BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biaya Informasi biaya sangat bermanfaat bagi
manajemen perusahaan.
Diantaranya adalah untuk menghitung harga pokok produksi, membantu
manajemen dalam fungsi perencanaan dan pengendalian biaya serta fungsi pengambilan keputusan dalam kegiatan operasional perusahaan. Untuk melakukan perhitungan harga pokok produksi, sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki kemampuan menelusuri biaya. Carter (2009:32) menyatakan bahwa “Kemampuan menelusuri biaya merupakan dasar dalam menghitung biaya dari suatu barang atau jasa”. 2.1.1. Pengertian Biaya Untuk dapat menghitung harga pokok produk dengan teliti, maka dibutuhkan pemahaman terhadap biaya yang menjadi komponen pembentuk harga pokok itu sendiri. Maka dari itu, berikut adalah pengertian biaya menurut pendapat beberapa ahli. Dalam arti luas, biaya adalah pengorbanan sumber daya ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sedangkan dalam arti sempit, biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva (Mulyadi, 2009:8-9).
13
14
Hariadi (2002: 43) menyatakan bahwa “Biaya dapat dipandang sebagai
suatu nilai tukar yang dikeluarkan atau suatu pengorbanan sumber daya yang
dilakukan untuk mendapatkan manfaat di masa datang”.
Sedangkan biaya menurut Hansen dan Mowen (2009:47) merupakan kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberikan manfaat masa ini atau di masa depan bagi organisasi.
Biaya mewakili suatu manfaat yang digunakan segera atau ditangguhkan untuk beberapa periode waktu ke depan. Jika manfaat digunakan segera, maka biayanya merupakan beban, contohnya adalah beban gaji. Namun jika manfaatnya ditangguhkan maka biayanya merupakan aktiva, contohnya biaya peralatan. Selanjutnya apabila aktiva digunakan dalam operasi, maka akan diakui sebagai suatu beban, misalnya beban penyusutan. Berdasarkan perbedaan biaya dan beban di atas, dapat diketahui bahwa biaya merupakan pengeluaran sekarang yang dinyatakan dalam satuan uang untuk memperoleh barang atau jasa yang masih memiliki manfaat di masa depan. Sedangkan beban merupakan biaya yang telah memberikan manfaat dan tidak memiliki manfaat di masa depan. 2.1.2. Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya diperlukan untuk menentukan harga pokok produk dengan tepat dan mengendalikan tujuan kegiatan perusahaan. Mursyidi (2008:15) mengatakan “Dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya yang sifatnya berhubungan langsung (direct cost) dengan suatu produk yang
15
dihasilkan, dan biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung (indirect cost) dengan suatu produk.” Biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan suatu
produk dikenal dengan biaya produksi (manufacturing cost) sedangkan biaya
yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan suatu produk dikenal dengan
beban komersial (commercial expense).
Carter (2009:40) mengatakan bahwa pengklasifikasian biaya adalah sangat
penting untuk membuat ikhtisar yang berarti atas biaya. Klasifikasi yang paling
umum digunakan didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini: 1. Biaya dalam hubungannya dengan produk, biaya digolongkan menjadi: a. Biaya Manufaktur Disebut juga biaya produksi atau biaya pabrik yang merupakan jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. b. Beban Komersial Terdiri dari beban pemasaran dan beban administratif. 2. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi, biaya digolongkan menjadi: a. Biaya Variabel (Variable Cost) Jumlah biaya variabel ini berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. b. Biaya Tetap (Fixed Cost) Bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. c. Biaya Semivariabel
16
Merupakan jenis biaya yang memiliki elemen biaya tetap dan biaya
variabel.
3. Biaya dalam hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain,
biaya digolongkan menjadi:
a. Departemen Produksi dan Departemen Jasa
Departemen-departemen
dalam
suatu
pabrik
biasanya
diklasifikasikan dalam dua kategori: departemen produksi dan departemen jasa. Pada departemen produksi, operasi manual dan operasi mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung pada produk atau bagian-bagian dari produk. Sedangkan pada departemen jasa tidak secara langsung terlibat dalam proses produksi, tetapi biaya departemen ini merupakan bagian dari biaya produk. b. Biaya Bersama (Common Cost) dan Biaya Gabungan (Joint Cost) Biaya bersama merupakan biaya dari fasilitas atau jasa yang digunakan oleh dua atau lebih operasi. Biaya gabungan terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk lain tanpa dapat dihindari.
4. Biaya dalam hubungannya dengan periode Akuntansi, biaya digolongkan menjadi: a. Belanja Modal (Capital Expenditure)
17
Dimaksudkan untuk memberikan manfaat pada periode-periode
mendatang dan dilaporkan sebagai aset.
b. Belanja Pendapatan (Revenue Expenditure)
Memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan
sebagai beban.
5. Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau
evaluasi, biaya digolongkan menjadi: a. Biaya Diferensial Merupakan biaya yang relevan untuk suatu pilihan diantara banyak alternatif. b. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) Merupakan sejumlah pendapatan atau manfaat lain yang mungkin hilang bila alternatif tertentu diambil. c. Biaya Tertanam (Sunk Cost) Merupakan suatu biaya yang telah terjadi dan oleh karena itu, tidak relevan terhadap pengambilan keputusan.
2.2.
Harga Pokok Produksi
2.2.1. Pengertian Harga Pokok Produksi
Hansen dan Mowen (2009:55) menyatakan bahwa harga pokok produk (product cost) adalah pembebanan biaya yang mendukung tujuan manajerial yang spesifik.
18
Hariadi (2002:35-36) menegaskan bahwa definisi harga pokok produk
tergantung untuk kepentingan apa manajemen menggunakan informasi tersebut.
Tabel 2.1 Definisi Harga Pokok Produksi Definisi Harga Pokok Produk dan Jasa
Rantai Nilai
Operasional
1. Biaya penelitian dan pengembangan. 2. Biaya produksi. 3. Biaya pemasaran. 4. Biaya pelayanan konsumen.
1. Biaya produksi. 2. Biaya pemasaran. 3. Biaya pelayanan konsumen.
Tradisional 1. Biaya produksi.
Memenuhi Kepentingan / Tujuan Manajemen 1. Penentuan harga jual. 2. Penentuan komposisi produk. 3. Analisa keuntungan yang bersifat strategis.
Pengambilan keputusan desain strategis.
Penyusunan laporan keuangan.
(Hariadi, 2002:36) Perhitungan harga pokok untuk perusahaan manufaktur, perusahaan dagang
dan
perusahaan
jasa
memiliki
perbedaan.
Perbedaan
tersebut
mengakibatkan perbedaan pula pada komponen harga pokok produksinya. Kegiatan perusahaan dagang berupa pembelian barang dagang dari perusahaan lain untuk dijual kembali. Perusahaan dagang tidak melakukan pemprosesan terhadap barang dagangannya. Harga pokok penjualannya dihitung dengan menjumlahkan persediaan awal dengan pembelian dan dikurangi dengan persediaan akhir. Berbeda dengan perusahaan manufaktur, terdapat tiga komponen biaya yang dibutuhkan untuk menghitung harga pokok produksinya
19
yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Sedangkan untuk perusahaan jasa, perhitungan harga pokoknya relatif
lebih sederhana karena tidak atau sedikit melibatkan bahan baku (Blocher, Lin,
Chen, 2000:88).
Berikut adalah perbedaan proses akuntansi biaya dari perusahaan jasa,
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur:
Gambar 2.1 Perbedaan Proses Akuntansi Biaya
Proses Akuntansi Biaya Perusahaan Jasa: Harga pokok jasa
Sumber Biaya
Proses Akuntansi Biaya Perusahaan Dagang: Pembelian barang
Persediaan barang dagang
Harga pokok penjualan
Proses Akuntansi Biaya Perusahaan Manufaktur: Biaya bahan baku Pembeliaan bahan
Tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik
Persediaan barang jadi
Harga pokok penjualan
(Hariadi
20
2.2.2. Komponen Harga Pokok Produksi
Mulyadi (2009:14) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan jumlah
dari tiga unsur biaya; bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead
pabrik. 1. Bahan Baku Langsung (Direct Material)
Menurut Carter (2009:40), bahan baku langsung adalah semua bahan baku
yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Sedangkan Mulyadi (2009:275) menyatakan “Bahan baku merupakan bagian menyeluruh produk jadi”
2. Tenaga Kerja Langsung Tenaga kerja langsung menurut Carter (2009:40) adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Mulyadi dalam Akuntansi Biaya, menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Sedangkan biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Sedangkan
Hariadi (2009:47) menjelaskan bahwa biaya tenaga kerja
merupakan tenaga kerja dalam pabrik yang terlibat langsung dalam proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi.
21
Mulyadi (2009:321) berpendapat bahwa biaya tenaga kerja dapat dibagi ke
dalam tiga golongan besar, yaitu: gaji dan upah reguler yaitu jumlah gaji dan upah bruto dikurangi dengan potongan-potongan seperti pajak
penghasilan dan biaya asuransi; premi lembur dan biaya-biaya yang
berhubungan dengan tenaga kerja lainnya.
3. Overhead Pabrik
Overhead pabrik menurut Carter (2009:42) terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari beberapa kelompok. Menurut Mulyadi (2009:194-195) berdasarkan sifatnya, biaya overhead pabrik digolongkan menjadi: a. Biaya bahan penolong, yaitu bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi, nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi produk tersebut. b. Biaya reparasi dan pemeliharaan, yaitu berupa biaya suka cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai (factory supplies) dan harga peolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan aktiva tetap yang digunakan untuk keperluan perusahaan.
22
c. Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu tenaga kerja yang upahnya
tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tidak langsung terdiri dari upah,
tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
tidak langsung tersebut.
d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap,
antara lain biaya-biaya depresiasi atas aktiva tetap yang digunakan oleh pabrik. e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, antara lain yaitu biaya-biaya asuransi gedung, asuransi mesin dan peralatan, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan dan lain-lain. f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai, terdiri dari biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya. Untuk menentukan harga pokok produksi yang tepat, perusahaan harus teliti dalam menghitung setiap komponen biaya overhead pabrik. Perusahaan dapat mengestimasi biaya overhead pabrik pada suatu volume yang dapat dicapai dengan menetapkan tarif pembebanan biaya overhead pabrik. Dalam menentukan tarif biaya overhead pabrik, dapat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Menyusun anggaran biaya overhead pabrik
23
Dalam penyusunan anggaran ini perlu diperharikan kapasitas yang
dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk. 2. Memilih dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk
Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan
akan dipakai sebagai dasar penaksiran biaya overhead pabrik. Memilih
biaya overhead pabrik kepada produk, diantaranya: satuan produk,
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin. 3. Menghitung tarif biaya overhead pabrik Untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik maka digunakan rumus berikut: Tarif 𝑜𝑣𝑒𝑟𝑒𝑎𝑑 pabrik per unit =
Anggaran 𝑜𝑣𝑒𝑟𝑒𝑎𝑑 pabrik Dasar Pembebanan
Mulyadi (2009:199) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan yang dipakai adalah: a. Jenis biaya overhead pabrik yang paling dominan jumlahnya dalam departemen produksi b. Sifat–sifat biaya overhead pabrik yang paling dominan dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai. 2.2.3. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Hariadi (2002:122) menjelaskan bahwa “Pada dasarnya terdapat dua alasan suatu perusahaan akan memproduksi barang, pertama karena adanya
24
pesanan dengan spesifikasi tertentu dari konsumen dan kedua melakukan proses produksi untuk mengisi persediaan di gudang”. Dua pola kegiatan produksi
tersebut, mempengaruhi bagaimana cara atau metode dalam pengumpulan harga
pokok yang dilakukan perusahaan agar sesuai dan terorganisir. Untuk itu, dalam
pengumpulan harga pokok produksi terdapat dua cara yaitu pengumpulan harga berdasarkan pesanan dan pengumpulan harga pokok berdasarkan proses. pokok
1. Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing) Carter (2009:144) menyatakan bahwa dalam metode perhitungan biaya (harga pokok) berdasarkan pesanan, biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan (job) terpisah. Hansen dan Mowen (2009:153) mengemukakan pendapat bahwa metode harga pokok pesanan biasanya digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan produk yang sangat berbeda satu sama lain disesuaikan dengan pesanan yang diterima. Oleh karena itu, diperlukan penelusuran biaya produksi secara terpisah untuk setiap pesanannya. Suatu pesanan merupakan output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu dan merupakan objek biayanya. Adapun karakter perusahaan yang produksinya didasarkan pada pesanan menurut Mulyadi (2009:38) diantaranya: a. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus. Jika yang satu selesai dikerjakan, proses produksi dihentikan dan mulai dengan pesanan berikutnya.
25
b. Produk dihasilkan sesuai spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan.
persediaan di gudang. Mulyadi (2009:39) mengemukakan pula manfaat informasi harga pokok
pesanan yaitu sebagai berikut:
c. Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi
1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan 2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan 3. Memantau realisasi biaya produksi 4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan 5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses.
2. Metode Harga Pokok Berdasarkan Proses (Process Costing) Menurut Blocher, Chen dan Lin (2001:552-553) metode harga pokok berdasarkan proses mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar produk yang hampir identik. Adapun karakteristik produksi perusahaan yang menggunakan metode harga pokok berdasarkan proses menurut Mulyadi (2009:64) diantaranya: a. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar b. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama
26
c. Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi
yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu
tertentu.
Berikut adalah perbedaan dari kedua metode di atas:
Tabel 2.2
Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan dan Proses
Perbedaan Metode Harga Pokok Pesanan
Metode Harga Pokok Proses
-Spesifikasi produk berbeda-beda
-Spesifikasi produk seragam
-Pengumpulan biaya per pesanan unit
-Pengumpulan biaya per proses atau
-Harga pokok per dihitung dengan
departemen
membagi total biaya per pesanan -Harga pokok per unit dihitung dengan dengan keluarannya setiap pesanan
membagi total biaya dalam satu periode
selesai.
dengan keluarannya pada akhir periode.
2.2.4. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Metode penentuan harga pokok merupakan cara memperhitungkan unsurunsur biaya ke dalam harga pokok. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok, Mulyadi (2009:17) menggolongkan penentuan harga pokok produksi ke dalam dua metode yaitu metode full costing dan metode variable costing. 1. Metode Full Costing Hariadi (2009:445) menerangkan bahwa metode full costing merupakan metode yang memperhitungkan seluruh biaya produksi baik tetap maupun variabel dalam menentukan nilai persediaan yang akan dijual.
27
Sedangkan Mulyadi (2009:17) menjelaskan bahwa metode full costing
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produk yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku variabel
maupun tetap.
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Mulyadi (2009:17) menerangkan bahwa harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari: Biaya Bahan Baku Langsung
XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung
XXX
Biaya Overhead Pabrik Tetap
XXX
Biaya Overhead Pabrik Variabel
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
2. Metode Variable Costing Menurut Mulyadi (2009:122) menjelaskan bahwa variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biayabiaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Selain itu, Hariadi (2002:445) menerangkan bahwa variable costing merupakan metode yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel
28
saja dalam menentukan nilai persediaan yang akan dijual perusahaan.
tenaga kerja langsung dan biaya overhead variabel saja. Mulyadi (2009:123) mengatakan bahwa penentuan harga pokok produksi
dengan metode variable costing dapat disajikan sebagai berikut:
Dengan kata lain, biaya produksi hanya meliputi biaya bahan baku, biaya
Biaya Bahan Baku
XXX
Biaya Tenaga Kerja
XXX
Biaya Overhead Pabrik Variabel
XXX
Harga Pokok Produksi
XXX
Hariadi (2002:446) menarik kesimpulan bahwa perbedaan antara metode full costing dan variable costing dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.3 Perbedaan Metode Full Costing dan Variable Costing Keterangan Biaya produksi
Full Costing
Variable Costing
Biaya bahan baku
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead- variabel
Biaya overhead- variabel
Biaya overhead- tetap Biaya periode
Biaya penjualan
Biaya overhead-tetap
Biaya administrasi & umum
Biaya penjualan Biaya administrasi & umum
Pada metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya.
29
Berikut adalah perbedaan format pada Laporan Laba-Rugi menggunakan
metode full costing dengan variable costing untuk perusahaan manufaktur:
PT XXX Laporan Laba-Rugi dengan pendekatan Full Costing Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20xx
Pendapatan penjualan Kos penjualan Persediaan awal produk jadi Kos produksi Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi: Biaya bahan baku xxx Biaya TKL xxx BOP xxx
Persediaan akhir produk dalam proses Kos produksi Kos produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Kos penjualan Laba bruto
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
Biaya usaha Biaya administrasi Biaya pemasaran
xxx xxx
Laba bersih usaha Pendapatan di luar usaha Biaya di luar usaha
xxx xxx
Laba bersih sebelum pajak Pajak penghasilan Laba bersih setelah pajak
xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
30
PT XXX Laporan Laba-Rugi dengan pendekatan Variable Costing Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20xx Pendapatan penjualan Biaya variabel Kos penjualan variabel Persediaan awal produk jadi xxx Kos produksi variabel: Persediaan awal produk dalam proses xxx Biaya produksi variabel: xxx Biaya bahan baku Biaya TKL xxx BOP variabel xxx xxx xxx Persediaan akhir produk dalam proses xxx Kos produksi variabel xxx Kos produksi yang tersedia untuk dijual xxx Persediaan akhir produk jadi xxx Kos penjualan variabel xxx Biaya administrasi & umum variabel xxx Biaya pemasaran variabel xxx Total biaya variabel Laba kontribusi Biaya tetap BOP tetap xxx Biaya administrasi & umum tetap xxx Biaya pemasaran tetap xxx Total biaya tetap Laba bersih
xxx
xxx xxx
xxx xxx
(Mulyadi, 2009:21-22)
2.3.
Harga Transfer Dalam suatu organisasi, penentuan daerah pertanggungjawaban dan
manajer yang bertanggung jawab dilaksanakan dengan menetapkan pusat-pusat pertanggungjawaban, seperti yang dikemukakan oleh Hansen & Mowen (2000:63)
31
dalam
bukunya
“Akuntansi
Manajemen”,
ada
empat
jenis
pusat
pertanggungjawaban dalam suatu organisasi, antara lain:
1. Pusat Biaya (cost center), yaitu suatu pusat pertanggungjawaban yang
manajernya bertanggung jawab hanya terhadap biaya.
2. Pusat Pendapatan (revenue center), yaitu suatu pusat pertanggungjawaban
yang manajernya bertanggung jawab terhadap penjualan.
3. Pusat Laba (profit center), yaitu suatu pusat pertanggungjawaban yang
manajernya bertanggung jawab hanya terhadap pendapatan maupun biaya. 4. Pusat Investasi (investment center), yaitu suatu pusat pertanggungjawaban yang manajernya bertanggung jawab terhadap pendapatan, biaya dan investasi. Dalam suatu perusahaan yang organisasinya telah terbagi menjadi pusatpusat laba, transfer barang atau jasa antar pusat laba tersebut menimbulkan masalah penetuan harga transfer. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis. Hansen & Mowen (2000:78) mengatakan “Harga transfer adalah nilai barang yang ditransfer merupakan laba bagi divisi yang mengirim (penjual) dan biaya bagi divisi yang menerima (pembeli).” Dari definisi tersebut, harga transfer dapat diartikan sebagai harga perpindahan barang atau jasa yang dipertukarkan antar unit-unit atau antar pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi.
32
Menurut Supriyono (2000:416) menerangkan bahwa terdapat beberapa
pendekatan umum dalam penetapan harga transfer, yaitu:
1. Metode harga transfer berdasarkan harga pasar (market based transfer
price), yaitu metode penentuan harga transfer barang atau jasa antar pusat
laba didasarkan atas harga pasar dikurangi penghematan biaya karena
produk tersebut ditransfer antar divisi.
2. Metode harga transfer berdasarkan biaya (cost based transfer price), yaitu
metode penentuan harga transfer biaya dimana besarnya harga transfer ditentukan sebesar biaya ditambah laba. Metode ini sering dinamakan metode biaya ditambah laba.
2.4.
Laba
2.4.1. Pengertian Laba Setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat meningkatkan keuntungan atau laba. Laba merupakan selisih lebih pendapatan dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut, biasanya dinyatakan dalam satuan uang. Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat pada tingkat laba yang diperoleh perusahaan itu sendiri. Boone & Kurtz (2000:70) menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan mengejar sejumlah sasaran profitabilitas dalam strategi penetapan harganya. Manajer mengetahui bahwa: 𝐿𝑎𝑏𝑎 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑗𝑢𝑎𝑙
33
Menurut Mulyadi dalam buku Akuntansi Manajemen (2001:513),
mengemukakan bahwa Faktor faktor yang mempengaruhi laba adalah sebagai
berikut:
a. Biaya Biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah suatu produk atau jasa
akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan
b. Harga Jual
Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan. Harga jual juga berpengaruh pada laba. Taufiq Amir (2005:163) menerangkan bahwa harga merupakan jumlah keseluruhan nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat yang didapatkan atau digunakannya atas produk atau jasa. c. Volume Penjualan dan Produksi Besarnya volume penjualan berpengruh terhadap volume produksi produk atau jasa tersebut, selanjutnya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi. Dengan adanya laba usaha maka perusahaan dapat mengukur tingkat keuntungan yang dicapai dihubungkan dengan penjualan atau yang dikenal dengan istilah profit margin. Munawir (2007:89) mengemukakan bahwa “Profit margin mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
34
2.4.2. Alat Pengukur Laba Alat untuk mengukur tingkat laba dapat ditentukan dengan beberapa cara,
salah satunya adalah melalui analis rasio. Menurut Munawir (2007:37) “Analisis
rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi-laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.”
Dalam menghitung tingkat laba, perlu diperhatikan bahwa perhitungan
tersebut didasarkan atas laba dibagi dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Adapun rumus untuk mengetahui tingkat laba adalah sebagai berikut: 1. Gross Profit Margin Ratio Merupakan rasio atau perimbangan laba kotor yang dihasilkan dari setiap penjualan bersih. Gross Profit Margin Ratio dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
× 100%
2. Net Profit Margin Ratio Rasio ini dapat mengukur seberapa banyak laba bersih yang dapat dihasilkan dari setiap nilai penjualan. Net Profit Margin Ratio dinyatakan dalam rumus berikut ini: 𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
× 100%