunga.