BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Identitas Diri Remaja
2.1.1 Pengertian Identitas Diri Apa mudah
yang
dimaksudkan
diterangkan
dengan
dengan singkat.
identitas, Erikson
tidak sendiri
mengalami kesulitan untuk menemukan identitas, sehingga perumusannya sebenarnya merupakan suatu keterangan: siapakan saya, apakah saya, dan di mana tempat saya ( Who am I, What am I, and Where I belong to). Identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari azas-azas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup
selanjutnya.
Pengertian
mengenai
identitas
dikemukakan oleh Gunarsa (2003) sebagai berikut: 1. Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan umur dan perubahan lingkungan. 2. Identitas dapat diartikan sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus dijalankan. 3. Identitas merupakan suatu hasil yang diperoleh pada masa
remaja,
akan
tetapi
tetap
masih
akan
mengalami perubahan dan pembaharuan. 16
4. Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan didalam dirinya dan didalam hubungannya keluar dirinya. 5. Identitas
merupakan
suatu
persesuaian
peranan
sosial yang pada azasnya mengalami perubahan. Stuart dan Sudeen (1991) mengungkapkan tentang Identitas diri adalah cara-cara yang digunakan untuk membedakan
individu
satu
dengan
individu-individu
lainnya. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu pada identitas spesifik dari individu. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanakkanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang
penting
dalam
identitas
adalah
jenis
kelamin
(Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak
dipengaruhi
oleh
pandangan
dan
perlakuan
masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu dapat ditandai dengan: 1). Memandang dirinya secara unik 2). Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain
17
3). Merasakan otonomi: menghargai diri, percaya diri, kemampuan diri, menerima diri dan mampu mengontrol diri 4). Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri. Identitas mengemukakan
diri dan
merupakan memahami
kemampuan tentang
siapa
untuk dirinya
sebagai individu. Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada identitas diri (Harter, 1990). Pada masa ini, mereka sangsi akan perasaannya
secara pribadi tapi
juga untuk pengakuan dari orang lain dari lingkungan bahwa dirinya merupakan individu yang unik dan khusus. Allport menuliskan bahwa diri terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik (Semiun, 2006). Erikson menuliskan konsep tentang identitas
merupakan
satu
kesatuan
perasaan
dan
pengertian tentang keunikan diri, merasa diri berarti, dan rasa percaya diri (Blasi dan Milton, 1990). Mengacu pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Identitas diri adalah cara hidup tertentu yang digunakan oleh individu untuk menentukan peran sosial dan yeng membedakan individu yang satu dengan individu yang lainnya.
18
2.2
Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik ( Hurlock, 1980). Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut
berbunyi
sebagai
berikut:
Menurut
Muangman (dalam Sarwono, 2000). Remaja adalah suatu masa di mana: a. Individu
berkembang
menunjukkan
dari
tanda-tanda
saat
pertama
seksual
kali
ia
sekundernya
sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang
penuh
kepada
keadaan
yang
relatif
lebih
mandiri. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja
adalah
suatu
masa
dimana
seorang
sedang
bertumbuh menuju dewasa mencakup kematangan mental, sosial, dan fisik
serta berusaha untuk menuju kepada
suatu kemandirian secara sosial dan ekonomi.
19
2.2.2. Batasan Usia Masa Remaja Batasan usia remaja ditinjau dari bidang kesehatanm 10 sampai 20 tahun sebagai batasan usia remaja. Hall (1844-1924 menuliskan 12-25 tahun sebagai masa remaja yaitu masa topan badai (Sarwono, 2000). Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan pada masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12 hinggga umur 21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun sebagai masa remaja awal; usia 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan; usia18-21 tahun sebagai masa remaja akhir (Monks, 2002). Blos
(1962)
seorang
penganut
psikoanalisis
berpendapat bahwa perkembangan pada hakekatnya adalah usaha penyesuaian diri, yaitu secara aktif mengatasi “stress” dan berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Blos membagikan masa remaja dalam tiga bagian: 1). Remaja awal (early adolescence) Remaja masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. 2). Remaja madya ( middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan ”narcistic” yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang memiliki sifat-sifat 20
yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. 3). Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencarian lima hal yaitu: a). Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek; b). Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orangorang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru; c). Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi; d).
Egosentris
diganti
dengan
keseimbangan
antara
kepentingan diri sendiri dengan orang lain; e). Tumbuh “dingin” yang memisahkan diri pribadi (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa batasan usia pada remaja terbagi dari tiga bagian yaitu masa remaja awal usia 12-15 tahun; masa remaja pertengahan usia 1518 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun. Tiap masa memiliki ciri dan masalah tersendiri bagi remaja dalam menyesuaikan diri.
21
2.2.3 Ciri-Ciri Masa Remaja Hurlock (1980) menuliskan bahwa seperti halnya dengan
semua
periode
yang
penting
selama
rentan
kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Adapun ciri-ciri remaja sebagai berikut: a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting. Menurut
Tanner
(dalam
Hurlock,
1980)
yang
membahas akibat fisik pada masa remaja mengatakan bahwa perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnya
perkembangan
mental
yang
cepat,
terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru. b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan mendapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak sesuai umurnya”.
Status
remaja
yang
tidak
jelas
ini
juga
menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk
mencoba
gaya
hidup
yang
berbeda
dan
menentukkan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.
22
c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan. Ada beberapa perubahan yang sama yang hampir bersifat universal: 1) Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis karena perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat semasa awal masa remaja. 2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok
sosial
untuk
dipesankan,
menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit disesuaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap merasa ditumbuhi masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya. 3) Berubahnya nilai-nilai. Sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting daripada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh temanteman sebaya, mereka telah mengerti bahwa kualitas lebih penting daripada kuantitas. 4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan,
tetapi
mereka
sering
takut
bertanggungjawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk mengatasi tanggungjawab tersebut. 23
Masa remaja dikenal sebagai salah satu masa periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja akan mengalami perubahan-perubahan sehingga dapat dikatakan ciri-ciri yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Lerner & Hultsch, dalam Agustiani, 2006) Selanjutnya, Gunarsa (2003) menuliskan tentang ciri-ciri masa remaja sebagai berikut: 1). Masa Kegelisahan. Remaja memiliki banyak keinginan untuk memperoleh pengalaman,
pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah
laku namun sisi yang lain belum mampu melakukan berbagai hal. Mereka ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di lingkungan luas, akan tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan yang langsung
dari
sumber-sumbernya,
akhirnya
mereka
dikuasai oleh rasa gelisah karena keinginan-keinginan yang tidak tersalurkan. 2). Pertentangan. Pada
umumnya
terjadi
perselisihan
dan
pertentangan
antara remaja dengan orangtua sehingga mereka ingin melepaskan diri dari orangtua, akan tetapi keinginan untuk 24
melepaskan diri ini ditentang juga oleh keinginan untuk memperoleh rasa aman di rumah. 3). Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Remaja pria mencoba untuk merokok secara tersembunyi, seolah-olah untuk membuktikan apa yang dilakukan oleh orang dewasa dapat pula dilakukan oleh remaja. Remaja puteri mulai belajar dandan menurut mode dan kosmetik yang terbaru. Keinginan mencoba pada remaja ini dapat berakibat negatif apabila mereka diajak mencoba menghisap ganja, mariyuana atau menyuntik morphin. Malapetaka akan dialaminya sebagai akibat penyaluran yang tidak ada manfaatnya. 4). Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Keinginan mencoba tidak hanya dalam bidang penggunaan obat-obat
terlarang
berhubungan memberikan
akan
dengan akibat
juga
meliputi
fungsi
yang
tidak
hal-hal
ketubuhannya selalu
yang dan
menyenangkan,
misalnya kehamilan yang menghentikan karier, prestasi sekolah yang justru diidamkan remaja. 5). Keinginan untuk menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih luas. Keinginan
untuk
menjelajah
dan
menyelidiki
dapat
disalurkan dengan baik ke penyelidikan yang bermanfaat. Keinginan
mereka
membuang
tenaga
menyelidiki dengan
tidak
percuma.
selalu Penyaluran
berarti yang 25
bermanfaat dapat menghasilkan penemuan alat-alat baru atau modifikasi perlengkapan rumah sepertinya radio dan alat-alat elektronika lain yang sering diciptakan oleh remaja. 6). Berkhayal dan berfantasi. Remaja banyak berkhayal dan berfantasi mengenai prestasi dan karier. Pada remaja puteri terlihat lebih banyak sifat perasa sehingga lebih banyak berintikan romantika hidup. Khayalan dan fantasi tidak selalu bersifat negatif, karena di pihak lain dianggap sebagai suatu pelarian dari situasi
dan
suasana
yang
tidak
memuaskan
remaja.
Khayalan dan fantasi dapat bersifat positif, sebagai suatu penghematan memerlukan
untuk biaya.
daya
kreativitasnya
Sebagian
besar
yang
kreativitas
tidak dan
eksperimen dilakukan dalam alam fantasinya, tanpa biaya, hanya perlu adanya perlengkapan daya kreativitas yang positif. 7). Aktifitas kelompok. Pada umumnya remaja akan membentuk kelompok untuk melakukan kegiatan bersama dan mengadakan penjelajahan secara berkelompok. Keinginan untuk berkelompok tumbuh sedemikian besarnya dan dapat dikatakan sebagai hal yang wajar dan umum dilakukan oleh remaja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan periode yang penting dimana terjadi perubahan emosi, fisik, nilai-nilai. Hal ini menyebabkan remaja merasa gelisah, mengalami kebingungan, berfanstasi
26
mengenai prestasi dan karir, dan mereka suka membentuk kelompok. 2.2.4 Teori Identitas Diri Teori mengenai identitas diri ditulis oleh Erikson. Tahap perkembangan manusia menurut teori Erikson (Santrock, 2007): 1. Kepercayaan versus ketidakpercayaan. Perasaan percaya menuntut adanya perasaan nyaman secara fisik dan setidaknya perasaan takut dan raguragu terhadap masa depan. Masa bayi, kepercayaan akan menentukan tahap bagi harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. 2. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya, bayi
mulai
adalah
menemukan
milik
mereka
bahwa sendiri.
perilaku Mereka
mereka mulai
menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. 3. Prakarsa versus rasa bersalah Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangantantangan yang lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi. 27
4. Tekun versus rasa rendah diri Tidak ada saat lain yang lebih bersemangat atau antusias untuk belajar dibandingkan pada akhir periode pengembangan imajinasi pada masa kanakkanak awal. Bahayanya yang dihadapi dimasa sekolah dasar
adalah
anak
dapat
mengembangkan
rasa
rendah diri-rasa tidak kompeten dan tidak produktif. 5. Identitas versus kebingungan identitas Individu
diperhadapkan
pada
tantangan
untuk
menemukan siapakan mereka itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang mereka tempuh dalam hidupnya. 6. Keintiman versus keterkucilan Individu
menghadapi
tugas
perkembangan
yang
berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang
lain.
Erikson
mendeskripsikan
keintiman
sebagai menemukan diri sendiri disatu sisi, namun kehilangan diri sendiri disisi lainnya. Jika seorang muda membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, jika tidak maka ia akan merasa terkucil. 7. Bangkit versus stagnasi Persoalan utama yang dihadapi indivdu dimasa ini adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna.
28
8. Interitas versus kekecewaan Masa dimana individu mulai merefleksikan kehidupan di masa lalu. Melalui banyak rute yang berbeda, manusia
lanjut
usia
dapat
mengembangkan
pandangan positif mengenai sebagian besar atau semua tahap perkembangan sebelumnya. Berdasarkan
teori
Erikson,
Marcia
(1980)
mengidentifikasikan empat status identitas melalui interview mendalam
dengan
mencerminkan
remaja.
tingkat
Status
komitmen
identitas
yang
dibuat
remaja
terhadap nilai-nilai agama, politik, dan pekerjaan. jelas
tentang
status
http://blog.tp.ac.id,
identitas,
2011)
Damon
menuliskan
empat
ini Lebih
(dalam status
identitas sebagai berikut: 1. Pengalihan identitas (foreclosure). Remaja berada dalam pengalihan
status
identitas
dan
tidak
pernah
mengalami krisis identitas. Mereka telah membentuk suatu
identitas
prematur
yang
lebih
berdasarkan
pilihan orangtua daripada identitas mereka sendiri. Mereka
telah
membuat
komitmen
pekerjaan
dan
idiologi, tetapi komitmen ini lebih mencerminkan suatu penilaian tentang apa yang dapat dilakukan oleh orangtua. Ini merupakan “identitas semu”. 2. Kebingungan identitas (identity diffusion). Remaja yang tidak menemukan arah pekerjaan atau komitmen ideologi, dan mencapai kemajuan kecil kearah tujuantujuan ini. Mereka kemungkinan telah mengalami krisis 29
identitas, dan apabila benar, mereka tidak dapat mengatasinya. 3. Moratorium: Remaja yang telah mulai melakukan eksperimen
dengan
pilihan-pilihan
pekerjaan
dan
idelogi namun belum membuat komitmen yang pasti terhadap salah satu pilihan. Remaja yang berada pada status moratorium langsung berada di tengah-tengah suatu krisis identitas dan sedang mencari pilihanpilihan hidup. 4. Pencapaian identitas (identity achievement). Remaja yang
telah
mengetahui
tentang
membuat
keputusan-keputusan
pekerjaan
dan
ideologi.
dirinya,
mampu
tegas
tentang
Mereka
yakin
bahwa
keputusan-keputusan itu dibuat berdasarkan otonomi dan kebebasan serta komitmen internal. Dari pemaparan teori identitas diri, penulis memilih teori Erikson yaitu identitas versus kebingungan identitas. Teori ini dapat mendukung penelitian tentang identitas diri yang
dapat
mencakup
berbagai
aspek
dari
masa
pengembangan identitas diri. 2.2.5 Aspek-aspek Identitas Diri Erikson (1968) telah menuliskan tentang pentingnya identitas
diri.
Lingkungan
sosial
dan
budaya,
turut
memberikan pengaruh pada pengembangan identitas diri remaja, bahkan selama masa remaja tidak semua remaja berhasil mencapai identitas diri yang positif. Berdasarkan 30
teori Erikson (dalam Oya, Zeynep, Aly: 1999), menuliskan aspek-aspek identitas diri sebagai berikut: 1. Social Identity Keanggotaan dalam suatu kelompok dan peran dalam kelompok merupakan unsur yang penting dalam identitas sosial. Kelompok merupakan suatu hal yang penting bagi seorang remaja memiliki teman dilingkungan sekolah (kelas) dan teman dalam suatu regu atau kelompok. Mereka akan merasa nyaman ketika berada dengan sahabat karib dan akan merasa kesepian tanpa sahabat. Remaja akan merasa lebih dekat dengan teman daripada dengan orangtua karena dengan
teman,
mereka
akan
lebih
banyak
berbagi
pengalaman dan perhatiannya. Penerimaan teman sebaya sangat penting bagi suatu pemahaman diri. Griffith (1993) menuliskan bahwa diri merupakan
suatu
proses
yang
berkelanjutan
dari
penerimaan dan penolakan suatu kelompok, misalnya seorang remaja membutuhkan penerimaan dalam satu tim sepak bola, basket, musik, tarian, diskusi tugas-tugas sekolah, dan lain-lain. Hubungan persahabatan dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan menjalin relasi sosial. Pada dasarnya remaja ingin memiliki teman dan ingin diterima, dipahami, dihargai. Pemenuhan peran dalam kelompok sekolah, rumah, dan masyarakat secara umum merupakan aspek lain dari identitas sosial. Aspek identitas sosial secara terus menerus akan diperoleh melalui suatu proses dari penerimaan atau 31
penolakan oleh oranglain. Teman sebaya merupakan suatu keanggotaan dan persabatan yang sangat penting karena tanpa persahabatan dan keanggotaan dalam kelompok remaja akan mengalami kegoncangan emosi. 2. Physical Identity Penampilan secara fisik merupakan hal yang penting bagi pemahaman diri. Remaja mengalami rasa gelisah terhadap penampilan fisik, bahkan ada yang ingin merubah penampilannya. Sebagai contoh hasil wawancara kepada seorang remaja mengatakan bahwa: “ aku merasa terlalu tinggi dan kurus” dan ini merupakan suatu kegelisahan secara
emosi.
Ia
merasa
tidak
menarik
namun
kenyataannya ia tidak bisa merubah penampilannya secara fisik. Penilaian dari teman sangat memberikan pengaruh bagi rasa percaya diri remaja secara fisik. Identitas fisik sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, terutama teman sebaya. Remaja ingin memiliki bentuk tubuh dan penampilan seperti para idola mereka, sehingga mereka berusaha dan bertindak seperti idola atau model yang mereka inginkan. Tindakan ini merupakan acuan yang digunakan oleh remaja untuk mengevaluasi penampilan fisik mereka. 3. Personal Identity Karakteristik dari kepribadian yang sangat menonjol adalah keakraban,
kedewasaan,
keramahan,
keyakinan,
pengendalian diri, dan jenis kelamin.
32
4. Familial Identity Keluarga
memiliki
peran
pengembangan
identitas
dan
yang
penting
perilaku
dalam
remaja.
Pada
umumnya remaja menghormati orangtua mereka walaupun mereka kadang-kadang tidak sependapat dengan orangtua namun mereka percaya orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Meskipun remaja mengalami konflik dengan orangtua yang otoriter, mereka marasa bahwa orangtua sedang malakukan yang terbaik bagi mereka. Dengan demikian, kesalahpahaman yang dialami orangtua dan remaja dapat diatasi dengan membangun komunikasi yang baik diantara mereka. 5. Moral-Ethical Identity Identitas moral-etika yaitu nilai-nilai yang dimiliki oleh remaja, seperti keinginan untuk menolong orang lain, peka terhadap
kebutuhan
orang
lain.
Misalnya
membantu
memberikan penjelasan kepada teman dalam mengerjakan tugas dari sekolah, berperan dalam masyarakat dengan bekerja keras untuk kemajuan lingkungannya. Selanjutnya menuliskan
Bourne
pandangan
(dalam
yang
Santrock,
kompleks
dari
2003) Erikson
mengenai dimensi identitas diri, terdiri dari tujuh dimensi: 1. Genetik. Berkaitan dengan sifat yang diwariskan oleh orangtua
yang
akan
memberikan
sesuatu
yang
berbeda antara individu satu dengan lainnya.
33
2. Adapif. Penyesuaian remaja mengenai ketrampilanketrampilan khusus, kemampuan, dan kekuatan ke dalam masyarakat dimana mereka tinggal. Identity
3. Struktural. merupakan waktu,
suatu
confusion
dalam
identitas
kemunduran
dalam
perspektif
inisiatif,
dan
kemampuan
untuk
mengkoordinasikan perilaku di masa kini dengan tujuan di masa depan. 4. Dinamis. Proses identifikasi yang dialami oleh individu dengan orang dewasa yang kemudian menarik mereka ke dalam bentuk identitas baru, yang sebaliknya, menjadi tergantung dengan peran masyarakat bagi remaja. 5. Subyektif atau berdasarkan pengalaman. Erikson yakin
bahwa
individu
dapat
merasakan
suatu
perasaan kohesif atau pun tidak adanya kepastian dari dalam dirinya. 6. Timbal balik psikososial. Adanya hubungan timbal balik antara remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya.
Perkembangan
identitas
tidak
hanya
merupakan representatif jiwa namun juga melibatkan hubungan
dengan
orang
lain,
komunitas,
dan
masyarakat. 7. Status Eksistensial. Individu mencari arti dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum.
34
Berdasarkan teori Erikson, Dariyo (2004) menuliskan ciri-ciri dari identitas diri yaitu: 1. Konsep diri. Berkaitan dengan aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisik meliputi warna kulit, bentuk tubuh (gemuk, kurus, ramping), tinggi badan, wajah (cantik, tampan, biasa). Aspek psikologis meliputi: kebiasaan,
watak,
sifat-sifat,
kecerdasan,
minat-
bakat, dan kebiasaan-kebiasaan lain. 2. Evaluasi diri. Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang baik, berarti ia akan memiliki
kemampuan
untuk
menilai,
menaksir,
mengevaluasi potensi diri sendiri. 3. Harga
diri.
Penghargaan
diri
yang
wajar
dan
proporsional merupakan tindakan yang tepat bagi seorang individu yang mempunyai identitas diri yang matang. Individu yang memiliki harga diri yang positif memiliki kemampuan dalam berkata-kata, bersikap, berpikir, maupun bertindak berdasarkan nilai-nilai norma,
etika,
kejujuran,
kebenaran,
maupun
keadilan. 4. Efikasi diri. Kemampuan menyadari, menerima, dan mempertanggungjawabkan
semua
potensi,
ketrampilan, atau keahlian secara tepat. Efikasi diri akan mendorong individu untuk menghargai dan menempatkan diri pada posisi yang tepat. 5. Kepercayaan diri. Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan
kelompok
sosial
atau
keluarga
yang 35
hangat, penuh kasih sayang, menjunjung tnggi nilainilai
kejujuran
dan
keadilan,
serta
saling
mempercayai antara satu dengan yang lainnya. 6. Tanggungjawab.
Individu
yang
bertanggungjawab
mampu melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai tuntas, walau harus mengorbankan banyak tenaga, waktu, biaya. 7. Komitmen. Individu yang memiliki komitmen biasanya perhatian,
pemikiran,
tenaganya
tercurah,
untuk
mencapai tujuan akhir dari komitmennya. Individu yang memiliki komitmen akan berusaha keras untuk mencapai keberhasilan, mampu mengatasi semua rintangan
atau
hambatan
yang
menyebabkan
kegagalan. 8. Ketekunan. Ketekunan tidak mengenal putus asa dan selalu berorientasi pada masa depan. Individu yang tekun
memiliki
karakteristik
kemandirian,
rasa
percaya diri, optimis, dan pantang menyerah. 9. Kemandirian.
Berusaha
untuk
menyelesaikan
masalah dengan segenap kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasan dengan sebaik-baiknya. Dari uraian di atas, landasan teori yang digunakan dalam penelitain ini,berdasarkan teori Erikson (dalam
Oya,
Zeynep, Aly: 1999) aspek-aspek dari identitas diri yaitu ada
lima aspek:
social identity, physical identity, personal
identity, familial identity, moral-ethical identity.
36
2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Identitas Diri Remaja. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi identitas diri menurut Furham (dalam Ristianti, 2009), adalah: a. Hubungan orangtua-remaja/Parenting style Hubungan orangtua-remaja yang harmonis, empati, penuh kasih sayang dapat membantu berkembangnya identitas diri yang positif. Hubungan keluarga yang harmonis akan memberikan
kesempatan
kepada
remaja
untuk
mengekspresikan ide-idenya dengan orang tua sebagai pengawas bukan sebagai pengekang kebebasan. b. Model identifikasi Model identifikasi biasanya adalah orang yang sukses dalam hidupnya. Individu memiliki harapan bahwa dengan menjadi seperti model identifikasinya maka dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga memotivasi individu untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh model tersebut. c Homogenitas Lingkungan Individu yang berada pada lingkungan yang homogen cenderung
lebih
dibandingkan
mudah
dengan
membentuk
yang
berada
identitas pada
dirinya
lingkungan
heterogen. Individu yang berada pada lingkungan heterogen lebih
lama
menghadapi
krisis
karena
terlalu
banyak
alternatif yang ada di hadapannya. Faktor lingkungan pada waktu tertentu sangat mempengaruhi hasil perkembangan. Seseorang yang tidak memperoleh kesempatan belajar dan tidak memperoleh bimbingan dalam memperkembangkan 37
bakat-bakatnya, tidak akan mencapai hasil maksimal dari perkembangan rancangan dasarnya (Gunarsa, 2003). d. Perkembangan Kognisi Menurut Papalia dan Olds (2001), perkembangan kognisi masa remaja adalah bilamana individu mampu berpikir secara operasional formal dan lebih sistematis terhadap halhal yang abstrak. Dalam tahap ini pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, individu cenderung lebih mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten. e. Sifat Individu Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan untuk eksplorasi yang besar dimana hal ini dapat membantu pencapaian identitas. f. Pengalaman Masa Kanak-kanak Individu
yang
dimasa
kanak-kanak
telah
berhasil
menyelesaikan konflik-konfliknya cenderung lebih mudah menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas diri. g. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja individu dapat menstimuli pengembangan identitas
diri.
Individu
menjadi
lebih
matang
dengan
menghadapi permasalahan yang ada di lingkungan kerjanya sehingga individu mengetahui kelebihan atau kekurangan apa
yang
dimiliki
untuk
menghadapi
permasalahan
tersebut.
38
h. Interaksi Sosial Dalam tahap perkembangan yang dijalani oleh remaja ditandai oleh cara hubungan individu tersebut dengan orang lain dan kebalikannya. Seorang anak kecil pada
permulaan
masa
kehidupannya
secara
mutlak
bergantung pada orang lain. Melalui perawatan dan asuhan orang lain, akan timbul perasaan aman dan mempercayai orang lain dalam memperoleh kesenangan dan kepuasan dari keinginan dan kebutuhannya. Hal yang sama terjadi pada masa remaja, dimana jelas ada pengaruh hubungan timbal balik antara remaja dan orang lain dalam perkembangan kepribadiannya. Remaja dalam
pergaulan
dan
seluruh
tingkah
laku
ingin
menunjukan bahwa ia dapat mandiri. Sebaliknya orang lain juga mengharapkan diperlihatkan kemampuannya untuk mandiri, tetapi bisa saja lingkungan keluarganya tidak menghendaki
anak
mereka
bertindak
atau
berinisiatif
sendiri, sehingga dinamika untuk berdiri sendiri juga tidak berkembang. i. Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya merupakan kelompok acuan bagi seorang anak untuk mengidentifikasikan dirinya dan untuk mengikuti standar kelompok. Sejak seorang remaja menjadi bagian dari kelompok teman sebaya tersebut, identitas dirinya mulai terbentuk (Thornburg, 1982). Erikson (dalam Sprinthall & Collins, 1995) mengemukakan bahwa remaja menerima dukungan sosial dari kelompok teman sebaya. 39
Pemberian dukungan sosial dan penyediaan tempat untuk melakukan
segala
uji
coba
membuat
teman
sebaya
merupakan bagian yang penting dalam pengembangan identitas diri. Selanjutnya Rifany (2008) menuliskan faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas diri remaja: 1. Iklim keluarga. Interaksi sosio emosional antara anggota keluarga, sikap, dan perlakuan orangtua terhadap remaja. 2. Tokoh Idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. 3. Peluang perkembangan diri. Kesempatan yang dimiliki oleh remaja untuk melihat ke depan dan menguji dirinya
untuk
dapat
menjalani
kehidupan
yang
beraneka ragam. Selanjutnya Marcia (dalam Dariyo, 2004) menuliskan ada dua faktor yang menentukan status identitas remaja yaitu
orangtua
dan
kepribadian
remaja.
Penjelasan
mengenai faktor yang mempengaruhi status identitas menurut Marcia:
40
Faktor
Achiement Identity
Keluarga
Orangtua: Supportif, Perhatian, Mempercay ai anak.
Foreclosure
Moratorium
Identity Diffussion
Orangtua: Orangtua Orangtua Tidak tidak punya permisif, menerima aturan yang tidak sikap/peras jelas. berwibawa aan anak, Anak dan tidak beri tidak bingung arahan, mendengark terhadap bimbingan an otoritas dengan baik. keluhan/keh orangtua. endak anak. Kepribadian Anak punya Anak Anak cemas, Perkembanga kekuatan tergantung, Takut gagal, n konsep diri ego, control diri Egois, anak lambat, kemandiria, eksternal, Kurang kemampuan control diri cemas, tidak percaya kognitif tidak internal, percaya diri. diri/konsep berfungsi akrab, diri rendah. dengan baik, percaya ragu-ragu, diri, pasif, tidak inisiatif, inisiatif. kreatif, dan berprestasi. Sumber: Papilia, Ols, dan Feldman (dalam Dariyo, 2004) Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan, faktorfaktor yang mempengaruhi identitas diri remaja yaitu hubungan
orangtua-remaja,
homogenitas individu,
lingkungan,
pengalaman
model
perkembangan
masa
identifikasi, kognisi,
kanak-kanak,
sifat
pengalaman
kerja, interaksi sosial, kelompok teman sebaya. 41
2.2.6 Pengembangan Identitas Diri Heerdjan (1987) menuliskan bahwa remaja sebagai individu yang berada pada masa peralihan, dalam garis besarnya berada pada dua tugas pokok utama: 1). Remaja harus melepaskan ketergantungan emosional pada orang tua. Remaja
ingin
merasakan
dan
menghayati
otonominya
terlepas dari kemauan dan pimpinan orang tuanya. Jika ia diperlakukan seperti anak kecil maka remaja akan muncul dengan perilaku protesnya sehingga akan menimbulkan konflik dengan orang tua. Orang tua sering bingung menghadapi remaja. Mereka umumnya tidak memahami bahwa
remaja
perlu
memahami
bahwa
remaja
perlu
menjalani “penglepasan” ketergantungan mental-emosional dari orang tua. 2). Remaja mencari identitas diri. Pada masa ini, remaja berada pada masa membutuhkan penghargaan dan pengakuan. Remaja merasa nyaman berada bersama dengan teman sebayanya. Ketika berada dengan teman sebayanya, remaja berusaha menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut usaha mencari identitas, diantaranya ia harus: 1) Menemukan Akunya, suatu identitas tentang dirinya. 2) Menemukan atau membina suatu falsafah atau sikap hidup, yang dirasakan serasi baginya. 3) Menemukan profesi dan lapangan kerja yang sesuai. 42
4) Menentukan dan memantapkan identifikasi seksual, khususnya dalam hubungan dengang lawan jenis. 5) Menemukan suatu cara dan gaya bergaul dengan orang lain, serta suatu cara menghadapi kebutuhankebutuhannya sendiri yang dihayati sebagai harmonis dan serasi. 6) Menemukan tempat yang rasanya cocok bagi diri sendiri dalam keseluruhan hubungan sosialnya dan memilih sejumlah peranan sosial yang serasi. Keseimbangan identitas
yang
menghasilkan:
antara
identitas
cenderung
positif
kesetiaan
terhadap
dan
ke
kekacauan
identitas, prinsip
akan
ideiologi
tertentu, kemampuan untuk memutuskan secara bebas apa yang akan dilakukan, kepercayaan kepada teman sebaya dan orang dewasa yang memberi nasehat mengenai tujuan dan cita-cita, pilihan pekerjaan ( Alwisol, 2007). 2. 3 Dukungan Sosial Teman Sebaya 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan salah satu bentuk ikatan secara sosial yang menggambarkan kualitas dari hubungan interpersonal. Dukungan sosial adalah perasaan sosial yang dibutuhkan terus menerus dalam interaksi dengan orang lain (Smet, 1994). Selanjutnya Sarafino (1998) menyatakan dukungan sosial merupakan faktor sosial luar individu yang dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi stress akibat
konflik.
Dalam
pengertian
lain,
Siegel
(dalam 43
Ristianti, 2009) mengemukakan, dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain yang menunjukan bahwa dirinya dicintai, dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan ikatan secara sosial antar personal yang dapat menunjukan bahwa individu dicintai, diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai. 2.3.2 Pengertian Teman Sebaya Teman
sebaya
memiliki
peran
penting
dalam
kehidupan remaja. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibat, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan meresa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh temanteman sebayanya (Santrock, 2007) Teman sebaya (peers) adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang usianya sama mengisi suatu peran yang unik dalam kebudayaan kita ( Hartup, 1976). Salah satu fungsi teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia diluar keluarga (Santrock, 2007).
44
2.3.3 Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya Setiap orang sangat membutuhkan dukungan sosial dalam berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan hidup ditengah-tengah masyarakat. Menurut Smet (1994) dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan personal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang
memberikan
kehidupan
kepuasan
individu.
secara
Saat
emosional
seseorang
dalam
mendapatkan
dukungan dari lingkungan maka segalanya akan terasa lebih
mudah.
Dukungan
sosial
yang
diterima
dapat
membuat individu lebih tenang, diperhatikan, dicintai, timbul
rasa
percaya
diri
dan
kompeten.
Hal
senada
diungkapkan oleh Gottlieb dalam Smet (1994), dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain atau yang didapatkan karena hubungan mereka
dengan
lingkungan
dan
mempunyai
manfaat
emosional atau efek perilaku bagi dirinya. Dalam hal ini orang akan merasa memperoleh dukungan secara emosional dan merasa senang karena mendapatkan perhatian, saran, kesan yang menyenangkan pada dirinya. Sarafino (1998) menggambarkan dukungan sosial sebagai
suatu
kenyamanan,
perhatian,
penghargaan
ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok.
Dalam pengertian lain disebutkan 45
bahwa dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat, Casel (dalam Sheridan&Radmacher, 1992). Selanjutnya,
Cahrlesworth
dan Hartup (dalam Dagun, 2002), teman sebaya mempunyai empat unsur positif yaitu: pertama, saling memberikan perhatian dan saling mufakat; kedua, membagi perasaan dan saling menerima diri; ketiga, saling percaya; keempat, memberi sesuatu kepada yang lain. Dengan demikian, dukungan sosial teman sebaya merupakan pemberian bantuan yang diberikan oleh teman sebaya baik berupa verbal maupun non verbal dalam bentuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi.
Dukungan sosial yang diterima dapat
membuat individu lebih tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri. 2.3.4 Komponen Dukungan Sosial Komponen dukungan sosial menurut Weiss (Ristianti, 2009) mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale” dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri, namun
satu
sama
lain
saling
berhubungan.
Adapun
komponen tersebut antara lain:
46
a. Instrumental Support 1) Reliable Alliance (Ketergantungan yang dapat diandalkan). Dalam dukungan sosial ini, individu mendapat jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut sifatnya nyata dan langsung. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena individu menyadari ada
individu
menolongnya
lain bila
yang
dapat
individu
diandalkan
mengalami
masalah
untuk dan
kesulitan 2) Guidance (Bimbingan) Dukungan sosial ini berupa nasehat, saran dan informasi yang
diperlukan
dalam
memenuhi
kebutuhan
dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dukungan ini juga dapat berupa feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu. b. Emotional Support 1) Reassurance of Worth (Pengakuan positif) Dukungan
sosial
ini
berbentuk
pengakuan
atau
penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. 2) Emotional Attachment (Kedekatan emosional) Dukungan sosial ini berupa pengekspresian dari kasih sayang, cinta, perhatian dan kepercayaan yang diterima individu, yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. 47
3) Social Integration ( Integrasi sosial) Dukungan
sosial
memperoleh
ini
perasaan
memungkinkan
individu
memiliki
kelompok
suatu
untuk yang
memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan
secara
bersama-sama.
Dukungan
semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok yang memiliki persamaan minat. 4) Opportunity to Provide Nurturance (Kesempatan untuk mengasuh) Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang oleh lain. Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Selanjutnya, Sarafino (Smet, 1994) menuliskan bahwa dukungan sosial terdiri dari empat jenis: a. Dukungan emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian, kasih sayang, mendengarkan
terhadap
orang
yang
bersangkutan
(misalnya: umpan balik, penegasan). b. Dukungan penghargaan Terjadi
lewat
ungkapan
hormat
(penghargaan)
positif,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif dengan orang
48
lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). c.Dukungan instrumental Dukungan ini mencakup bantuan langsung secara materi, waktu, tenaga, misalnya memberikan pinjaman uang atau memberikan
bantuan
uang
kepada
orang
yang
membutuhkan. d. Dukungan informasi Dukungan ini mencakup memberikan nasehat, petunjukpetunjuk, saran-saran atau umpan balik. Dalam
penelitian
ini,
Sarafino
(Smet,
1994)
menuliskan dukungan sosial terdiri dari aspek-aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. 2.3.5 Efek Dukungan Sosial Teman Sebaya Orang
tua
bekerja
untuk
mencari
nafkah
demi
mencukupi kebutuhan keluarganya dan remaja berada di luar rumah atau sekolah bersama dengan teman sebayanya. Kerenggangan hubungan antara orang tua dan remaja merupakan suatu kenyataan, sehingga remaja lebih banyak mengabiskan waktunya bersama dengan teman sebayanya. Soesilo (1985) menuliskan bahwa dengan teman-teman sebaya, remaja memiliki kesempatan banyak untuk secara intim berbicara dengan bahasa dan persoalan yang tidak boleh diketahui oleh guru dan orang tua. Dari teman sebaya
49
tersebut remaja memperoleh simpati dan pengertian yang relatif dapat memberi kepuasan kepada individu. Terhadap suatu kelompok teman sebaya (peer group), individu membuat konformitas. Konformitas tergantung pada situasi. Ada beberapa situasi yang meningkatkan konformitas daripada situasi lainnya. Konformitas juga bergantung pada sifat dan kebutuhan individu. Anak yang baru memasuki masa remaja, akan lebih “terbuka” untuk dimasuki pengaruh teman-teman remaja daripada mereka yang sudah dewasa. peer
Pengaruh
group
atas
tingkah
laku
remaja
bergantung pada sikap dan aktivitas yang ada dalam kelompok, serta kebutuhan individu. Jika unsur prestasi yang lebih diutamakan oleh kelompok, maka kebanyakan anggota
menunjukkan
prestasi.
Kalau
yang
menjadi
harapan adalah kekerasan dan kenakalan, maka dapat dipastikan
sekelompok
remaja
tersebut
melakukan
kekerasan dan kenakalan. Dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya berupa informasi terkait dengan hah-hal apa saja yang akan dilakukan
oleh
remaja
dalam
upaya
pengembangan
identitas diri yang positif. Selain itu dapat memberikan timbal balik atas apa yang akan di lakukan remaja untuk mencoba melakukan peran sosialnya untuk menyelesaikan krisis
guna
tercapainya
iderentitas
diri
yang
positif
(Cremers, 1989).
50
2.4 Hubungan Orangtua-Remaja 2.4.1 Pengertian Hubungan Orangtua-Remaja Hubungan
orangtua
remaja
mengacu
kepada
frekuaensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dan remaja.
Hubungan
orangtua-remaja,
hubungan interpersonal lainnya, yaitu
memiliki
komunikasi
yang
seperti
semua
mencakup dua elemen saling
terbuka
dan
hubungan yang tidak dapat saling memahami Jersild (dalam Santrock, 2007). Selanjutnya Soetiningsih (2010) hubungan orangtua-remaja persepsi remaja tentang ikatan yang terjalin antara orangtua dengan dirinya Hubungan orangtua-remaja adalah penilaian remaja tentang hubungan dalam keluarga yang terjalin melalui komunikasi
antara
orangtua
dengan
dirinya
sehingga
remaja merasakan kenyamanan secara psikologis. 2.4.2 Aspek-aspek Hubungan Orangtua-Remaja Somers (2006) menuliskan tentang aspek-aspek dari hubungan orangtua remaja yaitu Kelekatan, komunikasi, dan kehangatan. a. kelekatan Kelekatan
merupakan
hal
yang
penting
bagi
perkembangan selanjutnya dimasa anak-anak, remaja dan dewasa.
Selama
dasawara
terakhir
ini
pada
akhir
perkembangan mulai mengeksplorasi peran dari stuktur 51
kelekatan yang aman serta konsep-konsep terkait, seperti keterjalinan dengan orangtua dimasa remaja. Kelekatan yang
aman
terhadap
orangtua
dimasa
remaja
dapat
mendorong kompetensi sosial dan kesejahteraan dimasa remaja, sebagaimana terlihat dalam sejumlah karateristik seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. (Santrock, 2007). Selanjutnya kelekatan
Gunarsa
merupakan
hal
(2004) yang
menuliskan
penting
bagi
bahwa remaja.
Kelekatan dengan orang tua dapat memfasilitasi kompetensi sosial dan kesejahteraan remaja. Remaja yang memiliki hubungan yang aman dengan orangtua mereka didapati memiliki harga diri yang lebih tinggi dan kejahteraan emosional yang baik dan memiliki hubungan yang kompeten dan positif dengan teman sebaya. b. Komunikasi Komunikasi yang baik dalam kelurga akan memberikan dampak yang positif bagi pengembangan diri remaja. Dalam pola asuh otoritatif terdapat komunikasi yang baik dimana orangtua lebih banyak melibatkan remaja dalam dialog verbal
dan
membiarkan
pandangan-pandangannya.
mereka Jenis
mengekspresikan
keluarga
seperti
ini
agarnya dapat membantu remaja memahami relasi sosial dan hal-hal yang dibutuhkan untuk memahami seorang pribadi yang kompeten (Santock, 2007).
52
c. Kehangatan Suasana rumah yang hangat didalamnya dapat dirasakan adanya perhatian, pengakuan, pengertian, penghargaan, kasih sayang, saling percaya, dan waktu yang disediakan oleh orangtua bagi remaja (Ahmadi dan Sholeh, 2005). Kuhar (2010) menuliskan aspek-aspek hubungan orangtua-remaja 1. Commucation Adanya interaksi untuk membuat
peraturan dalam
keluarga yang harus ditaati dalam sebuah kesepakatan bersama antara orangtua dan remaja. Komunikasi dalam keluarga dilakukan supaya adanya diskusi, saling terbuka (berbagi) pengalaman atau masalah, kesempatan untuk menyampaikan gagasan atau ide, dan kesediaan untuk menerima perbedaan pendapat. 2. Psychological control Kecenderungan orangtua untuk mengontrol remaja dengan memberikan gagasan hanya dari pihak orangtua tanpa
menerima
menyebabkan
gagasan
terjadinya
dari konflik
remaja. antara
Hal
ini
orangtua
akan dan
remaja, pengawasan yang berlebihan dan memaksa remaja untuk mengikuti kemauan orangtua secara berlebihan. Santrosck (2003) menuliskan keluarga yang tidak sehat secara psikologis seringkali berada pada kendali orangtua yang berorientasi pada kekuasaan dan orangtua cenderung untuk otoriter dalam hubungan dengan remaja sedangkan keluarga yang sehat secara psikologis akan menyesuaikan 53
diri dengan desakan remaja akan kebebasan, dengan memperlakukan
remaja
dengan
lebih
dewasa
dan
melibatkan remaja dalam pengambilan kepuusan dalam keluarga. Dari uraian di atas,landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan teori Somers (2006), aspek-aspek
hubungan orangtua-remaja yaitu kelekatan,
komunikasi, dan kehangatan. 2.4.3 Efek Hubungan Orangtua-Remaja Relasi orangtua remaja dipengaruhi dan ditentukan pula oleh sikap orang tua terhadap remaja (internal) dan keadaan eksternal (lahiriah) keluarga. Keadaan internal adanya kasih sayang yang didasari oleh rasa persahabatan yang sewajarnya antara orangtua dan remaja. Kesediaan menerima dan keterbukaan merupakan ciri dari hubungan yang akrab antara orangtua dan remaja. Pada umumnya remaja mengharapkan agar orangtua dapat memberikan waktu yang cukup banyak untuk bersama-sama dengan mereka, dapat memahami keadaan meraka yang berkaitan dengan sekolah, kegemaran, pilihan teman dan sebagainya (Ahmadi dan Sholeh, 2005). Para
peneliti
telah
mengkaji
bahwa
ketejalinan
hubungan antara orangtua-remaja merupakan hal yang penting bagi perkembangan identitas diri remaja. Relasi dalam keluarga dapat mendorong remaja untuk dapat mengungkapkan
sudut
pandangnya
sendiri,
serta 54
memungkinkan keterjalinan yang memberikan keamanan dasar
sehingga
remaja
dapat
mengeksplorsi
dan
memperluas dunia sosialnya (Santrock, 2007). Hal ini didukung oleh peneltian yang dilakukan oleh Harter (1990) orangtua yang menerima, empati, penuh kasih sayang, dapat mendorong remaja mengembangkan identitas diri yang
positif.
Selanjutnya
Reis
dan
Younis
(2004)
menyatakan bahwa komunikasi yang buruk antara ibu dan remaja serta seringnya konflik dengan teman berhubungan dengan rendahnya perkembangan identitas yang positif. Hal ini berbeda dengan Penelitian yang lakukan pada remaja Belanda oleh Meeus dan Dekovi (1999), hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa
hubungan
orangtua-remaja
tidak
memberikan pengaruh terhadap identitas diri remaja 2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya: Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Ristianti
(2009)
tentang adanya hubungan yang signifikan dukungan sosial teman sebaya dengan
identitas diri pada remaja di SMA
Pusaka 1 Jakarta, dengan sumbangan r=0,565 dengan signifikansi
0,000
(p<0,01).
Ryan
dan
Patrick
(dalam
Santrock, 2007) relasi antara teman-teman sebaya pada masa remaja juga berdampak bagi perkembangan identitas diri pada masa selanjutnya. Meeus dan Dekovi (1999), pada remaja Belanda menyatakan bahwa dukungan dari teman sebaya
memberikan
pengaruh
yang
positif
terhadap
pengembangan identitas diri. 55
Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia dan Rahayu (2010) menyatakan bahwa orangtua
memiliki pengaruh
yang signifikan bagi remaja dan orangtua dapat memberikan keyakinan kepada remaja untuk menemukan identitas diri. Laible dan Thompson (2000) menuliskan tentang pentingnya Hubungan (kehangatan)
dalam keluarga berdampak pada
kemampuan remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga ia dapat menjalani hidup dengan memiliki identitas diri yang positif. Selanjutnya Copper (1998), dalam penelitiannya kepada remaja menyatakan bahwa secara umum mengindikasikan bahwa relasi dalam keluarga dapat meningkatkan pengembangan identitas diri. Grotevant dan Cooper (1985) melakukan penelitian pada 84 remaja kulit putih
dia
menyatakan
bahwa
hubungan
(komunikasi)
antara orangtua-remaja memberikan kontribusi yang positif terhadap eksplorasi identitas diri remaja. Ristianti dan Pratiwi (2009). bahwa besarnya pengaruh dari dukungan sosial teman sebaya dan orangtua-remaja (kelekatan) sangat bermanfaat bagi pengembangan identitas diri remaja. 2.6 Landasan Teori (Kaitan Antar Variabel). Dalam konteks sosial seperti teman sebaya di sekolah dan
hubungan
orangtua-remaja
memiliki
pengaruh
terhadap identitas diri pada remaja. Atkinson (2000) saat remaja memasuki dunia yang lebih luas, standar nilai dari teman sebaya menjadi sangat penting, jika penilaian teman
56
sebaya konsisten maka pencarian identitas diri akan lebih mudah. Remaja
lebih
banyak
menghabiskan
waktunya
bersama dengan teman sebaya di sekolah maupun di lingkungan
masyarakat.
Keterlibatan
remaja
dalam
kelompok teman sebaya ditandai dengan persahabatan, terutama teman sejenis, hubungan mereka begitu akrab karena melibatkan emosi yang cukup kuat. Mereka mulai bergabung
dengan
kelompok-kelompok
minat
tertentu
seperti olahraga, kelompok musik, gang-gang dan kelompokkelompok
lainnya
(Soetjiningsih,
2004).
Selanjutnya
Santrock (2007) menuliskan bahwa dalam kelompok teman sebaya, remaja akan mulai mengenal dan mendapatkan nilai, norma, tata cara, adat istiadat yang baru. Apa yang telah
diperoleh,
dianut
dan
dipatuhinya
selama
ini
mengalami suatu kegoncangan, sehingga pengembangan identitas selalu terancam oleh ditemukannya berbagai pandangan dan pendapat lain yang berbeda dengan yang telah dimiliki. Relasi yang baik diantara teman-teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal. Baldwin
dan
Hoffman
(dalam
Santrock,
2007)
menuliskan penelitiannya yang mengatakan bahwa ketika kohevisitas keluarga yang didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi, dan sejauhmana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga meningkat maka identitas diri juga akan mengalami peningkatan seiring 57
dengan bertambahnya usia. Selanjutnya Cooper (dalam Santrock,
2007)
ditingkatkan
menjalaskan
melalui
memungkinkan
remaja
relasi dapat
pembentukan dalam
identitas
keluarga
yang
mengembangkan
sudut
pandangnya sendiri dan memperluas dunia sosialnya. Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa dalam lingkungan sosial remaja tidak lepas dari teman sebaya dan hubungan orangtua-remaja sehingga dalam masa pencarian identitas diri remaja membutuhakan dukungan sosial dari teman sebaya dan relasi dalam keluarga yang sifatnya melibatkan remaja dalam pengamblan keputusan. 2.7 Model Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka model penelitian adalah sebagai berikut: Dukungan Sosial Teman Sebaya (X1) Hubungan Orangtua-Remaja (X2)
Identitas Diri Remaja (Y)
2.7 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan hipotesis penelitian: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja dapat dijadikan prediktor Identitas Diri Remaja. 58