BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep remaja 1. Pengertian Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata lain adolecere (kata belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 2000). Istilah adosecence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Mappiere (2004) menjelaskan bahwa usia remaja merupakan seseorang dengan rentang usia antara 12 sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai 22 tahun bagi pria. Usia pada rentang remaja awal yaitu antara 12/13 tahun sampai 17/18 tahun dan rentang usia remaja akhir antara 17/18 tahun sampai 21/22 tahun. Periode sebelum remaja sering disebut sebagai masa ambang pintu remaja atau sering disebut sebagai periode pubertas. Berdasarkan ilmu perkembangan remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula (Sarwono, 2011). 2. Ciri-ciri remaja Hurlock (2000) menyebutkan bahwa remaja memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
8
9
b. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya (Hurlock, 2000). Pada setiap memasuki periode peralihan akan nampak ketidakjelasan status individu dan muncul keraguan dalam masyarakat (Al-mighwar, 2006). c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan (Hurlock, 2000). Dan banyak remaja yang menyadari bahwa penyelesaian yang dtempuh sendiri tidak selalu sesui dengan harapan mereka (Al-mighwar, 2006). e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja daripada individualitas, dan apabila tidak menyesuaikan kelomlok maka remaja akan terusir dari kelompoknya (Al-mighwar, 2006) f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
10
membimbing
dan
mengawasi
kehidupan
remaja
muda
takut
bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagai apa adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya maka ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks, mereka mengganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan. 3. Perkembangan remaja Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral dan kepribadian (Hurlock, 2000). a. Perkembangan fisik remaja Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal (Hurlock, 2000).
11
Perubahan-perubahan
fisik
pada
remaja
yang
terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsi alatalat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2011). b. Perkembangan sosial Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 2000). Perubahan sosial yang terjadi pada masa remaja yang berupa kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan teman pergaulannya, sehingga pada umumnya remaja lebih senang bergaul dengan teman sebayanya sebagai kelompok tersendiri, baik untuk kegiatan sekolah maupun kegiatan di luar sekolahnya (Sarwono, 2011). c. Perkembangan emosi Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya pada masa remaja pertengahan. Mereka mampu menghadapi masalah dengan tenang dan rasional, dan walaupun masih mengalami periode depresi, perasaan mereka lebih kuat dan mulai menunjukkan emosi yang lebih matang pada masa remaja pertengahan. Sementara remaja awal bereaksi cepat dan emosional, remaja pertengahan dan akhir dapat mengendalikan emosinya (Wong, 2009). d. Perkembangan moral Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak (Hurlock, 2000).
12
Pada masa remaja pertengahan dan ahir
dicirikan dengan
suatu pertanyaan serius mengenai nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah mengambil peran lain dan remaja memahami tugas dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan yang salah (Wong, 2009). e. Perkembangan kepribadian Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka (Hurlock, 2000). Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 2000). 4. Minat seks dan perilaku seks remaja Kaitannya dengan tugas perkembangan remaja yang penting adalah pembentukan hubungan-hubungan baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis, dan dalam memainkan peran yang tepat dengan seksnya. Dorongan untuk melakukan ini datang dari tekanan-tekanan sosial
tetapi
terutama
dari
minat
remaja
pada
seks
dan
keingintahuannya tentang seks (Hurlock, 2000). Berkaitan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial pada diri remaja mengakibatkan meningkatnya motivasi dari peningkatan energi seksual atau libido, yang menurut Sigmun Freud energi seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik remaja (Sarwono, 2011).
13
Peningkatan minat pada seks, membuat remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang
berharap
mengetahu
mengenai
seluk
beluk
seks
dari
orangtuanya. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya disekolah, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, atau melakukan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau bersenggama. Pada masa akhir remaja sebagian besar remaja baik laki-laki maupun perempuan sudah mempunyai cukup informasi tentang seks guna memuaskan keingintahuan mereka (Hurlock, 2000). Sarwanto dan Suharti (2004) melakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku pekerja remaja terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual) serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seks pranikah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap remaja memberi peran penting terhadap terjadinya seks pranikah. Perilaku seks pra nikah ini diawali dengan pacaran atau percumbuaan dan dipengaruhi oleh pengetahuan yang rendah terutama tentang PMS serta keinginan mencari pengalaman atau selingan hidup yang salah. 5. Keluarga dengan anak remaja Tantangan utama keluarga dengan anak remaja berkisar pada perubahan perkembangan yang dialami oleh ramaja dalam batasan perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis, serta konflik-konflik dan krisis yang berdasarkan perkembangan. Adam (dalam Friedman, 1998) menguraikan tiga aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian yaitu otonomi yang meningkat, budaya orang muda (perkembangan hubungan dengan teman sebaya), kesenjangan antar generasi dan norma-norma antara orangtua dan remaja (Friedman, 1998). Duvall (dalam Friedman, 1998) mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting bagi keluarga pada masa ini adalah
14
menyelaraskan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi matang dan mengatur diri mereka sendiri. Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan mereka, dan ketika menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentuk pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua
merasa
produktif,
puas
dan
dapat
mengendalikan
kehidupannya sendiri (Friedman, 1998).
B. Perilaku seks pra nikah pada remaja 1. Pengertian seks Istilah seks dan seksualitas yang belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia, mempunyai arti yang jauh lebih luas dari istilah koitus dalam arti kata yang sempit (bersatunya tubuh antara wanita dan pria). Seksualitas, reaksi dan tingkah laku seksual didasari dan dikuasi oleh nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi. Seksualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antarindividu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah (psikofisik) menjadi dasar kehidupan bersama antar dua insan manusia. Dengan demikian dalam hubungan seksual tidak hanya alat kelamin dan daerah erogen (mudah terangsang) yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi (Irianto, 2010). 2. Pengertian perilaku seks pra nikah Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentukbentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu. Obyek seksual dapat berupa orang (baik sejenis maupun lawan jenis), orang dalam khayalan, atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak mempunyai dampak, terutama bila tidak menimbulkan berakibat fisik bagi yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan
15
sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan penyerangan (Tarwoto, 2010). Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Sugiyono, 2009). Saat ini, remaja terkesan berlebihan sehingga tidak dapat mengendalikan diri dan hawa nafsu. Banyak yang diacuhkan demi terlaksananya semua keinginannya. Bagi sebagian remaja, seks pranikah dianggap wajar sesuai dengan perubahan zaman. Banyak remaja yang menganggap seksualitas hanya masalah perawan atau tidak perawan. Padahal, hubungan seks di luar nikah dapat menimbulkan resiko yang cukup besar bagi remaja yaitu dapat terjangkit penyakit menular sampai keadaan hamil di luar nikah yang dapat membawa dampak psikologis yang berat bagi remaja putri dan keluarganya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pra nikah Menurut Sugiyono (2009) bahwa perilaku seks pra nikah pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor : a. Faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami swadarma-nya sebagai pelajar. Faktor dari dalam diri remaja yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks pranikah karena didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui
banyak
hal
yang
hanya
dapat
dipuaskan
serta
diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri (Sugiyono, 2009).
16
Disinilah suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual. Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial (Sugiyono, 2009). Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan.Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri (Sugiyono, 2009). b. Faktor dari luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orang tua yang menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi.
17
Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks pranikah itu sendiri. c. Faktor perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa saja termasuk hal-hal yang negatif. Remaja dewasa ini, dapat dengan mudah mengakses situs, gambar atau juga tayangan porno lewat internet dalam hp masing-masing. Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton
film
observational
remaja
learning,
yang mereka
berkebudayaan melihat
barat,
perilaku
melalui seks
itu
menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda (Anonim, 2009). d. Kurangnya pengetahuan remaja tentang seksual. Banyak orang tua yang membatasi pembicaraan mengenai seksualitas dengan berbagai alasan. Seksualitas dianggap masih tabu untuk dibicarakan bagi kalangan orang tua kepada anaknya. Sehingga remaju terpacu untuk mencari informasi di tempat lain, yang bisa jadi menjerumuskan mereka.
18
Faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah menurut Tarwoto (2010) adalah: a. Adanya dorongan biologis Dorongan
biologis
untuk
melakukan
hubungan
seksual
merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau melihat film/majalah yang menampilikan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme. Di era teknologi informasi yang tinggi sekarang ini, remaja sangat mudah mengakses gambar-gambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu dibawa dalam setiap langkah remaja. b. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah, karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan TuhanYang Maha kuasa. Namun, keimanan ini dapat sirna tanpa bersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya psikotropika. Obat ini akan memengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah. c. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sebingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang. d. Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk dipertimbangkan; karena bila tidak ada kesempatan baik
19
ruang maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi. 4. Bentuk perilaku seks Bentuk – bentuk perilaku seksual ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik dengan lawan jenis sampai berlanjut pada tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa pada dirinya, terutama jika tidak ada akibat fisik yang ditimbulkannya, tetapi pada kenyataannya, sebagian perilaku seksual yang lain dimana dapat dilakukan melalui berbagai cara. Perilaku seks dapat diwujudkan dalam bentuk KNPI (kissing, necking, petting dan intercourse), yaitu sebagai berikut (Sarwono, 2011) : a. Kissing Kissing adalah ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Bentuk kissing ini meliputi cium kening, cium pipi, cium bibir. b. Necking Necking merupakan rangsangan di sekitar leher ke bawah. Necking ini dapat berupa ciuman di sekitar leher serta pelukan secara mendalam untuk menimbulkan rangsangan. c. Petting Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadangkadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian. Perilaku petting ini juga ditunjukkan dengan perilaku oral seks yaitu melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks pasangannya. Jika melakukan oral seks itu laki-laki, sebutannya adalah cunnilingus,
20
jika yang melakukan oral seks tersebut perempuan, sebutannya adalah fellatio. d. Intercouse Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual. Intercouse juga bisa dalam anal seks yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis kedalam anus atau anal. 5. Dampak dari perilaku seks pranikah Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut: a
Dampak psikologis Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.
b. Dampak Fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. c. Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011). 6.
Cara mencegah perilaku seks pranikah menurut Tarwoto (2010). a. Mengurangi besarnya dorongan bilogis Mengurangi dorongan biologis ini dapat dilakukan dengan mengindari membaca buku atau melihat film/majalah yang menampilkan gambar yang merangsang nafsu birahi., membiasakan mengenakan pakaian yang sopan, membuat kelompok-kelompok kegiatan yang positif.
21
b. Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis Pengendalian ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan agama dan budi pekerti, penerapan hukum-hukum agama dalam kehidupan sehari-hari, menghindari penggunaan narkoba, menjadikan orangtua dan guru sebagai model dalam kehidupan sehari-hari. c. Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja Pendidikan kesehatan reproduksi jangan dillihat secara sempit sebagai sekedar hubungan sekssual saja. Ini dilaksanakan pada remaja, bahkan bisa dilakukan lebih dini. d. Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah. Perlu terciptanya lingkungan yang kondusif bagi remaja agar tidak melakukan hubungan seksual pra nikah yang dapat dilakukan dengan cara perhatian orang tua yang lebih seksama, tidak adanya fasilitas dari orang tua yang berlebihan, serta pengawasan dari pemerintah melalui pihak yang berwenang misalnya di tempat-tempat wisata.
C. Pengetahuan Seks Pra Nikah 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui
pancaindra
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). 2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2007), dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
22
a. Tahu ( know ) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini merupakan tingkat pengertian yang paling rendah. b. Memahami (Comprehension) Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya. c. Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation) Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. 3. Pengukuran Pengetahuan Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan ini berkaitan dengan pengetahuan seks pra nikah beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya. Berdasarkan Waridjan kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik jika kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang jika jawaban benar antara 65%-79% dan katgeori pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 65%.
23
4. Sumber – sumber pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2007) sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. 5. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) : a. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan dan kerugian terhadap suatu tindakan. b. Media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. c. Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
24
d. Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi
media
dengan
demikian
hubungan
sosial
dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal. e. Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh. 6. Pengetahuan tentang seks pranikah Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari dari pemahaman tentang seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual, akibat seksual pranikah, dan faktor yang mendorong seksual pranikah (Sarwono 2011). Masyarakat masih sangat mempercayai pada mitos-mitos seksual yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih, 2007). Ilustrasi dari adanya informasi yang tidak benar di kalangan remaja terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual (mitos yang berkembang adalah hubungan seksual dapat mengurangi frustasi, menyebabkan awet muda, menambah semangat belajar), akibat hubungan seksual (mitos yang berkembang yaitu tidak akan hamil kalau senggama terputus, hanya menempelkan alat kelamin, senggama 1-2 kali saja, berenang dan berciuman bisa menyebabkan kehamilan), dan yang
25
mendorong hubungan seksual pranikah (mitos yang berkembang adalah ganti- ganti pasangan seksual tidak menambah resiko PMS, pacaran perlu variasi antara lain bercumbu, mau berhubungan seksual berarti serius dengan pacar, sekali berhubungan seksual tidak akan tertular PMS, dan sebagainya) (Sarwono, 2011). Pengetahuan
tentang
seks
pranikah
ini
berkaitan
dengan
pengetahuan remaja tentang definisi seks pranikah, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah, bentuk seks pranikah, dampak dari perilaku seks pranikah dan cara pencegahan. Pengetahuan remaja tentang pengertian perilaku seks pranikah adalah sejauhmana remaja memahami tentang seksual pranikah adalah melakukan hubungan seksual sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah, baik hubungan seks penetratif, (penis dimasukan kedalam vagina, anus atau mulut) maupun non penetratif (penis tidak dimasukan kedalam vagina). Faktor-faktor yang mempengaruhi seks pranikah yang diketahui oleh remaja terdiri dari faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami swadarma-nya sebagai pelajar, faktor dari luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orang tua yang menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja yang diinginkan, faktor perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa saja termasuk hal-hal yang negatif. Remaja dewasa ini, dapat dengan mudah mengakses situs, gambar atau juga tayangan porno lewat internet dalam hp masing-masing dan kurangnya pengetahuan remaja tentang seksual. Tarwoto (2010) menambahkan bahwa perilaku seks pranikah dipengaruhi oleh adanya dorongan biologis, ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah. Pengetahuan remaja juga berkaitan dengan bentuk seks pranikah yang mulai dari perasaan tertarik dengan lawan jenis sampai berlanjut
26
pada tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Bentuk perilakunya sendiri meliputi KNPI yaitu kissing, necking, petting dan intercourse), yaitu sebagai berikut (Sarwono, 2011). Dampak tentang seks pranikah juga harus dipahami oleh remaja, yang terdiri dari dampak psikologis, fisiologis dan sosial, serta pengetahuan remaaja tentang cara-cara pencegahannya yaitu mengurangi besarnya dorongan bilogis, meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis, membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja dan menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah.
D. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).
27
2. Komponen sikap Menurut Azwar (2010) struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang, yaitu : a) Komponen kognitif (cognitive) disebut juga komponen perceptual, yang berisi kepercayaan individu yang berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu berpersepsi terhadap obyek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain. b) Komponen afektif (affective) merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan subyektivitas individu terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang) c) Komponen konatif (konative) merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang, berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. 3. Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu : a. Menerima (receiving) Menerima
diartikan
bahwa
orang
(subjek)
mau
dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap suatu hal dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
28
c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. 4. Cara pengukuran sikap Sikap dapat diukur dengan menggunakan wawancara dan angket (azwar, 2010) Pengukuran sikap ini berkaitan dengan sikap seks pra nikah beserta akibat-akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan kategori sikap dapat digolongkan menjadi sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi dari pada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikaf negatif. Setiap pertanyaan sikap yang favorabel atau pernyataan yang tak-favorabel. Pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2010 : 94). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2010 : 156) : − ⎡ ⎤ X − X ⎢ ⎥ T = 50+10 ⎢ s ⎥ ⎣ ⎦
Keterangan : X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T
29
−
X : Mean skor kelompok s
: Deviasi standar skor kelompok
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap a. Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting. c. Pengaruh kebudayaan. Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut. d. Media massa. Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang tertentu. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama. Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap. f. Pengaruh faktor emosional. Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2010). g. Pendidikan Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam bersikap. h. Faktor sosial dan ekonomi Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda-beda.
30
i. Kesiapan fisik (status kesehatan) Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat. j. Kesiapan psikologis / jiwa Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya. (Azwar, 2010). 6. Ciri-ciri sikap menurut Azwar (2010), yaitu : a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan hidup. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. d. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. f. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar
E. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku seks pranikah Pengetahuan serta pemahaman tentang seks pranikah pada remaja akan membentuk suatu perilaku tertutup dimana pengetahuan dan sikap merupakan salah satu bentuk predisposisi dari perilaku atau dapat juga disebut sebagai overt behavior. Remaja yang mengetahui dan memahami secara benar tentang seks pranikah baik dari segi bentuk maupun dampaknya akan membuat dirinya menentukan sikap sebagai pendorong dari perilaku tersebut. Pengetahuan dan sikap yang baik akan menjadikan remaja berperilaku lebih baik terhadap tindakan seks pranikah.
31
Secara teori perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang meliputi perubahan pengetahuan, perubahan sikap hingga perubahan praktik. Beberapa peneliti telah membuktikan hal tersebut, namun penelitian lain juga membuktikan hal yang sebaliknya, artinya terdapat seseorang yang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2007). Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Perilaku
terdiri dari 3 domain yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan. Faktor yang membentuk perilaku ini disebut determinan ( Notoatmodjo, 2010 ). Banyak teori tentang determinan perilaku ini, masing-masing mendasarkan pada asumsi-asumsi yang dibangun. Salah satu teori determinan perilaku adalah deteminan perilaku menurut Lawrence Green. Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu : 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors), yaitu faktor – factor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, dan tradisi (Notoatmodjo, 2010). 2. Faktor-faktor pemungkin (enablings factors), yaitu faktor – faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010). 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor- faktor yang pendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Seperti adanya teladan dari tokoh masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
32
F. Kerangka Teori Faktor Internal : a. Dorongan biologis b. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologi c. Pengetahuan d. Sikap
Perilaku seks pra nikah
Faktor dari eksternal : a. Pergaulan b. Informasi dari teman dekat c. Pengawasan orangtua d. Kesempatan
Faktor dari teknologi media informasi dan komunikasi
Bagan 2.1 : Kerangka teori Sumber : Modifikasi Sugiyono (2009) dan Tarwoto (2010)
G. Kerangka Konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Pengetahuan tentang seks pra nikah Perilaku seks pra nikah Sikap terhadap seks pra nikah Bagan 2.1 Kerangka konsep H. Variabel penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang seks pranikah dan sikap terhadap seks pra nikah . 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku seks pranikah.
33
I. Hipotesis penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan tentang seks pranikah dengan sikap remaja pada siswa SMA Negeri 1 Godong. 2. Ada hubungan pengetahuan tentang seks pranikah dengan perilaku seks pranikah pada siswa SMA Negeri 1 Godong. 3. Ada hubungan sikap terhadap seks pranikah dengan perilaku seks pranikah pada siswa SMA Negeri 1 Godong