BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diri 1. Definisi Konsep Diri Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh asuhan dari orang tua dan lingkungannya (Tarwoto & Wartomah, 2006). Konsep diri merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan suatu pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, ide, nilai, tujuan, kemampuan (Hidayat, 2009). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, konsep diri merupakan sikap yang unik pada manusia yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Di dalamnya berupa ide, pikiran, kepercayaan yang di ketahui oleh diri masing-masing. Manusia sebagai suatu organisme memiliki dorongan untuk berkembang serta mampu menyesuaikan diri terhadap keadaan yang dihadapinya, sehingga ia mampu menjadi pribadi yang dapat membentuk sebuah konsep diri.
8
9
2. Komponen Konsep Diri Komponen Konsep diri terdiri dari lima bagian: 1. Gambaran Diri / Citra Tubuh (Body Image) Gambaran diri (body image) mencakup individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya mengenai perasaan citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, feminitis, maskulinitis, keremajaan, kesehatan dan kekuatan. Gambaran diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat menentukan norma yang diterima luas mengenai gambaran diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat badan yang ideal, warna kulit, tidik tubuh, serta tatto dan lainnya (Hidayat, 2009). Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dari perasaan tentang ukuran, bentuk dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu (Tarwoto & Wartonah, 2006). 2. Ideal Diri (Self Ideal) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan dan nilai personal atau nilai personal tertentu (Stuart, 2006). Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi (Tarwoto & Wartonah, 2006). Standar pribadi berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, tujuan nilai yang ingin diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita atau pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri (Sulistiawati, 2005). 3. Harga Diri (Self esteem) Menurut Hidayat (2009) Harga diri adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara prilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun orang lain. Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan dicinta, diterima orang lain, serta keberhasilan yang telah dicapai individu dalam hidupnya.
10
4. Peran (Role Performance) Peran adalah serangkaian prilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, prilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat, misalnya sebagai orang tua, atasan, teman dekat dan sebagainya. Setiap peran berhubungan dengan penemuan harapan tertentu apabila harapan tersebut dapat terpenuhi rasa percaya diri seseorang akan terpenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat (Hidayat, 2009). Peran adalah serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan social berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang di ambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart, 2006). 5. Identitas (Identity) Identitas diri adalah perilaku individu tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh. Identitas diri mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas diri sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seseorang dari orang lain mengenai dirinya (Hidayat, 2009). 3. Perkembangan Konsep Diri Konsep diri yang dimiliki oleh seseorang tidak akan terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhan, terutama akibat hubungan seseorang dengan orang lain. Dalam berinteraksi, setiap individu dapat menerima tanggapan. Tanggapan yang diterima dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dimana pada akhirnya seseorang mulai
11
mengetahui siapa dirinya. Apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya (Sudarmaji, 2004). 4. Tahap Perkembangan Konsep Diri Tahap perkembangan individu menurut (Hidayat, 2009). Pada umur 1 tahun individu menumbuhkan rasa percaya diri konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain dan membedakan dirinya dengan orang lain. Pada umur 3 tahun individu mulai menyatakan apa yang disukai dan tidak disukai, meningkatkan kemandirian dalam berpikir dan bertindak, menghargai penampilan dan fungsi tubuhnnya dan mengembangkan diri serta mencontoh orang yang dikaguminya, meniru dan bersosialisasi. Umur 3-6 tahun memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin, meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan ketrampilan berbahasa termasuk pengenalan dan perasaan seoerti senang, kecewa, sedih dan sensitive terhadap umpan balik keluarga. Pada umur 6-12 tahun menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga tidak lagi dominan, meningkatkan harga diri dan kepuasan ketrampilan baru, menguatnya identitas sosial dan menyadari kekuatan dan kelemahan. Usia 12-20 tahun menerima perubahan tubuh, belajar tentang disikap, nilai dan keyakinan , menentukan tujuan masa depan, meraih positif atas perkembangan konsep dirinya dan berinteraksi dengan orang-orang yang menurutnya menarik secara seksual dan intelektual. Usia 20-40 tahun memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dengan orang lain, memiliki perasaan yang stabil dan positif mengenai dirinya dan mengenai keberhasilan transisi peran dan meningkatkan tanggung jawab. Pada usia 40-60 tahun, dapat menerima perubahan penampilan dan ketahanan fisik . Usia 60 tahun, individu merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan dan berkeinginan untuk meninggalkan warisan untuk generasi berikutnya.
12
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri : a. Lingkungan Lingkungan di sini adalah lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikologis adalah segala lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan perbaikan psikologis nya yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri (Hidayat, 2009). b. Pengalaman Masa Lalu Adanya umpan balik dari orang- orang penting, situasi stresor sebelumnya, penghargaan diri dan pengalaman sukses atau gagal sebelumnya, pengalaman yang penting dalam hidup, atau faktor yang berkaitan dengan masalah stresor, usia sakit yang diderita, trauma, semuanya dapat mempengaruhi konsep diri (Hidayat, 2009). c. Tingkat Tumbuh Kembang Adanya dukungan mental yang cukup akan membentuk konsep diri yang cukup baik. Sebaliknya, kegagalan selama masa tumbuh kembang akan membentuk konsep diri yang kurang memadai (Hidayat, 2009). d. Tingkat Perkembangan Dan Kematangan Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya (Tarwoto & wartonah, 2006). e. Budaya Pada usia anak-anak, nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya dan lingkungannya. Orangnya
yang harmonis koping
individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya asanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat (Tarwoto & Wartonah, 2006).
13
f. Sumber Eksternal dan Internal Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat (Tarwoto & Wartonah, 2006). g. Pengalaman Sukses Dan Gagal Adanya kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya (Tarwoto & Wartonah, 2006). h. Stresor Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri dan kecemasan (Tarwoto & Wartonah, 2006). i. Usia, Keadaan sakit dan Trauma Usia tua, keadaan sakit akan dapat mempengaruhi persepsi dirinya (Tarwoto & Wartonah, 2006). 6. Jenis-jenis Konsep Diri Menurut Syahputra (2009) Perkembangan konsep diri tebagi atas dua bagian, yaitu: 1. Konsep Diri Positif Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggan besar tentang dirinya. Konsep diri positif bersifat stabil dan berfariasi. Seseorang yang memiliki konsep diri positif adalah seseorang yang mengetahui betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam- macam tentang dirinya, sehingga evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif akan merancang tujuan yang sesuai dengan realitas.
14
2. Konsep Diri Negatif Ada dua tipe seseorang yang memiliki konsep diri negatif yaitu pandangan tentang dirinya terlalu stabil dan teratur, hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat dimana pandangan individu tentang dirinya benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahan nya atau di hargai dalam kehidupan nya. 7. Karakteristik Konsep Diri yang rendah Menurut Tarwoto & Wartonah (2003), ada beberapa karakteristik konsep diri yang rendah, yaitu : menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu tidak mau berkaca, menghindari diskusi tentang topik dirinya, menolak usaha rehabilitas, melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat, mengingkari perubahan pada dirinya, tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis, tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat- obat dan alkohol, menghindari kontak dan kurang bertanggung jawab. 8. Faktor Resiko Gangguan Konsep Diri a. Gangguan identitas diri (perubahan perkembangan, trauma, jenis kelamin yang tidak sesuai, budaya yang tidak sesuai). b. Gangguan citra tubuh (hilangnya bagian tubuh, perubahan perkembangan, kecacatan). c. Gangguan Harga diri (hubungan interpersonal yang tidak harmonis, kegagalan perkembangan, kegagalan untuk mencapai tujuan hidup, kegagalan dalam mengikuti aturan moral). d. Gangguan peran (kehilangan peran, peran ganda, konflik peran, ketidak mampuan menampilkan peran).
15
9. Konsep Diri Perawat Departemen kesehatan mendefinisikan perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologis sosial, spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Konsep diri perawat merupakan bagaimana perawat memandang diri sebagai profesi perawat yang memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada pasien, yang meliputi : gambaran diri/ citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran, identitas. Perawat harus mengkaji diri mereka sendiri secara jujur sebelum mereka dapat mulai memahami bagaimana mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat harus memberikan perhatian pada ‘pencetus’ yang memperkuat perasaan yang terjadi dalam berespons terhadap situasi tertentu. Sebagai tenaga profesional, perawat harus menyiapkan diri bekerja dangan orang yang mempunyai kerangka acuan berbeda dengan dirinya. Perawat yang merasa aman dengan identitas dirinya sendiri akan lebih cepat menerima dan dengan demikian menguatkan identitas klien. Namun demikian, perawat yang tidak pasti dengan identitasnya sendiri mungkin tidak mampu mererima klien dan mungkin bereaksi seolah klien itu sesuatu dan orang lain, dengan demikian menciptakan lingkungan yang tidak menerima bagi klien. Konsep diri dalam keperawatan merupakan konsep dasar yang perlu diketahui perawat untuk mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya, masalahnya sertalingkungannya. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus dapat meyakini bahwa klien adalah mahluk bio-psiko-sosiospiritual yang utuh dan unik sebagai satukesatuan dalam berinteraksi terhadap lingkungannya yang diperoleh melalui pengalaman yang unik dengan dirinya
16
sendiri dan orang lain. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan sepenuh hati Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007). B. Pelayanan 1. Pengertian Pelayanan Keperawatan Pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pelanggan agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka. Menurut Siagian (2003) pelayanan secara umum adalah rasa menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Dengan demikian pelayanan merupakan upaya memberikan
kesenangan-kesenangan
kepada
pelanggan
dengan
adanya
kemudahan-kemudahan agar pelanggan dapat memenuhi kebutuhannya. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psikososio-spiritual yang komprehensif yang ditunjukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit. Oleh karena itu kualitas pelayanan keperawatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan seoptimal mungkin (Depkes RI, 2008).
17
Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang integral dari sistem pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan mempunyai arti penting bagi pasien khususnya
untuk
penyembuhan
maupun
rehabitasi
di
rumah
sakit.
Berkembangnya permintaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang berkualitas maka pelayanan keperawatan menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan rumah sakit. Tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil asuhan keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, berperan serta dalam melakukan penyuluhan. Berdasarkan prosedur tetap rumah sakit setiap petugas rumah sakit yang melayani atau melakukan tindakan kepada pasien diharuskan mencatat semua tindakan kepada pasien pada lembaran cacatan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Menurut
Gultom
(2006)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pelayanan
keperawatan berupa: Ability (kemampuan), Attitude (sikap), Appearance (penampilan), Attention (perhatian),
Action (tindakan),
Accountability
(tanggung jawab). a. Kemampuan (Ability) Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang keperawatan yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, membina hubungan dengan tenaga kesehatan lain. Perawat harus mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan wawasan yang dimaksud bukan hanya sebatas bidang keperawatan, tapi menyeluruh. Pengetahuan yang luas dari perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan keperawatan yang profesional.
18
b. Sikap (Attitude) Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping pasien dan bersikap sebagai media penberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabarab dan tidak mengada-ada, dan tepat waktu. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, sikaf tersebut harus dimiliki oleh seorang perawat karena sikaf perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien terhadap perawat. c. Penampilan (Appearance) Penampilan perawat dalah penampilan, baik berupa fisik maupun nonfisik yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. Penampilan seseorang merupakn salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap seseorang berdasarkan. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat
yang
memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan cita diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mecerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika perawat tidak memenuhi citra pasien.
19
d. Perhatian (Attention) Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan merasa menadi beban bagi orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada pasien, diyakuni ddapat mempercepat
proses
penyembuhan
kejiwaannya.
Sehingga
dengan
sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya. e. Tindakan (Action) Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini seyogianya berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut. Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga berkualitas.
f. Tanggung jawab (Accountability) Tanggung jawab adalah suatu sikaf keberpihakan kepada pasien sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan salah satu profesi yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan pasien, baik itu klien sebagai
20
individu, keluarga maupun masyarakat, oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatannya perawat dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka perawat harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri, yaitu : perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman. 3. Kualitas Pelayanan Keperawatan Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan atau pandangan konsumen. Penelitian terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirumah sakit tidak semudah menentukan kualitas barang pada industri manufaktur. Pada industri manufaktur, kualitas barang yang dihasilkan ditentukan oleh standar baku dan harga. Bila kualitas dibawah standar atau bila harganya diatas standar untuk barang tertentu maka konsumen tidak akan mau membelinya. Sedangkan pada bidang kesehatan, konsumen atau pasien berada pada posisi yang tidak mampu menilai secara pasti kualitas pelayanan yang diterimanya. Bidang keperawatan, tujuan kualitas pelayanan adalah untuk memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan keperawatan yang dihasilakan sesuai dengan standar atau keinginan pasien . Kualitas pelayanan keperawatan dinilai dari berbagai pelayanan itu, baik bagi perorangan maupun populasi.Penilaian kualitas pelayanan keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus dijalani. Menurut Nursalam (2002), tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan standar atau kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku. Tidak hanya
21
harus ada standar, tetapi pemimpin juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat mengetahui dan mengerti standar yang telah ditentukan tersebut, karena standar bervariasi operasionalnya dalam setiap institusi dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria. Informasiinformasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahap tiga adalah identifikasi sumber informasi. Pemimpin harus yakin terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan kualitas pelayanan keperawatan, pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien sendiri yang merupakan sumber yang sangat membantu. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Semua informasi yang telah didapat dari pasien, dapat diadikan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang. Jika semua asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku, maka evaluasi ulang tidak perlu dilakukan. Evaluasi ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Standar keperawatan juga dapat melindungi pasien dari tindakan yang salah yang dilakukan oleh perawat. 4. Aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan Menurut Depkes RI (dalam Onny, 2009) mengungkapkan bahwa pelayanan perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspekaspek dasar kualitas pelayanan keperawatan tersebut meliputi: a. Aspek penerimaan Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi, budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat
22
melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat pada orang lain dan memiliki wawasan luas. b. Aspek perhatian Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. c. Aspek komunikasi Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarganya. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien. d. Aspek kerjasama Aspek ini meliputi sikap perawat harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. e. Aspek tanggung jawab Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak. C. Hubungan Konsep Diri Perawat Dengan Pelayanan Keperawatan Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dngan orang lain. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya, konsep diri tidaklah langsung dimiliki ketika seseorang lahir di dunia melainkan suatu rangkaian proses
23
yang terus berkembang dan membedakan individu satu dengan lainnya (Tarwoto, 2006). Konsep diri ada yang sifatnya positif dan negatif. Individu dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak dapat berbuat, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu yang konsep dirinya negatif akan cenderung bersifat pesimis terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Sebaliknya, individu dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal -hal positif yang dapat dilakukannya demi keberhasilan dan prestasinya (Wahyuni, 2007). Perawat dituntut untuk mempunyai konsep diri yang positif hal ini penting karena dengan konsep diri yang positif maka kinerja akan baik sehingga diharapkan mutu pelayanan keperawatan dapat meningkat. Menurut Rogers seseorang yang mempunyai konsep diri yang positif maka dia akan berfungsi lebih maksimal, sehingga dia lebih produktif dan lebih berhasil di dalam menyelesaikan masalahmasalah yang dijumpai. Sebaliknya orang yang mempunyai konsep diri negative penuh dengan perasaan kegagalan, tidak berharga, peka terhadap kritik sehingga tidak ada upaya untuk perbaikan diri. Konsep diri perawat dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian perawat terhadap dirinya. Dengan konsep diri yang positif maka perawat lebih optimis, penuh percaya diri, selalu bersikap positif, mampu menghargai dirinya, dan orang lain serta memiliki kreatifitas yang tinggi. Dengan adanya konsep diri yang positif ini maka perilaku professional sebagai tenaga keperawatan dapat terwujud sehinga perawat mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien sehingga mutu pelayanan kesehatan dapat meningkat. Untuk memenuhi perasaan puas dan pelayanan yang baik bagi pasien, perawat sebagai sosok yang memiliki itensitas pertemuan tinggi dengan pasien, harus
24
memiliki aspek penerimaan, aspek perhatian, aspek komunikasi, aspek kerjasama, aspek tanggung jawab (Depkes RI dalam Onny, 2009) terhadap pasien, karena kelima aspek tersebut yang akan menentukan penilaian pasien terhadap baik buruknya kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Hasil laporan survey kenyamanan pasien rawat inap dan keluarga di UGD RS Mardi Rahayu Kudus dari tahun 2006 sampai Mei 2009, masih ada antara 5% sampai 6,5% responden merasa tidak nyaman saat di UGD semuanya dikarenakan komunikasi yang kurang menurut pasien. Tujuan penelitian adalah untuk mengeksplorasi bagaimana persepsi pasien tentang pelaksanaan komunikasi perawat dalam asuhan keperawatan terhadap pasien di UGD RS Mardi Rahayu Kudus. Perawat harus mempunyai konsep diri positif agar persepsi pasien atau pandangan ke seseorang perawat menjadi baik. Komunikasi yang baik juga suatu pandangan atau persepsi pasien ke perawat. Keterampilan komunikasi yang digunakan untuk mendorong peserta untuk verbalisasi persepsi mereka tentang pasien sakit mental keperawatan di rumah sakit umum. Penelitian yang dilakukan oleh Hufron (2008) tentang “Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Pnuping Kota Surakarta” didapat hasil, dari 111 pasien, 37,8% menyatakan mutu pelayanan masih rendah, 39,6% menyatakan kepuasan pasien masih rendah dan sisanya 22,6% menyatakan cukup puas. Masih ada masyarakat yang mengeluhkan palayanan keperawatan dirumah sakit yang tidak memuaskan, beberapa tindakan yang dilakukan petugas keperawatan dinilai tidak memuaskan. “Perawat tidak hati-hati dan bergurau dengan rekannya saat melakukan asuhan keperawatan, selain itu perawat tidak menunjukan sikap ramah, perawat terburuburu dalam melayani, sehingga ketidaknyamanan yang dirasakan”. Hal ini menunjukkan konsep diri perawat yang rendah dan merasa terbebani dengan tugastugas yang diberikan kepadanya serta pekerjaannya.
kurang serius dalam
melakukan
25
D. Kerangka Konsep Bagian bab ini akan disampaikan tentang kerangka konsep yang menjadi dasar penelitian. Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independent KONSEP DIRI PERAWAT a. Gambaran diri perawat b. Ideal diri perawat c. Harga diri perawat d. Peran diri perawat e. Identitas diri perawat
Variabel Dependent
PELAYANAN KEPERAWATAN
E. Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan yang signifikan antara gambaran diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara ideal diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014. Ha
: Ada hubungan yang signifikan antara harga diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014.
Ha
: Ada hubungan yang signifikan antara peran diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara identitas diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri perawat dengan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Insani Stabat Tahun 2014.