BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Bank Istilah bank berasal dari bahasa Italia, yaitu banco yang artinya meja atau tempat untuk menukarkan uang. Pengertian bank menurut Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan definisi bank tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan utama bank ada dua, yaitu menghimpun/funding dana dan menyalurkan/lending dana. Kegiatan menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana (uang) dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Simpanan dalam pengertian Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Strategi bank dalam menghimpun dana adalah dengan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang menarik dan menguntungkan berupa bunga, cendera mata, hadiah, pelayanan, atau balas jasa lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Uang yang disimpan di bank memiliki jangka waktu tertentu sampai diminta kembali oleh pemiliknya. Oleh karena itu, bank dapat memanfaatkan uang tersebut dengan jalan menyalurkannya kembali kepada pihak lain yang memerlukannya dalam bentuk pinjaman (kredit). Dalam pemberian kredit, disamping dikenakan bunga, bank juga mengenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitur) dalam bentuk biaya administrasi serta biaya provisi dan komisi. Kredit berasal dari bahasa Latin, yaitu credere yang artinya kepercayaan. Bank meminjamkan uang kepada pihak lain karena bank percaya uangnya akan dikembalikan. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa atau pelayanan bank lainnya (services) terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, antara lain: jasa setoran seperti telepon, listrik, air, ataupun uang kuliah, jasa pengiriman uang (transfer) baik secara manual ataupun secara online, jasa penjualan mata uang asing (valas), jasa penagihan (inkaso), jasa kliring (clearing), jasa letter of credit (L/C), jasa penyimpanan dokumen, barang, dan surat berharga (safe deposit box), jasa penukaran uang (money changer), serta memberikan jasa/pelayanan dalam penarikan tunai atau pembayaran transaksi dengan menggunakan transaksi kartu ATM (automated teller machine), kartu debit (debit card), dan kartu kredit (credit card).
2.1.2 Peranan Bank Bank telah menempati posisi sentral dalam perekonomian modern. Dengan demikian, hampir seluruh keperluan setiap orang dan segenap lapisan masyarakat dalam kegiatan perekonomian terkait dengan perbankan. Posisinya
Universitas Sumatera Utara
yang strategis dalam bidang ekonomi itu terutama berakar dari dua peranan pokoknya, yaitu sebagai berikut. a. Sebagai lembaga intermediasi, kegiatan bank adalah menghimpun danadana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Peranannya ini telah mengubah penggunaan dana-dana masyarakat tersebut menjadi lebih produktif. Hal itu dimungkinkan karena dana-dana berlebih yang dimiliki sebagian masyarakat yang dihimpun oleh perbankan itu diinvestasikan kembali dalam kegiatan produktif. Kegiatan produktif itu dapat berupa pembangunan industri, perdagangan serta investasi pada prasarana ekonomi. b. Peranan bank sebagai lembaga penyelenggara dan penyedia layanan jasajasa di bidang keuangan serta lalu lintas pembayaran maupun pemberian jasa-jasa keuangan lainnya. Peranannya ini telah berkembang menjadi wahana yang mendukung, mendorong, dan mengakomodasi tumbuh kembangnya kegiatan investasi, produksi, serta konsumsi barang dan jasa bagi masyarakat. Dengan peranannya yang strategis dan dominan itu, bank telah menjadi lembaga yang turut memengaruhi perkembangan perekonomian suatu negara. Prestasi maupun kinerja yang buruk dari perbankan akan dengan sendirinya turut memberi andil bagi kinerja, maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tumbuh kembang dan sehatnya perekonomian suatu negara sebagian besar tergantung pada kesehatan perbankan di negara tersebut (Ali, 2006:355).
Universitas Sumatera Utara
Seperti layaknya kerja jantung dalam sistem tubuh kita yang mengatur seluruh aliran darah dalam jumlah dan kualitas yang memadai, demikian juga perbankan nasional berfungsi memelihara dan menjaga peredaran uang agar memadai dalam mendanai berbagai kebutuhan perekonomian bangsa. Perbankan sebagai industri keuangan, harus menjalankan bisnisnya berdasarkan prinsipprinsip kehatian (prudential banking) yang ekstra ketat di bawah pengawasan langsung Bank Indonesia sebagai bank sentral. Perbankan harus dapat memelihara kepercayaan masyarakat dengan pelayanan yang baik, ramah, cepat, aman, cermat, dan tidak diskriminatif. Jika masyarakat tidak percaya, maka runtuhlah bisnis perbankan. Masyarakat tidak akan segan-segan menarik dananya dari bank walaupun mendengar kabar angin yang belum tentu benar (Judisseno, 2005).
2.1.3 Jenis-Jenis Bank Jenis atau bentuk bank (beserta jumlahnya hingga Desember 2011) di Indonesia dapat dikelompokkan/dibedakan berdasarkan hal-hal sebagai berikut. 1. Jenis bank berdasarkan fungsinya, yaitu: a.
Bank sentral, yaitu Bank Indonesia;
b.
Bank umum, berjumlah 120 perusahaan (bank);
c.
Bank perkreditan rakyat (BPR), berjumlah 1.669 perusahaan (bank).
2. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya, yaitu: a.
Bank milik pemerintah (bank persero), berjumlah 4 perusahaan (bank);
Universitas Sumatera Utara
b.
Bank milik pemerintah daerah (BPD), berjumlah 26 perusahaan (bank);
c.
Bank milik swasta nasional, berjumlah 66 perusahaan (bank);
d.
Bank milik swasta campuran, berjumlah 14 perusahaan (bank);
e.
Bank milik asing, berjumlah 10 perusahaan (bank).
3. Jenis bank berdasarkan ruang lingkup kegiatan operasinya/statusnya, yaitu: a.
Bank devisa, berjumlah 36 perusahaan (bank);
b.
Bank non devisa, berjumlah 30 perusahaan (bank).
4. Jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha, yaitu: a.
Bank konvensional, berjumlah 120 perusahaan (bank);
b.
Bank yang berdasarkan prinsip syariah (bank umum syariah), jumlahnya ada 11 perusahaan (bank).
2.1.4 Laporan keuangan Bank Setiap perusahaan, baik bank maupun nonbank pada periode tertentu akan melaporkan semua kegiatan keuangannya dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik, manajemen, maupun pihak luar (masyarakat) yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan yang menunjukkan bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki dan kinerja manajemen bank selama satu periode sehingga pihak
Universitas Sumatera Utara
manajemen dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta mempertahankan kekuatan yang dimiliki. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai sifat dan perkembangan bank dari waktu ke waktu maka laporan keuangan disajikan secara komparatif untuk 2 (dua) tahun terakhir. Laporan keuangan bank terdiri atas: neraca, laporan komitmen dan kontinjensi, laporan laba rugi, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan keuangan gabungan dan konsolidasi. a. Neraca Neraca merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan bank pada tanggal tertentu. Posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi aktiva (harta), pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Dalam penyajiannya, aktiva dan kewajiban dalam neraca bank tidak dikelompokkan menurut lancar atau tidak lancar, namun sedapat mungkin tetap disusun menurut tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Setiap aktiva produktif disajikan di neraca sebesar jumlah bruto dari tagihan atau penempatan bank dikurangi dengan penyisihan penghapusan yang dibentuk untuk menutupi kemungkinan kerugian yang timbul dari masing-masing aktiva produktif yang bersangkutan. b. Laporan Komitmen dan Kontijensi Laporan ini wajib disajikan secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran mengenai proses komitmen dan kontijensi, baik yang bersifat tagihan maupun kewajiban pada tanggal laporan. Komitmen adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
ikatan atau kontrak berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama dipenuhi. Kontijensi adalah tagihan atau kewajiban bank yang kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa yang akan datang. c. Laporan Laba Rugi Merupakan laporan keuangan bank yang menggambarkan hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Perhitungan laba rugi bank wajib disusun sedemikian rupa agar dapat memberi gambaran mengenai hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Laporan laba rugi bank pada umumnya disusun dalam bentuk berjenjang (multiple step) yang menggambarkan pendapatan atau beban yang berasal dari kegiatan utama bank dan kegiatan lainnya. Cara penyajian laporan laba rugi bank antara lain: wajib memuat secara rinci unsur pendapatan dan beban, unsur pendapatan dan beban harus dibedakan antara pendapatan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan nonoperasional. d. Laporan Arus Kas Merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan bank yang disusun berdasarkan kas selama periode laporan dan harus menunjukkan semua aspek penting dari kegiatan bank tanpa memandang apakah transaksi tersebut berpengaruh langsung pada kas.
Universitas Sumatera Utara
e. Catatan Atas Laporan Keuangan Merupakan laporan yang berisi catatan tersendiri mengenai posisi devisa neto, menurut jenis mata uang dan aktivitas lainnya. Bank wajib mengungkapkan dalam catatan tersendiri mengenai posisi devisa neto menurut jenis mata uang serta aktivitas-aktivitas lain seperti kegiatan wali amanat, penitipan harta dan penyaluran kredit pengelolaan. f. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolidasi Laporan gabungan merupakan laporan dari seluruh cabang-cabang bank yang bersangkutan baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan
laporan
konsolidasi
merupakan
laporan
bank
yang
bersangkutan dengan anak perusahaannya. Menurut Kasmir (2007:240), secara umum tujuan pembuatan laporan keuangan suatu bank sebagai berikut: 1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva yang dimiliki. 2. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenisjenis kewajiban baik jangka pendek (lancar) maupun jangka panjang. 3. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal pada bank tertentu. 4. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapatan yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan bank tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan berikut jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. 6. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban, dan modal. 7. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang disajikan.
2.1.5 Rasio Keuangan Bank Rasio keuangan bank adalah hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam persentase atau kali. Hasil perhitungan rasio ini dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank pada periode tertentu, dan dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai tingkat kesehatan bank selama periode keuangan tersebut (Riyadi, 2004:137). Sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian perusahaan adalah laporan keuangan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan tersebut, dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan. Analisis rasio keuangan perusahaan merupakan salah satu alat untuk memperkirakan atau mengetahui kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan meningkat, maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Selain itu, dengan analisis rasio keuangan akan dapat diketahui jika suatu perusahaan melakukan penyimpangan (Hariyani, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Rasio keuangan menjadi salah satu alat yang digunakan oleh para pengambil keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal dalam menentukan kebijakan berikutnya. Bagi pihak eksternal terutama kreditor dan investor, rasio keuangan dapat digunakan dalam menentukan apakah suatu perusahaan wajar untuk diberikan kredit atau untuk dijadikan lahan investasi yang baik. Bagi pihak manajemen, rasio keuangan dapat dijadikan alat untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Rasio-rasio keuangan perbankan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loan (NPL).
2.1.5.1 Return on Assets (ROA) Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Sumber dana terbesar yang digunakan bank bagi kelangsungan operasional bank adalah berasal dari masyarakat. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang dananya sebagian besar berasal dari simpanan dana masyarakat, yakni Return on Assets (ROA), dalam menilai kondisi kesehatan bank. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, ROA bank ditetapkan minimal 1,25% (Mintarti, 2009). ROA merupakan indikator kepercayaan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
kepada perbankan terhadap pengelolaan aset bank. Selain itu, ROA bank juga menjadi salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan. Semakin besar ROA bank, maka akan menunjukkan kinerja keuangan bank yang semakin baik. Jika pihak bank dapat menjaga kinerjanya dengan baik, terutama tingkat profitabilitas yang tinggi, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan akan ikut naik. Kenaikan tersebut merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat dan terutama bagi para investor dalam menempatkan dana yang dimiliki pada bank yang bersangkutan karena jaminan keamanan atas dana yang diinvestasikan semakin besar. Profitabilitas bank merupakan hal yang terpenting karena dapat menjamin kontinuitas berdirinya bank, menjadi tolak ukur tingkat kesehatan bank serta tolak ukur baik atau buruknya manajemen bank, dapat meningkatkan daya saing bank bersangkutan, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank, dan dapat meningkatkan status bank bersangkutan (Hasibuan, 2007). Menurut Dendawijaya (2005), Return on Assets merupakan perbandingan antara laba bersih (laba setelah pajak) dengan total aktiva. Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank, secara teoretis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL, laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum pajak. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih. Return on Assets (ROA) dapat diformulasikan sebagai berikut (Dendawijaya, 2005): ROA =
Laba Bersih × 100% Total Aktiva
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang dilakukan secara efisien, apakah permodalan bank tersebut akan mampu menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) semakin besar atau semakin kecil (Muljono, 2002). Jika posisi modal bank kuat, para penyimpan (deposan) suatu bank dengan sendirinya tidak merasa was-was atau bimbang terhadap risiko seandainya simpanannya tidak dapat dilunasi oleh bank tersebut. Modal besar yang dimiliki bank akan senantiasa menutupinya, jika terjadi kerugian atau risiko di dalam bank (Simorangkir, 2004:153). Modal merupakan faktor penting dalam rangka mengembangkan usaha bank dan menampung risiko kerugian. Penggunaan modal bank dimaksudkan untuk memenuhi segala kebutuhan guna menunjang kegiatan operasi bank. Modal sangat diperlukan oleh bank sebagai modal kerja, menjaga kelancaran likuiditas (penjamin likuiditas), membiayai operasi, alat untuk ekspansi usaha, dan juga sebagai alat untuk menjaga kepercayaan para nasabah (deposan) bank atas dana yang telah mereka simpan ataupun investasikan pada bank tersebut. Unsur kepercayaan ini sangat diperlukan oleh pemilik bank karena menyangkut kepentingan nilai perusahaan. Dengan demikian, kelangsungan hidup suatu bank sangat berkaitan erat dengan posisi permodalannya. Besar dan kecilnya modal yang dimiliki suatu bank berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
dan loyalitas para nasabah dan juga berperan dalam menetukan kebijakan manejemen bank di masa yang akan datang. Ketentuan modal minimum bank yang berlaku di Indonesia mengikuti standar Bank for International Settlement (BIS). Berdasarkan Peraturan BI Nomor: 3/21/PBI/2001 Tahun 2001, Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut akan ditempatkan dalam pengawasan khusus. Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan, melindungi dana pihak ketiga (dana masyarakat) pada bank bersangkutan, dan untuk memenuhi ketetapan standar BIS. Bank Indonesia mengatur cara perhitungan ATMR yang terdiri atas jumlah ATMR yang dihitung berdasarkan nilai masing-masing pos aktiva pada neraca bank dikalikan dengan bobot risikonya masing-masing dan ATMR yang dihitung berdasarkan nilai masing-masing pos aktiva pada rekening administratif bank dikalikan dengan bobot risikonya masing-masing. Menurut Kuncoro (2011:300), Capital Adequacy adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol berbagai risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Jika CAR = 8% atau > 8%, berarti modal bank tersebut telah memenuhi ketentuan CAR, akan tetapi jika CAR < 8%, berarti modal bank tersebut belum memenuhi ketentuan CAR, jadi manajemen bank harus menambah modal sebesar kekurangannya. Secara
Universitas Sumatera Utara
teoretis, jika nilai CAR suatu bank tinggi, berarti bank tersebut akan mampu membiayai operasi bank dan keadaan tersebut akan menguntungkan bagi bank bersangkutan
karena
memberikan
kontribusi
yang
cukup
besar
bagi
profitabilitas. Rasio KPMM atau CAR dihitung dengan cara membandingkan modal sendiri dengan ATMR dengan rumus (Siamat, 2005):
CAR =
Total Modal (Modal Inti + Modal Pelengkap) × 100% Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Modal bagi bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia, sesuai Surat Edaran BI No. 23/67/Kep/Dir tanggal 28 Februari 1991 Pasal 3 ayat (1), terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Adapun rincian komponen dari masing-masing modal tersebut adalah sebagai berikut. Modal Inti disebut juga Core Capital atau Tier 1, terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak. Secara rinci modal inti dapat berupa bentuk-bentuk berikut. 1.
Modal disetor, yaitu yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
2.
Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
3.
Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dan harga jual apabila saham tersebut dijual.
Universitas Sumatera Utara
4.
Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat umum anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masingmasing bank.
5.
Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurang pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan RUPS atau rapat anggota.
6.
Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
7.
Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun yang lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal inti sebesar 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
8.
Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
9.
Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti perusahaan setelah dikompensasikan dengan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan (bank lain, lembaga
Universitas Sumatera Utara
keuangan atau lembaga pembiayaan yang mayoritas sahamnya dimiliki bank. Total modal nomor (1) hingga (9) di atas harus dikurangi dengan: 1.
Goodwill yang ada dalam pembukuan bank, dan
2.
kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) dari jumlah yang sebenarnya dibentuk sesuai ketentuan BI.
Modal Pelengkap disebut juga Supplementary Capital atau Tier 2, terdiri dari cadangan-cadangan yang dibentuk tidak dari laba setelah pajak, serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Secara rinci, modal pelengkap dapat berupa: 1.
Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
2.
Penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif dengan maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR.
3.
Modal pinjaman (sebelumnya disebut modal kuasa), yaitu utang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri: (1) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh, (2) tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persertujuan Bank Indonesia, (3) mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam
Universitas Sumatera Utara
hal jumlah kerugian bank melebihi dana yang ditahan dan cadangancadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi dan (4) pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. 4.
Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman dari anak perusahaan yang harus memenuhi syarat-syarat berikut: (1) ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, (2) mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia, (3) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh, minimal berjangka waktu 5 tahun, (4) pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari BI dan dengan pelunasan tersebut, permodalan bank tetap sehat, (5) hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada. Jumlah pinjaman subordinasi yang dapat dijadikan komponen modal pelengkap adalah maksimum sebesar 50% dari modal inti.
2.1.5.3 Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) BOPO adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam kegiatan operasinya. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dan sering digunakan Bank Indonesia sebagai proksi efisiensi operasional. Secara konseptual, BOPO sangat besar kontribusinya terhadap kemampuan perusahaan perbankan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba. Semakin rendah rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih
Universitas Sumatera Utara
efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Jika angka rasio berada di atas 90% dan mendekati 100% berarti kinerja bank menunjukkan tingkat efisiensi yang sangat rendah. Tetapi jika mendekati 75% berarti menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi. Sesuai dengan ketentuan BI, rasio BOPO yang ditoleransi adalah maksimal 93,52% (Riyadi, 2004). Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2005) yang menyatakan bahwa jika BOPO semakin meningkat berarti biaya operasi semakin besar sehingga pada akhirnya Return on Assets (ROA) bank menurun. Oleh karena itu, manajemen bank perlu mengambil langkah untuk menekan biaya operasi dan meningkatkan pendapatan operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan validasi setiap biaya yang hendak dikeluarkan bank, apakah memang perlu dikeluarkan atau tidak. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dapat diformulasikan sebagai berikut (Dendawijaya, 2005:119):
Universitas Sumatera Utara
BOPO =
Total Biaya (Beban) Operasional × 100% Total Pendapatan Operasional
2.1.5.4 Loan to Deposit Ratio (LDR) Likuiditas merupakan indikator yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi atau membayar kewajibannya (simpanan masyarakat) yang harus segera dipenuhi. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban jangka pendek keuangannya dengan tepat waktu berarti perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Menurut Hasibuan (2007:94), bank dikatakan likuid jika bank tersebut mempunyai: (1) cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya, (2) cash asset lebih kecil dari butir (1), tetapi bank juga mempunyai aset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya, dan (3) kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk utang. Pengukuran likuiditas adalah pengukuran yang sifatnya dilematik, karena di satu sisi usaha bank yang utama adalah memasarkan dan/atau memutar uang para nasabahnya untuk mendapatkan keuntungan. Artinya bisnis perbankan harus memaksimalkan pemasaran uangnya dan sekecil mungkin mencegah uang menganggur (idle money). Di sisi lain, untuk dapat memenuhi kewajibannya terhadap para deposan dan debitur yang sewaktu-waktu menarik dananya dari bank, bank dituntut selalu dalam posisi siap membayar, yang artinya bank harus mempunyai cadangan uang menganggur yang cukup. Keadaan ini merupakan dilema yang dihadapi oleh perbankan, karena antara kebutuhan likuiditas dan tingkat keuntungan yang akan dicapai mempunyai sisi yang bertolak belakang.
Universitas Sumatera Utara
Semakin tinggi tingkat likuiditas berarti akan semakin banyak uang yang menganggur, semakin banyak uang menganggur berarti pemasaran uang tidak maksimal dan akhirnya bank tidak bisa memaksimalkan keuntungan (Judisseno, 2005:138). Menurut Muljono (2002), penghasilan bunga dari penyaluran kredit merupakan pendapatan utama bank. Semakin banyak bank menyalurkan kredit, maka semakin banyak pendapatan bunga yang diperoleh yang akan mengoptimalkan laba bagi bank. Keuntungan yang diterima bank tersebut berasal dari selisih bunga pinjaman kepada debitur dengan suku bunga simpanan yang dibayar kepada nasabah penyimpan (Abdullah, 2005:32). Dalam dunia perbankan rasio likuiditas dapat diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan total dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank. LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio LDR menunjukkan semakin rendah kemampuan likuiditas bank tersebut karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi likuiditas penyaluran kredit dari bank, dengan risiko kredit macet yang juga semakin besar. LDR = 110% atau > 110% dinilai tidak sehat sedangkan LDR < 110% dinilai sehat. Besarnya LDR akan berpengaruh terhadap laba melalui penciptaan kredit. Kredit yang besar akan meningkatkan laba atau profitabilitas bank. Meskipun tingginya angka LDR dapat berpotensi menaikkan laba bank, namun hal itu tetap harus diiringi dengan sikap hati-hati
Universitas Sumatera Utara
dalam penyaluran kredit agar kelak tidak menimbulkan permasalahan kredit bermasalah (Non Performing Loan) seperti kredit macet yang justru akan dapat menurunkan laba atau profitablitas bank (Hariyani, 2010). Bank Indonesia memberlakukan aturan baru tentang Loan to Deposit Ratio (LDR) bagi industri perbankan nasional. Berdasarkan aturan baru LDR itu, bank-bank diharuskan memiliki rasio pengucuran kredit terhadap simpanan dana pihak ketiga dalam rentang 78% ̶ 100%. Di mata bank sentral, aturan ini dibuat untuk mendorong perbankan lebih giat menyalurkan kredit buat menggerakkan ekonomi. BI ingin kelebihan likuiditas di bank-bank bermodal besar bisa diserap agar tidak memicu inflasi (Indonesian Financial Review, Edisi 2 Maret 2011, hal. 3). Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dirumuskan sebagai berikut (Riyadi, 2004:146): LDR =
Total Kredit yang Diberikan × 100% Total Dana Pihak Ketiga (DPK)
2.1.5.5 Non Performing Loan (NPL) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. Kredit lancar (current) adalah kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga. Kredit bermasalah
Universitas Sumatera Utara
adalah kredit dengan kolektibilitas 3 s.d. 5, yaitu kredit dengan kualitas kurang lancar (substandard), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Kredit kurang lancar adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 3 (tiga) bulan dari waktu yang diperjanjikan sedangkan jika telah mengalami penundaan selama 6 (enam) bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan disebut sebagai kredit yang diragukan dan apabila telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan, maka dikatakan sebagai kredit macet. Target indikatif rasio NPL sesuai dengan ketentuan BI saat ini adalah maksimum 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) terbagi atas 2 (dua), yaitu NPL Gross dan NPL Net. Dalam penelitian ini, rasio kredit bermasalah yang digunakan adalah NPL Net. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank tanggal 26 Maret 2004, rasio dari kredit bermasalah secara netto maksimal 5% dari jumlah kredit yang diberikan Bank. NPL Net diformulasikan sebagai berikut (Riyadi, 2004:142):
NPL Net =
Total Kredit Bermasalah - PPAP Khusus Kolektibilitas 3 s.d. 5 × 100% Total Kredit yang Diberikan
Kredit macet adalah kredit yang diklasifikasikan pembayarannya tidak lancar yang dilakukan oleh debitur bersangkutan. Kredit macet harus secepatnya diselesaikan agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari, salah satunya dengan cara berikut.
Universitas Sumatera Utara
1.
Rescheduling atau penjadwalan ulang, yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Debitur yang dapat diberikan fasilitas penjadwalan ulang adalah nasabah yang menunjukkan iktikad baik dan karakter yang jujur serta ada keinginan untuk membayar (willingness to pay).
2.
Reconditioning atau persyaratan ulang, yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan sebagian atau seluruh bunga, dll. Persyaratan ulang diberikan kepada debitur yang jujur, terbuka, dan kooperatif yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan
tetapi
diperkirakan
masih
dapat
beroperasi
dengan
menguntungkan. 3.
Restructuring atau penataan ulang, yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut: (1) penambahan dana bank, (2) konversi sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau (3) konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner lain untuk menambah persyaratan.
4.
Liquidation atau penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi dilakukan terhadap kategori kredit yang menurut bank benar-benar sudah tidak dapat dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi dapat dilakukan dengan:
Universitas Sumatera Utara
(1) agunan disita pengadilan negeri lalu dilelang untuk membayar utang debitur, (2) agunan dibeli bank untuk dijadikan aset bank. 2.1.6 Kinerja Perbankan Kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisis dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen dan pergerakan harga sekuritas. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja keuangan melalui rasio-rasio adalah salah satu indikator penilaian kondisi keuangan perusahaan. Tingkat kesehatan perbankan digambarkan oleh kinerja keuangan perusahaan yang dinilai dalam berbagai aspek. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI 2004, aspekaspek yang dinilai dalam mengukur kinerja perbankan adalah CAMELS. Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa faktor tingkat kesehatan perbankan yang dipakai sebagai alat ukur performance/kinerja BUSN devisa di BEI, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) yang digunakan sebagai indikator tingkat permodalan (Capital), Non Performing Loan (NPL) yang digunakan sebagai indikator tingkat kualitas aset (Asset Quality), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang digunakan sebagai indikator
Universitas Sumatera Utara
rentabilitas (Earnings), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang digunakan sebagai indikator likuiditas (Liquidity). Kinerja perbankan dapat diukur dengan dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan (Kidwell & Peterson, 1981:247). Gilbert (1984:631―633), dalam surveinya terhadap beberapa penelitian mengambil kesimpulan bahwa tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan dapat menimbulkan masalah, maksudnya apabila tingkat bunga pinjaman yang digunakan sebagai ukuran kinerja, kemungkinan ukuran tersebut bias karena rata-rata tingkat bunga simpanan tergantung pada distribusi jatuh temponya bermacam-macam simpanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka menurut Gilbert, ukuran kinerja yang tepat adalah profitabilitas (Nainggolan, 2004). Ukuran profitabilitas yang biasa digunakan adalah Return on Assets (ROA) pada industri perbankan dan Return on Equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning atau keuntungan bersih dalam operasi perusahaan dengan memanfaatkan aset yang dimiliki, sedangkan ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2005). Oleh sebab itu, ukuran profitablitas yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA).
2.2 Penelitian Terdahulu Mintarti (2009), melakukan penelitian dengan judul “Implikasi Proses Take Over Bank Swasta Nasional Go Public terhadap Tingkat Kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
Kinerja Bank”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh CAR, BOPO, LDR, dan NPL terhadap ROA baik secara simultan maupun parsial. Data laporan keuangan yang digunakan dari tahun 2002―2007. Alat analisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1. Nilai Adjusted R Square adalah 0.854, hal ini berarti 85.4% variasi ROA dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independen CAR, BOPO, LDR, dan NPL. Sedangkan sisanya 14.6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 2. CAR, BOPO, LDR, dan NPL secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA bank-bank umum swasta nasional take over. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai Fhitung (145.263) lebih besar dari Ftabel (2.463), demikian juga dengan nilai signifikan sebesar 0.000 yang berada di bawah 0.05. 3. Sementara secara parsial, hanya terdapat satu variabel yaitu LDR yang tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Nilai thitung variabel LDR adalah sebesar 1.251, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan ttabel pada alpha 5% yaitu sebesar ± 1.660. Sementara itu, tingkat signifikansi (probabilitas tingkat kesalahan variabel) variabel LDR sebesar 0.214, lebih besar dari 0.05. Hayat (2008), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Rentabilitas Perusahaan Perbankan yang Go Public di Pasar Modal Indonesia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor LDR, NPL, CAR, BOPO, serta Suku Bunga Kredit berpengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
rentabilitas (ROA) perbankan secara simultan dan parsial, serta untuk mengetahui faktor mana yang memberikan pengaruh paling dominan terhadap rentabilitas (ROA) perbankan. Data laporan keuangan yang digunakan dari tahun 2001―2005. Alat analisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Nilai Fhitung sebesar 31.629 dan Ftabel sebesar 2.4044, berarti Fhitung > Ftabel dan nilai signifikan sebesar 0.000, lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian, variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA. 2. Nilai Adjusted R Square sebesar 0.739 menunjukkan kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen, yang berarti 73,9% variasi ROA bank dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel independen, sedangkan sisanya sebesar 26.1% dijelaskan oleh sebabsebab lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 3. Secara parsial/individual, terdapat tiga variabel yaitu LDR, NPL, dan Suku Bunga Kredit yang tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Nilai thitung untuk variabel LDR sebesar 1.222 < ttabel (2.0096) dengan tingkat signifikan sebesar 0.228 > 0.05. Nilai thitung untuk variabel NPL sebesar ̶ 0.831 < ttabel (2.0096) dan memiliki tingkat signifikan sebesar 0.410 > 0.05 dan nilai thitung untuk variabel Suku Bunga Kredit sebesar 0.380 < ttabel (2.0096) dan memiliki tingkat signifikan sebesar 0.706. 4. Variabel BOPO mempunyai koefisien regresi, Beta Standard dan r parsial yang terbesar diantara variabel lainnya, sehingga dapat diambil
Universitas Sumatera Utara
kesimpulan bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi ROA adalah variabel BOPO. Mawardi (2005), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia (Studi Kasus Pada Bank Umum Dengan Total Assets Kurang dari 1 Triliun)”. Data menggunakan laporan keuangan publikasi bank umum tahun 1998-2001 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Alat analisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan: 1. Nilai adjusted R2 sebesar 0.526 berarti sebesar 52.6% dari total variasi ROA dapat dijelaskan oleh total variasi BOPO, NPL, NIM, dan CAR. dan R = 0.735, berarti hubungan (relation) antara variabel BOPO, NPL, NIM, dan CAR terhadap ROA sebesar 73.5%, artinya hubungannya erat. 2. Dari hasil uji-F, keempat variabel bebas, yaitu BOPO, NPL, NIM, dan CAR secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung (36.325) > Ftabel (2.05) dan nilai signifikan 0.000 < 0.05. 3. Secara parsial, Variabel BOPO dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung dari masing-masing variabel yang bernilai negatif dan tingkat signifikan variabel BOPO dan NPL yang lebih kecil dari 0.05. Variabel BOPO memiliki nilai thitung sebesar ̶ 6.725 dengan tingkat signifikan sebesar 0.000. Nilai thitung variabel NPL sebesar ̶ 4.253 dan memiliki tingkat signifikan sebesar 0.000. Sementara itu, variabel NIM berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
positif dan signifikan karena memiliki nilai thitung sebesar 7.225 dengan tingkat signifikan sebesar 0.000. Variabel CAR memiliki nilai thitung sebesar 1.561 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.120. Dengan demikian, CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
2.3 Kerangka Konseptual Tujuan utama operasional bank adalah mencapai tingkat profitabilitas yang maksimal. Return on Assets (ROA) merupakan ukuran profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank. ROA penting bagi bank karena rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. CAR merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Jika nilai CAR tinggi berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank dan menyerap kerugian yang timbul dari kegiatan usahanya (Dendawijaya, 2005). Dengan meningkatnya rasio ini, maka akan berpengaruh pada meningkatnya laba atau profitabilitas (ROA) suatu bank, karena kerugian-kerugian yang ditanggung bank dapat diserap oleh modal yang dimiliki oleh bank tersebut (Muljono, 2002). Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan bank dalam kegiatan operasinya. Semakin rendah rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Jika rasio BOPO semakin meningkat berarti biaya operasi semakin besar, sehingga pada akhirnya Return on Assets bank menurun (Riyadi, 2004). Loan to Deposit Ratio menggambarkan seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit (Dendawaijaya, 2005:116). Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan laba bank. Peningkatan LDR berarti dana yang disalurkan dalam bentuk kredit semakin besar sehingga pendapatan bunga bertambah dan laba bank akan meningkat. Peningkatan laba tersebut mengakibatkan ROA semakin tinggi. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut mengalami kerugian (Kasmir, 2007). Rasio NPL digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar dan menyebabkan kerugian, sebaliknya jika semakin rendah NPL maka laba atau profitabilitas bank (ROA) tersebut akan semakin meningkat. Kredit macet yang semakin kecil akan menambah laba bank dan mengurangi kerugian yang diderita bank (Hasibuan, 2007). Pengaruh NPL terhadap ROA menunjukkan pengaruh negatif yang artinya semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
NPL menunjukkan resiko kredit yang ditanggung bank tinggi sehingga dapat menurunkan pendapatan atau profitabilitas bank. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini: Capital Adequacy Ratio (CAR)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Return on Assets (ROA)
Loan to Deposit Ratio (LDR) Non Performing Loan Netto (NPL Net) Gambar 2.1: Kerangka Konseptual Sumber: Dendawijaya (2005), Kasmir (2007), Riyadi (2004)
2.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, teori, dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loan Netto (NPL Net) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) bank umum swasta nasional (BUSN) devisa di Bursa Efek Indonesia.
Universitas Sumatera Utara