BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Supervisi Kepala Ruangan 1. Pengertian Supervisi Supervisi adalah mengawasi, memeriksa, meneliti yang dipandang sebagai proses yang dinamis dengan memberikan dorongan dan partisipasi dalam perkembangan perawat pelaksana Yura, (dalam Wiyanti, 2009). Menurut Kron (dalam Wiyanti, 2009) Supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki, memerintah, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap tenaga keperawatan dengan sabar, adil bijaksana sehingga setiap tenaga keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, trampil, aman, tepat, secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan tugas mereka. Menurut Swanberg & Russell (dalam Siswana, 2009) Supervisi adalah proses kemudahan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan staf keperawatan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Supervisi termasuk kegiatan inspeksi terhadap hasil kerja menilai kemampuan kerja dan memperbaiki penampilan kerja Gillies (dalam Siswana, 2009). Supervisi adalah suatu proses fasilitasi sumber-sumber yang diperlukan staf, dilaksanakan dengan cara perencanaan, pengarahan, bimbingan, motivasi, evaluasi, dan perbaikan agar staf dapat melaksanakan tugasnya secara optimal (Mankunegara, 2005). Dari beberapa pakar yang menjelaskan pengertian supervisi maka penulis dapat mengambil kesimpulan ada kesamaan pengertian supervisi dari masing-masing pakar tersebut, yaitu bahwa supervisi merupakan proses berkesinambungan untuk peningkatan kemampuan dan memperbaiki penampilan kerja tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan
menggunakan
6
sumber
yang
diperlukan.
7
Supervisi yang perlu direncanakan memberikan arahan, melatih, mengamati dan menilai hasil kerja. 2. Tujuan Supervisi : a. Tujuan supervisi adalah untuk inspeksi, mengevaluasi dan peningkatan hasil kerja atau prestasi kerja Gillies (dalam Wiyanti, 2009) b. Tujuan supervisi adalah membimbing atau membina tenaga perawat secara individu agar keterampilannya optimal dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan keterbatasan tugas tenaga keperawatan tersebut Kron (dalam Wiyanti, 2009) c. Tujuan supervisi adalah memfasilitasi penggunaan sumber-sumber untuk penyelesaian tugas staf keperawatan Swanburg (dalam Wiyanti, 2009). Dari pendapat para pakar yang menjelaskan tujuan supervisi dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi adalah merencanakan bimbingan dan melaksanakannya pada individu perawat pelaksana agar keterampilannya optimal dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangannya, memfasilitasi penggunaan sumber-sumber untuk pemberian asuhan keperawatan, mendisiplinkan pelaksanaan tugas, memeriksa dan mengevaluasi peningkatan hasil kerja (kinerja). Dengan kata lain tujuan supervisi tercapai bila terjadinya pembuatan perencanaan, pengarahan dan pelatihan pemberihan asuhan keperawatan yang bersifat individu pada perawat pelaksana. Dilanjutkan dengan pengamatan dan penilaian. Dampak dari hal tersebut diharapkan ada peningkatan hasil kerja (kinerja) dari perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Kron (dalam Wiyanti, 2009).
3. Peran Supervisi Kepala Ruangan Peran supervisi kepala ruangan adalah tingkah laku kepala ruangan yang diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Dari pengertian supervisi yang disajikan oleh beberapa pakar, ternyata Kron (dalam
8
Fakhrizal, 2010) yang menyajikan terlengkap dan sangat sesuai dengan keadaan pelayanan keperawatan di Indonesia yang masih memerlukan penataan. Peran supervisi menurut Kron (dalam Fakhrizal, 2010) peran supervisor adalah peran sebagai pengarah, pemberi saran, motivasi,pelatihan dan bimbingan,dan penilaian. a. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pengarah Kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. Tidak setiap pimpinan mampu memberikan pengarahan dan petunjuk yang baik. Pada suatu kesempatan mungkin mampu memberikan pengarahan dan petunjuk yang baik namun gagal dalam memberikan petunjuk-petunjuk secara jelas, atau mungkin sebaliknya, di suatu kesempatan mampu mengidentifikasi petunjuk secara baik namun kesulitan dalam memberikan perawatan yang dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan. Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan bertujuan untuk mencegah karyawan melakukan penyimpangan yang tidak sesuai standar Azwar (dalam Fakhrizal, 2010). b. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pemberi Saran Kemampuan memberikan saran, nasehat dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan. Seorang supervisor harus betul-betul mampu melakukan pendekatan yang asertif terhadap seluruh anggotanya. Pada kondisi ini supervisor dapat memanfaatkan kesenioran anggotanya untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan saran bahkan kritik tidak hanya bagi seluruh anggota namun juga bagi supervisor sendiri. Pemilahan waktu yang tepat dalam pemberian saran, nasehat dan bantuan juga perlu dipertimbangkan oleh supervisor Azwar (dalam Fakhrizal, 2010).
9
c. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pemberi Motivasi Kemampuan dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan (Robbins, 2003). d. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pelatih dan Bimbingan Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan terutama staf dengan keterampilan yang rendah (Robbins, 2003). Pada banyak keadaaan seorang supervisor tidak mampu mengambil hati staf dan pelaksana keperawatan hanya karena pada saat berlangsung kegiatan supervisi dia tidak mampu memperagakan kemampuan untuk memberikan latihan dan bimbingan secara benar. Pimpinan yang berkonotasi kearah kemampuan manajerial tidak seharusnya melupakan kemampuan-kemampuan praktik yang suatu saat ditanyakan oleh bawahananya. Bagaimana mungkin seorang supervisor mampu mengidentifikasi bahwa tindakan yang dilakukan bawahannya kurang tepat jika dia sendiri tidak tau tentang prinsip atau dasar dari tindakan tersebut dilakukan. e. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Penilai Kemampuan dalam melakukan penilaian secara obyektif dan benar terhadap kinerja keperawatan. Beberapa faktor kadang dapat mempengaruhi dalam pemberian penilaian secara obyektif misalanya hubungan yang terlalu dekat dengan bawahan yang tidak lagi profesional namun lebih kearah pribadi. 4. Supervisor Keperawatan Depkes (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi di rumah sakit dapat dilakukan oleh:
10
a.
Kepala ruangan Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk klien. Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Pengawas perawatan Beberapa ruang atau unit pelayanan berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang di UPF bersangkutan. 5. Teknik Supervisi Kepemimpinan merupakan aspek penting dari pekerjaan supervisor. Para supervisor bertanggung jawab atas kualitas kinerja para karyawan yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kemampuan memimpin sangat diperlukan untuk mengemban tanggung jawab itu. Kemampuan supervisor untuk memimpin bawahannya akan mempengaruhi produktivitas unit kerjanya. Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor diukur oleh dua faktor utama, yaitu faktor keluaran (output) dan faktor manusia. Faktor keluaran adalah tingkat hasil yang dicapai unit kerja yang merupakan petunjuk seberapa baik pencapaian sasaran yang telah direncanakan. Faktor keluaran ini mencakup produktivitas, kualitas, kemampulabaan (profitability), dan efisiensi. Faktor manusia menunjukkan tingkat kerja sama di kalangan karyawan dan kepuasan bekerja. Ini termasuk kadar antusiasme, jumlah dan jenis komunikasi, tinggi rendahnya motivasi, komitmen serta konflik antarpribadi dan antarkelompok (Dharma, 2004). Swansburg (dalam Fakhrizal, 2010) mengatakan bahwa ada beberapa teknik yangdiperlukan dalam melaksanakan supervisi dalam keperawatan antara lain: a. Proses supervisi : 1) standar asuhan keperawatan sebagai acuan; 2) fakta pelaksanaan
praktek
keperawatan
sebagai
pembanding
untuk
11
pencapaian/kesenjangan;
3)
tindak
lanjut
yaitu
sebagai
upaya
mempertahankan kualitas atau memperbaiki. b. Area supervisi : 1) pengetahuan dan pengertian tentang tugas yang akan dilaksanakan; 2) keterampilan yang dilakukan sesuai standar; 3) sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan. Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: a. Cara langsung Dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam kegiatan secara langsung agar proses pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai suatu perintah. Pada kondisi ini, umpan balik danperbaikan dapat sekaligus dilakukan tanpa bawahan merasakan sebagai suatubeban. Proses supervisi langsung, dapat dilakukan dengan cara perawat pelaksanamelakukan secara mandiri suatu tindakan keperawatan didampingi supervisor. Selama proses supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusiuntuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatu yang dianggap masih kurang. Agar pengarahan, petunjuk, dan reinforcement efektif maka harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti pengarahan harus lengkap tidak terputus dan bersifat partial, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat dan alur yang logis, dan janganterlalu kompleks, berbicara dengan jelas, berikan arahan yang logis, hindarimemberikan banyak arahan pada satu saat, pastikan bahwa arahan anda dipahami,serta yakinlah bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut (Arwani 2005; Depkes 2008). Selain
itu,
Dharma
(2004)
mengemukakan
bahwa
agar
dapat
memimpinsecara efektif, seorang supervisor harus mampu melakukan empat teknik, antaralain 1) berkomunikasi dengan jelas dengan cara menggunakan kata-kata atau istilah yang dapat dimengerti, langsung tanpa membuangbuang waktu denganmembicarakan hal-hal lain yang dapat mengaburkan isi
12
pesan yang akan disampaikan, ringkas serta menghindarkan pesan-pesan yang bertolak belakang, 2) mengharapkan yang terbaik dari karyawan dengan cara menghargai martabat karyawan, menyampaikan sebuah harapan dengan penuh keyakinan, serta menekankan pada kebutuhan masa datang, bukan pada masalah di waktu lampau, 3) berpegang pada tujuan dengan cara berbicara atau berfokus pada satu topik, mengarahkan kegiatan dan topik pembicaraan (perilaku) sesuai dengan tujuan pekerjaan, serta membatasi adanya interupsi pada saat berbicara, 4) berusaha memperoleh komitmen dengan cara meringkas dan mengulangi kembali hal-hal yang telah dibicarakan, minta keikutsertaan, mendengarkan sungguh-sungguh pada saat orang lain sedang berbicara, pastikan bahwa semua orang telah memahami hal-hal yang telah dibicarakan atau didiskusikan, minta persetujuanatau komitmen secara langsung serta menindak lanjuti hal-hal yang telah disepakati. Wiyana (2008) mengemukakan bahwa supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi
perawat
dalam
pengisian
setiap
komponen
dalam
proseskeperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkahlangkah supervisi langsung sebagai berikut: 1) Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi; 2) Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian.
Supervisor
melihat
hasil
pendokumentasian
secaralangsung di hadapan perawat yang mendokumentasikan; 3) Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai dengan standar asuhan keperawatan; 4) Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi setiap komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang melakukan pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan; 5) Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.
13
b. Cara tidak langsung Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Kepala ruangan tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1996 dalam Wiyana, 2008). Melalui laporan lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat. Sedangkan, melalui laporan tertulis, informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Hal ini di karenakan staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Format laporan staf harus dibuat.Sistem pencatatan dan pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik (Muninjaya, 1999). Wiyana (2008) mengemukakan langkah-langkah supervisi tidak langsung sebagai berikut: 1) Lakukan supervisi tidak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik; 2) Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan; 3) Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasiasuhan Memberikan
keperawatan
penilaian
atas
yang
ditetapkan
dokumentasi
yang
rumah
sakit;
disupervisi
4)
dengan
memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan catatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan; 5) Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. 6.
Kegiatan Rutin Supervisor Wiyana (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi diperlukan suatu prosedur antara lain: a) supervisi pendokumentasian asuhan
14
keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan; b) waktu supervisi adalah saat perawat melakukan pendokumentasian, satu pasien minimal satu penilaian untuk satu tindakan. Dapat diulang jika nilai tidak memuaskan. Depkes (2008) mengatakan bahwa kegiatan rutin dalam supervisi sebagai berikut: a. Sebelum pertukaran shif (15-30 menit): 1) Mengecek kecukupan fasilitas/sarana/peralatan hari itu; 2) Mengecek jadwal kerja b. Pada waktu mulai shif (15-30 menit) : 1) Mengecek personil yang ada; 2) Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaannya; 3) Mengatur pekerjaannnya; 4) Mengidentifikasi kendala yang muncul, dan; 5) Mencari jalan agar pekerjaan dapat diselesaikan c. Sepanjang hari (6-7 jam): 1) Mengecek pekerjaan personil; 2) Mengarahkan sesuai kebutuhan; 3) Mengecek kemajuan pekerjaan personil; 4) Mengecek pekerjaan rumah tangga; 5) Menciptakan kenyamanan kerja khususnya personil baru; 6) Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan bantuan; 7) Mengatur istirahat jam personil; 8) Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul saat itu serta solusinya; 9) Mengecek kecukupan alat/sarana/fasilitas sesuai kondisi operasional;
10)
Mencatat
fasilitas/sarana
yang
rusak
kemudian
melaporkannya; 11) Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja. d. Sekali dalam sehari (15-30 menit): 1) Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinue untuk 15 menit; 2) Melihat dengan seksama halhal yang terjadi misal: keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan e. Sebelum pulang ke rumah (15 menit): 1) Membuat daftar masalah yang belum diselesaikan; 2) Berusaha menyelesaikan persoalan tersebut besok harinya; 3) Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dan hasilnya; 4) Lengkapi laporan harian sebelum pulang; 5) Membuat daftar pekerjaan untuk besok; 6) Membawa pulang dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja.
15
Sedangkan menurut Wiyana (2008), kegiatan dalam supervisi sebagaiberikut: 1) Persiapan Kegiatan kepala ruangan (supervisor): a) menyusun jadual supervisi; b) menyiapkan
materi
supervisi
(format
supervisi,
pedoman
pendokumentasian); c) mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana. 2) Pelaksanaan supervisi Kegiatan kepala ruangan (supervisor): a) mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi; b) membuat kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan;
c)
pendokumentasian
bersama untuk
perawat
mengidentifikasi
masing-masing
tahap;
d)
kelengkapan mendiskusikan
pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan; e) mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap; f) memberikan bimbingan/arahan pendokumentasian asuhan keperawatan; g) mencatat hasil supervisi 3) Evaluasi Kegiatan kepala ruangan (supervisor): a) menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja diarahkan; b) memberikan reinforcement pada perawat; c) menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi. 7. Pengertian Kepala Ruangan Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang untuk mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat yaitu untuk meletakkan praktik, prinsip dan teori manajemen keperawatan serta mengelola lingkungan organisasi untuk menciptakan iklim yang optimal dan menjamin kesiapan asuhan keperawatan oleh perawat klinik. Kepala ruangan bertanggung jawab atas pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Keberhasilan kepala ruangan sangat tergantung pada bagaimana kemampuannya dalam mempengaruhi stafnya dalam pengelolaan
16
kebutuhan keperawatan di suatu ruang rawat/unit. Oleh karena itu kepala ruangan diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif (Sitorus, 2011). Tugas dan tanggung jawab kepala ruang rawat adalah : a) Mengatur pembagian tugas jaga perawat (jadwal dinas) ; b) Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketertiban ruangan; c) Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah ruangan; d) Memonitor kegiatan Perawat primer dan Perawat associate sesuai jadwal kegiatan; e) Mengorientasikan pegawai baru, residen, mahasiswa kedokteran dan mahasiswa keperawatan yang akan melakukan praktek di ruangan,anjuran membaca format orientasi ruang MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional); menyurat;
g)
Bekerjasama
f) Melakukan kegiatan administrasi,dan surat dengan
pembimbing
klinik
membimbing
siswa/mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan di ruangan, dengan mengikuti sistem MPKP; h) Menciptakan dan memelihara hubungan kerja yang harmonis dengan pasien keluarga dan tim kesehatan lain, antara lain kepala ruangan bersama pembimbing klinik dan perawat primer mengingatkan kembali pasien dan keluarga tentang perawat/tim yang bertanggung jawab terhadap mereka diruangan bersangkutan; i) Mencek kelengkapan persediaan status keperawatan minimal 5 (lima) set setiap hari; j) Bersama pembimbing klinik melaksanaan pembinaan terhadap PP dan PA dalam hal penerapan MPKP termasuk sikap dan tingkah laku professional; k) Bila PP cuti, tugas dan tanggung jawab PP tersebut diambil alih oleh karu/ pembimbing klinik, dan dapat didelegasikan kepada PA senior (wakil PP pemula yang ditunjuk) tetapi tetap dibawah pengawasan kepala ruangan; l) Merencanakan dan memfasilitasi ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan di ruangan; m) Bersama pembimbing klinik memonitor dan mengevaluasi penampilan kerja semua tenaga yang ada di ruangan dan membuat usulan kenaikkan pangkat; n) Melakukan pertemuan rutin dengan semua perawat setiap bulan untuk membahas kebutuhan ruangan; o) Bersama pembimbing klinik merencanakan dan malaksanakan evaluasi mutu asuhan keperawatan.
17
8. Peran Kepala Ruangan Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Depkes (dalam Siswana, 2009) adalah sebagai berikut : (1) Tanggung jawab kepala ruangan : bertanggung jawab pada semua asuhan keperawatan pasien,yang meliputi : tujuan, identifikasi masalah, perencanaaan, implementasi, dan evaluasi berdasarkan standart, melaksanakan orientasi staf baru, melaksanakan supervisi, evaluasi kinerja staf keperawatan yang ada ; (2) Fungsi kepala ruangan : melaksanakan fungsi perencanaan yang meliputi: jumlah dan kategori tenaga keperawatan, tenaga lain, jenis peralatan keperawatan, menentukan jenis kegiatn asuhan keperawatan
yang
melaksanakan fungsi
akan
dilaksanakan
berdasarkan
kebutuhan
pasien,
pengawasan dan penelitian asuhan keperawatan,
pengembangan staf, peningkatan keterampilan dibidang keperawatan peserta didik dari institusi pendidikan, pendayagunaan peralatan keperawatan serta obatobatan secara efektif dan efisien. 9. Fungsi Kepala Ruangan Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (dalam Wiyanti, 2009) sebagai berikut : (1)Perencanaan : dimulai dengan menerapkan filosofi, tujuan, sasaran, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan disetiap unit, membuat perencanaaan jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi, menetapkan biaya-biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan mengelola rencana perubahan; (2) Pengorganisasian: meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaaan, menetapkan metode pemberian
asuhan
keperawatan
kepada
pasien
yang
paling
tepat,mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat; (3) Ketenagaaan: pengaturan ketenagaan dimulai dari rekruitmen, interview, mencari,dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosilisasi staf ; (4) Pengarahan : mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia, seperti : motivasi, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi; (5) Pengawasan : meliputi
18
penampilan kerja,pengawasan umum, pengawasan etika, aspek legal, dan pengawasan profesional. B. Kinerja Perawat 1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah penampilan hasil karya personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan-penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personal yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga keseluruhan jajaran personal di dalam organisasi. Ilyas (dalam Susanti, 2009). Kinerja merupakan suatu jaminan bahwa seorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif (Casio, 2003). Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan dalam perusahaan (Rivai, 2005). Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance yang dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang (Mankunegara, 2006). Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kinerja menunjukkan ukuran keberhasialan atau ketidakberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaaannya yang tercermin dalam bentuk hasil kerja. Menurut Wibowo (2008), lebih luas lagi berpandangan bahwa kinerja bukan hanya menunjukkan hasil kerja yang dicapai semata tetapi juga harus dilihat sebagai sebuah proses melakukan pekerjaan mulai dari apa yang dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan hingga hasil pekerjaan tersebut. Jadi, bisa dikatakan bahwa kinerja merupakan proses keseluruhan dalam rangka pencapaian kerja. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen yaitu tujuan, ukuran, dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi
19
bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Untuk itu ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan penting Ilyas (dalam Susanti, 2009). Perawat pelaksana adalah seorang tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dan diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan keperawatan pada instansi kesehatan di tempat atau ruang dia bekerja. Perawat sebagai pelaksana juga dapat diartikan pelaksana peran perawat yang menyangkut pemberian pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, atau masyarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi asuhan pencegahan pada tingkat satu, dua atau tiga, baik langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung berarti tindakan yang ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan klien. Sedangkan tindakan langsung atau yang disebut juga delegasi tindakannya diserahkan kepada orang lain atau perawat lain yang dapat di percaya untuk melakukan tindakan keperawatan klien. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perawat Menurut Ilyas (dalam Susanti, 2009) untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personal, dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja.Gibson (dalam Susanti, 2009) menyatakan bahwa pada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: variabel individu,variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personal. Perilaku yang berpengaruh terhadap kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Variabel individu menurut Gibson (dalam Susanti, 2009) dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan,latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
20
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis, mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis, mempunyai efek tidak lansung pada perilaku dan kinerja individu.Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson,banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur. Gibson (dalam Susanti, 2009) juga mengatakan sukar dicapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan keterampilan yang berbeda satu dengan lainnya. Menurut Gibson (dalam Wiyanti, 2009),Variabel organisasi yaitu mempunyai efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu.Variabel organisasi digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Berdasarkan teori Gibson dan temuan penelitian yang dilakukan peneliti di Indonesia, Model teori yang dikembangkan Gibson perlu ditambahkan variabel kontrol dan supervisi pada kelompok variabel organisasi. Model ini rasanya lebih cocok untuk digunakan sebagai model dasar untuk mempelajari faktor yang mempengaruhi kinerja individu. 3. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivita Swanburg (dalam Siswana, 2009). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam
21
memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2012). 1.
Prinsip-Prinsip Penilaian Menurut Gillies (dalam Siswana, 2009) untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu (Nursalam, 2012): a. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pada pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati Gillies (dalam Susanti, 2009). Karena diskripsi kerja dan standar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaaan dengan sasaran-sasaran yang sama. b. Sample tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. c. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama. d. Didalam menuliskan penilaian pelaksanan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi dimana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisor sebaiknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingkah laku yang memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluatif. Jika diperlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan di prioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.
22
e.
Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya
f.
Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa Simpson ( dalam Susanti 2013). Seorang pegawai dapat bertahan dari seorang manajer yang menunjukkan pertimbangan atas perasaannya serta menawarkan bantuan untuk meningkatkan pelaksanaan kerjanya.
2.
Manfaat yang dapat dicapai dalam penilaian kerja Manfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6,yaitu: a. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan Rumah Sakit. b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya. c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya. d. Membantu Rumah Sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna sehingga Rumah Sakit mempunyai tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan. e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik. f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya
23
melalui jalur komunikasi dan dialog,sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tnggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan datang atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung. 3. Proses Kegiatan Penilaian Kinerja Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan Achmad (dalam Susanti, 2013). Proses kegiatan meliputi: a. Merumuskan tanggung jawab dan tugas apa yang harus dicapai oleh staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan konstribusi berupa hasil. b. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. c. Melakukan monitoring, koreksi dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya. d. Menilai orestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan. e. Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai. Dalam proses pemberian umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.
24
4. Alat Ukur Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian pelaksanaan kerja karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektivitas serta menjamin keabsahan dan ketahanan. Setiap supervisor menunjukkan beberapa tingkatan bias dalam evaluasi kerja bawahan. Beberapa supervisor biasanya menilai pelaksanaan kerja perawat laki-laki terlalu tinggi dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga meremehkan pelaksanaan kerja perawat asing. Beberapa dintaranya menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan keterampilan dari setiap perawat itu sangat menarik,termasuk juga dalam hal kerapian dan kesopanan. Objektifitas, yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara emosionl dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta tanpa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi. Jenis alat evaluasi pelaksanan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu:laporan bebas, pengurutan yang sederhana,checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik, dan perbandingan pilihan dibuat-buat (Henderson, 1984). a. Laporan tanggapan bebas Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak adanya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cenderung menjadi tidak sah. Alat ini kurang objektif karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting,dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek. b.
Checklist pelaksanaan kerja Checklist terdiri dari daftar kriterian pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana nilai dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.
5. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melaksanakan
Asuhan
Keperawatan Kepada klien Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik
keperawatan
yang
merupakan
pedoman
bagi
perawat
dalam
25
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000) yang mengacu pada tahapan proses keperawatan,yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi. a. Standar I: pengkajian keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan: 1.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
2.
Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.
3.
Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi (1)Status kesehatan klien masa lalu, (2) Status kesehatan klien saat ini, (3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual, (4) Respon terhadap terapi, (5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, (6) Resiko-resiko tinggi masalah.
b. Standar II:diagnosa keperawatan Perawat
menganalisa
data
pengkajian
untuk
merumuskan
diagnosa
keperawatan. Adapun Kriteria proses; 1) Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnosa keperawatan; 2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: problem (P), etiologi (E), syntom (S), atau terdiri dari problem dan etiologi (PE); 3) Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan; 4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru. c. Standar III: Perencanaan keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
26
Kriteria prosesnya meliputi : 1) Perencanaan terdiri dari penetapaan prioritas masalah,tujuan dan rencana tindakan keperawatan; 2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan; 3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien; 4) Mendokumentasi rencana keperawatan. d. Standar IV:Implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi : 1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan; 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain; 3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien; 4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan; 5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien. e. Standar V : evaluasi keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya : 1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus;
2)
Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan; 3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat; 4) Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi perencanaan; 5) Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang didinginkan untuk
27
mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien Gillies ( dalam Nursalam, 2012).
6. Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kerja Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan antara lain Gillies (dalam Nursalam, 2012): a. Pengaruh halo effect Pengaruh halo effect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah. b. Pengaruh horn Pengaruh horn adalah kecendrungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah dari pada sebelumnya. C. Hubungan Peran Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Pelaksanaan supervisi bukan hanya ditujukan untuk mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan intruksi atau dengan ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Jadi, dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek.Perawat diposisikan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman
28
yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam melakukan asuhan keperawatan (Suyanto, 2008). Peran supervisi kepala ruangan adalah tingkah laku kepala ruangan yang diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Dari pengertian supervisi yang disajikan oleh beberapa pakar, ternyata Kron (dalam Fakhrizal, 2010) yang menyajikan terlengkap dan sangat sesuai dengan keadaan pelayanan keperawatan di Indonesia yang masih memerlukan penataan. Kepala ruangan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi, karena dengan adanya supervisi dan pengarahan kepada staf keperawatan dapat meningkatkan kinerja, kinerja staf akan meningkat apabila ada kepuasan kerja. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang personil dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005). Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat antara lain meningkatkan efisiensi kerja. Apabila kedua peningkatan ini diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Sesungguhnya tujuan pokok dari supervisi adalah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, sehingga tujuan dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Yayan, 2002). Berdasarkan hasil penelitian yang di Instalasi Rawat Inap A RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dari 28 responden dengan peran supervisi sebagai pengarah tidak baik terlihat bahwa
20 (71,4%) responden memiliki kinerja tidak baik dan 8
(28,6%) responden memiliki kinerja baik. Dan dari 39 responden dengan peran supervisi sebagai pengarah baik terlihat bahwa 8(20,5%) responden memiliki kinerja tidak baik dan 31(79,5%) responden memiliki kinerja baik. Hasil uji sttistik didapatkan nilai P Value = 0,000 berarti P Value <0,05sehingga dapat disimpulkan
29
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran supervisi sebagai pengarah dengan kinerja perawat pelaksana (Wiyanti, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Arief (2001) yang berjudul tentang Hubungan kinerja Perawat pelaksana dengan karakteristik kepala ruangan didapatkan bahwa tingkat kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta Timur cukup baik (64,2%) sedangkan karakteristik kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana menunjukkan hubungan yang signifikan (p=0,001). Berdasarkan hasil penelitian Ram Marnex (2013) yang berjudul tentang Hubungan supervisi Kepala Ruangan dengan Kepuasan
perawat Pelaksana Di RSUD
Liunkendage Tahuna menunjukkan bahwa P value < 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran supervisi
kepala ruangan dengan
kepuasan perawat pelaksana di Di RSUD Liunkendage Tahuna. Berdasarkan hasil penelitian Qalbia Nur (2013) yang berjudul motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di RS Universitas Hasanuddin, menunjukkan bahwa motivasi (p=0,027) dan supervisi (p=0.002) berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di RS Universitas Hasanuddin. Berdasarkan hasil penelitian Kuswantoro (2013) yang berjudul Hubungan antara supervisi klinis kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD dr.Abdoer Rahem Situbondo,menunjukkan bahwa supervisi klinis (p-value = 0,000), pengarah (p-value = 0,004), pemberi saran (pvalue = 0,003), motivasi (p-value = 0,000), dan pelatih/pembimbing (p-value = 0,010) terbukti berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana, di mana motivasi merupakan aspek yang paling berhubungan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana (koefisien Standardized β = 0,421).
30
D. Kerangka Konsep Skema 2.1.Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Peran Supervisi Kepala Ruangan
Kinerja Perawat Pelaksana
E. Hipotesis Ha : Ada Hubungan
yang signifikan antara Peran Supervisi Kepala Ruangan
dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.Pirngadi Medan.