BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti Dalam toxsonomi Ae. aegypti, digolongkan ke dalam: Phylum : Arthropoda Class : Hexapoda / insecta Ordo : Diptera Sub ordo : Nematocera Familia : Culicidae Genera : Aedes Spesies : Aedes aegypti, Linnaeus 7)
2. Tempat peridukan atau Perkembangbiakan Ae. aegypti (Breeding Places) Tempat-tempat perindukan atau perkembangbiakan Ae. aegypti tersebut, dapat dibedakan atas : a. Tempat Perindukan Sementara Terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA) misalnya : kaleng bekas, ban mobil bekas, pecahan botol, pecahan gelas, talang air, vas bunga dan tempat-tempat yang dapat menampung genangan air. b. Tempat Perindukan Permanen Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan rumah tangga seperti : bak penampungan air bersih (reservoir), bak mandi, gentong air dan bak cuci di kamar mandi. c. Tempat Perindukan Alamiah Berupa genangan air pada lubang pohon seperti misalnya yang terdapat pada celah-celah atau lubang-lubang pohon : pisang, kelapa, aren, atau juga pada
bekas potongan pohon bambu dan lubang bekas batang atau cabang pohon yang tumbang.7)
3. Siklus Hidup Nyamuk Demam Berdarah (Ae. aegypti) termasuk dalam ordo Diptera dan famili Culicidae. Nyamuk Demam Berdarah mengalami metamorfose sempurna (holometabola), yaitu dari telur → larva (jentik)→pupa (kepompong) → hingga Imago (nyamuk dewasa). Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur. Gambar 2.1 8)
Gambar.2.1 Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti. Sumber : Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam
a. Telur Telur nyamuk memiliki panjang sekitar 1 mm. ketika baru dikeluarka berwarna abu-abu keputih-putihan, tetapi setelah kira-kira 1 jam dikeluarkan oleh induknya warna telur ini akan terlihat menjadi lebih gelap yaitu abu-abu kehitam-hitaman. Biasanya telur-telur tersebut diletakkan dibagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak dengan air jernih dan tidak berhubugan langsung dengan tanah. Telur menetas menjadi larva (jentik) setelah 7 hari.3) b. Larva Larva nyamuk disebut jentik-jentik, posisi jentik nyamuk Ae. aegypti saat berada di dalam air. Jentik membentuk sudut sangat aktif yakni membuat gerakan ke atas ke bawah jika air tenang, proses perubahan telur menjadi larva
membutuhkan waktu 7-9 hari. Untuk bisa hidup, larva memangsa mikroorganisme yang ada dalam air atau udara terbuka. Adanya makanan tersebut, membuat larva membesar melampaui besar pembungkusnya sehingga merusak kulit yang lama dan membentuk kulit yang baru yang bentuknya lebih besar, maka terbentuklah “pupa” 3) c. Pupa Pupa tidak membutuhkan makanan mikroorgnisme lagi dan warna kulit atau wadah pupa akan menghitam sejalan dengan berkembangnya nyamuk baru atau dewasa didalamnya. Perubahan dari larva menjadi pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Kemudian kulit pupa akan membelah disepanjang bagian punggungnya, perlahan-lahan nyamuk baru atau dewasa akan berusaha melepaskan diri dari kulit tersebut.7) d. Nyamuk Dewasa Untuk nyamuk dewasa dari jenis betina, ia mampu bertahan hidup antara 2 minggu sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), tergantung suhu atau kelembaban udara di sekitarnya. Sementara nyamuk jantan hanya akan hidup dalam jangka waktu 6-7 hari, tepatnya setelah ia kawin akan segera mati. Perubahan dari pupa menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-10 hari.7)
4. Perilaku Nyamuk Ae. aegypti Nyamuk Ae. aegypti betina menghisap darah untuk proses pematangan telurnya. Berbeda dengan nyamuk betina, nyamuk jantan tidak memerlukan darah, tetapi mengisap sari bunga atau nektar. Nyamuk betinalah yang menyebarkan penyakit dan mengganggu manusia. Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan, sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat memungkinkan penyebaran virus demam berdarah ke beberapa orang secara sekaligus. Nyamuk biasanya menggigit pada pukul 08.0013.00 dan pukul 15.00-17.00, sementara pada malam hari nyamuk bersembunyi di sela-sela pakaian yang tergantung, gorden dan ruangan yang gelap serta lembab.3) Ada dua faktor utama dalam penyebaran penyakit demam berdarah, yakni vektor (nyamuk) dan sumber infeksi, Oleh karena itu, orang yang digigit nyamuk
Ae. aegypti betina belum tentu terjangkit penyakit demam berdarah karena nyamuk tersebut tidak membawa sumber penyakit. Artinya jika tidak ada orang yang menderita penyakit demam berdarah di sekitar kita, nyamuk tidak akan menularkan penyakit itu, kecuali ada nyamuk yang terbawa dari daerah lain yang sudah terinfeksi virus demam berdarah. Umumnya penyebaran nyamuk Ae. aegypti tidak terlalu jauh, karena radius terbangnya hanya 100-200 meter, kecuali jika terbawa angin.3,17) Cara paling efektif dari pengendalian vektor adalah penatalaksanaan lingkungan, yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi atau manipulasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah atau mengurangi perkembangan vektor dan kontak manusia –vektor-patogen. Pada tahun 1980, the WHO expert Committee on Vector Biology and Control mendefinisikan tiga tipe penatalaksanaan lingkungan: Modifikasi lingkungan- Transformasi fisik jangka panjang dari habitat vektor. Manipulasi lingkungan – perubahan temporer pada habitat vektor sebagai hasil dari aktivitasyang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak disukai dalam perkembangbiakan vektor. Perubahan pada habitat atau perilaku manusia – upaya untuk mengurangi kontak manusia - vektor-patogen.
5. Siklus hidup dan ciri Larva Ae. aegypti menjalani 4 tahapan perkembangan yaitu instar 1,2,3,4. perubahan instar tersebut disebabkan larva mengalami mengelupas kulit atau biasa disebut moulting. Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam waktu 2-3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 1 hari. Ciri-ciri larva instar IV yaitu telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (caput) , dada (thorax),dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing),Lama perkembangan tergantung dari suhu, ketersedian makanan dan kepadatan larva pada sarang. Temperatur optimal untuk
perkembangan larva ini adalah 25-30ºC. morfologi dari jentik Ae. aegypti adalah ukurannya 0,5-1 cm, selalu bergerak aktif didalam air, gerakkannya berulangulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudiaan turun kembali ke bawah dan seterusnya. Posisi waktu istirahat hampir tegak lurus dengan permukaan air.11,17) Berukuran kurang lebih 7×4 mm, mempunyai pelana yang terbuka, bulu sifon satu pasang dan gigi sisir yang berdiri lateral.dalam air larva / jentik bergerak sangat lincah. Larva memangsa mikroorganisme yang ada didalam air. Adanya makanan tersebut, membuat larva mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan merusak kulit yang lama menjadi kulit yang baru yang bentuknya lebih besar. Namun ada juga beberapa jenis larva nyamuk Ae. aegypti yang memangsa jentik-jentik yang lain. Adanya corong udara pada segmen terakhir dan pada corong udara terdapa pacten. Kebanyakan dari mereka menggunakan ingsang berbentuk pipa yang terletak di punggung bagian belakang. Pada sisi thorax tedapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut dikepala. Kalau dilihat sepintas, larva nyamuk Ae. aegypti seperti kapal selam dengan periskopnya. Beberapa jenis larva nyamuk yang lain menggunakan lembar spirakel yang terletak dibagian belakang tubuhnya untuk bernafas. Proses perubahan larva menjadi telur membutuhkan waktu 7-9 hari.7). Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera dan Familli Culicidae, dengan bentuk badan yang kecil, berwarna hitam belang-belang putih pada ruas tubuhnya, terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lyre form) yang putih pada punggungnya.
B. Usaha Pencegahan dan Pengendalian Prinsip-prinsip dasar yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam usaha pencegahan dan pengendalian yang biasa dilakukan sebagai berikut : 1. Pencegahan Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan repellent atau pengusir, misalnya lotion yang digosokan di kulit. Hal ini yang dapat dilakukan untuk mengusir
nyamuk adalah menanam tanaman yang tidak disukai serangga termasuk nyamuk.4) 2. Pengendalian a. Secara kimia Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida kesarang-sarang nyamuk, seperti got, semak dan ruangan rumah. Selain penyemprotan, bisa juga dilakukan penaburan insektisida ke tempat jentik, atau larva nyamuk biasa bersarang. Penggunaan obat nyamuk bakar dan juga repellent daun serai wangi digolongkan pengendalian secara kimia karena mengandung bahan beracun, misalnya piretrin.4) b. Secara Biologi Cara ini biasa dilakukan dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan, misalnya ikan mujair, kepala timah dan lain-lain di bak atau tempat penampungan air lainnya sehingga menjadi predator bagi jentik dan pupa.3) c. Secara Mekanis Cara ini dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah-wadah sejenis seperti ban bekas, vas bunga dan yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang potensial dijadikan sebagai sarang nyamuk. Pengendalian
secara mekanis yang bisa dilakukan adalah pemasangan
kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk, baik menggunkan cahaya, lem atau raket pemukul.3) d. Pengendalian Terpadu Pengendalian vektor terpadu adalah kombinasi metode pengendalian yang ada dalam cara yang lebih efektif, ekonomis, dan cara yang aman untuk mempertahankan populasi vektor pada tingkat yang dapat diterima.
C. Repellent Repellent adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat menghindari dari gigitan serangga atau gangguan serangga terhadap manusia.14)
Repellent biasanya digunakan pada kulit dengan dioleskan dan dapat pula digunakan pada pakaian. Dalam penggunaan repellent harus memperhatikan komposisi bahan apa saja yang terdapat dalam repelent tersebut cara penggunaan dan tingkat perlindungan, Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut diharapkan setelah penggunaan repellent tidak menimbulkan dampak negatif pada diri penggunaan, untuk memperjelas ketiga hal tersebut dapat di jelaskan seperti ini.5) 1. Komposisi bahan yang digunakan sebagai repellent Komposisi bahan yang digunakan sebagai repellent mengandung senyawasenyawa sedikit berbau bahkan ada yang tidak berbau, Bahan- bahan sintesis yang sering digunakan sebagai repellent misalnya : benzyl benzoat, butyl ethyl propanidol, DEET (N, H- dietyl 1-3 tolu senide), dibutyl phthalate, dimethyl benzamide, dimethyl flalat, dimethyl karbonat indolon, sedangkan senyawa alami yang bisa digunakan sebagai repellent seperti margosin, eugol, indool dan geraniol, secara umum repellent yang mempunyai zat aktif tunggal atau lebih umumya berada dalam bentuk larutan, emulasi, krim atau bentuk stik yang semi solid akan mengurangi serangan nyamuk gigitan serangga dan akan bertahan selama 30 menit – 2 jam / lebih. 2. Prosedur Penggunaan Penggunaan repellent ini dapat dilakukan pada : a) Penggunaan pada tangan. Repellent dapat digunakan searah pada kulit pemakai atau penggunaan pertama pada tangan dan kemudian digosokkan keseluruh kulit (tubuh). b) Penggunaan pada pakaian Perlindungan secara temporer dapat dicapai dengan menggunakan spray bahkan untuk perlindungan yang maksimum dalam melawan Arthropooda perawatan yang sempurna untuk pemakaian bagian luar adalah penting. Dosis standar pemakaiannya adalah 20 g / m2/ total dari 70 g bahan aktif. c) Daerah pengobatan (yang diolesi) Pemakaian dalam hal ini bervariasi tergantung kebiasaan menggigit bagian tubuh yang tidak tertutup oleh pakaian seperti kaki, lengan tangan, wajah (kecuali mata) dan telinga harus diolesi, kalau nyamuk dapat menggigit
pakaian yang transparan hal ini perlu mengolesi pakaian secara teratur terutama ketika kepadatan nyamuk tinggi. 3. Tingkat perlindungan Keefektifan pengunaan repellent tergantung pada komposisi, dosis, metode aplikasi, spesies serangga, aktivitas dari individu dan kondisi iklim (curah hujan). Banyaknya curah hujan maka kulit tidak akan berkeringat sehingga repellent tidak mudah hilang dari kulit, beberapa studi menyatakan bahwa hilangnya repellent pada kulit terjadi melalui abrasi, absorbsi dan keringat, Hilangnya repellent melalui keadaan terebut akan mempengaruhi dalam penggunaan absorbsi dapat dipengaruhi oleh keadaan pori-pori tubuh individu. Meskipun banyak bahan kimia yang terbukti efektif sebagai repellent tetapi hanya sedikit yang dapat dipakai sebagai repellent oleh karena itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu : a) Bersifat tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan alergi b) Tidak merusak pakaian c) Baunya menyengat d) Tahan terhadap sinar matahari e) Melindungi secara efektif terhadap berbagai gangguan serangga f) Repellent yang dipakai di kulit harus tahan terhadap keringat g) Repellent yang dipakai harus tahan terhadap cucian h) Perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya keracunan jika repellent sering digunakan dalam dosis yang tinggi dan dalam periode yang lama terutama daerah tropis i) Tidak mengganggu pemakaiannya dan tidak melekat atau lecet.4,5)
D. Serai Wangi 1. Sejarah perkembangan Tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus L) dipercayai berasal dari Selatan India atau Sri Lanka. Serai Wangi juga tumbuh liar di kebanyakan negara di Asia Tropika, Amerika dan Afrika. Di Malaysia,
Ketika AKJ Kaffer berburu kekawasan sekitar Cirebon pada tahun 1890, ia sempat menemukan ketel penyulingan yang diketemukan tersebut dapat berfungsi maka perlu dicari bahan baku, maka ditanamlah serai wangi. Percobaan penanaman Kaffer ini ternyata menarik perhatian orang, sehingga dicoba pula di Kebun Raya Bogor. Namun usaha penyulingan minyak serai wangi ini, selain di pelopori oleh Kaffer di pelopori juga oleh beberapa ahli distilasi lainnya seperti : M Treub, PV van Romburgh, AWK de Jong, HW Hofstede dan sebagainya. Sumber pustaka menyebutkan, pada tahun 1899 untuk pertama kalinya tanaman serai wangi jenis “Mahapengiri” dari srilangka ditanam di Kebun Raya Bogor. Sedangkan sumber lain menulis, serai wangi jenis Mahapengiri justru di anggap asli tanaman Indonesia. 2. Deskripsi tumbuhan Tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dapat juga di tanam secara monokultur atau Tumbangsari. serai wangi biasanya ditanam di halaman rumah sebagai tanaman dapur dan belakangan ini terdapat beberapa pengusaha yang berminat untuk menanam serai wangi bagi menghasilkan minyak patinya. Serai wangi ialah sejenis tanama rumput yang tinggi dan mempunyai rimbunan daun yang lebat. Ia dapat tumbuh sehingga 1.0-1.5 m. Daunnya bersifat tirus, panjang hingga 70-80 cm dan 2-5 cm lebar. Ia berwarna hijau muda, kasar dengan urat yang selari dan mempunyai aroma yang lebih kuat jika dibandingkan dengan serai makan. Serai wangi jarang berbunga dan hanya berbunga bila sudah cukup matang yaitu pada peringkat umur melebihi 8 bulan. Gambar 2.2 18) 3. Toksonomi
Gambar.2.2 Serai Wangi ( Cymbopogon nardus L ) Sumber :Hieoronymus Budi Santoso, Bertanam Nilam 6) Kedudukan tanaman serai wangi dalam sistematika (toksonomi), tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Devisio
: Spermatophyta
Klas
: Angiospermae
Sub klas : Monocoty ledonae Ordo : Graminales Famili
: Gramineae
Sub famili : Panicoidae Spesies : Cymbopogon nardus L 6) 4. Nama Daerah a. Sumatra : Aceh: sere mangat, Gayo: sere, Toba: sange-sange, Minangkabau: serai, Lampung: sorai b. Jawa: Sunda: sereh, Jawa dan Madura; sere c. Nusa Tenggara: Bali: see, Bima: pataha,mpori, Sumba: kendoung witu, Roti: nausina, Timor: bu muke, Leti: tenian nalai d. Kalimantan: Sampit: Serai, Kenya: belangkak, Tidung: salai e. Sulawesi: Batam: tonti, Gorontalo: timbuala, Buol: langilo, Baree: tiwo embane, Makasar dan bugis: sare f. Maluku:
Kai: rimanil, Goram: dirangga, Seram: tapisa-pisa, Ambon: hisa-hisa, Ulias: hisa, Nusalaut: isalo, Buru: bisa, Halmahera: hewuwu, Ternate: garama kusu, Tidore: baramakusu 5. Kandungan bahan zat aktif serai wangi Daun dan tangkai serai wangi mengandung minyak Atsiri yang dalam dunia disebut citronella oil. Bahan aktif utama yang dihasilkan aadalah senyawa aldehidehid (citronelle 30-45%, geraniol 55-65%) senyawa lainnya citral, nerol, metilheptenon dan dipentena, citronella dan geraniol merupakan bahan aktif yang tidak
di sukai dan sangat di hindari serangga termasuk nyamuk, sehingga
bermanfaat sebagai bahan pengusir nyamuk.6) 6. Sifat kimiawi dan Efek Farmakologis Serai wangi (Cymbopogon nardus L) mempunyai rasa pahit, pedas (tajam),hambar. Akar berkahasiat : sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak/ obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Daun : digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun panas (antipiretik) dan pereda kejang.18) 7. Khasiat dan Kegunaan Serai wangi Dari segi obatan tradisional serai wangi digunakan untuk rawatan selepas bersalin dan pening kepala. Caranya adalah dengan menggunakan air rebusannya sebagai mandian atau dibasahkan kepala dan dilapkan pada seluruh badan. Ia juga banyak digunakan dalam menghasilkan minyak urut untuk mengatasi masalah kebas-kebas, lenguh-lenguh, gigitan serangga dan kembung perut. Bagaimanapun di kebanyakan negara serai wangi ditanam khas untuk pengeluaran minyak pati yang dikenali sebagai ‘citronela oil’ dipasaran antar bangsa. Minyak sitronela mengandung dua bahan kimia penting yaitu sitronela dan geraniol. Sitronela dan geraniol airnya digunakan untuk bahan dasar pembuatan ester-ester seperti hidroksi sitronelal, genaniol asetat dan mentol sitetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan banyak digunakan dalam industri wangi- wangian. Hidroksi sitronela penting untuk sabun dan minyak wangi yang berharga tinggi, manakala mentol untuk bahan dasar obat batuk, obat gigi dan pencuci mulut.
E. Kerangka Teori
Karakteristik individu • Pori-pori tubuh • Sekresi Kelenjar Keringat
Lingkungan • Fisik • Biologi
Kontak dengan Nyamuk Ae. aegypti, virus
Pemakaian repellent daun serai wangi (Cymbopogon nardus L)
• •
Sakit Demam Berdarah
Mati
Perkembangan daya proteksi nyamuk Ae aegypti
Manusia Usia Jenis Kelamin
Sehat
Sembuh
Sumber : Memodifikasi Rasyid, Ali Daya tolak Terhadap nyamuk Ae. aegypti 6)
F. Kerangka Konsep
Variabel Terkendali • Suhu • Kelembaban • Pencahayaan • Arah angin
Variabel Bebas Berbagai Konsentrasi (5%, 10%, 15%, 20%,) ekstrak daun Serai wangi (Cymbopoo nardus L)
Variabel Terikat Jumlah nyamuk Ae aegypti betina yang hinggap pada lengan yang diolesi ekstrak daun serai wangi sebagai repellent
Variabel pengganggu 1. Karakteristik individu a. Skresi kelenjar keringat b. Pori-pori tubuh
G. Hipotesa Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat diajukan hipotesanya adalah 1. Ada perbedaan jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap pada lengan yang diolesi dengan ekstra daun Serai wangi ( Cymbopogon nardus L. ) sebagai repellent pada berbagai tingkat konsentrasi (5%, 10%, 15%, 20%) 2. Ada perbedaan konsentrasi ekstrak daun serai wangi (Cymbopogon nardus L) sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti yang efektif berdasarkan lama pemajanan. B