BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembangunan Ekonomi Menurut Sukirno (2006:423) pembangunan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur untuk menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara, tetapi lebih dari itu pembangunan memiliki perspektif yang lebih luas. Dimensi sosial yang sering diabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi justru mendapat tempat yang strategis dalam pembangunan. Kemudian, menurut Arsyad (2010:11) pembangunan ekonomi bersifat multidimensi yang mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya salah satu aspek (ekonomi) saja. Pembangunan ekonomi merupakan proses yang menyebabkan pendapatan per kapita dalam suatu negara mengalami peningkatan dalam jangka waktu panjang dan disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Indikator keberhasilan pembangunan dikelompokkan menjadi tiga indikator (Arsyad, 2010:32) :
8
9
a. Indikator Moneter 1) Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita merupakan indikator yang paling sering digunakan sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter dari setiap kegiatan ekonomi penduduk dalam suatu negara. 2) Indikator Kesejahteraan Ekonomi Bersih Pendekatan ini dikemukakan oleh William Nordhaus & James Tobin (1973). Pendekatan ini adalah penyempurnaan dari perhitungan GNP dalam upaya memperoleh suatu indikator pembangunan ekonomi yang lebih baik. Penyempurnaan metode perhitungan GNP dilakukan dengan dua cara yaitu melakukan koreksi positif dan koreksi negatif. b. Indikator Non-Moneter 1) Indikator Sosial Indikator sosial adalah indikator yang membahas tentang tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. 2) Indeks Kualitas Hidup Indeks Kualitas Hidup (IKH) atau Physical Quality of Life Index diperkenalkan oleh Morris D (1979). IKH menggunakan tiga indikator utama sebagai acuan, yaitu harapan hidup pada usia satu tahun, tingkat kematian bayi, dan tingkat melek huruf.
10
c. Indikator Campuran 1) Indikator Susenas Inti Indikator Susenas Inti (Core Susenas) merupakan indikator campuran karena terdiri dari indikator sosial dan ekonomi. Indikator Susenas Inti meliputi aspek-aspek: (a) Pendidikan; (b) Kesehatan; (c) Perumahan; (d) Angkatan Kerja; (e) Keluarga Berencana dan Fertilitas; (f) Ekonomi; (g) Kriminalitas; (h) Perjalanan wisata; dan (i) Akses ke media massa. 2) Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index dikembangkan oleh United Nations for Development Program (UNDP) sejak tahun 1990. Sama seperti IKH, IPM juga digunakan untuk melakukan pemeringkatan terhadap kinerja pembangunan berbagai negara di dunia. Nilai IPM diukur berdasarkan tiga indikator sebagai acuannya yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan pendapatan riil per kapita berdasarkan paritas daya beli. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik (Todaro, 2006:28). Proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut:
11
a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, sepeti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan. b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya tidak hanya untuk
memperbaiki
kesejahteraan
materiil,
melainkan
juga
menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan. c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka. 2. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznet dalam Todaro (2003:99) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh empat faktor utama (Arsyad, 2010:269), yaitu:
12
a. Akumulasi Modal Akumulasi modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan pada masa sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk dapat memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal yang dimaksud termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fisik (mesin-mesin), dan sumber daya manusia (human resources). b. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. c. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh adanya cara-cara baru atau mungkin cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. d. Sumber Daya Institusi (sistem kelembagaan) Negara-negara dengan institusi yang lebih mampu mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, sehingga perekonomiannya bisa bekerja lebih baik. Institusi yang kuat juga akan melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel, sehingga berbagai bentuk kegagalan pasar bisa teratasi.
13
3. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan pembangunan ekonomi biasanya ditandai dengan adanya upaya untuk memenuhi berbagai kriteria tertentu serta adanya tujuan
yang
bersifat
membangun.
Karakteristik
perencanaan
pembangunan ekonomi (Arsyad, 2010:159) sebagai berikut: a. Adanya upaya yang tercermin dalam suatu rencana untuk mencapai pertumbuhan sosial ekonomi yang mantap (steady social economic growth). b. Adanya
upaya
yang tercermin
dalam
suatu
rencana
untuk
meningkatkan pendapatan per kapita. c. Adanya upaya yang bertujuan untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. d. Adanya upaya yang bertujuan untuk perluasan kesempatan kerja. e. Adanya upaya yang bertujuan untuk pemerataan pembangunan atau sering disebut dengan istilah keadilan distributif (distributive justice). f. Adanya upaya yang bertujuan untuk pembinaan lembaga-lembaga ekonomi
masyarakat
agar lebih menunjang kegiatan-kegiatan
pembangunan. g. Adanya upaya yang secara terus-menerus menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.
14
Selain itu, setiap perencanaan pembangunan harus mengandung beberapa unsur pokok yaitu: a. Adanya
kebijakan
atau
strategi
dasar
dalam
perencanaan
pembangunan. b. Adanya kerangka perencanaan di tataran makro. c. Adanya perkiraan mengenai sumber-sumber pembangunan, khususnya sumber-sumber pembiayaan pembangunan. d. Adanya uraian mengenai kerangka kebijakan yang konsisten, misalnya kebijakan fiskal, penganggaran, moneter, harga serta kebijakan sektoral lainnya. e. Perencanaan
pembangunan
adalah
program
investasi
yang
dilaksanakan secara sektoral. f. Perencanaan pembangunan adalah administrasi pembangunan yang mendukung usaha perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tersebut. 4. Pembangunan Pertanian Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menempati prioritas penting. Menurut Kuncoro (2010:289) Pembangunan pertanian diarahkan untuk dapat meningkatkan kesempatan kerja mendorong pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan petani, perluasan kesempatan berusaha, pemenuhan kebutuhan industri serta meningkatkan ekspor.
15
Mosher dalam Hanafie (2010:12) mengemukakan bahwa dalam membangun atau mengembangkan pertanian, ada 5 syarat pokok/mutlak (essentials) dan 5 syarat tambahan/pelancar (accelerators). Kelima syarat pokok/mutlak adalah sebagai berikut: a. Pasar untuk hasil-hasil pertanian Untuk meningkatkan produksi hasil usaha tani perlu adanya pasar, serta harga yang cukup tinggi untuk membayar kembali biaya-biaya tunai dan daya upaya yang telah dikeluarkan petani pada saat memproduksikannya. b. Teknologi yang senantiasa berubah lebih maju Teknologi usaha tani merupakan cara-cara melakukan pekerjaan usaha tani, termasuk didalamnya cara menyebar benih, memelihara tanaman, memungut hasil, dan memelihara ternak. Agar pembangunan pertanian dapat terus berjalan maka harus selalu terjadi perubahan. Meningkatnya produksi pertanian merupakan akibat dari pemakaian teknik-teknik atau metode-metode dalam usaha tani yang senantiasa berubah. c. Ketersediaan sarana produksi dan alat-alat pertanian lokal Pembangunan pertanian menghendaki ketersediaan sarana produksi dan alat-alat pertanian secara lokal atau di dekat pedesaan dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan petani yang mau menggunakannya.
16
d. Insentif produksi untuk petani Perangsang yang dapat secara efektif mendorong petani meningkatkan produksinya adalah yang bersifat ekonomi. Misalnya perbandingan harga yang menguntungkan, bagi hasil yang wajar, dan tersedianya barang atau jasa yang ingin dibeli oleh petani. e. Pengangkutan atau Transportasi Tanpa pengangkutan yang murah dan efisien, keempat syarat pokok lainnya tidak dapat diadakan secara efektif. Pentingnya pengangkutan berkaitan dengan produksi pertanian yang harus tersebar luas. Oleh karena itu, dibutuhkan jaringan pengangkutan yang menyebar luas untuk membawa sarana dan alat produksi ke tiap-tiap usaha tani, serta untuk membawa hasil usaha tani ke konsumen. Disamping
kelima
syarat
pokok/mutlak,
Mosher
juga
mengemukakan 5 syarat yang mampu mempercepat dan memperlancar perkembangan pertanian. Kelima syarat tersebut adalah: a. Pendidikan untuk pembangunan Alih teknologi membutuhkan tingkat pengetahuan dan keterampilan tetentu dari pihak produsen. Dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang rendah, alih teknologi akan berjalan lambat dan seringkali harus dilakukan berdasarkan trial and error. Dengan ditingkatkannya pengetahuan dan keterampilan, maka alih teknologi bisa dipercepat.
17
b. Kredit Produksi Untuk meningkatkan produksinya, petani harus mengeluarkan uang lebih banyak. Pengeluaran-pengeluaran itu harus dibiayai dari tabungan atau meminjam. Untuk itu, hambatan-hambatan dalam penggunaan kredit harus dihapuskan, agar petani bisa lebih mudah mendapatkan pinjaman untuk meningkatkan produksinya. c. Kegiatan kelompok untuk petani Kerja sama kelompok dalam proyek-proyek yang bersifat membangun membutuhkan ketermpilan-keterampilan khusus yang mungkin perlu dipelajari terlebih dahulu. Oleh karena itu, dorongan dan bantuan yang sistematis akan kegiatan berkelompok merupakan faktor pelancar penting bagi pengembangan pertanian. d. Penyempurnaan dan perluasan lahan pertanian Disamping meningkatkan produksi, untuk dapat mempercepat pembangunan pertanian bisa dicapai dengan memperbaiki mutu tanah yang telah diusahakan saat ini dan mengusahakan tanah baru untuk pertanian. e. Perencanaan nasional pembangunan pertanian Perencanaan nasional merupakan proses pengambilan keputusan oleh pemerintah tentang apa yang hendak dilakukan dan tindakan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Perencanaan nasional harus bersifat kontinu, serta menampung
18
perubahan-perubahan dalam kebijakan dan program nasional agar tetap serasi dengan kebutuhan pertanian yang senantiasa berubah. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mencanangkan empat target utama pembangunan pertanian (Winarso, 2013), yaitu: 1) Mewujudkan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. 2) Mewujudkan peningkatan diversifikasi pangan. 3) Mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor. 4) Mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani. 5. Komoditas Unggulan Menurut Rachman (2003) dalam Hidayah (2010), komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas sumber daya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas. Secara lebih sederhana yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial, dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai zona agroekologi, layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat
19
sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya komoditas tersebut menguntungkan (Hidayah, 2010). Menurut Hendayana (2003) penentuan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Menurut
Alkadri
(2001)
dalam
Juarsyah,
dkk
(2015)
mengemukakan beberapa kriteria dalam penentuan suatu komoditas unggulan, antara laian: a. Komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. b. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. c. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain, baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku. d. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. e. Mampu menyerap tenaga kerja yang berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. f. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, hingga fase kejenuhan atau penurunan.
20
g. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. h. Pengembangan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif / disinsentif dan lain-lain. i. Pengembangan berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan. 6. Pangan dan Kebijakan pangan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Penyelenggaraan pangan bertujuan untuk (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012): a. Meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri; b. Menyediakan
pangan
yang
beraneka
ragam
dan
memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; c. Mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
21
d. Mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi; e. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri; f. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat; g. Meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan; dan h. Melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional. Kebijakan pangan adalah suatu pernyataan tentang kerangka pikir dan arahan yang digunakan untuk menyusun program pangan guna mencapai situasi pangan dan gizi yang lebih baik (Hanafie, 2010:269). Program peningkatan ketahanan pangan tercantum dalam RPJMN 20042009. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program tersebut meliputi (Hanafie, 2010:270): a. Penanganan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi, serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian. b. Peningkatan
distribusi
pangan
melalui
penguatan
kapasitas
kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur pedesaan yang mendukung sistem distribusi pangan untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan.
22
c. Peningkatan pascapanen, pengolahan hasil melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pascapanen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan tekologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil (looses). d. Diversifikasi pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi pangan masyarakat menuju pola pangan dengan mutu yang semakin meningkat, serta peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal. e. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan melalui peningkatan bantuan pangan kepada keluarga miskin atau rawan pangan, peningkatan
pengawasan
mutu
dan
kemanan
pangan,
serta
pengembangan sistem antisipasi dini terhadap kerawanan pangan. 7. Komoditas Tanaman Pangan Komoditas pangan diartikan sebagai segala hal yang dapat dikonsumsi berasal dari tanah dan memerlukan bantuan air serta sumber hayati yang terdapat di dalamnya dan dapat digunakan oleh manusia sebagai bahan makanan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tanaman pangan terdiri dari 7 (tujuh) komoditas, yaitu: a. Padi Padi merupakan sumber pangan yang ideal bagi masyarakat di Indonesia. Itulah sebabnya padi menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia. Padi dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu
23
1) Padi sawah Padi sawah ditanam di sawah, yaitu lahan yang cukup memperoleh air. Padi sawah pada waktu-waktu tertentu memerlukan genangan air, terutama sejak musim tanam sampai mulai berbuah. 2) Padi kering Sejenis padi yang tidak membutuhkan banyak air sebagaimana padi sawah (Anonim, 2014 dalam Wowor, 2014). b. Jagung Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Keunggulan komparatif dari tanaman jagung banyak diolah dalam bentuk tepung, makanan ringan atau digunakan untuk bahan baku pakan ternak (Anonim, 2014 dalam Wowor, 2014). c. Kedelai Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati, umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Sudaryanto dan Swastika, 2007 dalam Rante, 2013). d. Kacang Tanah Kacang tanah atau yang memiliki nama ilmiah Arachis hypogeaeL adalah
salah
satu
tanaman
polong-polongan
yang
banyak
dibudidayakan di Indonesia. Kacang tanah merupakan tanaman semak dengan tinggi sekitar 30 cm (Anonim, 2014 dalam Wowor, 2014).
24
e. Kacang Hijau Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan cabang menyamping pada batang utama, berbentuk bulat dan berbulu warna batang dan cabangnya ada yang hijau dan ada yang ungu (Adrianto dan Indarto, 2004 dalam Syafrina, 2009). f. Ubi Kayu Ubi kayu atau ketela pohon adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan (Anonim, 2014 dalam Wowor, 2014). g. Ubi Jalar Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan tanaman pangan dan golongan ubi-ubian yang berasal dari Amerika Latin (Martin dan Leonard, 1967). Di Indonesia tanaman ini disenangi petani karena mudah pengelolaannya dan tahan terhadap kekeringan. Disamping itu, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Zuraida, 2014 dalam Wowor, 2014). B. Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai perbandingan dan kajian. Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang menjadi acuan atau pertimbangan dalam penelitian ini:
25
1. Kajian Komoditas Unggulan a. Analisis Location Quotient (LQ) 1) Penelitian yang dilakukan oleh Pangerang (2014) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Kecamatan di Kabupaten Maros”. Dengan menggunakan analisis Location Quotient, Hasil penelitiannya adalah berdasarkan rata-rata produksi lima tahun terakhir komoditi unggulan dengan urutan nilai LQ tertinggi adalah: 1) Kecamatan Mandai: padi ladang dan padi sawah. 2) Kecamatan Moncongloe: ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. 3) Kecamatan Maros Baru: kacang hijau, padi sawah, dan ubi jalar. 4) Kecamatan Marusu: ubi jalar, padi ladang, ubi kayu, dan padi sawah. 5) Kecamatan Turikale: kacang hijau dan padi sawah. 6) Kecamatan Lau: kacang hijau dan padi sawah. 7) Kecamatan Bontoa: padi sawah. 8) Kecamatan Bantimurung: padi sawah. 9) Kecamatan Simbang: kedelai dan padi sawah. 10) Kecamatan Tanralili: ubi jalar, ubi kayu, jagung, kedelai, dan padi ladang. 11) Kecamatan Tompobulu: padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, dan ubi jalar. 12) Kecamatan Camba: kacang tanah, jagung, ubi jalar, dan padi ladang. 13) Kecamatan Cenrana: kacang tanah dan padi sawah. 14) Kecamatan Mallawa: kacang tanah, ubi jalar, jagung, dan padi sawah.
26
2) Penelitian yang dilakukan oleh Fafurida (2009) dalam penelitian yang berjudul “Perencanaan Pengembangan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan di Kabupaten Kulonprogo”. Dengan menggunakan Location Quotient (LQ), Hasil penelitiannya adalah komoditas tanaman pangan yang memiliki keunggulan komparatif berdasarkan analisis Location Quotient berdasarkan rata-rata luas panen tahun 2002-2006 tiap kecamatan adalah sebagai berikut: Kecamatan Temon adalah padi, kacang tanah, dan kacang hijau; Kecamatan Wates adalah padi, ketela rambat, kacang tanah dan kacang hijau; Kecamatan Panjatan adalah padi, dan Ketela Rambat; Kecamatan Galur adalah padi dan kedelai; Kecamatan Lendah adalah jagung, dan kedelai; Kecamatan Sentolo adalah jagung; Kecamatan Pengasih adalah jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, dan kacang hijau; Kecamatan Kokap adalah ketela pohon, ketela rambat, dan kacang tanah; Kecamatan Girimulyo adalah ketela pohon, ketela rambat, dan kacang tanah; Kecamatan Nanggulan adalah padi dan kedelai; Kecamatan Kalibawang adalah ketela pohon dan kedelai; Kecamatan Samigaluh adalah jagung dan ketela pohon. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Juarsyah, dkk (2015) dalam penelitian berjudul “Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Buah-buahan di Kabupaten Kubu Raya”. Dengan menggunakan
analisis
Location
Quotient
(LQ),
Hasil
27
penelitiannya adalah berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) yang menggunakan data jumlah produksi pada 9 kecamatan di wilayah Kabupaten Kubu Raya diketahui bahwa durian, manggis, nangka, dan pisang merupakan komoditas unggulan dengan persebaran paling banyak yaitu tersebar di 4 kecamatan, dan buah salah dengan persebaran paling sedikit yaitu hanya di 1 kecamatan yaitu di Kecamatan Kubu. b. Analisis Shift-Share 1) Penelitian yang dilakukan oleh Demmatadju (2012) dalam penelitian berjudul “Analisis Komoditas Unggulan Regional Sektor Pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2000-2009” dengan menggunakan analisis shift-share. Hasil penelitiannya adalah, berdasarkan analisis shift-share menunjukkan bahwa sektor pertanian
yang
mempunyai
keunggulan
kompetitif
yang
berpengaruh positif adalah subsektor peternakan yang memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daya saing wilayah sangat kuat, subsektor
perkebunan
dan
subsektor
perikanan
memiliki
pertumbuhan yang cepat tetapi daya saing wilayah yang lemah, adapun yang memiliki pertumbuhan lambat dan daya saing tinggi adalah subsektor kehutanan, sedangkan subsektor tanaman pangan memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing wilayah yang lemah.
28
2) Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2010) dalam penelitian berjudul
“Analisis
Komoditi
Unggulan
Sektor
Pertanian
Kabupaten Sukoharjo Sebelum dan Selama Otonomi Daerah”. Dengan menggunakan analisis shift-share, hasil penelitiannya adalah berdasarkan perhitungan analisis shift-share metode klasik, diketahui bahwa pada masa sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 1997-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2000-2007 besarnya pertumbuhan daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional mempengaruhi perubahan komoditi Kabupaten Sukoharjo,
sedangkan
besarnya
pengaruh
pertumbuhan
proporsional menyebabkan menurunnya komoditi Kabupaten Sukoharjo. 2. Kajian Keragaman (Diversitas) Komoditas TanamanPangan a. Indeks Entropi Penelitian yang dilakukan oleh Siska, dkk (2015) dalam penelitian berjudul “Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan Kalimantan Selatan”. Dengan menggunakan analisis entropi, hasil penelitiannya adalah nilai entropi subsektor pada tahun 2009 sampai dengan 2013 sebesar 2,52 sudah mendekati nilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyebaran aktivitas setiap subsektor di seluruh wilayah Kawasan Andalan Kandangan relatif merata. Nilai entropi dari 3 subsektor
29
pertanian pada tahun 2009 lebih tinggi yaitu sebesar 2,52 dan menurun pada tahun 2013 menjadi sebesar 2,51. 3. Kajian Tingkat Konsentrasi dan Spesialisasi a. Localization Index (LI) Penelitian yang dilakukan oleh Baskoro (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis Perwilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan dan Partisipasi
Masyarakat
Pada
Kawasan
Agropolitan”.
Dengan
menggunakan analisis Localization Index (LI), hasil penelitiannya adalah berdasarkan hasil analisis LI terdapat dua komoditas yang mempunyai nilai LI mendekati satu, yaitu lada dan melati gambir. Komoditas melati gambir mempunyai nilai LI sebesar 0,85 sedangkan komoditas lada mempunyai nilai LI sebesar 0,71. Hal ini mengindikasikan produksi melati gambir dan lada terkonsentrasi di kawasan agropolitan Bungakondang. Sedangkan komoditas lain mempunyai nilai LI mendekati 1, yang berarti produksinya relatif merata di Kabupaten Purbalingga. b. Specialization Index (SI) Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2007) dalam penelitian berjudul “Identifikasi Komoditi Pertanian Unggulan di Kabupaten Semarang”. Dengan menggunakan analisis Kuosien Spesialisai (KS) atau Specialization Index (SI), hasil penelitiannya adalah secara keseluruhan wilayah Kabupaten Semarang mempunyai nilai KS ratarata sebesar 0,33398. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan
30
Kabupaten Semarang tidak ada spesialisasi terhadap kegiatan pertanian sehingga tidak terspesialisasi pada komoditi pertanian tertentu. C. Kerangka Pemikiran Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, berdasarkan baik pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun
sosial
ekonomi
dan
kelembagaan
(penguasaan
teknologi,
kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan kondisi soaial budaya setempat), untuk dikembangkan di suatu wilayah. Kabupaten Ponorogo merupakan kabupaten yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor utama penopang perekonomian. Di dalam sektor pertanian terdapat subsektor antara lain hortikultura, kehutanan, perikanan, perkebunan, peternakan dan tanaman pangan. Dalam penelitian ini difokuskan pada subsektor tanaman pangan, karena selain memberikan kontribusi paling besar dalam sektor pertanian, su sektor tanaman pangan juga memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Maka identifikasi terhadap komoditas unggulam tanaman pangan merupakan hal penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran sebagai berikut (Gambar 2.1):
31
Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Ponorogo Tahun 2011-2014
Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift-Share (SS)
Tingkat Keragaman (Diversitas) Komoditas Tanaman Pangan
Tingkat Konsentrasi Komoditas Tanaman Pangan
Tingkat Spesialisasi Komoditas Tanaman Pangan
Analisis
Analisis Localization Index
Analisis Specialization Index
Indeks Entropi
Strategi Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Ponorogo
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran