5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN Pada BAB ini menjelaskan teori tentang plastik,pirolisis dan macam macam jenis pengolahan sampah plastiik menjadi bahan bakar. 2.2 PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MENJADI MINYAK PLASTIK (CRUDE PLASTIC OIL) Mengkonversi sampah plastikmenjadi bahan bakar minyak termasuk daur ulang tersier. Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan). Cracking adalah proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat diguna sebagai bahan kimia atau bahan bakar. Ada tiga macam proses cracking yaitu hidro cracking, thermal cracking dan catalytic cracking (Panda, 2011) 2.2.1 Hydro cracking Hidro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses hydrocracking ini dibantu dengan katalis. Untuk membantu pencapuran dan reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin. Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Penelitian tentang proses hydrocracking ini antara lain telah dilakukan oleh (Rodiansono, 2005) yang
melakukan penelitian hydro cracking sampah plastik
polipropilena menjadi bensin ( hidrokarbon C5-C12 ) menggunakan katalis NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-Nb2O5. Proses hydro cracking dilakukan dalam reaktor semi alir ( semi flow-fixed bed reactor ) pada temperatur 300°C, 360°C, dan 400 °C; dengan laju alir gas hidrogen 150 mL/jam. Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan selektivitas produk C7-C8 tertinggi dicapai pada temperatur 360 °C dan rasio katalis/umpan 0,5. Kinerja katalis NiMo/zeolit menurun setelah pemakaian beberapa kali, tetapi dengan proses regenerasi kinerjanya bisa dikembalikan kembali. Setiap percobaan individu diselidiki dan dimonitor dengan baik. Percobaan menjalankan waktu kontur suhu dikelola oleh variac meter untuk melindungi over heating dan tumpang tindih reaktor kaca di dalam lumpur serta menahan retak super labu mendidih. keadaan awal dari suhu percobaan naik ke suhu yang lebih tinggi seperti 360 ºC untuk mencairkan plastik solid. Ketika limbah plastik awal sampel meleleh dan yang diambil sekitar 30 menit untuk menghasilkan uap untuk penurunan pertama produksi bahan bakar. Saat itu penurunan keadaan laju produksi bahan bakar spontan meningkat dan untuk membawa negara stabil suhu produksi bahan bakar mengalami penurunan 315 ºC. Dengan mempelajari erat pada beberapa percobaan di laboratorium NSR, menemukan bahwa produksi optimum dan diharapkan ditangkap di 300-315 ºC. Akhir percobaan untuk meningkatkan suhu hasil produksi naik menjadi 420 ºC untuk mencapai hasil maksimum margin produksi. Pada keadaan yang lebih tinggi dari suhu setiap percobaan dipantau dan dikendalikan sangat tulus untuk mengatasi insiden serius dan kejadian. Setelah sampel selesai penutupan percobaan dan untuk memungkinkan mendinginkan percobaan selama 15 menit. produk Selanjutnya cair (BBM) yang dikumpulkan dan dianalisis sifat dan kepadatan. Dalam studi banding kepadatan menemukan bahwa kepadatan bahan bakar HDPE-2 adalah 0,782 g / ml, LDPE-4 density bahan bakar 0,771 g / ml, PP-5 density bahan bakar 0,759 g / ml dan kepadatan bahan bakar PS-6 adalah 0,916 g / ml . Demikian pula di analitis diteliti ditemukan bahwa mereka memiliki variasi yang signifikan dalam komponen dan elemen. Dalam FTIR dan GCMS analisis setiap bahan bakar individu menemukan bahwa sebagian besar dari kelompok fungsional dan senyawa tidak unik di satu sama lain, bervariasi untuk berbagai jenis senyawa. Dalam GCMS Studi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
analitis menemukan bahwa bahan bakar yang berbeda memiliki berbagai jenis alifatik dan senyawa aromatik termasuk enam cincin anggota dan lima anggota senyawa cincin heterosiklik masing-masing. Dalam studi perbandingan struktur kimia HDPE-2 dan LDPE-4 setara -CH2- -CH3- kelompok yang muncul dalam rantai polimer mereka, dimana PP-5 dan PS-6 baik struktur mengandung senyawa benzena aromatik termasuk kelompok metilen tapi PP- 5 berisi metil -CH3- kelompok kelompok tidak ditemukan di PS-6. PS-6 berisi banyak metilen, monomer benzena dalam rantai hidrokarbon yang panjang. Informasi analitis rinci dibahas dalam hasil dan pembahasan bagian kertas ( Moinuddin Sarker, et. al., 2012 ). 2.2.2 Pirolisis (Thermal Cracking) Pirolisis adalah proses degradasi termal bahan – bahan polimer seperti plastik maupun material organik seperti biomasa dengan pemanasan tanpa melibatkan oksigen didalamnya. Proses ini biasanya berlangsung pada temperatur 150 – 800 oC ( Aguado et al., 2007 ). Selain itu, plastik merupakan polimer yang berat molekulnya tidak bisa ditentukan, ataupun dihitung. Karena itu, kecepatan reaksi dekomposisi didasarkan pada perubahan massa atau fraksi massa per satuan waktu. Produk pirolisis selain dipengruhi oleh suhu dan waktu, juga oleh laju pemanasan. (Rodiansono et al., 2007). produk dari pirolisis ini terdiri dari fraksi gas, cair dan residu padatan (Buekens dan Huang, 1998). Pirolisis plastik melibatkan tiga mekanisme dekomposisi yaitu 1). Pemotongan secara random rantai polimer yang menyebabkan terbentuknya rantai polimer yang lebih pendek, 2). Pemotongan pada ujung rantai dimana molekul kecil dan rantai panjang polimer akan terbentuk, 3). Pemisahan rantai polimer membentuk molekul – molekul kecil. Mekanisme tersebut akan sangat berhubungan dengan energi disosiasi ikatannya, derajat aromatisasi maupun keberadaan halogen dan heteroatom lainnya didalam rantai polimer (Xingzhong, 2006). Jenis plastik yang digunakan sebagai umpan pada proses pirolisis mempunyai korelasi langsung terhadap kualitas bahan bakar yang dihasilkan seperti distribusi atom karbon, flash point, bilangan oktan, bilangan setana, dan pour point. Tiap jenis plastik mempunyai struktur kimia dan mekanisme reaksi yang berbeda seperti ditunjukan pada gambar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Gambar 2.1 Struktur molekul PE, PP dan PS (Sumber: Syamsiro, 2015) PE adalah jenis plastik yang paling banyak ditemukan didalam sampah plastik baik itu yang masa jenisnya rendah (LDPE) maupun yang masa jenisnya tinggi (HDPE). PE disintesis dari polimerisasi etilen dimana perbedaan kondisi reaksi akan menghasilkan berbagai tipe PE. PP merupakan hasil polimerisasi propilen. Produk cairan hasil pirolisis PP yang utama adalah olefin yang menyerupai rangka dari molekul PP. Dibandingkan dengan PE PP menghasilkan lebih sedikit residu padatan dan lebih banyak produk cairan tetapi dengan rantai karbon yang lebih ringan. PS diproduksi dari polimerisasi Styrene monomer yang cukup baik untuk isolator pada komponen listrik. Hasil utama dari pirolisis PS adalah stryrene monomer yang dapat digunakan sebagai bahan maupun bahan baku kimia ( Syamsiro, 2015) Tabel 2.1 Karakteristik fisik minyak plastik dari hasil pirolisis sampah HDPE menggunakan beberapa katalis
(Sumber : syamsiro, 2015) Bajus dan Hájeková (2010), melakukan penelitian tentang pengolahan campuran 7 jenis plastik menjadi minyak dengan metode thermal cracking. Tujuh jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan komposisinya dalam persen berat adalah HDPE (34,6%) , LDPE (17,3%), LLPE (17,3%), PP (9,6%), PS (9,6%),
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini menggunakan batch reactor dengan temperatur dari 350 sampai 500 °C. Dari penelitian ini diketahui bahwa thermal cracking pada campuran 7 jenis plastik akan menghasilkan produk yang berupa gas, minyak dan sisa yang berupa padatan. Adanya plastik jenis PS, PVC dan PET dalam campuran plastik yang diproses akan meningkatkan terbentuknya karbon monoksida dan karbon dioksida di dalam produk gasnya dan menambah kadar benzene, toluene, xylenes, styrene di dalam produk minyaknya. Penelitian yang lain dilakukan oleh (Sarker et al., 2012). Pada penelitian ini, sampah plastik LDPE diolah menjadi kerosin dengan metode thermal cracking pada tekanan atmosfir dan dengan temperatur antara 150 °C dan 420 °C. Proses depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan katalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30 %. Bahan bakar yang diperoleh dari proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah dan nilai kalor yang baik. Dekomposisi pada pirolisis umumnya dibagi berdasarkan pola reaksi yang terutama ditentukan oleh struktur molekul dan kehadiran katalis. Tabel 2.1 menyajikan hasil pirolisis, dan dekomposisi yang terjadi sesuai dengan resinnya (Rizka dan Juliastuti, 2013). Tabel 2.2 Polimer resin, produk utama, dan macam dekomposisi pada pirolisis Resin
Dekomposisi yang terjadi
PE
Random chain rupture
PP
Random chain rupture Eliminasi HCl dari rantai,
PVC
dehidrogenasi, dan pembentukan rantai siklik Kombinasi dari unzipping dan
PS
chain rupture , untuk membentuk oligomers
Produk pada suhu rendah Waxes , paraffin oils, a-olefins
Produk pada suhu tinggi Gasses and light oils
Vaseline, olefins
Gasses and light oils
HCl (<300 o
Toluena (>300 oC)
benzene Stirena dan oligomernya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Stirena dan oligomernya
10
MMA dalam jumlah lebih PMMA
MMA
Unzipping
sedikit, dekomposisi lebih lanjut
PTFE PE PA-6
Unzipping
Monomer
TFE
Transfer β-hidrogen, penataan
Asam benzoat dan
ulang dan dekarboksilasi
vinyl terephthalate
Unzipping
Caprolactam
(Sumber: Rizka dan Juliastuti, 2013) Penelitian juga telah dilakukan oleh Endang K dkk (2016) penelitian dilakukan dengan cara mereaksikan plastik tipe LDPE dan PP dengan cara Thermal Cracking (pirolisis) dengan variasi suhu 250oC, 300oC, 350oC dan 400C.
Perolehan minyak (%)
60 39.92
40 30
50.8
46.02
50
20.74
34.52 27
24.52
30.84
20 10 0 250°C
300°C LDPE
350°C
400°C
PP
Gambar 2.2 Pengaruh Suhu terhadap hasil minyak (Sumber: Endang dkk, 2016)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Densitas minyak (gr/ml)
11
0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 0.78 0.76 0.74
0.8598 0.8481
0.8417 0.8349
0.8429 0.8128
0.7960.7905
250°C
300°C LDPE
350°C
400°C
PP
Gambar 2.3 Pengaruh Suhu terhadap Densitas minyak (Sumber: Endang et al, 2016) Penelitian juga pernah dilakukan oleh Ramadhan A dan Munawar ali (2012). Dalam penelitiannya mereka menghitung efisiensi alat reaktor pirolisis yang dirancangnya menggunakan perhitungan sebagai berikut:
(2.1) Dimana: e
= Efisiensi alat
V1
= Volume awal plastik (ml)
V2
= Volume minyak hasil pirolisis (ml)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Gambar 2.4 Konsep Alat Reaktor Pirolisis (Sumber: Ramadhan A dan Munawar ali, 2012) Dari hasil penelitian mereka pada suhu 250oC efesiensi reaktor dalam menghasilkan minyak masih sangat kecil,dikarenakan pada suhu ini proses pembakaran belum sempurna. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemanasan efesiensi reaktor dalam menghasilkan minyak semakin tinggi. Efesiensi tertinggi tercapai pada suhu 400oC dengan waktu pemanasan 60 menit dengan nilai 90,6% pada plastik HDPE dan 89% pada plastik LDPE.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Tabel 2.3 Pengaruh suhu dan waktu terhadap hasil minyak
(Sumber: Ramadhan A dan Munawar ali, 2012) 2.2.3 Catalityc cracking Cracking ini merupakan cracking yang dalam prosesnya menggunakan bahan katalis.. Keberadaan katalis mempunyai peranan penting di dalam proses pirolisis karena dapat menurunkan kebutuhan energinya dibandingkan dengan yang tanpa katalis serta menghasilkan formasi hidrokarbon cabang yang lebih banyak. Katalis juga dapat menurunkan waktu reaksi inisiasi dan memperbaiki kuantitas dan kualitas produk keluarannya. Katalis juga dapat mendorong selektifitas produk akhir sesuai dengan yang diinginkan. Perbandingan degradasi termal dan katalitik bahan plastik telah dipelajari oleh beberapa peneliti menggunakan berbagai macam katalis seperti silika alumina, fluid catalytic cracking (FCC), zeolit Y, HZSM-5, MCM-41, tanah liat dari pecahan batu genteng, arang dan zeolit alam. Percobaan pada pirolisis dilakukan dengan menggunakan HDPE sebagai bahan baku. Kedua retak termal dan catalytic cracking dilakukan. plastik retak termal pada berbagai rentang suhu 575ºC, 600ºC, 625ºC, dan 650ºC. Produk yang diperoleh dari komposisi yang berbeda dan menghasilkan produk berbeda untuk suhu yang berbeda. Untuk catalytic cracking katalis yang digunakan adalah silika alumina, modernite, karbon aktif dan aluminium silikat. Percobaan dilakukan dengan menggunakan umpan yang berbeda untuk rasio katalis dari 1: 1, 2: 1, 3: 1, dan 4: 1. Semua rasio ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
diperlukan kondisi suhu yang berbeda dan rentang waktu yang berbeda. Hasil produk cair bervariasi komposisi yang berbeda dari produk cair yang diperoleh untuk katalis yang berbeda dan rasio yang berbeda dengan umpan plastik. Cairan yang diperoleh adalah tertinggi untuk rasio tertentu pada suhu tertentu. Ini adalah kisaran optimum untuk katalis tertentu. Hal itu terlihat bahwa Alumina Silikat memberi produk cair maksimum dan itu adalah minimum untuk retak termal. Kualitas produk yang diperoleh juga lebih baik dalam hal catalytic cracking. Dalam setiap proses sekitar 2% dari karbon diperoleh sebagai residu akhir. ( Das, S. et. al., 2007 ) . Borsodi dkk, (2011), juga melakukan penelitian tentang pirolisis terhadap plastik yang terkontaminasi untuk memperoleh senyawa hidrokarbon. Pirolisis dilakukan di dalam reaktor tabung, dengan pemasukkan material plastik secara kontinyu. Plastik yang diproses ada dua macam, yaitu HDPE dalam kondisi bersih dan HDPE yang terkontaminasi minyak pelumas. Dalam penelitian ini temperatur pirolisis 500 °C. Pirolisis dilakukan dengan katalis (thermo-catalytic pyrolysis) dan tanpa katalis (thermal pyrolysis). Katalis yang digunakan adalah Yzeolite. Dari penelitian ini diketahui bahwa HDPE yang terkontaminasi produk volatilenya lebih tinggi dan densitasnya juga lebih tinggi. Pemakaian katalis mempengaruhi proses cracking pada HDPE yang tidak terkontaminasi, tetapi pada HDPE yang terkontaminasi pengaruh pemakaian katalis tidak signifikan. Pemakaian katalis menurunkan densitas dari minyak yang dihasilkan dari proses pirolisis.
Gambar 2.4 minyak hasil thermal dan catalytic cracking (Sumber: Das, S. et. al., S, 2007)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2.3 JENIS JENIS PLASTIK Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi.
Polimerisasi
adalah
proses
penggabungan
beberapa
molekul
sederhana(monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi , untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar et al., 2011).
Gambar 2.5 plastik (Sumber : lingkungan hidup, 2016) Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, akan mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk yang diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan. Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik di atas, thermoplastik adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya, lihat gambar dibawah ini:
Gambar 2.5 Lambang Plastik Berdasarkan Jenisnya (Sumber: Lingkungan hidup, 2015 ) Tabel 2.4 Jenis Plastik Kode Dan Penggunaannya No. Kode 1
Jenis Plastik PET (polyethylene terephthalate)
4
5
botol
botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas, dan botol
density
kosmetik
Polyethylene) 3
botol kemasan air mineral, botol minyak goreng, jus, sambal, botol obat, dan botol kosmetik
HDPE (High2
Penggunaan
PVC (Polyvinyl
pipa selang air, pipa bangunan, mainan, taplak meja dari
Chloride)
plastik, botol shampo, dan botol sambal.
LDPE (Low-
kantong kresek, tutup plastik, plastik pembungkus
density
daging
Polyethylene)
beku, dan berbagai macam plastik tipis lainnya.
PP (Polypropylene
cup plastik, tutup botol dari plastik, mainan anak, dan
atau Polypropene)
margarine kotak CD, sendok dan garpu plastik, gelas plastik, atau
6
PS (Polystyrene)
tempat makanan dari styrofoam, dan tempat makan plastik transparan
7
Other (O), jenis
botol susu bayi, plastik kemasan, gallon air minum,
plastik lainnya
suku
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
selain
cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-
dari no.1 hingga 6
alat elektronik, sikat gigi, dan mainan lego (Sumber: Kurniawan, 2012)
2.4 SIFAT THERMAL BAHAN PLASTIK Pengetahuan sifat thermal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang penting adalah titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi. Temperatur transisi adalah temperatur di mana plastik mengalami perengganan struktur sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Di atas titik lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas temperatur lebur, plastik akan mudah mengalir dan struktur akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi terjadi karena energi thermal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali dari temperatur transisinya (Budiyantoro, 2010) Data sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik bisa dilihat pada tabel berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Tabel 2.5 data temperatur transisi dan temperatur lebur plastik Jenis
Tm
Tg
Temperatur
Bahan
(oC)
(oC)
kerja maks. (oC)
PP
168
5
80
HDPE
134
-110
82
LDPE
330
-115
260
PA
260
50
100
PET
250
70
100
ABS
110
85
PS
90
70
PMMA
100
85
PC
150
246
PVC
90
71
(Sumber: Budiyantoro, 2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/