BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Konservasi dan Preservasi Perpustakaan
yang
merupakan
sumber
informasi,
bertugas
mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan pustaka untuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara efektif dan efesien. Agar bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, perlu suatu penanganan agar bahan pustaka terhindar dari kerusakan, atau setidaknya diperlambat proses kerusakannya dan memepertahankan kandungan informasi yang sering kita sebut sebagai preservasi bahan pustaka. Konservasi secara umum diartikan dengan pelestarian, namun dalam khasanahnya sangat banyak pengertian yang ada dan berbeda pula implikasinya. Menurut Adishakti (2007) istilah ini biasanya digunakan para arsitek mengacu pada piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981, Piagam ini lebih dikenal dengan Burra Charter. Dalam Burra Charter konsep Konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang dirumuskan pada Piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengolahan suatu tempat atau ruang ataupun obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Maka dalam lingkup perpustakaan dapat dikatakan bahwa konservasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu perpustakaan untuk melestarikan semua bahan koleksi yang ada agar tetap dalam keadaan yang baik, bisa digunakan serta dalam pelestariannya mengacu pada kebijakan perpustakaan tersebut. Preservasi adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar koleksi perpustakaan dapat terus dipakai selama mungkin. Pada dasarnya Preservasi itu upaya untuk mematikan agar semuabahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu perpustakaan bisa tahan lama dan tidak cepat rusak. Dalam sepuluh tahun terakhir pada abad ke-20, Preservasi telah berkembang menjadi salah satu macam pekerjaan yang menarik perhatian dalam dunia perpustakaan. Oleh karena itu, akhir-akhir ini setiap perpustakaan selalu menerapkan kegiatan Preservasi ini. Dan kita mengaharapkan dengan semakin berlanjutnuya kegiatan seperti ini, maka akan terjaga pula semua koleksi
Universitas Sumatera Utara
perpustakaan agar tidak cepat rusak maupun hilang. Menurut Internatoinal Federation
of
Library
Assosiation
(IFLA)
member
batasan
sedalam
mendefinisikan tentang pelestarian (Sudarsono, 2006: 314). Pelestarian (Preservation) mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip, termasuk didalamnya kebijakan pengolahan, metode dan tehnik, sumber daya manusia, dan penyimpanannya. Pengawetan (Conservation) membatasi kebijakan dan cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi tersebut. Perbaikan (Restoration) menunjuk pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak. Dari beberapa definisi istilah diatas dapat kita simpulkan bahwa, kegiatan Conservation dan Restoration adalah bagian dari kegiatan Konservasi. Sedangkan Preservation adalah kegiatan yang tidak bisa dimasukkan kedalam konservasi karena itu telah masuk pada Preservasi. Hal ini dipisahkan karena ada batasan-batasan dari masing-masing istilah tersebut.
2.2 Maksud DanTujuan Tujuan utama program pelestarian bahan pustaka adalah mengusahakan agar koleksi bahan pustaka selalu sedia dan siap pakai. hal ini dapat dilakukan dengan melestarikanbentuk fisik bahan pustaka, melestarikan kandungan informasi ke dalam media lain (alihmedia) seperti mikrofilm, mikrofish, foto reproduksi dan fotokopy. atau melestarikan kedua-duanya, yaitu bentuk fisik dan kandungan informasi. Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai terkait dengan kegiatan pemeliharaan bahan pustaka di perpustakaan: 1. Menyelamatkan nilai informasi yang terkandung dalam setiap bahan pustaka atau dokumen. 2. Menyelamatkan bentuk fisik bahan pustaka atau dokumen. 3. Mengatasi kendala kekurangan ruang (space). 4. Mempercepat proses temu balik atau penelusuran dan perolehan informasi. 5. Menjaga keindahan dan kerapian bahan pustaka.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka Perpustakaan sebagai salah satu pusat informasi, bertugas mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan pustaka untuk dapat dimanfaatkan oleh pemustaka secara efektif dan efisien. Agar bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan dapat diinginkan dalam jangka waktu yang relativ lama, perlu suatu penanganan agar bahan pustaka terhindar dari kerusakan, atau setidaknya diperlambat proses kerusakannya, dan mempertahankan kandungan informasi itu yang sering kita sebut sebagai preservasi bahan pustaka. Tugas pemeliharaan, perawatan, dan pelestarian bahan pustaka bukanlah tugas yang mudah. Sejak zaman dahulu perpustakaan telah berusaha untuk mencegah dan mengatasi kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor alam, serangga, dan manusia. Pemustaka manusia sebagai pemustaka juga turut amdil sebagai faktor perusak bahan pustaka, maka perlu sebuah perhatian khusus bagi pengelola perpustakaan agar pemustaka tidak lagi menjadi perusak bahan pustaka dan harus diberdayakan sebagai pihak yang ikut serta dalam pemeliharaan bahan pustaka. Kegiatan Pemeliharaan bahan pustaka memiliki beberapa fungsi antara lain: 1. Fungsi perlindungan Upaya
melindungi
bahan
pustaka
dari
beberapa
faktor
yang
mengakibatkan kerusakan. 2. Fungsi pengawetan Upaya pengawetan terhadap bahan pustaka agar tidak cepat
rusak dan
dapat dimanfaatkan lebih lama lagi. 3. Fungsi kesehatan Upaya menjaga bahan pustaka tetap dalam kondisi bersih
sehingga tidak
berbau pengap dan tidak mengganggu kesehatan pembaca maupun pustakawan. 4. Fungsi pendidikan Upaya memberikan pendidikan kepada pembaca, bagaimana memanfaatkan bahan pustaka yang baik dan benar.
Universitas Sumatera Utara
5. Fungsi kesabaran Upaya pemeliharaan bahan pustaka membutuhkan kesabaran dan ketelitian. 6. Fungsi sosial Pemeliharaan bahan pustaka sangat membutuhkan keterlibatan dari orang lain. 7. Fungsi ekonomi Pemeliharaan yang baik akan berdampak pada keawetan bahan pustaka, yang akhirnya dapat meminimalisasi biaya pengadaan bahan pustaka. 8. Fungsi keindahan Dengan pemeliharaan yang baik, bahan pustaka di perpustakaan akan tersusun rapi, indah dan tidak berserakan, sehingga perpustakaan kelihatan indah dan nyaman.
2.4 Unsur-unsur Dalam Pelestarian (Preservation) Pada Bahan Pustaka Dureau dan Clement, dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pelestarian Dan Pengawetan Bahan Pustaka, menyebutkan bahwa pelestarian (preservation) mencakup unsur-unsur pengelolaan dan keuangan, termasuk cara penyimpanan dan alat-alat bantunya, dan taraf tenaga kerja yang diperlukan, kebijaksanan, teknik dan metode yang diterapkan untuk melestarikan bahan-bahan pustaka serta informasi yang dikandungnya. Dengan demikian tujuan pelestarian pustaka adalah melestarikan informasi yang direkam dalam bentuk fisiknya, atau dialihkan pada media, agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan. Unsur-unsur dalam pelestarian bahan pustaka meliputi: 1. Pengelolaan, meliputi kegiatan bagaimana mengelola bahan pustaka agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna dengan baik tanpa mengabaikan kelestarian bahan pustaka tersebut. 2. Keuangan, meliputi seberapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan pelestarian bahan pustaka, sehingga dengan jelas dalam mengalokasikan biaya untuk kegiatan tersebut. Kebutuhan untuk keperluan pelestarian harus
Universitas Sumatera Utara
direncanakan
dengan
matang.
Sehingga
dana
yang
terserap
dapat
dipertanggungjawabkan. 3. Cara penyimpanan, meliputi kegiatan bagaimana memperlakukan bahan-bahan pustaka dalam pengaturan di tempat penyimpanan. Dimana bahan pustaka harus disimpan dan dipertimbangkan, oleh siapa saja yang menyimpan alat-alat bantu apa yang diperluakn untuk penyimpanan dan kegiatan pelestarian pada umumnya. Alat-alat misalnya alat-alat untuk penjilidan, alat angkut berupa kereta dorong dan lain-lain. 4. Taraf tenaga kerja, yang diperlukan dalam kegiatan pelestarian bahan pustaka menyangkut kuantitas dan kulitas, maksudnya berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan dengan kualifikasi bidang apa serta kemampuannya. Karena kegiatan bahan pustaka preservasi bahan pustaka ini bersifat preventif disamping juga kuratif, diperlukan kesadaran dan pemahaman dari berbagai pihak, baik dari pustakawan, tenaga administrasi, dan pengguna perpustakaan. 5. Kebijaksanaan, akan berkaitan dengan perencanaan keuangan. Kebijaksanaan pada tahap awal dilakukan dalam seleksi bahan pustaka, yaitu memutuskan apakah akan menambahkan koleksi atau tidak. 6. Teknik dan metode yang diterapkan dalam melestarikan bahan-bahan pustaka serta informasi yang dikandungnya, perpustakaan tidak harus selamanya melestarikan kandungan informasinya ke dalam bentuk fisik yang lain, misalnya dalam bentuk mikro (microfiche/microfilm) atau CD-ROM.
2.5 Upaya Peningkatan Pemahaman Pemustaka dalam Pemeliharaan Bahan Pustaka. Penggunaan perpustakaan juga dapat didorong agar menjadi pemustaka yang baik dengan tidak merusak bahan pustaka. Ada beberapa cara yang penulisan kemukakan sebagai sebuah solusi, yaitu: 1.
Pendidikan pemustaka Lewat pendidikan pemustaka ini pustakawan dapat menyisispkan informasi
tentang
preservasi
bahan
pustaka.
Dengan
demikian
Universitas Sumatera Utara
perpustakaan diharapkan mempu berfungsi dalm mendidik pemustaka menjadi pemustaka yang tertib dan bertanggung jawab. 2.
Talkshow dan seminar Lewat acara ini perpustakaan dapat memberikan pengetahuan kepada pemustaka tentang kegiatan preservasi di perpustakaan dan pentingnya melestarikan bahan pustaka agar informasi yang terkandung didalamnya dapat dimanfaatkan oleh pemustaka lain di generasi msekarang dan mendatang.
3.
Pemustakaan media Perpustakaan dapat memasang poster-poster yang berisi larangan melakukan tindakan penyalahgunaan bahan pustaka. Pemasangan denah dan petunjuk (rambu-rambu) perpustakaan yang memudahkan pemustaka dalam mencari informasi.
4.
Memberlakukan sanksi Bagi pelaku tindakan penyalahgunaan bahan pustaka dan meminta kepada
pemustaka
jika
melihat
seseorang
melakukan
tindakan
penyalahgunaan bahan pustaka di perpustakaan untuk segera melaporkan hal itu kepada pustakawan yang terdekat.
2.6 Jenis-Jenis Kerusakan Bahan Pustaka oleh Pemustaka Biasanya bahan pustaka perpustakaan dilayankan dengan sistem terbuka kepada pemustaka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada pemustaka untuk memilih bahan pustaka yang diinginkan dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan minat baca. Pemustaka pun akan memiliki alternatif lain seandainya bahan pustaka yang dikehendaki tidak ada, maka ia dapat memilih bahan pustaka yang lain yang sesuai. Namun hal yang sangat disayangkan dari dilaksanakannya sistem layanan terbuka ini adalah timbulnya tindakan penyalahgunaan bahan pustaka perpustakaan oleh pemustaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistyo-Basuki (1992: 41) yang menyatakan bahwa: “Kerusakan fisik seperti dokumen kotor, goresan pada foto dan rekaman, halaman koyak, dan coretan pada dokumen sering terjadi bila unit informasi terbuka untuk umum”.
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan fisik seperti itu adalah salah satu bentuk akibat dari tindakan penyalahgunaan bahan pustaka perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeatminah (1992: 37) yaitu: “Manusia yang tidak bertanggungjawab merupakan perusak yang paling hebat, karena tidak hanya menyebabkan kerusakan tetapi juga hilangnya bahan pustaka”. Pemustaka perpustakaan dapat bertindak sebagai lawan atau juga kawan dalam usaha pelestarian bahan pustaka. Menurut (Sulistyo-Basuki, 1991: 272) menegaskan bahwa: “Manusia dalam hal ini pemakai perpustakaan dapat merupakan lawan atau juga kawan. Pemakai perpustakaan menjadi kawan bilamana dia membantu pengamanan buku dengan cara menggunakan bahan pustaka secara cermat dan hati-hati. Pengunjung akan menjadi musuh bilamana dia memperlakukan buku dengan kasar, sehingga sobek atau rusak”. Pengertian tindakan penyalahgunaan bahan pustaka adalah bentuk tindakan perusakan dan pemanfaatan yang salah dari bahan pustaka perpustakaan. Obiagwu (1992) menggolongkan tindakan pengerusakan bahan pustaka menjadi empat macam yaitu: 1.
Theft (pencurian) adalah tindakan mengambil bahan pustaka tanpa melalui prosedur yang berlaku di perpustakaan dengan atau tanpa bantuan orang lain. Pencurian bermacam-macam jenisnya, dari pencurian kecil-kecilan sampai yang besar. Bentuk pencurian yang sering terjadi adalah menggunakan kartu perpustakaan curian.
2.
Mutilation
(perobekan)
adalah
tindakan
perobekan,
pemotongan,
penghilangan, dari artikel, ilustrasi dari jurnal, majalah, buku, ensiklopedia dan lain-lain tanpa atau dengan menggunakan alat. 3.
Unauthorized borrowing (peminjaman tidak sah) adalah kegiatan pemustaka yang melanggar ketentuan peminjaman. Tindakan ini meliputi pelanggaran batas waktu pinjam, pelanggaran jumlah bahan pustaka yang dipinjam, membawa pulang bahan pustaka dari perpustakaan tanpa melaporkannya ke petugas atau pustakawan, meskipun dengan maksud untuk mengembalikannya dan membawa pulang bahan-bahan yang belum diproses dari bagian pelayanan teknis. Bentuk lain dari peminjaman tidak
Universitas Sumatera Utara
sah adalah peredaran buku yang tersembunyi di dalam perpustakaan untuk kepentingan tertentu atau pribadi. 4.
Vandalism (vandalisme) adalah tindakan perusakan bahan pustaka dengan menulisi, mencorat-coret, memberi tanda khusus, membasahi, membakar dan lain-lain Mengenalkan virus secara sengaja pada program komputer atau menekan disket database juga termasuk perbuatan vandalis.
2.7 Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka Setiap pustakawan harus dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan pustaka. Kerusakan itu dapat dicegah jika kita mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Menurut Razak (1996: 9), ”bahan pustaka mudah mengalami kerusakan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Sebagian besar bahan pustaka koleksi perpustakaan merupakan bahan tercetak yang umumnya terbuat dari kertas. Bahan dari kertas ini dapat mengalami kerusakan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal yang dapat merusak bahan pustaka antara lain jamur, serangga, binatang pengerat, zat kimia bahkan manusia dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yang marusak bahan pustaka adalah zat asam yang terkandung dalam kertas, dengan adanya zat asam ini kertas dapat rusak dari dalam, yaitu akibat sisa-sisa zat kimia pada saat pembuatan kertas. Oleh karena itu, agar bahan pustaka dapat bertahan lama sehingga informasi yang berada di dalamnya dapat diakses oleh pemakai secara optimal diperlukan usaha pelestarian. Koleksi perpustakaan merupakan bahan tercetak yang umumnya terbuat dari kertas. Bahan dari kertas ini dapat mengalami kerusakan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Oleh karena itu, agar bahan pustaka dapat bertahan lama sehingga informasi yang berada di dalamnya dapat diakses oleh pemakai secara optimal diperlukan usaha pelestarian. Faktor penyebab kerusakan bahan pustaka. Untuk dapat memberikan perlakuan terhadap bahan pustaka yang tepat, agar terhindar dari kerusakan, perlu memahami faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua faktor penyebab bahan pustaka mudah mengalami kerusakan menurut Razak (1996: 9), yaitu faktor internal dan faktor eksternal tersebut, sebagai berikut: 2.7.1 Faktor internal (dari dalam) Kerusakan yang terjadi pada bahan buku sendiri, yakni pada kertas, tinta cetak, perekat, dan pengawet perekat yang tidak baik kualitasnya, dan pada benag penjilidan yang tidak serasidengan sampul. Kerusakan pada bahan perpustakaan non-buku seperti kaset, disket, piringan hitam, CD ROM, dan pustaka renik juga disebabkan oleh kualitas bahannya yang tidak baik atau tidak cocok. Pemrosesan bahan perpustakaan nonbuku yang kurang baik menyebabkan mudah tercemari oleh jasad renik sehinggan bahan perpustakaan mudah rusak. 2.7.2 Faktor eksternal (faktor dari luar) Kerusakan bahan perpustakaan dapat pula disebabkan oleh faktor mekanis atau kimiawi dari lingkungan, dan hayati. 1. Faktor Mekanis a. Kecerobohan
pengguna
yang
menimbulkan
kehausan
pada
bahan
perpustakaan. b. Cahaya matahari. c. Medan magnet yang ditimbulkan oleh arus listrik atau logam magnet. 2. Faktor Hayati a. Kerusakan bahan pustaka yang disebabkan pemanfaatan dan perlakuan terhadap bahan pustaka yang kurang tepat. Manusia, meliputi pustakawan sebagai orang yang memberikan layanan, dan pengguna yang terdiri dari mahasiswa, dosen, karyawan dan pihak luar. Larangan membawa makanan, minuman ke dalam ruang perpustakaan bukan merupakan hal yang tanpa alasan, sebab ceceran sisa makanan atau kandungan minyak, jika menempel pada buku akan mengundang serangga atau tikus. Pengguna perpustakaan kadang melipat halaman bagian yang dianggap penting, akan menyebabkan cepat rusaknya buku tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b. Vandalisme Vandalisme merupakan tindakan perusakan bahan pustaka dengan menulisi, mencorat-coret, memberi tanda khusus, membasahi, membakar dan lainlain. Mengenalkan virus secara sengaja pada program komputer atau menekan disket database juga termasuk perbuatan vandalis. c. Perabot dan peralatan Perabot yang berhubungan langsung dengan buku/bahan pustaka adalah rak. Jumlah rak jika kurang sesuai dengan kebutuhan akan mengakibatkan buku bertumpuk pada rak tersebut. Ukuran rak yang tidak sesuai dengan ukuran buku, dan penempatan yang terlalu rapat, dapat menyebabkan bahan cepat rusak. Peralatan yang digunakan untuk memindahkan buku dari ruang ke ruang lain atau dari lantai bawah ke lantai atas pada gedung perpustakaan. d. Bencana Alam Bencana alam seperti kebanjiran, gempa bumi, kebakaran dan kerusuhan merupakan faktor yang sangat sulit dielakkan. Bencana alam ini dapat memusnahkan bahan pustaka dalam waktu singkat. Kerusakan yang terjadi karena kebanjiran dan air hujan adalah timbulnya noda oleh jamur dan kotoran yang dibawa oleh air. Noda yang ditimbulkan oleh jamur ini sangat sakit di hilangkan karena jamur berakar di sela-sela serat kertas. 3.Faktor Kimiawi a. Suhu dan kelembapan udara. Suhu dan kelembapan udara ini sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu
udara rendah,
kelembaban tinggi,
memungkinkan
tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara. Udara yang lembap merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan kertas dan bahan pustaka lainya. Peningkatan suhu umumnya mempercepat reaksi kimiawi dan keseimbangan pertumbuhan jenis cendawan tertentu. Suhu yang ideal untuk bahan kertas adalah 20-240 Celcius, dan untuk bahan film 6-120 Celcius. Kelembapan yang dari 65% akan mempercepat kerusakan bahan pustaka yang ada diperpustakaan,
Universitas Sumatera Utara
terutama didaerah tropis seperti Indonesia. Kelembapan ideal sekitar 4050% dan untuk bahan film 20-30%. b. Serangga dan binatang pengerat Beberapa jenis serangga yang dapat merusak bahan pustaka, seperti kecoa, rayap, kutu buku dan lain-lain. Tikus merupakan binatang pengerat yang suka merusak buku, terutama buku-buku yang tertumpuk, apalagi di tempat gelap. c. Kuat lemahnya cahaya Sumber cahaya yang digunakan untuk penerangan ruang perpustakaan ada dua, yaitu cahaya matahari dan cahaya lampu listrik. Kita tahu bahwa cahaya matahari maupun cahaya lampu listrik mengandung sinar ultra violet. Ultra violet inilah yang dapat menyebabkan rusaknya kertas/buku. Perhatikanlah kertas yang langsung kena sinar matahari, warnanya akan cepat berubah dan semakin suram. d. Reaksi Kimia Kertas tersusun dari senyawa-senyawa kimia, lambat laun akan terurai. Hal ini dikarenakan proses oksidasi dan Hidrolisa bahan sellulose, yang merupakan salah satu bahan campuran kertas. Proses hidrolisa dipercepat oleh adanya asam kuat seperti: HCL, H2OSO4, HNO3 serta unsur-unsur logam berat seperti Fe, Cu yang merupakan residu yang terkandung dalam kertas sebagai katalisator. e. Pencemaran Udara Yang ditimbulkan dari gas-gas SO2, H2S, NO2, pada konsenterasi tinggi akan menghasilkan asam-asam yang merusak bahan kertas, film, dan alat-alat dari logam.
2.8 Kegiatan Perawatan Bahan Pustaka Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 1992, “kegiatan perawatan bahan pustaka terbagi atas tiga bagian yaitu pencegahan kerusakan, perawatan, dan perbaikan”.
Universitas Sumatera Utara
2.8.1 Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka Kerusakan yang disebabkan oleh faktor dari dalam (internal) sulit untuk dicegah, tetapi beberapa upaya berikut dapat dilakukan: 1. Faktor Mekanis a. Membersihkan ruangan dari debu dan kotoran secara teratur. Kotoran dan debu sebaiknya dibersihkan dengan vacuum cleaner yang dapat menghisap debu dan kotoran, karena sapu dan bulu ayam dapat memindahkan debu dari rak buku ke tempat lain. b. Menghindarkan bahan perpustakaan dari sinar matahari lansung. 2. Faktor Hayati Cara mengatasi tindakan pencegahan terhadap bahan pustaka yang terjadi akibat faktor manusia, faktor biota, dan faktor bencana alam. Upaya pencegahan terhadap tindakan penyalahgunaan bahan pustaka dapat dilakukan untuk meminimalkan jumlah bahan pustaka yang dirusak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara antara lain: a. Mencegah kerusakan dari faktor manusia (ulah manusia) 1) Mengatur tata ruang layanan bahan pustaka perpustakaan sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan pemustaka melakukan tindakan penyalahgunaan bahan pustaka dengan leluasa. 2) Menciptakan keadaan perpustakaan yang kondusif baik itu untuk membaca ataupun untuk belajar sehingga menciptakan kenyamanan bagi pengunjung perpustakaan. 3) Menyediakan fasilitas mesin fotokopi yang memadai, dengan harga yang terjangkau dan hasil yang memuaskan. 4) Menambah jumlah eksemplar bahan pustaka yang banyak dibutuhkan oleh pemustaka. 5) Pemasangan sistem keamanan elektronik misalnya pemustakaan kamera pengintai untuk memantau kegiatan pemustaka di dalam perpustakaan. 6) Menanamkan kesadaran “book preservation” baik pada orang yang menggunakan buku maupun terhadap staf perpustakaan. 7) Melatih diri sendiri untuk mencintai buku mengingat buku peranannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sebagai informasi, pelansung
Universitas Sumatera Utara
kehidupan Perguruan Tinggi yang perlu dijaga dan diamankan bersama. Juga bagi pemakai buku, hendaknya diperhatikan bagaimana cara memakai buku yang baik, seperti: a) Cara membuka buku b) Jangan menyelipkan pensil, mistar/pemggaris, karet penghapus, dan barang-barangn lain ke dalam buku. c) Buku harus dihindarkan dari tangan yang berminyak (bekas memegang makanan), jangan dikenakan air, bahkan pencegahan terhadap kebakaran sangat penting diperhatikan. 3. Faktor Biota Biota yang merusak bahan pustaka adalah serangga, binatang pengerat seperti tikus dan jamur. Untuk mencegah kerusakan tersebut diperlukan berbagai tindakan yang harus dilakukan, antara lain: a. Usahakan ruangan agar tetap bersih supaya terhindar dari binatang yang ingin merusak bahan pustaka seperti binatang pengerat seperti tikus, serangga dan jamur. b. Gunakan sarung tangan dan masker jika ingin menangani bahan pustaka yang berjamur. c. Periksa bahan pustaka yang mengandung serangga, letakkan dekat jendela atau kipas angin, semprotkan pada obyek. 4. Faktor Bencana Alam Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tidak daapt di sangkasangka sebelumya. Bencana alam bisa tiba-tiba terjadi yang tidak diketahui kapan bencana alam tersebut akan datang dan akhirnya mengakibatkan hancurnya bahan pustaka. Dalam menghadapi musibah yang akan terjadi, maka sangat diperlukan kesiagaan dari seluruh jajaran perputakaan untuk menghadapinya. Untuk bencana kebakaran perlu disediaakan alat pemadam kebakaran yang mudah dijangkau kapan saja. Untuk bencana banjir, dan bencana akibat gejala alam seperti gempa dan angin topan, memang sangat sulit untuk dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
5. Faktor Kimiawi
a. Mencegah kerusakan bahan pustaka dari pengaruh cahaya. Untuk menghindari kerusakan bahan pustaka akibat cahaya, perlu dilakukan berbagai hal sebagai berikut: 1) Gunakan UV filter untuk melindungi ruangan dari UV. 2) Hindari bahan pustaka dari sinar matahari secara lansung. b. Lampu neon mrngandung UV yang sangat tinggi, gunakan UV absoebentnjackets pada lampu neon. c. Jangan biarkan spotlinght dalam jarak yang dekat pada obyek. d. Mencegah kerusakan bahan pustaka dari suhu udara dan kelembapan udara. Ada beberapa cara untuk melindungi bahan pustaka dari kelembapan udara yang tidak ideal, antara lain: 1) Usahakan meletakkan bahan pustaka, baik yang disimpan maupun yang dipermerkan, pada temperatur yang tetap, untuk itu dapat menggunakan tirai atau blinds untuk menghindari panas. 2) Hindari meletakkan bahan pustaka di dekat tembok yang mengalami fluktuasi temperature. 3) Ruangan ber AC dapat mengeringkan bahan pustaka dan apabila temperatur berubah maka akan dapat menambah kelembapan. e. Mencegah kerusakan dari faktor kimia, partikel debu, jamur dan logam dari udara. Ada banyak masalah kimiawi yang dapat merusak bahan pustaka. Pada dasarnya kerusakan tersebut disebabkan oleh hasil reaksi kimiawi yang terjadi dalam bahan pustaka. Kertas dihasilkan oleh proses kimia, semakin buruk kualitas kertas, maka semakin rentan terhadap populasi Karat yang terdapat dalam bahan pustaka dapat ditimbulkan dari proses pembuaatn kertas, rak yang berkarat dan tinta yang digunakan. Foxing muncul pada ke lembapan udara yang tinggi, apabila jamur merupakan penyebabnya maka perlu diambil tindakan fumigasi, sedangkan apabila karat penyebabnya, bagian yang terkena karat yang berasal dari rak buku perlu dibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Perawatan Pada Bahan Pustaka Perawatan merupakan bagian dari “Concervation” yaitu pengawetan. “Menurut Perpustakaan RI, (1992: 2) pengawetan merupakan kebijaksanaan dan cara tertentu yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran termasuk metode dan teknik yang ditetapkan oleh petugas teknis”. Dapat disimpulkan bahwa perawatan bahan pustaka berarti suatu usaha yang dilakukan terhadap bahan pustaka untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan dan kehancuran. Usaha-usaha berikut meliputi: 1. Pembersihan terhadap noda Noda yang terjadi pada kertas selain memeberikan kesan kotor, juga dapat menimbulakan karat dan zat asam yang dapat membuat tumbuhnya jamur pada bahan pustaka. Pembersihan yang akan dilakukan tergantung pada jenis noda atau kotoran dan keadaan bahan. Menurut perpustakaan Nasional RI, (1992: 28) halhal yang menyebabkan terjadinya noda adalah: a. Debu ( Parikel Padat ) Debu merupakan partikel padat yang berasal dari berbagai macam zat. Partikel logam misalnya, bila teroksidasi akan menimbulkan bercak-bercak kuning pada permukaan bahan. Debu ini dapat dibersihkan dengan kuas atau sikat, penghapus karet, busa atau vacuum cleaner. Noda terjadi hendaknya dibersihkan dengan air, karena air akakn menyebabkan noda meresap masuk ke dalam serat kertas dan akan tinggal selamanya. b. Zat cair 1) Minyak Minyak akan meresap dan menjalar sesuai dengan sifat zat cair. Noda yang dihasilkan ditandai dengan perubahan warna kertas menjadi lebih tua dari warna aslinya. 2) Air Air yang meresap dan mengalir pada kertas sekaligus akan membawa kotoran ke batas alir air, sehingga noda lebih nampak di daerah tepi alir air. Sedangkan di daerah alirannya sendiri lebih bersih.
Universitas Sumatera Utara
3) Tinta Yang Luntur Noda yang disebabkan oleh tinta yang luntur hanay terjadi pada satu permukaan saja. 4) Asam Terjadinya asam pada bahan disebabkan karena beberapa hal, misalnya karena lingkungan, partikel debu, pengaruh usia atau dari proses pembuatan kertas itu sendiri. Asam dapat menimbulkan noda diatas permukaan bahn yaitu berubahnya warna bahan menjadi kecoklatan.
2. Fumigasi Fumigasi berasal dari kata “fumigation” atau “to fumigati” yang artinya mengasapi atau megasap. Perpustakaan Nasioanal RI, (1995: 75) bahwa fumigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk megasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas peracun membasmi serangga atau jamur yang menyerang bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dan jamur disebut fumigant yang dapat berbentuk padat, cair atau gas. Pada pelaksanaanya fumigant akan menjadi uap atau gas pada tekanan dan suhu kamar tertentu. Dalam mengadakan fumigasi pustakawan harus memperhitungkan jumlah bahan yang akan difumigasi dan luas ruang yang diperlukan. Dengan memperhatikan ruang yang ada maka dipilih pula fumigant yang akan dipergunakan, jenis-jenis fumigant, jumlah yang diperlukan serta lama fumigasi. Pustakawan juga harus memperhatikan bahaya dari pemakai zat-zat kimia untuk fumigasi. Tidak satu pun bahan kimia dapat dipakai tanpa alat pengaman, atau tanpa supervisi oleh orang yang berpengalaman dalam bidang ini. 3. Menghilangkan keasaman pada kertas Keasaman yang terkandung dalam kertas menyebabkan kertas itu cepat lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan organik yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi. Agar laminasi efektif, sebelum dikerjakan, bahan pustaka dihilangkan atau diturunkan tingkat keasamannya. Ada dua cara menghilangkan keasaman pada bahan pustaka, yaitu
Universitas Sumatera Utara
cara kering dan cara basah. Sebelum ditentukan cara yang mana yang tepat, maka perlu diukur tingkat keasaman pada dokumen. Ada berbagai alat pengukur tingkat keasaman dokumen yang dibicarakan dalam bahan pustaka ini, sehingga pustakawan dapat memilih cara mana yang paling mungkin untuk dikerjakan sesuai dengan kondisinya. Tinta yang dipergunakan untuk menulis bahan pustaka sangat menentukan apakah bahan pustaka akan dihilangkan keasamannya secara basah, atau secara kering. Kalau tinta bahan pustaka luntur, maka cara keringlah yang paling cocok. Kalau menggunakan cara basah, harus diperhatikan cara pengeringan bahan pustaka yang ternyata cukup sukar dan harus hati-hati. Kalau hanya sekedar mengurangi tingkat keasaman kertas dan tidak akan dilaminasi, kiranya cara kering lebih aman, sebab tidak ada kekhawatiran bahan pustaka robek. Cara kering ini dapat diulang setiap enam bulan, sampai bahan pustaka dimaksud sudah kurang keasamannya dan dijamin lebih awet. 4. Laminasi Laminasi adalah suatu proses pelapisan dua permukaan kertas dengan bahan penguat. Laminasi maksudnya adalah menutupi satu lembar di antara dua lembar bahan penguat, Perpustakaan Nasional RI (1995: 93). Laminasi dapat dilakukan dengan cara manual yakni alaminasi dengan tangan dan laminasi dengan modern dengan menggunakan mesin, dimana bahan laminasi sudah di desain dalam bentuk siap pakai. Proses ini menggunakan untuk melestarikan bahan pustaka yang sudah rusak dan akan lebih parah bila dipergunakan lagi, misalnya bahan yang sudah tua, sobek atau rapuh, dan bersifat asam. Sebelum pekerjaan laminasi dilaksanakan, hendaknya bahan sudah mengalami perawatan. Perpustakaan Nasional RI, (1992: 35 ) misalnya: a. Telah difumigasi b. Telah dihilangkan nodanya c. Telah dihilangkan asam yang terkandung didalamnya Manuskripsi, dokumen, naskah, yang kuno terutama kertas-kertasnya yang sudah lapuk sehingga mudah hancur, dapat di awetkan dengan cara menyemprotkan bahan kimia atau laminasi.
Universitas Sumatera Utara
Cara modern menggunakan laminasi dan ahli bentuk, pada laminasi sederhana dilaksanakan secara manual. Laminasi secara modern yaitu laminasi dengan menggunakan mesin dan bahan laminasi yang sudah didesain dalam bentuk siap pakai. Karena proses paans (dari mesin), laminasi akan melindungi dokumen. Cara ini banayk digunakan di Indonesia teruatama perlindungan dokumen berharga. Cara lain yang digunakan dalam penanganan bahan pustaka pada laminasi dapat dilakukan dengan pelepasan atau penyemprotan bahan pustaka dengan bahan kimia. Sedangkan laminasi sederhana yang dilakukan secara manual dilakukan dengan cara membentangkan kertas tissue sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan, kemudian diatasnya digelar selembar acetat foil dengan dimensi ukuran yang sama. Lalu diatasnya dihamparkan bahan pustaka yang rusak. Kemudian dipasang lagi kertas tissue dengan ukuran lebih besar daripada halaman yang rusak. Kemudian di ulas dengan cairan acetat pada semua halaman Dan dibolak-balik dengan bantuan kapas atau kuas. Persenyawaan cairan aceton menyebabkan acetat foil bersenyawa dengan kertas tissue, baik diatas maupun dihalaman yang rusak, lalu kertas tissue digunting. 5. Enkapsulasi Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menempatkan lembaran bahan kertas diantara dua film plastik polyster untuk menghindari kerusakan fisik karena sering dipegang atau melindungi kertas dari debu dan pollutant. Pada umumnya kertas yang akan di enkapsulasi adalah lembaran naskah kuno, peta, bahan cetakan atau poster yang sudah rapuh, plastik yang digunakan sebagai bahan pelindung. Sebelum pelaksanaan enkapsulasi, kertas harus bersih, kering, dan dideasidifiaksi untuk menetralkan asam yang terdapat pad kertas. 6. Konservasi Koleksi Audio Visual Kerusakan suatu film nitrat dapat diperkirakan sebelumnya melalui test kimia dan fisika, misalnya dengan test pelapukan. Dengan test ini dapat disimpulkan berapa tahun film nitrat akan bertahan lama. Daya tahan suatu film juga tergantung dari kondisi penyimpanan dan mutu kerja saat prossing. Dalam merawat koleksi audio visual ini harus disesuaikan dengan temperatur dengan kelembapan udara sehingga bahan pustaka yang berbentuk audio visual dapat bertahan selama mungkin.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Perbaikan Bahan Pustaka dan Restorasi 1. Menambal Menurut Perpustakaan Nasional RI, (1995: 89). Menambal atau menutup bagian yang berlubang dapat dilakuakan dengan kertas jepang dan perekat kanji. Menambal juga dapat dilakuakan dengan bubur kertas (pulp) atau menggunakan kertas tissue yang berperekat. Adapun cara untuk menambal bahan pustaka adalah sebagai berikut: a. Pilih kertas yang sesuai dengan kondisi bahan pustaka dan juga kertas yang sesuia untuk menambal. b. Bagian tepi lubang atau potongan kertas yang hilang dikikis atau dipertipis dengan menggunakan cutter. c. Oleskan perekat dengan hati-hati pada bagian tepi lubang atau bagian yang terkikis. d. Letakkan kertas penambal di atas lubang atau bagian kertas yang hilang dengan rah serat disesuaikan. e. Kertas penambal yang terletak diluar bagian berlubang dikikis dengan menggunakan cutter. f. Kertas yang halus disatukan diatas bagian yang telah di tambal dan sedikit di tekan, agar merekat dengan baik. Setelah kering ratakan dengan menggunakan tulang pelipat. 2. Menyambung Menyambung dilakukan untuk merekat bagian yang sobek atau lemah karena lipatan, biasanya diperkuat dengan potongan kertas dari jenis tertentu, agar bagian yang sobek tidak bertambah besar atau lebar. Menurut Perpustakaan Nasional RI, (1995: 91) ada berbagai cara dalam menyambung bahan pustaka yang telah sobek, anatara lain: a. Pilih kertas yang akan digunakan untuk memperkuat sambungan b. Letakkan penggaris logam diatas kertas dengan arah panjang serat c. Tarik garis sepanjang tepi penggaris dengan menggunakan trecpen yang telah dicelupkan dalam air d. Kertas dilipat keatas dengan mengunakan tulang pelipat
Universitas Sumatera Utara
e. Kertas ditarik dengan hati-hati menurut garis yang basah f.
Rapatkan bagian kertas yang sobek dengan hati-hati
g. Oleskan perekat diatas kertas penyambung kemudian letakkan di bawah pemberat setelah kering, potong bagian yang berlebih h. Letakkan kertas diantara dua lembar kertas penyerap dan letakkan dibawah pemberat. Setelah kering, potong bagian yang berlebih 3. Penjilidan Penjilidan adalah suatu cara untuk menghimpun atau menggabungkan beberapa lembaran kertas menjadi satu, serta dilapisi oleh cover. Perpustakaan Nasional RI, (1995: 2). Menurut Perpustakaan RI, (1995: 3) penjilidan dibagi menjadi dua bagian, antara lain: a. Dengan sampul linak (soft cover) yaitu menjilid dengan cover tipis atau kertas yang mempunyai berat antara 165 gram sampai 320 gram. b. Dengan sampul keras (hard cover) yaitu menjilid dengan cover tebal atau karton yang mempunyai berat diatas 320 gram. Sebagai pustakawan kita harus dapat memperbaiki dokumen yang rusak, baik itu kerusakan kecil maupun kerusakan berat. Perpustakaan sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk melakukan pekerjaan ini. Menambah buku berlubang oleh larva kutu buku atau sebab lainnya, menyambung kertas yang robek, atau menambal halaman buku yang koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat dikerjakan. Mengganti sampul buku yang rusak total, menjilid kembali, atau mengencangkan penjilidan yang kendur adalah pekerjaan yang harus dikuasai oleh seorang restaurator. Berbagai macam kerusakan yang lain yang mungkin terjadi, tidak boleh ditolak oleh bagian pelestarian ini. Peralatan yang diperlukan, serta bahan dan cara mengerjakan perbaikan ini harus dipelajari benar-benar oleh seorang pustakawan atau teknisi bagian pelestarian. Penjilidan dilakukan terhadap bahan pustaka yang sampulnya rusak, benang jahitnya lepas ataupun nomor halamanya yang tidak berurut lagi sehingga perlu dibongkar dan dijilid kembali. Tetapi sebelum melakukan penjilidan, perlu dipikirkan terlebih dahulu bahan-bahan, biaya, dan tenaga penjilidan sama dengan biaya pembelian dengan judul yang sama maka lebih baik membeli bahan pustaka
Universitas Sumatera Utara
yang baru. Sebagai pustakawan ada perlunya terlebih dahulu mengenal bahan jilidan, perlengkapan penjilidan dan mutu kualitas jilid, antara lain: 1) Mengenal Bahan Jilidan Buku bukan merupakan tumpukan kertas yang berdiri sendiri, tapi merupakan struktur yang satu sama lain saling terikat. Struktur buku terdiri atas: a) segi b) foredge c) kertas hujungan d) badan buku e) papan jilidan f) ikatan timbul g) groove h) ulang pita kapital dan sebagainya 2) Perlengkapan penjilidan. Agar struktur itu tidak lepas satu sama lainnya, maka buku perlu dijilid meliputi: a) pisau b) palu c) pelubang d) gunting e) tulang pelipat f) penggaris besi g) kuas h) gergaji i) jarum j) benang k) pengepres l) pemidang jahit m) mesin potong dan sebagainya 3) Mutu kualitas jilid. Selain ditentukan oleh kemahiran dalam bekerja juga ditentukan oleh bahan yang digunakan. Bahan penjilid meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a) kain linen b) perekat c) benang dan kawat jahit Arah serat kertas merupakan hal yang penting bagi pekerjaan penjilidan. Arah serat yang salah akan mengakibatkan jilidan tidak rapi dan lemah. Adapun Persiapan penjilidan yang dilakukan meliputi dua hal yaitu: a) Penghimpunan kertas-kertas atau bahan pustaka, Penghimpunan harus dikerjakan secara teliti, jangan salah mengurutkan nomor halaman. Kalau majalah, jangan salah mengurutkan nomor penerbitannya. Panjang-pendek, serta lebar kertas harus disamakan. Rapihkan sisi sebelah kiri agar pemotongan dan perapihan dapat dikerjakan untuk ketiga sisi yang lain. Petunjuk penjilidan harus disertakan, agar hasilnya sesuai dengan yang kita kehendaki. b) Penggabungan. Dalam melakukan penggabungan kita harus melihat jilidan macam apa yang dikendaki sesuai dengan slip petunjuk penjili dan. Ada lima macam jilidan yang dapat dipilih: i. Jilid kaye ii. Signature binding iii. Jilid lem punggung iv. Jilid spiral v. Jilid lakban
2.9 Penyiangan Penyiangan (weeding) adalah kegiatan pemilahan terhadap koleksi bahan pustaka yang aad di perpustakaan. Kegiatan penyiangan dilakukan agar bahan bahan pustaka yang tidak sesuai lagi diganti dengan bahan pustaka yang baru. Bahan pustaka yang perlu disisngi biasanya bahan pustaka yang isinya tidak relevan lagi, sudah usang, isinya tidak lengkap, bahan pustaka yang sudah ada edisi terbarunya dan bahan pustaka yang fisiknya sudah sangat rusak. Adapun tujuan kegiatan penyiangan, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Membina dan memeperbaiki nilai pelayanan informasi pelayanan oleh perpustakaan 2. Memeperbaiki penampilan dan kinerja perpustakaan 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna ruang dan koleksi 4. Mengetahui mutu, lingkup, dan kedalaman koleksi 5. Menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan Program Perguruan Tinggi 6. Mengetahui kekuatan dan kelemahan 7. Menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi 8. Meningkatkan nilai informasi
Menurut Departemen Pendididkan Nasional RI, (2005: 65), Kriteria penyiangan kebijakan penyiangan sering bersifat relative. Sehingga perpustakaan perlu memilki kebijakan tertulis tentang penyiangan koleksi yang merujuk pada peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan kebijakan penyiangan, perpustakaan perlu meminta bantuan pada ahli para pejabat yang berwenang. Bersama dengan pustakawan, mereka menentukan bahan pustaka mana yang perlu dikeluarkan dari kolesi. Penyiangan koleksi dapat dilakukan sebagi berikut: 1. Menyingkirkan
bahan
perpustakaan
dari
tempatynya
ke
ruangan
penyimpanan khusus 2. Menghapus atau memusnakan pustaka 3. Menukar bahan perpustakaan dengan bahan perpustakaan lain 4. Menghadiahkan bahan perpustakaan kepada perpustakaan lain Bahan perpustakaan yang perlu disiang untuk itu sangat diperlukan pedoman penyiangan, antara lain: a. Bahan perpustakaan yang isinya sudah tidak relevan dengan program perguruan tinggi b. Bahan perpustakaan yang isinya sudah usang c. Bahan perpustakaan yang isinya sudah tidak ada edisi barunya d. Bahan perpustakaan yang jumlah eksemplarnya terlalu banyak e. Bahan perpustakaan yang fisiknya sudah sangat rusak
Universitas Sumatera Utara
2.10 Stock Opname Stock opname merupakan kegiatan perhitungan kembali koleksi bahan pustaka yang memiliki perpustakaan. Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 235 ), stock opname adalah “Pemeriksaan fisik terhadap buku yang tercatat milik perpusakaan”. Sebelum melakuakn kegiatan ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu pelayanan apa yang dibutukan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan stock opname agar tidak mengganggu pelayanan yang disediakan oleh perpustakaan kepada penggunaanya. Adapun kegiatan stock opname bertujuan untuk: 1. Mengetahui dengan tepat profil koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan 2. Mengetahui jumlah judul atau eksemplar koleksi bahan pustaka menurut golongan klasifiaksi dengan tepat 3. Mengetahui dengan tepat buku yang memiliki catalog 4. Mengetahui bahan pustaka yang hilang 5. Mengetahui kondisi bahan pustaka apakah sudah rusak atau tidak lengkap
Universitas Sumatera Utara