BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Konsep Stres 1.1.1. Pengertian Stres Stres adalah suatu kondisi ketika individu berespon terhadap perubahan dalam status keseimbangan moral (Kozier, 2010). Stres adalah reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batas kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut sehingga mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan ( Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011). Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan respon negatif atau berlawanan dengan apa yang di inginkan atau mengancam kesejahteraan emosional (Potter & Perry, 2005). Dengan demikian, bisa diartikan bahwa stres merupakan suatu sistem pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik integritas diri, sehingga mengganggu ketentraman yang dimaknai sebagai tuntutan yang harus di selesaikan. Sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi.
7
Universitas Sumatera Utara
8
1.1.2. Sumber Stres Menurut Kozier (2010), secara luas sumber stres dapat di klasifikasikan kedalam tiga stresor yaitu : a. Stresor internal yaitu stresor yang berasal dari dalam diri seseorang. Sebagai contoh perasaan depresi. b. Stresor eksternal yaitu stresor yang berasal dari luar individu yang dapat disebapkan oleh banyak faktor. Contohnya bencana yang mengakibatkan perubahan lingkungan, kematian orang terdekat, tekanan dari teman sebaya, perpindahan tempat tinggal. c. Stresor perkembangan yaitu terjadi pada waktu yang dapat di perkirakan sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus tercapai untuk mencegah atau mengurangi stres. contohnya tugas perkembangan pada remaja diantaranya menemukan identitas diri, mencapai kemandirian, memilih karir, menerima perubahan fisik, dan mengembangkan hubungan yang melibatkan ketertarikan seksual.
1.1.3. Indikator dan Tanda-tanda Stres Menurut Kozier (2010), indikator stres dapat dibagi kedalam indikator fisiologis dan psikologis. 1. Indikator fisiologis Indikator fisiologis dari stres adalah objektif, lebih mudah di idetifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stres, dan dampak tersebut bervariasi menurut individunya.
Universitas Sumatera Utara
9
Tanda vital biasanya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator dapat timbul sepanjang tahap stres. Durasi atau intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stresor yang diserap. Dampak fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stres mencangkup pengumpulan data dari semua sistem (Potter & Perry, 2005). Respon terhadap stres bervariasi, bergantung pada persepsi individu terhadap peristiwa. Tanda fisiologis stres muncul akibat aktivitas sistem simpatetik dan sistem neuroendokrin tubuh. Ada pun indikator stres secara fisiologis menurut (Kozier, 2010), diantaranya : a. Pupil dilatasi untuk meningkatkan persepsi visual ketika muncul ancaman serius terhadap tubuh. b. Produksi
keringat
(diaferesis)
meningkat
untuk
mengendalikan
peningkatan panas tubuh akibat peningkatan metabolisme. c. Frekuensi jantung dan curah jantung meningkat untuk transport nutrein dan produk metabolisme secara lebih efesien. d. Kulit pucat karena kontriksi pembuluh darah perifer yang merupakan pengaruh norefinefrin. e. Retensi natrium dan air meningkat akibat pelepasan mineralokortikoid yang meningkatkan volume darah. f. Kecepatan dan kedalaman respirasi meningkat karena dilatasi bronkiolus yang meningkatkan hiperventilasi. g. Keluaran urine menurun.
Universitas Sumatera Utara
10
h. Mulut kering. i. Peristalsis usus menurun, meningkatkan kemungkinan konstipasi dan flatus. j. Ketegangan otot meningkat untuk mempersiapkan pertahanan atau aktivitas motorik yang cepat. k. Gula
darah
meningkat
karena
pelepasan
glukokortikoid
dan
glukogenesis. Menurut Nasir & Muhith (2011), menyatakan bahwa ada beberapa indikator stres fisiologis yaitu : a. Kenaikan tekanan darah. b. Peningkatan ketegangan dileher, bahu, dan punggu. c. Peningkatan denyut nadi dan pernafasan. d. Telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin. e. Postur tubuh yang tidak tegap. f. Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung. g. Suara yang bernada tinggi. h. Mual, muntah, dan diare. i. Perubahan nafsu makan, perubahan berat badan. j. Perubahan frekuensi berkemih. k. Dilatasi pupil. l. Gelisah, kesulitan untuk tidur, atau sering terbangun saat tidur. 2. Indikator psikologis Indikator psikologis adalah suatu keadaan emosional seseorang yang kadang dapat dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati
Universitas Sumatera Utara
11
perilaku seseorang. Indikator psikologis mencangkup hubungan yang kompleks diantara banyak faktor, maka reaksi yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor seseorang yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme yang berhasil dimasa lalu, fungsi peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media terhadap stres. ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Webe & Williams, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011). Ada beberapa indikator psikologis menurut (Looker & Gregson, 2005), di antaranya yaitu : a. Cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya, histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi, gelisah, depresi. b. Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah, melawan, agesif. c. Frustasi, bosan, merasa salah, terabaikan, merasa tidak aman, rentan terhadap kecelakaan. d. Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah dan kehilangan ketertarikan pada orang lain. e. Polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa. f. Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya. g. Sulit dalam berfikir jernih, berkonsentrasi, dan membuat keputusan, kurang kreatif, irasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit memulai pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
12
h. Mudah lupa dan pikran buntu. i. Kehilangan motivasi. j. Rentan untuk melakukan kesalahan dan melakukan kecelakaan. k. Punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dan beralih dari satu tugas ke tugas lain dan tidak menyelesaikan apa pun. l. Hiperkritis, tidak fleksibel, tidak beralasan, over kreatif, tidak produktif, efesiensi buruk.
1.1.4. Tingkatan Stres Menurut Potter & Perry (2005), stres dapat dibagi menjadi tiga tingkatan antara lain : a. Stres ringan Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, sepeti banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Situasi ini bisaanya berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka sendiri stresor ini bukan resiko signifikan untuk timbulnya gejala. Namun demikian, stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan resiko. b. Stres sedang Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Minsalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi stres sedang.
Universitas Sumatera Utara
13
c. Stres berat Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan.
1.1.5. Dampak Stres Menurut Nasir & Muhith (2011), stres yang di alami individu dapat berdampak terhadap beberapa aspek di antaranya yaitu : a. Dampak fisiologis, minsalnya: curah jantung meninggkat, sakit kepala, muka pucat, mulut kering, dan berkeringat. b. Dampak psikologis, minsalnya: Pada remaja korban bencana, kejadian traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi. c. Dampak terhadap kehidupan berorganiasasi baik di keluarga maupun di masyarakt, minsalnya: menurunnya produktivitas, ketidakpuasan kerja, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
14
1.2. Mekanisme Koping 1.2.1. Pengertian Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri dapat diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan atau ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada apa yang individu lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau membangkitkan emosi. Dengan kata lain, mekanisme koping adalah bagaimana reaksi orang menghadapi stres/tekanan (Siswanto, 2007). Menurut (Stuart, 2007 dalam Mutoharoh, 2009), mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditunjukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk pertahanan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping merupakan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan individu terhadap tekanan baik fisik maupun psikologis yang berasal dari luar maupun dari dalam untuk mempertahankan diri.
1.2.2. Penggolongan Mekanisme Koping Berdasarkan penggolongannya mekanisme koping dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/ tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar (Mustikasari, 2006).
1.1.3. Jenis-jenis Mekanisme Koping Menurut (Lazarus dan Flokman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011), dalam melakukan koping ada dua mekanisme koping yang bisa dilakukan yaitu: 1. Koping yang fokus pada masalah (Problem focused coping mechanisme). Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Problem focused coping mechanisme ditujukan untuk mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode Problem focused coping mechanisme apabila mereka percaya bahwa sumber atau demands dari situasi dapat diubah. Menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), mekanisme koping yang dipakai dalam Problem focused coping mechanisme antara lain sebagai berikut : a. Confrontative coping: usah untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko. b. Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan dan bantuan informasi dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
16
c. Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara hati-hati, bertahap, dan analitis. 2. Koping yang fokus pada emosi (Emotion focused coping mechanisme). Yaitu usaha untuk
mengatasi stres denga cara mengatur respon
emosional dalam rangka penyesuaian diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi dan situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping mechanisme ditujukan untuk mengontrol respon emosional tehadap situasi stres. seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan dan penilaian kognitif. Adapun bagian dari mekanisme koping Emotion focused coping mechanisme menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), diantaranya : a. Denial, melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan. b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang diterima oleh akal dan diterima oleh
orang
lain
untuk
menutupi
ketidakmampuannya.
Dengan
rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga sudah selayaknya berbuta demikian secara adil. c. Kompensasi, menunjukan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi di suatu bidang maka mencari kepuasan di bidang yang lain. Kompensasi muncul karena adanya perasaan kurang mampu. d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari ingatan dan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
17
e. Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau kemampuan dengan sikap yang positif. f. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. g. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali kemasa lalu atau bersikap seperti anak kecil. h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitan sendiri atau melampiaskan kesalahannya kepada orang lain. i. Konversi, yaitu mentransper raksi psikologi ke gejala fisik. j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan kepada orang lain.
1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Mekanisme koping merupakan cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan. Ada enam faktor yang mempengaruhi meliputi (Muhtadin, 2002) : a. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar. b. Keyakinan atau pandangan yang positif, keyakinan menjadi sumber daya psikologi yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib mengarahkan individu pada penilaian ketidak berdayaan yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe problem-solving focused coping. c. Keterampilan memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah
Universitas Sumatera Utara
18
dengan
tujuan
untuk
menghasilkan
alternatif
tindakan,
kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. d. Sosial, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. e. Dukungan masyarakat sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, keluarga, teman dan lingkungan. f. Materi, dukungan ini meliputi daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang bisa dibeli oleh individu untuk mengatasi masalah dan memecahkan masalah guna memaksimalkan kondisi pasien baik dari segi fisik dan psikologis.
1.2. Tumbuh Kembang Remaja 1.2.3. Pengertian Tumbuh Kembang Remaja Merupakan masa dimana terjadi transisi masa anak-anak ke dewasa, menurut (Monks, 1999 dalam Sumiati, 2009), usia remaja adalah masa usia antara 12-21 tahun dengan perincian 12- 15 tahun masa remaja awal, 16-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 19-21 tahun masa remaja akhir. Seorang disebut remaja apabila dia telah berkembang kearah kematangan seksual memantapkan identitasnya sebagai individu yang terpisah dari keluarganya,
Universitas Sumatera Utara
19
persiapan diri menghadapi tugas, menentukan masa depannya, dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum.
1.2.4.
Ciri-ciri Masa Remaja Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa ciri-ciri masa remaja :
a. Sebagai priode peralihan Peralihan adalah proses perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Apa yang tertinggal pada tahap sebelumnya akan memberikan dampak pada tahap berikutnya. b. Periode mencari identitas diri Remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan dirinya dan perannya. Mencari identitas dan mengangkat harga diri akam membuat remaja memakai symbol atau status harga diri. Oleh karena ini remaja sering bereksperimen dalam menjalankan peran sesuai waktu dan situasi untuk mendapatkan rasa bahagia. c. Usia bermasalah Dikatakan usia bermasalah karena tindakan-tindakan remaja selalu mengarah kepada keinginan untuk menyendiri, berkurangnya keinginan untuk bekerja, kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh, kejemuan, kegelisahan, penentang sosial, kepekaan terhadap perasaan, kurang percaya diri, timbul minat seks, kepekaan terhadap asusila, kekuasaan berhayal. d. Usia menakutkan Dikatakan usia menakutkan karena adanya stereotip yang berdampak buruk dalam perkembangan remaja, seperti, kurang bertanggung jawab,
Universitas Sumatera Utara
20
kurang simpatik dan tidak mampu berkerjasama dengan orang tua atau orang dewasa, tidak rapi, tidak dapat dipercayai, dan berperilaku merusak. e. Masa tidak realistik Remaja melihat kehidupan ini menurut pandangan dan penilaian pribadinya, bukan melihat menurut fakta. Sehingga apabila tidak realistik sesuai pandangannya maka mudah marah, sakit hati, dan frustasi. f. Merupakan ambang batas dengan masa dewasa Semakin
mendekati
usia
kematangan,
remaja
menjadi
gelisah
meninggalkan sterotip yang di bawa dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara untuk melakukan tindakan seperti orang dewasa belum cukup. Oleh karena itu remaja memutuskan perilakunya yang selaran dengan status orang dewasa, seperti dia mulai merokok, minuman keras, narkoba, dan perilaku seks bebas. g. Perubahan sikap dan perilaku Faktor perubahan sikap dan perilaku yaitu perubahan nilai-nilai. Apa yang perna terjadi di masa kanak-kanak akan terjadi pula dimasa remaja. Yang membedakan yaitu pola hubungan sosial dan tidak hanya mencari popularitas, namun pada kualitas. h. Perubahan ambivalen Dikatakan priode ambivalen karena remaja menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain dia masih takut bertanggung jawab dan ragu-ragu. Semasa ambivalen remaja menjadi frustasi dan mengalami konflik.
Universitas Sumatera Utara
21
1.2.5. Bahaya Fisik Pada Remaja Bahaya-bahaya fisik pada remaja biasanya timbul akibat reaksi bahayabahaya psikologis. Minsal, kegemukan bukan lagi di anggap sebagai bahaya fisik semata, namum sudah mengarah pada hambatan perilaku dan penyesuaian sosial, seperti timbulnya sikap permusuhan terhadap temannya penampilan fisiknya yang gemuk. Dia dianggap bodoh, rakus, dan sebagainya. Adapun bahaya fisik yang sering terjadi pada remaja diantaranya yaitu kematian, bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan kekakuan (Pieter dan Lubis, 2010).
1.2.6. Bahaya psikologis pada remaja Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa bahaya psikologis pada remaja diantaranya : a. Kesulitan belajar Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar remaja adalah kondisi fisiologis, kepribadian, daya intelektual, aktivitas remaja dan sisio-ekonomi. Adapun dampak buruk dari kesulitan belajar adalah Under achieve, ialah berprestasi dibawah potensi, prestasi belajar menurun, kurang teliti, dan sulit berkonsentrasi. b. Kesulitan bergaul Sebenarnya, pergaulan ialah media kesuksesan. Akibat buruk kesulitan bergaul yaitu sulit berorientasi pikiran sempit dan tidak objektif, sulit menerima pendapat orang lain, bertingkah laku serba salah dan kaku,
Universitas Sumatera Utara
22
berprasangka buruk, menarik diri dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial. c. Kesulitan hubungan keluarga Hubungan keluarga yang buruk dapat dilihat dari frekuensi pertengkaran sesama keluarga, mengkritik, dan komentar yang merendahkan. Hubungan keluarga yang buruk dapat berkembang keluar rumah, seperti maladaptasi. d. Kesulitan dalam perilaku sosial Ciri-ciri ketidakmampuan remaja membina hubungan sosial yaitu suka membuat diskriminasi, membuat nilai standar tertentu dalam kelompok, senang mencari perhatian, suka menggunakan pakaian mencolok, menggunakan kata-kata yang tidak lazim, sombong, agresif, dan anti sosial. e. Perilaku seksual Faktor-faktor
penyebab
ketidakmampuan
remaja
dalam
membina
hubungan dan perilaku seksual yaitu merasa kurang, menarik di hadapan lawan jenis, merasa tidak senang dengan lawan jenis, terputusnya hubungan sosial, menolak peran seksual yang telah diakui masyarakat, dan senang membahas masalah-masalah seksual. f. Perilaku moral Remaja meletakkan standar perilaku yang kurang realistik bagi diri sendiri akan merasa bersalah apabila mereka tidak mampu mencapai standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan terputusnya hubungan emosional dengan anggota keluarga dan teman sebaya.
Universitas Sumatera Utara
23
1.2.7. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Pieter dan Lubis (2010), mengemukankan ada beberapa tugas perkembangan remaja yang harus dicapai remaja diantaranya : a. Menerima keadaan jasmani dan memanfaatkannya b. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya antara dua jenis kelamin. c. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. d. Mendapatkan perangkat nilai hidup dan falsafah hidup. e. Memiliki citra-diri yang realistis. f. Meminta, menerima dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
1.3. Defenisi Gempa 1.3.3. Pengertian Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran atau pergeseran tiba-tiba yang terjadi dibawah permukaan bumi. Gempa bumi biasanya disebapkan pergeseran kerak bumi atau lempeng bumi. Bumi walaupun pada selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Gempa bumi atau dalam bahasa inggrisnya earthquakes merupakan bencana alam terbesar bagi umat manusia, di samaping bencana alam lainnya seperti letusan gunung merapi dan banjir. Berbeda sekali dengan bencana lainnya sperti letusam gunung merapi selalu di dahului dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang muncul sebelum kejadian. Gempa bumi selalu datang
Universitas Sumatera Utara
24
mendadak secara mengejutkan, sehingga menimbulkan kepanikan umum yang luar biasa, sifat mendadak tersebut yang mengakibatkan tidak seorangpun sempat mempersiapkan diri (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).
1.3.4. Dampak Gempa Secara Fisik Akibat langsung yang dapat terjadi setelah gempa bumi adalah kerusakan pada bangunan. Kerusakan itu bisa berupa kerusakan bangunan berupa rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan raya, rel kereta api dan lain sebagainya. Seringkali kerusakan ini disertai dengan timbulnya korban akibat terperangkap di dalamya (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).
1.3.5. Dampak Gempa Terhadap Trauma Psikologis Dampak trauma mental yang dialami lebih besar dibandingkan dengan dampak secara fisik, tidak saja kehilangan harta benda, tetapi juga kehilangan pendidikan, teman, saudara, kehilangan keceriaan, kehilangan lingkungan dan komunitasnya, dan yang paling mencemaskan adalah kehilangan masa depan. Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh bencana gempa terhadap psikologis diantaranya yaitu dapat mengakibatkan trauma, rasa takut dan kecemasan, terjadinya gangguan fisik dan psikis, serta gangguan kepribadian pada korban (Aso, 2008 dalam Baroroh, A, 2008).
Universitas Sumatera Utara