BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan (Mangkunagara, 2010) Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau kelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang telah ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya. Menurut Ilyas (2012) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.
10
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.2
Penilaian Kinerja Menurut Ilyas (2012) Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya
personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja ini membantu pengambil keputusan dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka. Menurut Hall (dalam Ilyas, 2012) penilaian kinerja adalah suatu proses yang terus menerus dimana organisasi menilai kualitas kerja personel dan berusaha memperbaiki prestasi kerja mereka dalam organisasi. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja dapat digunakan oleh seorang manajer untuk memperoleh dasar yang obyektif dalam memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban
kepada
perusahaan
secara
keseluruhan.
Semua
ini
diharapkan agar dapat memberi motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien(Mulyadi, 2014).
Universitas Sumatera Utara
12
Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu: a. Tahap persiapan, terdiri dari tiga tahap rinci: 1) Penentuan
daerah
pertanggungjawaban
dan
manajer
yang
bertanggungjawab. 2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Pengukuran kinerja sesungguhnya. b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci: 1)Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. 3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
2.2
Penilaian Kinerja Organisasi Tradisional Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut Mulyadi (2014), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan dimasa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
13
perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis. Kaplan dan Norton (2000) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu: a.
Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.
b.
Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis.
c.
Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih
banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan kepentingan-kepentingan
jangka
panjang
perusahaan.
Sebaliknya
kinerja
keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
Universitas Sumatera Utara
14
pembelajaran dan pertumbuhan. Konsep ini secara umum dikenal dengan konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.3
Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan
reward and punishment system. Pengukuran
kinerja sektor publik dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki komunikasi pelanggan. Tujuan sistem pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2009) adalah: a.
Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).
b.
Mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
c.
Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.
d. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.
Universitas Sumatera Utara
15
Manfaat pengukuran kinerja sektor publik adalah: a.
Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.
b.
Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
c.
Memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d.
Hasil pengukuran kinerja sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
e.
Alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
f.
Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g.
Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h.
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
2.4
Rumah Sakit Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
dan Perizinan Rumah sakitmenyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
Universitas Sumatera Utara
16
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Menurut Permenkes No. 1045/MENKES/PER/XI/2006, “Suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, teurapeutik, rehabilitatif untuk orang yang menderita sakit, cedera dan melahirkan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk tenaga kesehatan dan penelitian”. 2.4.1 Jenis dan klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 diklasifikasikanmenjadi 2 macam berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, yaitu : 1.
Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit umum diklasifikasikan lagi berdasarkan pelayanan; sumber daya manusia; peralatan; sarana dan prasarana; dan administrasi dan manajemen. Rumah Sakit Umum diklasifikasikanmenjadi : a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Universitas Sumatera Utara
17
Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) PelayananSpesialis Penunjang Medik, 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain, 17(tujuh belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis dan 7 (tujuh) pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut. b. Rumah Sakit UmumKelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus, pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) PelayananSpesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, 2(dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar dan 3 (tiga)pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik umum paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar paling sedikit 3 (tiga), Pelayanan Spesialis Penunjang Medik paling sedikit 3 (tiga) dan pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit 1 (satu) . d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik umum paling sedikit 4 (empat)
Universitas Sumatera Utara
18
Pelayanan Medik Spesialis Dasar paling sedikit 2 (dua) dan pelayanan medik spesialis penunjang paling sedikit 1 (satu). e. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama Didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilits masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat dua serta didirikan di daerah tertinggal, perbatasan atau kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur,
organ
atau
jenis
penyakit.Rumah
Sakit
Khusus
diklasifikasikan lagi berdasarkan pelayanan,sumber daya manusia dan peralatan. Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung dan pembuluh darah, Kanker, Otak, Paru, Jiwa, Mata, Ketergantungan Obat, Penyakit Infeksi, Gigi dan Mulut, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal. 2.4.2 Indikator Kinerja Rumah Sakit Menurut Depkes RI Tahun 2005 Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self Assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh Direksi rumah sakit dan Komite medik. Bagi kalangan medik, hasilnya dapat digunakan
untuk
menilai
pelaksanaan
tindakan
medik
di
beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
19
untuk menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/departemen ruangan/pelayanan telah dipenuhi sehingga mutu pelayanan dapat terjamin. Agar suatu rumah sakit dapat diukur dan dimonitor kinerjanya dibutuhkan metode tertentu. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk mengukur indikator kinerja rumah sakit antara lain : Inspeksi Inspeksi hanya untuk mengukur apakah suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan minimal untuk keamanan pasien. Survei Pelanggan Standarisasi dari cara survei ditujukan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang bernilai bagi pasien dan masyarakat. Standarisasi dapat disesuaikan untuk mengukur hal-hal yang spesifik terhadap pengalaman dan kepuasan. Penilaian oleh pihak ke tiga Penilaian dilakukan baik melalui penilaian internal maupun penilaian eksternal secara nasional dan penilaian yang dilakukan oleh pihak internasional. Penilaian pihak ketiga antara lain seperti standar ISO dan akreditasi. Indikator statistik Indikator statistik adalah alat untuk menilai kinerja suatu rumah sakit baik secara internal maupun eksternal. Indikator didesain agar dapat mencapai tujuan secara objektif.
Universitas Sumatera Utara
20
Ada 12 (dua belas) indikator kinerja rumah sakit yang disepakati telah memenuhi persyaratan : 1.
Rerata jam pelatihan per karyawan pertahun.
2.
Persentase tenaga terlatih di unit khusus.
3.
Kecepatan penanganan penderita gawat darurat.
4.
Waktu tunggu sebelum operasi efektif.
5.
Angka kematian ibu karena persalinan (perdarahan, preklampsia/eklampsia dan sepsis, khusus untuk kasus non rujukan).
6.
Angka infeksi nosokomial.
7.
Kelengkapan pengisian rekam medis.
8.
Persentasi kepuasan pasien (survei).
9.
Persentasi kepuasan karyawan (survei).
10. Baku mutu limbah cair. 11. Status keuangan rumah sakit. 12. Persentase penggunaan obat generik di rumah sakit. 2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan layanan kesehatan memiliki standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi. Jenis layanan rumah sakit yang menjadi standar minimal berdasarkan SK Menkes No. 129/Menkes/SK/2008 tentang Standar Pelayanan Minmal Rumah Sakit dengan indikator yang ditentukan di antaranya adalah :
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 2.1 Pelayanan, Indikator dan Standar Pelayanan Rumah Sakit No 1.
Jenis Rekam Medis
Indikator
Standar
1. Kelengkapan pengisian 100% rekam medis 24 jam setelah selesai pelayanan 2. Kelengkapan informed 100% concent setelah mendapatkan informasi yang jelas 3. Waktu persediaan ≤ 10 menit dokumen rekam medis pelayanan rawat jalan
2.
Rawat Jalan
3.
Rawat Inap
4. Waktu persediaan ≤ 15 menit dokumen rekam medis pelayanan rawat inap 1. Dokter pemberi layanan 100% dokter spesialis poliklinik 2. Ketersediaan pelayanan Klinik Anak, Klinik Penyakit Dalam, Klinik Bedah, Klinik Kebidanan 3. Jam buka pelayanan 08.00 s.d 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari jumat 08.00 s.d 11.00 4. Waktu tunggu di rawat ≤ 60 menit jalan 5. Kepuasaan pelanggan ≥ 90 % 1. Pemberi pelayanan rawat Dokter spesialis, inap perawat minimal pendidikan D3 2. Dokter penangunggjawab 100% rawat inap 3. Ketersediaan pelayanan Klinik Anak, Klinik rawat inap Penyakit Dalam, Klinik Kebidanan, Klinik Bedah 4. Jam visit dokter spesialis 08.00 s.d 14.00 setiap hari 5. Kejadian infeksi pasca ≤ 1,5% operasi
Universitas Sumatera Utara
22
6. Kejadian nosokomial
≤ 1,5%
7. Tidak ada kejadian pasien 100% jatuh yang berakibat kecacatan/kematian 8. Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24%
4.
Penunjang Medis Radiologi
9. Kejadian paksa pulang
≤ 5%
10.
≥ 90%
Kepuasaan pelanggan
1. Waktu tunggu hasil ≤ 3% pelayanan thorax foto 2. Pelaksanan ekspertisi Dokter Sp. Rad 3. Kejadian kegagalan Kerusakan foto ≤ 2% pelayanan rotgen 4. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 %
5.
Lab. klinik
Patologi
1. Waktu tunggu hasil ≤ 140 menit kimia pelayanan laboratorium darah dan darah rutin 2. Pelaksanan ekspertisi Dokter Sp.PK 3. Tidak adanya kesalahan 100% pemberian hasil pemeriksaan laboratorium 4. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 %
6
Farmasi
1. Waktu tunggu pelayanan a. Obat jadi a. ≤ 30 menit b. Obat racikan b. ≤ 60 menit 2. Tidak adanya kesalahan 100% pemberian obat 3. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 % 4. Penulisan resep formularium
2.5
sesuai 100%
Sejarah Balanced Scorecard Pertama kali diperkenalkan di USA yang pada awalnya ditujukan
untukmengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yangberfokus pada aspek keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute,
Universitas Sumatera Utara
23
bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang diketahui oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang :“Pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuanganyang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif
tidak
lagi
memadai.
Balanced
Scorecard
digunakan
untuk
menyeimbangkan usaha para eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul :Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance”. Dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992). Hasilstudi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masayang akan datang, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup 4(empat) perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced
Scorecard
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan
implementasi konsep tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata : (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel dimasa depan. Melaui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel masadepan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Berdasarkan konsep balanced scorecard kinerja keuangan sebenarnya merupakan hasil atau akibat dari kinerja non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan). Pada awal implementasi balanced scorecard perusahaan yang ikut serta dalam eksperimen tersebut memperlihatkan
Universitas Sumatera Utara
24
pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini didasari sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja balanced scorecard yang komprehensif. Dengan menambah
ukuran
memperlihatkandan
kinerja
non
melaksanakan
keuangan, usaha-usaha
eksekutif yang
dipacu
merupakan
untuk pemacu
sesungguhnya (the realdriver) untuk mewujudkan kinerja keuangan. Itulah sebabnya mengapa balanced scorecard disebut “Measure That Driver Performance”. Dalam tahap implementasi, pelaksanaan rencana dipantau dengan pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif dalam empat perspektif : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard dikomunikasikan kepada eksekutif untuk memberikan umpan balik (feedback) tentang kinerja mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Pada tahap perkembangannya, balanced scorecard dimanfaatkan untuk setiap sistem manajemen strategik, sejak tahap perumusan strategi sampai tahap implementasi dan pemantauan. Pada tahap perumusan strategi balanced scorecard digunakan untuk memperluas cakrawala dalam menafsirkan hasil penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan macro dan lingkungan industri kedalam perspektif yang lebih luas : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif balanced scorecard, manajemen mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang kompetitif terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran strategi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
25
2.6
Pengukuran Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard Balanced scorecard sebagai metode pengukuran kinerja bermula dari hasil
studi Kaplan dan Norton (2000) yang diterbitkan pada tahun 1992 dalam sebuah artikel berjudul “Balanced scorecard Measure That Drive Performance” dalam Harvard Business Review. Pada awalnya Balanced scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya Balanced scorecard mengalami perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Dengan demikian, konsep dan penerapan Balanced scorecard telah mengalami perubahan pesat sejak saat diperkenalkan pertama kali di United State America (USA). Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced (berimbang) dan Scorecard (kartu skor). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak dicapai oleh personal di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personal di masa yang akan datang dibandingkan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personal yang bersangkutan. Sedangkan kata berimbang menunjukkan bahwa kinerja personal diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat instern dan ekstern (Mulyadi, 2014).
Universitas Sumatera Utara
26
2.6.1 Definisi dan keunggulan Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (2000), Balanced Scorecard adalah suatu system kompherensif yang bermanfaat dalam membantu para menajer untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam ukuran-ukuran kinerja yang saling terkait berdasarkan empat perspektif utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal (Mulyadi, 2014) Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik (Mulyadi, 2014) yaitu: 1.
Kompherensif Balanced Scorecard memperluas perspektif dari yang sebelumnya hanya berfokus pada keuangan meluas dan mencakup pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan sehingga lebih kompherensif. Perluasaan tersebut dapat bermanfaat dalam melipatgandakan kinerja
keuangan
dalam
waktu
jangka
panjang
dan
membuat
perusahaan/organisasi mampu untuk memasuki lingkungan bisnis/organisasi yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
27
2.
Koheren Balance Scorecard mewajibkan personil untuk membangun hubungan sebab akibat dalam berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.
Seimbang Dalam sistem perencanaan strategik,Balanced Scorecardmenggambarkan keseimbangan
sasaran
yang
dihasilkan
dalam
keempat
perspektif.
Keseimbangan harus terjadi diantara keempatperspektif, yaitu keseimbangan internal (proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan), keseimbangan berfokus pada proses eksternal (perspektif keuangan dan customer), keseimbangan berfokus pada proses (perspektif keuangan dan proses bisnis internal) dan keseimbangan berfokus pada orang (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif customer). 4.
Terukur Salah satu keunggulan Balance Scorecard adalah dalam hal keterukuran. Melalui
pendekatan
Balance
Scorecard,
Sasaran-sasaran
strategik
nonkeuangan yang sulit diukur seperti customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan dapat ditentukan ukurannya sehingga dapat dikelola dan diwujudkan.
Universitas Sumatera Utara
28
2.7
Perspektif Balanced Scorecard
2.7.1 Perspektif Keuangan Dalam balanced scorecard perspektif keuangantetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsenkuensi ekonomi yang disebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Menurut Gasperz (2005) untuk mendukung balanced scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan strategis perusahaan. Tujuan financial berperan sebagai fokus bagi tujuantujuan strategis dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam balanced scorecard. Tiga sasaran utama pada perspektif ini adalah: Pertumbuhan pendapatan (revenue growth), manajemen biaya (cost management) dan utilisasi aset (Supangkat, 2005). 1.
Revenue (pertumbuhan dan pendapatan) Pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk, jasa dan menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa ke arah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan jasa.
2. Penghematan cost Tujuan penghematan cost dan peningkatan produktivitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan cost langsung produk dan jasa, mengurangi cost tidak langsung dan pemanfaatan bersama berbagai sumber daya perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Laba/silpa Laba/silpa digunakan untuk mengukur hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan
manajemen
dalam
menjalankan
rumah
sakit.
Rasio
ini
menggunakan tingkat efektivitas pengelolaan rumah sakit oleh manajemen. 1) Rasio margin laba kotor =
2) Rasio margin laba bersih = Rasio margin laba kotor menunjukkan tingkat efisiensi operasi perusahaan dalam mengendalikan harga pokok atau biaya produksi; sedangkan rasio margin laba bersih menggambarkan laba perusahaan setelah membayar seluruh biaya dan pajak (Supangkat, 2005) Balanced Scorecard menggunakan tolak ukur untuk melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan seperti laba dan rasio profitabilitas (ROA dan ROE). ROA (Return On Asset) merupakan rasio anatra laba setelah pajak dengan jumlah asset rumah sakit secara keseluruhan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk memghasilkan keuntungan. ROE (Return On Equit) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan rumah sakit dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba yang tersedia bagi pemilik.
Universitas Sumatera Utara
30
2.7.2
Perspektif Pelanggan
Pelanggan (customer) merupakan pihak yang secara aktual memberikan pendapatan penjualan kepada rumah sakit. Perspektif customer dalam balanced scorecard mengidentifikasikan karateristik customer mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan agar dapat bersaing dengan pesaing mereka. Menurut Kaplan dalam buku (Salman dan Farid) beberapa indikator yang digunakan dalam pengukuran perspektif pelanggan yaitu proses customer satisfaction, retensi pelanggan dan pangsa pasar. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model ServQual (Service Quality) yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Lupiyoadi, 2006).
Terdapat lima dimensi ServQual sebagai berikut : a) Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. b) Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
Universitas Sumatera Utara
31
yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan , sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. c) Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
jelas. Membiarkan konsumen
menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. d) Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). e) Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu: a)
Tenaga dokter (medis) Pengetahuan, perilaku dan pengalaman dokter merupakan unsur kualitas pelayanan medis. Terbinanya hubungan antara dokter, pasien yang baik harus dipertahankan. Perhatian terhadap hak-hak pasien dan kewajiban dokter
Universitas Sumatera Utara
32
tentang pemberian informasi penyakit, diagnosa, tindakan pengobatan, dan prognosa penyakit. b) Tenaga perawat Pelayanan perawat sangat menentukan dalam memenuhi kepuasan pasien yang sedang dirawat. Perawat merupakan petugas yang paling banyak berhubungan dalam waktu lama dengan pasien dibandingkan petugas lainnya di rumah sakit. Sehingga pasien mengharapkan dilayani dengan sikap yang ramah, sopan , penuh pengertian. c)
Kelengkapan peralatan medis Hasil diagnosa yang akurat ditunjang oleh kelengkapan peralatan medis, kelengkapan peralatan juga memberikan kemudahan bagi dokter dan perawat untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
d) Kondisi lingkungan fisik Suasana yang nyaman, aman, asri, tenteram, bebas dari segala gangguan diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi pasien dan membantu proses penyembuhan penyakitnya. Menurut Tjiptono (2005) kepuasan pelanggan rumah sakit (pasien) dapat memberikan manfaat kepada rumah sakit diantaranya: a) Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang pelayanan. b) Dapat mendorong loyalitas pasien. c) Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan pihak rumah sakit. d) Menambah harmonis hubungan pasien dengan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
33
e) Reputasi rumah sakit menjadi baik dimata masyarakat. f) Pendapatan rumah sakit meningkat. Menurut Supranto (2006) beberapa upaya untuk menjaga kepuasaan pelanggan antara lain : a. Visi organisasi Manajemen/organisasi hendaknya memiliki visi yang jelas yang memberikan kerangka kerja, indentitas organisasi, arah bisnis yang dituju dan menuntun sesuatu nilai dan kepercayaan organisasi. Filosofi pelayanan adalah memuaskan pelanggan. b. Kualitas pelayanan Kepuasaan pelanggan sangat erat kaitannya dengan mutu/kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari tingkat manajemen atas, seluruh karyawan harus dilibatkan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, perbaikan kualitas pelayanan secara terus-menerus, kualitas merupakan proses tiada akhir, kualitas pelayanan diterapkan pada semua fungsi, termasuk administrasi dan lini bawah dalah kepuasaan pelanggan. c. Standar operasional Upaya peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasaan pelanggan tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah, menetapkan cara menyelesaikan masalah, menilai hasil kerja harus selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Setiap pelayanan harus distandarisasi sesuai dengan visi, filasofi dan tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
34
d. Pengukuran kualitas pelayanan 1.
Pengukuran kualitas merupakan inti dari proses perbaikan kualitas pelayanan yang pada akhirnya kepuasaan pelanggan.
2.
Menciptakan budaya pelayanan berkualitas
e. Pelayanan berfokus pelanggan 1.
Pengkajian kebutuhan pelanggan Ada beberapa dimensi pelayanan yang menjadi harapan dan kebutuhan
pelanggan yang perlu diperhatikan antara lain kecepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan dan keramahandalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapatkan pelayanan berkaitan dengan lokasi. 2.
Complain/keluhan pasien Pelayanan/kualitas pelayanan dapat meningkatkan bila ada komplain,
umpan balik dari petugas sangat penting ditingkatkan dan perlu ada petugas khusus yang menangani complain. f. Pembinaan dan pengembangan SDM dengan pelatihan SDM dan perbaikan perilaku 2.7.3
Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran
kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dan pendekatan balanced scorecard. Pendekatan tradisional berfokus pada pendekatan proses bisnis pada saat
ini.
Sedangkan
pendekatan
balanced
scorecard
pada
umumnya
mengindetifikasi proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan
Universitas Sumatera Utara
35
agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial. Perspektif proses bisnis internal balanced scorecard terdiri dari tiga proses bisnis utama yaitu (Gasperz, 2005): a. Proses inovasi Proses inovasi dilakukan dengan mengindentifikasi kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan tersebut. Solusi yang dilakukan dengan meluncurkan produk baru, manambah features baru pada produk yang telah ada, memberikan solusi yang unik, mempercepat penyerahan produk ke pasar dan sebagainya. b. Proses operasional Proses operasional mengindentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional untuk meningkatkan efesiensi produksi, meningkatkan kualitas produkdan proses serta memperpendek waktu siklus sehingga meningkatkan penyerahan produk yang berkualitas dan tepat waktu. c. Proses pelayanan Proses pelayanan berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan purnajual, penyelesaian masalah dari pelanggan dalam kesempatan pertama secara tepat, melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu, dan sebagainya. Pada dasarnya komplain pelanggan memberikan peluang bagi rumah sakit untuk memperbaiki kesalahan, mengusahakan tidak terjadi lagi kesalahan tersebut dan memberikan pelayanan terbaik.
Universitas Sumatera Utara
36
Ada beberapa indikator yang ditetapkan dalam proses bisnis rumah sakit yaitu pada rawat inap dan rawat jalan. Rumah sakit melayani pasien dengan membagi kebutuhan pasien akan layanan rawat inap atau hanya kebutuhan rawat jalan. Menurut Depkes RI tolok ukur kinerja rawat inap adalah BOR, BTO, AvLOS, TOI dan tolok ukur kinerja rawat jalan adalah pertumbuhan kunjungan pasien rawat jalan (Depkes RI, 2005). 2.7.4
Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan Tujuan-tujuan
dalam
perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan
merupakan pengendalian untuk mencapai keunggulan outcome dalam ketiga perspektif finansial, pelanggan, proses internal bisnis (Gasperz,2005). Perusahaan-perusahaan
dalam
menghadapi
persaingan
global
membutuhkan karyawan yang cerdas, berinovasi, berkreasi, menguasai computer dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis. Sumber daya manusia
merupakan
satu-satunya
kekayaaan
perusahaan
yang
memiliki
kemampuan untuk menghasilkan sinergi dari penggabungan berbagai sumber daya (Kaplan dan Norton,2000). Ada tiga faktor kunci dalam pembelajaran dan pertumbuhan organisasi meliputi: a. Kapabilitas karyawan Kapabilitas karyawan dapat dibangun dengan melaksananakan pendidikan dan pelatihan bagi personel serta penerapan ilmu, pengetahuan dan keterampilan personel ke dalam pekerjaan mereka. Salah satu faktor kunci dalam pembangunan kapabilitas ini adalah kepuasaan karyawan. Kepuasaan karyawan dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
37
dari sisi reward, promosi, turn over, hubungan dengan atasan dan rekan kerja serta persepsi terhadap pekerjaannya. b. Persepsi terhadap pekerjaan Menurut Gasperz (2005) karyawan rumah sakit mampu memberikan kontribusi penuh bagi peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit apabila mereka memiliki rasa bangga atas pekerjaan mereka. Namun, selain rasa bangga terhadap pekerjaannya, personil juga terkadang menganggap pekerjaan yang dilakukannya sudah melampui kapasitasnya sehingga membuat personil tidak optimal dalam melaksanakan pelaksanaannya. Menurut Aditama (2010) bahwa kurangnya tenaga dapat membuat beban kerja bertambah sehingga akhirnya mutu kerja menurun.berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan dari modal manusia merupakan hal yang penting dalam mencapai kinerja organisasi karena kemampuan modal manusia dalam memanfaatkannya pengetahuan adalah faktor yang menjadi suatu perusahaan atau organisasi berbeda dari perusahaan organisasi lainnya (Mulyadi, 2014). c. Kapabilitas sistem informasi Kapabilitas sistem informasi merupakan infrastruktur teknologi mencakup infrastruktur fisik seperti mainframe dan jejaring komunikasi serta infrastruktur keahlian manajerial yang terdiri dari standar, perencanaan bencana dan keamanan. Dalam prespektif pembelajaran dan pertumbuhan infrastruktur teknologi turut berperan dalam produktifitas karyawan karena produktifitas karyawan sangat ditentukan oleh teknologi disediakan bagi karyawan untuk melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
38
tugasnya, selain itu kecangihan teknologi yang disediakan bagi karyawan juga sangat ditentukan oleh kondisi persaingan dan tuntutan kebutuhan customer. Gibson (2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : a)
Variabel individu, yang terdiri dari aspek kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi, dan demografis. Dimana variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu.
b) Variabel psikologis, yang terdiri dari aspek persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel psikologis banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman kerja sebelumnya. c)
Variabel organisasi, terdiri dari aspek sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
39
2.7.5 Skema Balanced Scorecard Sumber : Kaplan & Norton, 2000
Financial Perspective Objectives Measures Targets Initiatives
Internal Business Perspective
Customer Perspective Objectives Measures Targets Initiatives
Vision & strategy
Objectives Measures Targets Initiatives
Learning & Growth Perspective Objectives Measures Targets Initiatives
Gambar 2.1 Skema Balanced Scored Card
Universitas Sumatera Utara
40
2.8
Kerangka Konsep
Perspektif Keuangan 1. Revenue 4. ROA 2. Cost 5. ROE 3. laba/silpa
Perspektif Pelanggan 1. Customer satisfaction Pelayanan dokter Pelayanan perawat 2. Retensi pelanggan
Pertumbuhan pelanggan 3. Pengukuran pangsa pasar Visi, misi dan strategi rumah sakit
Perspektif Proses Bisnis Internal 1. Proses inovasi Kelengkapan fasilitas 2. Proses operasional Rujukan 3. Pelayanan Rawat jalan Rawat inap
Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan SDM 1. Kemampuan Karyawan Kepuasaan karyawan Turn over karyawan 2. Kemampuan Sistem Informasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara