BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Material Keramik Bio gelas sebagai bagian dari biomaterial yang dihasilkan dari sintesis
Ca-ferrite untuk aplikasi deteksi kanker termasuk material keramik. Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani, yaitu keramikos, yang artinya barang/bahan yang dibakar (burnt stuff), hal tersebut mengindikasikan bahwa sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas pada temperatur tinggi yang disebut firing [2]. Material keramik dapat didefinisikan sebagai suatu material solid yang terbentuk melalui aplikasi panas, terkadang panas dan tekanan, dan terdiri dari paling sedikit satu unsur metal dan satu unsur intermetalik atau satu unsur nonmetal, atau kombinasi dari paling sedikit dua unsur intermetalik, atau kombinasi dari paling sedikit dua unsur intermetalik dan unsur non metal [3]. Keramik bersifat getas dikarenakan sulit untuk berdeformasi plastik. Keramik mempunyai ikatan ion dan jumlah slip sistem yang sedikit. Oleh sebab itu, karakteristik keramik yang demikian membuat keramik tidak mulur pada temperatur kamar. Fungsi dari produk keramik sangat bergantung pada komposisi kimia dan struktur mikronya, yang kemudian akan menentukan sifatnya. Komposisi kimia dari suatu produk keramik sangat bervariasi, diantaranya penggunaan senyawa oksida dan non-oksida. Struktur, distribusi butir, fasa batas butir, kemudian struktur dan distrubusi dari pori juga dikontrol dengan teliti untuk mendapatkan produk dengan performansi dan kualitas yang lebih baik. Dalam perkembangan dan produksi keramik maju, pengawasan yang ketat terhadap bahan dan proses pembuatan keramik maju juga dijaga dengan sebaik mungkin untuk mengurangi cacat pada struktur mikro.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keramik bioaktif dengan sifat semi inert pada kajian ini merupakan klasifikasi material di bidang fungsi biologi dan magnetik. 2.2. Biomaterial Biomaterial lahir dari kebutuhan manusia agar terhindar dari ancaman bagi kesehatan dan hidup oleh permasalahan seperti yang ditimbulkan akibat kegagalan fungsi salah satu organ tubuh manusia. Biomaterial berkenaan dengan aspek bidang material dari peralatan medis. Biomaterial berurusan dengan sifat kimia dan fisika dari material dan kecocokannya untuk perangkat khusus. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana sifat ini berubah dengan lingkungan biologis dan bagaimana material mempengaruhi tubuh. Biomaterial dari bahan keramik berupa material yang terbuat dari mineral non-logam yang dapat mempunyai kekerasan yang tetap dengan cara dibakar pada temperatur tinggi. Karakteristiknya yaitu senyawa inorganik/nonlogam tersebut tersusun atas ikatan ion dan kovalen. Contoh : alumina, kalsium phosphat, hydroxy apatite sintetis, gelas keramik, dan karbon. Beberapa definisi dari biomaterial, yaitu : • “Material buatan yang mempunyai sifat sama baiknya dengan material alami yang berinteraksi dengan jaringan, darah dan aliran biologi tubuh yang digunakan untuk aplikasi prosthetic, diagnostic, therapeutic dan storage tanpa berakibat merugikan komponen jaringan yang hidup di dalam tubuh.” (Bruck, 1980) [6] • “Material yang bersifat nonviable (tidak hidup di dalam tubuh manusia) yang digunakan dalam perlengkapan medis dan mempengaruhi susunan biologis manusia.” (Black, 1992) [6] Aplikasi Biomedis • Pendeteksian
: MRI (Magnetic Resonance Imaging)
• Terapi medis
: Hyperthermia
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 2. 1. Pengujian Biomaterial Untuk mengetahui apakah biomaterial tersebut dapat diterima oleh tubuh atau tidak, dilakukan pengujian dari reaksi pada jaringan tubuh terhadap biomaterial tersebut. Metode pengujiannya antara lain : •
In Vitro Assessment of Tissue Compatibility (pengujian dilakukan di laboratorium menggunakan kaca) Metode “cell culture” digunakan untuk menganalisis compatibility (kecocokan) biologi dari material, “carcinogencity” suatu material, “mutagenicity” material, dan gangguan eritrosit karena material tersebut.
•
In Vivo Assessment of Tissue Compatibility (pengujian dilakukan terhadap hewan atau manusia) Pengujian secara in-vivo ini yang berkaitan dengan compatibility dari biomaterial dan peralatan medis terhadap jaringan tubuh manusia adalah unsur yang paling penting dari pengembangan dan penggunaan pada tubuh manusia.
2. 2. 2. Reaksi Tubuh terhadap Biomaterial Setelah biomaterial ditempatkan di dalam tubuh manusia, biasanya jaringan yang hidup di dalam tubuh akan bereaksi jika penempatannya salah ataupun tidak cocok dengan jaringan di sekitarnya. Penolakan dari tubuh tersebut dapat mengakibatkan terjadinya : 1. Hemolysis, yaitu gangguan pada eritrosit (sel darah merah) yang terjadi sebagai tanggapan dari tubuh terhadap penggunaan material asing di dalam tubuh.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Hypersensitivity.
Material
yang
asing
di
dalam
tubuh
bisa
mengakibatkan tanggapan menolak oleh sistem kekebalan tubuh (immune). 2. 2. 3. Persyaratan Biomaterial untuk Terapi Kanker 1. Biocompatibility, artinya material tersebut dapat diterima oleh jaringan di sekeliling implant serta dapat diterima oleh tubuh.[5] (Williams, 1987). Biocompatibility juga merupakan kemampuan material bekerja selaras dengan host atau tubuh tanpa menimbulkan racun ataupun efek lain yang berbahaya. Biocompatibility dipengaruhi oleh beracun atau tidaknya material yang digunakan, bentuk dan design implant, keahlian dokter bedah memasukkan implant ke dalam tubuh manusia, ketahanan implant terhadap degradasi kimia atau struktur dan reaksi yang terjadi pada tubuh manusia. Biocompatible material tidak mengganggu struktur di sekelilingnya, tidak menimbulkan peradangan yang abnormal, tidak menyebabkan alergi, tidak terdegradasi di dalam tubuh dan tidak menyebabkan kanker.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Fenomena Permukaan Biocompability Material [7] 2. Bioactive, artinya material tersebut bisa berikatan dengan jaringan yang hidup di sekitarnya pada tubuh manusia. Contoh : jenis gelas tertentu , keramik, dan gelas-keramik yang terdiri dari silikon oksida, natrium, kalsium, dan phosphor (SiO2, Na2O, CaO, dan P2O5). Bioactive material membentuk lapisan aktif di permukaan yang akan membentuk ikatan antara jaringan tubuh dengan material.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 3. Gelas (Glass) Gelas adalah material silikat non-kristalin yang mengandung oksidaoksida seperti CaO, Na2O, K2O, Al2O3, yang mempengaruhi sifat gelas yang memiliki struktur amorf dibawah temperatur transisinya.[8] Sifat : Bahan transparan Æ homogen dan tak berpori Pelelehan dan pencampuran sempurna (Pori = gelembung gas Æ pengaturan viskositas lelehan) Tidak punya titik leleh Volum spesifik (volum per satuan berat) berkurang secara kontinyu dengan penurunan suhu (liquid Æ supercooled liquid) Æ melewati suhu transisi gelas, Tg Æ slope kurva sedikit berkurang Æ Gelas
Gambar 2.2. Struktur amorf gelas silika (SiO2)
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.3. Proses terbentuknya gelas
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bentuk kristalin silika yang terdapat di alam adalah quartz, sedangkan tridymite dan cristobalite adalah fasa yang terbentuk dari hasil pemanasan silika pada temperatur yang lebih tinggi.
Gambar 2.4 Transformasi perubahan fasa silika 2. 4. Keramik Bio Gelas Devitrification yaitu transformasi gelas dari nonkristalin menjadi kristalin dengan heat treatment pada T tinggi (dgn penambahan nucleating agent, TiO2) Æ bahan polikristalin berbutir halus (glass-ceramic) Bio gelas adalah material yang lapisannya menyerupai struktur jaringan tubuh manusia sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam pengobatan / terapi penyakit yang ada di dalam tubuh manusia. Keramik Bio gelas dibuat melalui quenching yang dimulai dari temperatur saat gelas mengalami pelelehan hingga mencapai temperatur gelas transisi, kemudian proses heat treatment pada temperatur rekristalisasinya. Keramik Bio Gelas Aktif
Hematite (α-Fe2O3) Rhombohedral (a = b = c, α = β = γ == 90º)
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 5. Sel Kanker Kanker atau disebut juga dengan karsinoma merupakan penyakit yang disebabkan rusaknya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang diatur oleh gen karena terjadi mutasi pada sel normal oleh pengaruh radiasi, virus, hormon dan bahan kimia karsinogen. Banyak orang beranggapan bahwa tumor sama dengan kanker. Padahal pengertian kanker dan tumor sangat jauh berbeda. Bahwa tumor adalah pengertian untuk benjolan yang ada pada tubuh yang semakin membesar, sedangkan pengertian kanker adalah sel tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan (transformasi) sehingga bentuk, sifat dan kinetiknya berubah, sehingga tumbuhnya menjadi autonom, liar, tidak terkendali dan terlepas dari koordinasi petumbuhan normal dan bersifat ganas. Kematian yang disebabkan karena kanker menduduki urutan terbanyak kedua, setelah penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia mortalitas karena kanker menduduki urutan ke-6. Saat ini diperkirakan sepertiga penderita kanker dapat disembuhkan, sepertiga dapat dipaliasi, yaitu diperbaiki kualitas hidupnya, diringankan penderitaannya dan diperpanjang usianya, dan sepertiga lagi tidak dapat dikendalikan perjalanan penyakitnya, sehingga kurang lebih duapertiga dari jumlah penderita kanker akhirnya meninggal karena penyakit kanker itu sendiri (Sukardja, 2000). Kanker bisa disebabkan oleh adanya bahan kimia yang bersifat karsinogen atau karena iritasi. Selain itu makanan dan minuman yang mengandung senyawa kimiawi atau yang diolah dengan senyawa kimia sintetis untuk pewarna, aroma, pengawet, bumbu penyedap, kelainan genetik, asap rokok, radiasi sinar UV dapat dipakai sebagai pencetus zat karsinogenik pemicu kanker yang memungkinkan terjadinya kerusakan struktur genetik yang mengakibatkan pertumbuhan sel tersebut tidak terkontrol [9].
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 6. Hyperthermia (Termoterapi) pada Penyakit Kanker Hyperthermia hampir selalu digunakan bersamaan dengan bentuk terapi kanker yang lain seperti terapi radiasi dan kemoterapi. Hyperthermia merupakan jenis perlakuan terhadap perawatan penyakit kanker di bagian tubuh yang terekspous menuju temperatur tinggi (sampai dengan 45º C) untuk merusak dan membunuh sel kanker. Penelitian telah menunjukkan bahwa temperatur tinggi dapat merusak dan membunuh sel kanker, biasanya dengan cedera minimal ke arah jaringan yang normal dengan cara : (1) Dengan membunuh sel kanker dan merusak protein dan strukturnya di dalam sel. (2) Hyperthermia memungkinkan dalam penyusutan tumor Hyperthermia memungkinkan membuat beberapa sel kanker lebih sensitif terhadap radiasi atau merusak sel kanker lainnya dimana radiasi tidak dapat merusaknya. Ketika hyperthermia dan terapi radiasi dikombinasikan, seringkali
masing-masing
diberikan
selama
tidak
lebih
dari
sejam.
Hyperthermia juga dapat mempertinggi efek/pengaruh obat-obatan antikanker tertentu. Banyak uji klinis yang telah mempelajari hyperthermia dalam kombinasinya dengan terapi radiasi dan atau kemoterapi. Kajian studi ini difokuskan pada pengobatan beberapa jenis kanker yang meliputi sarcoma, melanoma, dan kanker kepala dan leher, otak, paru-paru, kerongkongan, payudara, kandung kemih, anus, hati, usus buntu, leher rahim. [8]
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 7. Hubungan antara SBF, Keramik Bio Gelas aktif α-Fe2O3 dengan Radiotherapy Glass Radiotherapy glass adalah radioaktif gelas yang digunakan pada penyinaran in situ sebagai terapi penyakit kanker dan tumor pada tubuh manusia yang memanfaatkan gelombang radioaktif. [8] Pembuatan bahan radiotherapy glass [11] : Glass melting (1550oC – 1650oC) Æ Quench Æ Microsphere formation Æ Sizing Æ Neutron activation Cara kerja Radiotherapy glasses :
Gambar 2.5. Sel kanker sebelum dan setelah mengalami treatment [10] Darah manusia akan membawa bio gelas aktif keramik α-Fe2O3 sebagai bahan aktif yang tidak stabil keseluruh tubuh manusia. Ketika menemui suatu sel kanker yang unstable maka α-Fe2O3 akan mengelilingi sel kanker tersebut dan menempel pada permukaannya (pelapisan sel kanker - diselimuti oleh bio gelas aktif keramik) Pelapisan sel kanker ini ketika dilihat menggunakan MRI akan terlihat seberapa besar sel kanker tersebut.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Alur kerjanya sebagai berikut : 1. Sel kanker mengalami pembelahan yang sangat cepat dan tidak terkontrol sehingga ion-ionnya menjadi tidak stabil 2. α-Fe2O3 yang tidak stabil ikut menempel pada ion-ion yang tidak stabil tsb 3. α-Fe2O3 yang larut dan diikat oleh darah selanjutnya di-delivery ke kanker. 4. α-Fe2O3 akan merusak struktur DNA dari kanker tersebut sehingga akan mematikan sel – sel tumor tersebut. 5. MRI membantu keramik bio gelas aktif (α-Fe2O3) mendeteksi kanker dan menghambat bahkan memusnahkan /menghancurkan sel kanker pada suhu 45°C 2. 8. Simulated Body Fluid (SBF) Simulated Body Fluid adalah suatu larutan yang dibuat menyerupai kondisi darah manusia, dengan cara mengatur konsentrasi ion – ion seperti yang terkandung di dalam tubuh manusia sehingga pH-nya menyerupai kondisi tubuh manusia. Beberapa standar yang sering digunakan [12] : Tabel II.1. Konsentrasi ion pada SBF (mM) ION Na+ K+ Mg+ Ca+ ClHCO3HPO42SO42-
Blood Plasma 130 - 155 4.0 - 5.6 1.6 - 2.2 4.0 - 5.5 100 - 110 24 - 30 1.6 - 2.7 0.7 - 1.5
HBSS 141.7 5.7 0.8 1.7 145.6 4.2 0.7 0.8
17
Ringer's sol 39.1 1.4 0 0.4 40.7 0.6 0 0
Kokubo et al 142 5.0 1.5 2.5 147.8 4.2 1.0 0.5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 8. 1. Simulated Body Fluid (SBF) Ringer SBF memiliki konsentrasi ion standar yang bisa diperoleh secara stoikiometri melalui prekursor NaCl, CaCl2, KCl, NaHCO3, K2HPO4.3H2O, MgCl2.6H2O, Na2SO4 dan ditunjang dengan larutan penyangga (buffer) jenis Tris (hydroxymethyl) aminomethane dan HCl. Tabel II.2. Komposisi penyusun konsentrasi ion SBF Prekursor
Ringer`s sol
Kokubo, et al
(1000 mL)
(750 mL)
NaCl
9,0 g
7,996 g
CaCl2
0,24 g
0,278 g
KCl
0,42 g
0,224 g
NaHCO3
0,20 g
0,350 g
K2HPO4.3H2O
0,228 g
MgCl2.6H2O
0,305 g
Na2SO4
0,071 g
Simulated Body Fluid dibuat dengan cara mencampurkan semua bahan di atas ke dalam satu liter aquades pada temperatur 37oC, kemudian distir menggunakan stirer magnetik.
Gambar 2.6. Cara kerja stirer magnetik pada pembuatan SBF Ringer
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 8. 2. Tris Buffer Solution (TBS) Banyak reaksi dalam tubuh sensitif terhadap pH karena melibatkan enzim yang hanya dapat bekerja pada pH tertentu. Oleh karena itu, tubuh memiliki sistem larutan penyangga (buffer). Larutan buffer yang mengandung tris (hydroxymethyl)-aminomethane menjadi standar kerja dan pH buffer karena stabilitasnya dan kecocokannya dengan cairan biologis. (Anderson et al 1990; Li et al 1992) [12] •
Tris (hydroxymethyl) aminomethane
: 50 mM = 5 g/L
•
HCl 45 mM
: 40 mL
Tabel II.3. Perbandingan Tris - HCl
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 9. Larutan Penyangga (Buffer) Larutan penyangga sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam tubuh makhluk hidup maupun dalam aplikasinya di lapangan. Larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan perubahan dalam pH baik adanya penambahan asam atau basa. Larutan buffer digunakan jika reaksi membutuhkan pH konstan. Banyak reaksi dalam tubuh sensitif terhadap pH karena melibatkan enzim yang hanya dapat bekerja pada pH tertentu. Oleh karena itu, tubuh memiliki sistem larutan penyangga. pH darah dalam tubuh manusia berkisar 7,35 – 7,45. pH darah tidak boleh turun di bawah 7,0 atau naik di atas 7,8 karena akan berakibat fatal bagi tubuh. Untuk mempertahankannya, darah memiliki beberapa larutan penyangga alami, yaitu haemoglogin, penyangga karbonat H2CO3/HCO3-, dan penyangga fosfat H2PO4-/HPO42-. Kondisi dimana pH darah di bawah pH normal disebut asidosis. Sementara jika pH darah di atas pH normal dinamakan alkalosis. Tubuh memiliki cara tersendiri untuk mengatasi hal tersebut. Pada kondisi asidosis, laju pernapasan akan meningkat dan ginjal akan mengeluarkan urin dengan kandungan asam lebih tinggi. Jika terjadi kondisi alkalosis, laju pernapasan menurun dan urin mengandung sedikit asam. Darah merupakan salah satu sistem larutan penyangga terpenting dalam tubuh. Darah memilki kisaran pH 7,35 – 7,45 dan sistem larutan penyangga dalam darah adalah asam karbonat-bikarbonat.
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 10. Heat Treatment Heat treatment adalah metode yang digunakan untuk mengubah sifat fisika dan kimia dari suatu material dengan memvariasikan temperaturnya[13]. Hal ini penting untuk kualitas performansi keramik dalam aplikasinya. Proses heat treatment memungkinkan fasa gelas terpisah dan diikuti kristalisasi CaFe4O7 dan α-Fe2O3.
Gambar 2.7. Proses heat treatment keramik gelas 2. 11. Karakterisasi Material Teknik karakterisasi material yang digunakan dalam penelitian ini sehingga
sifat-sifat
dari
material
yang
dipengaruhi
oleh
sifat-sifat
mikrostrukturnya dapat diketahui adalah XRD dan SEM. Untuk mempelajari modifikasi yang terjadi di permukaan, kajian XRD dilakukan pada sampel yang direndam pada SBF Ringer. Untuk mempelajari perubahan komposisi yang terjadi di permukaan, analisis energy dispersive X-ray (EDX) dilakukan terhadap sampel yang direndam dan yang tidak direndam pada SBF Ringer.
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 11. 1 Scanning Electon Microscope (SEM)
SEM atau Scanning Electron Microscope merupakan salah satu instrumen untuk mengkarakterisasi khususnya permukaan material atau dari lapisan yang tebalnya 20µm dari permukaan.
Gambar 2.8. Skema dasar SEM [13] SEM merupakan jenis mikroskop elektron dimana berkas elektron yang dihasilkan oleh electron gun akan diteruskan untuk memindai (scan) permukaan spesimen sehingga didapatkan topografi sampel dengan perbesaran max 100.000 kali. Berkas elektron yang telah diemisikan akan difokuskan dengan menggunakan seperangkat lensa magnetik dan akan ditangkap oleh tabung sinar katoda. Berkas elektron tersebut akan berinteraksi dengan sampel dan emisi hasil interaksi yang berupa secondary electron akan dideteksi oleh detektor dan ditampilkan pada layar dalam bentuk topografi permukaan sampel. Gelap terang yang dihasilkan terjadi karena adanya perbedaan nomor atom unsur yang ada pada permukaan spesimen. Perbedaan nomor atom akan
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA menyebabkan back scattered electron dan menghasilkan intensitas yang berbeda-beda. Teknik SEM yang digabung dengan EDS (Energy Dispersive Spectoscopy) dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang terdapat pada fasa yang terlihat pada gambar struktur mikro. Dengan cara ini kandungan unsur dapat diperoleh secara kualitatif atau pun semi kuantitatif. Spesimen yang hendak diamati pada SEM harus memiliki konduktivitas listrik yang baik tanpa harus dipoles dan dietsa, jika spesimen tidak konduktif maka spesimen harus dilapisi dengan lapisan konduktif tipis seperti emas. Spesimen yang akan diamati pada SEM harus berada dalam kondisi vakum, karena elektron dapat terhambat jika ada udara. Prinsip Kerja SEM : 1. Electron gun (Gambar 2.7) yang dilengkapi dengan filamen tungsten (6-12 V DC) berfungsi sebagai sumber untuk menembakkan elektron. 2. Berkas elektron dapat ditembakkan ke spesimen karena terdapat beda potensial yang berasal dari high-voltage supply (1-30 kV). 3. Ketika menumbuk spesimen akan terjadi interaksi antara primary electron dengan spesimen sehingga ada yang diserap dan ada yang menghasilkan x-ray dan elektron Hasil interaksi elektron dengan spesimen antara lain : a. Secondary electron yang ditangkap oleh Detektor SE (Secondary Electron) menghasilkan image b. Backscattered electron yang ditangkap oleh detektor BSE (Back Scattered Electron) menghasilkan image dan menampilkan perbedaan kontras berdasarkan perbedaan berat massa atom. c. X-ray (characteristic dan continuous) fluorescent emission, yang ditangkap oleh detektor X-ray untuk identifikasi unsur kimia (EDS) yang terdapat dalam material. d. Auger electron umumnya digunakan untuk analisis permukaan
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.9. Interaksi elektron dengan spesimen [13] Preparasi dan Teknik Kerja SEM di Lapangan (PPGL) •
Pemotretan/Pemeriksaan Conto (Mikrofosil, batuan, mineral) dengan SEM
•
Ditempel pada spesimen holder (dotite, double sticky tape)
•
Dibersihkan dengan hand blower
•
Diberi lapisan tipis (coating) gold-paladium (ion sputter JFC-1100)
•
Conto dimasukkan ke dalam spesimen chamber
•
Pengamatan/penelitian image pada layar SEM
•
Pemotretan dan Publikasi
2. 11. 2. X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan suatu teknik karakterisasi untuk mengidentifikasi fasa kristalin (bentuk senyawa) yang terdapat dalam suatu material, sifat struktural material seperti, ukuran kristalit, komposisi fasa, orientasi, dan struktur defek. Puncak hasil XRD dapat dipakai untuk analisa kuantitatif yang akurat akan suatu susunan atom material.
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sinar-X dapat timbul akibat adanya perbedaan potensial pada suatu ruang vakum sehingga elektron akan bergerak dari sumber elektron yang berupa filamen (katoda) menuju material target (anoda). Elektron yang menumbuk material target akan menghasilkan sinar-X. Sinar-X yang dihasilkan oleh tabung filamen akan menumbuk sampel. Bila sampel tersebut adalah sampel yang kristalin maka hukum Bragg akan berlaku. Selanjutnya akan terjadi difraksi sinar-X, dimana berkas-berkas sinarX yang datang akan dibelokkan lalu berinterferensi maksimum sehingga didapatkan suatu puncakan (peak) pada sudut dengan nilai 2θ tertentu. Informasi 2θ yang diperoleh dapat menunjukan nilai d-spacing puncakan tersebut. Dengan mencocokkan nilai-nilai d-spacing tersebut dengan indeks Hanawalt, maka kita dapat mengetahui senyawa pada sampel yang dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X tersebut.
Gambar 2.10.Difraksi sinar-X oleh bidang – bidang atom pada kristal [ 14] Bidang A-A’ merupakan suatu bidang atom yang sejajar dengan bidang B-B’ dengan jarak antar bidang dhkl. Sinar datang 1 dan 2 merupakan berkas sinar-X yang paralel dan monokromatik. Sinar datang akan dibelokkan oleh atom P dan
25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA atom Q dan menghasilkan sinar 1’ dan sinar 2’ yang membentuk sudut sebesar θ terhadap bidang A-A’. Agar difraksi dapat berlangsung maka perbedaan lintasan sinar-X yang terjadi (yaitu S-Q-T) harus sebesar nλ, dimana n adalah bilangan asli dan λ merupakan panjang gelombang sinar-X. Maka kondisi difraksi dapat dirumuskan : nλ = SQ + QT
(2.1)
atau nλ = dhkl sinθ + dhkl sinθ = 2 dhkl sinθ
(2.2)
(Hukum Bragg) Nilai dhkl dapat dicocokkan pada indeks Hanawalt hingga kita dapat mengetahui jenis senyawa dari sampel yang dikarakterisasi.
2. 11. 2. 1. Analisa Kualitatif Menggunakan XRD Analisa kualitatif untuk menentukan struktur kristal dari suatu material menggunakan difraksi sinar X dilakukan dengan cara membandingkan pola difraksi senyawa yang tidak diketahui dengan pola difraksi material pembanding yang kita miliki. Permasalahannya adalah dibutuhkannya suatu sistem klasifikasi dari pola difraksi yang diketahui sehingga pola difraksi yang tidak diketahui dapat diindentifikasi dengan cepat dan tepat. Joint
Committee
in
Powder
Diffraction
Standards
(JCPDS)
mengumpulkan data pola difraksi dari material-material dalam bentuk Powder Diffraction File (PDF). Material-material yang termasuk dalam PDF tersebut adalah unsur, paduan, senyawa anorganik, mineral, senyawa organik dan senyawa organometalik.
26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 11. 2. 2. Determinasi Ukuran Kristalit
Ukuran rata-rata kristalit dapat dihitung menggunakan hasil XRD. Apabila saat difraksi, sinar datang paralel secara sempurna dan monokromatis serta spesimen merupakan perfect crystal, maka hasil difraksi akan berupa suatu garis vertikal tanpa adanya broadening [16]. Scherrer mencoba mengekspresikan broadening yang disebabkan oleh ukuran kristalit yang kecil dalam persamaan: B crystallite = kλ/Lcosθ
(2.1)
di mana k adalah konstanta, λ adalah panjang gelombang x-ray yang digunakan, θ adalah sudut Bragg, dan L adalah ukuran kristalit rata-rata [15]. Apabila broadening karena alat tidak bisa dihilangkan dan spesimen tidak mengalami regangan latis, maka broadening dari sebuah puncak dapat dianggap berasal dari ukuran kristalit saja sehingga Bcrystallite merupakan lebar puncak rata-rata. Lebar puncak rata-rata merupakan lebar puncak pada setengah tinggi maksimumnya atau yang biasa disebut FWHM (Full Width at Half Maksimum). Jadi persamaan (2.1) menjadi: L = kλ/Bcosθ
(2.2)
dengan B merupakan FWHM dalam radian. Perbedaan hasil pengukuran morfologis pada SEM dengan hasil perhitungan menggunakan metoda Scherrer dapat disebabkan oleh pengukuran morfologis yang dilakukan dengan metoda overestimate di mana diameter partikel yang diukur adalah berdasarkan sumbu terpanjang dari partikel sedangkan perhitungan Scherrer merupakan rata-rata dari diameter partikel.
27