BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pemasaran Kegiatan pamasaran bukan hanya sekedar penjualan atau periklanan, tetapi berpusat pada usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhannya, manusia mempunyai preferensi yang berbeda dari produk maupun jasa yang dibutuhkan mereka. Disamping itu, semakin banyak pula pilihan yang tersedia bagi konsumen untuk memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Karena itu pemasar harus berusaha mengidentifikasikan preferensi tersebut dan memuaskan kebutuhan konsumen. Beberapa ahli mendefinisikan pemasaran sebagai berikut; Menurut Kotler (2002:9), pemasaran sebagai berikut: Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompoknya mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Kotler dan Armstrong (2004:7) : Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dari pertukaran produk serta nilai dengan orang lain
Dari berbagai definisi mengenai pemasaran di atas, pada dasarnya mempunyai tujuan dan persepsi yang sama dan dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu aktifitas yang mencakup perencanaan, pembuatan produk, penetapan harga, promosi produk, dan pendistribusian produk melalui proses
pertukaran dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.
2.1.1. Pengertian Manajemen Pemasaran Kotler (2004:16), mendefinisikan manajemen pemasaran adalah sebagai berikut : Manajemen Pemasaran adalah Analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Manajemen Pemasaran tidak hanya berfungsi untuk menentukan dan meningkatkan permintaan di pasar, tetapi juga merubah dan mengurangi permintaan tersebut. Jadi Manajemen Pemasaran berusaha mengatur tingkat, waktu dan susunan dari permintaan yang ada, agar dapat membantu organisasi mencapai sasarannya. 2.2 Pengertian Bauran Pemasaran Perusahaan dalam menjalankan usahanya harus memutuskan apa dan bagaimana strategi yang dijalankan atau dipakai menghadapi lingkungan ekstemal dan internalnya. Cakupan kegiatan pemasaran ditentukan oleh konsep pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix). Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan dalam komunikasinya dengan dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran. Pengertian bauran pemasaran yang dikemukan oleh Kotler (2002:18) adalah sebagai berikut : Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran (marketing mix) adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan
terhadap
produknya
dan
perangkat-perangkat
tersebut
akan
menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan serta semua ini ditujukan untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari empat elemen, yaitu produk, harga, tempat dan promosi. Keempat elemen tersebut saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dikombinasikan sesuai dengan lingkungan, baik di dalam maupun di luar perusahaan agar tujuan perusahaan tercapai. Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas secara singkat mengenai keempat elemen bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2007; 52), tersebut : 1. Produk (product) Merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. Keberadaan produk dapat dikatakan sebagai titik sentral dari kegiatan marketing, karena semua kegiatan dari unsur-unsur bauran pemasaran lainnya berawal dan berpatokan dari produk yang dihasilkan. Pengenalan secara mendalam terhadap keberadaan suatu produk yang dihasilkan dapat dilihat dari bauran produk (product mix) yang unsur-unsurnya terdiri dari keanekaragaman produk, kualitas, desain, ciri-ciri atau bentuk produk, merek dagang, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan atau garansi, dan pengembalian. Oleh karena itu, produk dalam arti menyeluruh harus memperhatikan dan mempertimbangkan keselarasan unsurunsur dari bauran produk tersebut agar apa yang diterima oleh konsumen sudah merupakan keseluruhan dari usaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen. 2. Harga (price) Merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa guna memenuhi kebutuhan dan keinginan yang belum terpuaskan. Harga adalah satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan dan bersifat paling fleksibel.
3. Tempat (place) Menunjukkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menjadikan suatu produk yang dihasilkan dapat diperoleh dan tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat dimanapun konsumen berada. Oleh karena
itu,
dalam
penetapan
saluran
distribusi,
produsen
hendaknya
memperhatikan unsur-unsur yang terkait dalam bauran distribusi yang terdiri dari sistem saluran, daya jangkau, lokasi, persediaan, dan transportasi. 4. Promosi (promotion) Merupakan segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan produk yang dihasilkannya, baik kepada konsumen sasaran maupun kepada perantara, dengan maksud menyampaikan informasi yang bersifat memberi tahu, membujuk, ataupun mengingatkan kembali segala sesuatu mengenai produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dalam promosi tercakup kebijakan mengenai advertising, sales promotion, personal selling, direct marketing, dan public relation.
2.3 Pengertian Produk 2.3.1
Konsep dan Pengertian Produk Inti dari bauran pemasaran adalah produk yang ditawarkan. Suatu produk
dirancang untuk memenuhi kebutuhan dari pasar sasaran yang telah ditentukan dan biasanya merupakan suatu titik awal dalam membuat suatu bauran pemasaran. Seorang manajer pemasaran tidak dapat menentukan harga, strategi promosi atau strategi saluran distribusi sebelum perusahaan menentukan produk yang akan dijualnya. Lebih jauh lagi saluran distribusi yang baik, promosi yang mengesankan dan harga yang terjangkau tidak berarti banyak apabila penawaran produknya buruk. Titik awal untuk mencapai tujuan perusahaan adalah dengan menciptakan bauran produk yang tepat untuk pasar sasarannya, yaitu dengan pemilihan secara benar produk yang akan ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar sasarannya.
Sebelum mengetahui tentang produk lebih lanjut, penulis akan mengutip beberapa pendapat para ahli mengenai definisi produk. Kotler (2002:448), mendefinikan produk sebagai berikut :: Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan.
Menurut Kotler, et.all (2000:9), Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan. Sifat terpenting dari produk adalah kemampuannya untuk memenuhi dan memuaskan suatu kebutuhan, yaitu masalah memenuhi kebutuhan. Berdasarkan definisi di atas, yang dimaksud dengan produk tidak hanya suatu barang nyata secara fisik, tetapi meliputi segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Bentuknya dapat berupa fisik, jasa, manusia, tempat, organisasi, informasi, pengalaman, dan gagasan. Pengertian produk diatas dapat diperjelas pada gambar berikut (Tjiptono, 2003:23) : Gambar. 2.1 Pengertian Produk PENCAPAIAN TUJUAN ORGANISASI
PEMENUHAN KEBUTUHAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN KEINGINAN
Penawaran
PRODUSEN
PRODUK
PASAR Permintaan
KOMPETENSI DAN KAPASITAS ORGANISASI
PROSES PERTUKARAN KAPASITAS DAYA BELI
Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas perusahaan serta daya beli pasar. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya.
2.3.2
Level Produk Dalam merencanakan suatu produk atau penawaran, seorang pemasar
perlu memperhatikan level produk, menurut Kotler (2002:449) ada lima level produk, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat inti (core benefit) Merupakan tingkatan yang paling dasar, yaitu manfaat atas jasa yang sebenarnya dibeli oleh pelanggan. Misalnya seorang tamu hotel membeli "istirahat dan tidur". 2. Produk dasar (basic product) Merupakan versi dasar dari produk atau manfaat umum yang diperoleh dari produk yang dikonsumsi. Misalnya sebuah kamar hotel mencakup kamar mandi, tempat tidur, handuk, meja rias, meja tulis, dan lemari pakaian. 3. Produk yang diharapkan (expected product) Merupakan seperangkat atribut atau kondisi minimal yang diharapkan oleh pembeli ketika membeli suatu produk. Misalnya tamu hotel dapat mengharapkan tempat tidur yang bersih, handuk bersih, lampu baca, dan ketenangan. 4. Produk yang ditingkatkan (augmented product), merupakan produk yang memiliki manfaat tambahan yang lebih daripada expected product atau yang melampaui harapan pelanggan. Misalnya suatu hotel dapat meningkatkan
produknya dengan menyertakan pesawat televisi dengan alat pengendali jarak jauh, bunga segar, check-in yang cepat, check-out segera, dan lain-lain. 5. Produk Potensial (potential product), merupakan keseluruhan penyempurnaan dan perubahan yang mungkin dialami sebuah produk dikemudian hari, Produk Potensial menekankan pada evolusi dimana perusahaan mencari cara-cara baru yang agresif untuk memuaskan dan membedakan tawaran pesaing. Misalnya suatu hotel menyediakan kamar president suite dengan berbagai faslitas yang mewah,
2.3.3
Hierarki Produk Setiap produk berkaitan secara hierarkis dengan produk
produk tertentu
lainnya. Hierarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai dengan item tertentu yang dpat memuasakan kebutuhan tersebut. Hierarki produk terdiri dari atas tujuh tingkatan (Kotler:1996), yaitu : 1. Need family, yaitu kebutuhan inti atau dasar yang membentuk product family. Contoh, rasa aman. 2. Produck family, yaitu seluruh kelas produk yang dapat memuaskan suatu kebutuhan inti dengan tingkat efektifitas yang memadai. Contohnya, tabungan dan penghasilan. 3. Product Class (kelas produk), yaitu sekelompok produk dalam keluarga produk yang diakui mempunyai kesamaan fungsional. Misalnya instrumen finansial. 4. Product line (lini produk), yaitu sekumpulan produk di dalam kelas produk yang berhubungan erat. Contohnya, asuransi jiwa. Hubungan yang erat ini bias dikarenakan salah satu dari empat berikut, yaitu : a. Mempuyai fungsi yang sama, b. Dijual kepada kelompok konsumen yang sama, c. Dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama, d. Harganya berada dalam skala yang sama.
5. Product type (tipe produk), yaitu item
item dalam suatu lini produk yang
memiliki bentuk tertentu dari sekian banyak kemungkinan bentuk. Misalnya, asuransi jiwa berjangka. 6. Brand (merek), yaitu nama yang dapat dihubungkan atau diasosiasikan dengan satu atau lebih item dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber atau karakter item tersebut. Contohnya, Asuransi Bumiputera. 7. Item, yaitu suatu unit khusus dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran, harga, penampilan, atau atribut lainnya. Biasanya disebut pula stockkeeping unit atau varian produk. Misalnya, Asuransi Jiwa Bumiputera yang dapat diperbaharui.
2.3.4
Klasifikasi Produk Pemasar biasanya mengklasifikasikan produk berdasarkan macam-macam
karakteristik produk, yaitu daya tahan, wujud, dan penggunaan. Menurut Kotler (2002:451-453), produk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods) Adalah barang berwujud yang biasa dikonsumsi dalam sekali atau beberapa kali penggunaan saja. Contohnya adalah bir dan sabun. 2. Barang tahan lama (durable goods) Adalah barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali. Contohnya lemari es, peralatan mesin, dan pakaian. 3. Jasa (service) Jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah habis. Akibatnya, jasa biasanya memerlukan lebih banyak pengendalian, kredibilitas pemasok, dan kemampuan penyesuaian. Contohnya mencakup potongan rambut dan reparasi. Berdasarkan tujuan penggunaannya, produk dapat diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu: 1. Barang Konsumsi (Consumer Goods) Merupakan produk yang dibeli bertujuan untuk dikonsumsi pribadi atau digunakan untuk pengguna akhir. Para pemasar biasanya mengelompokkan
barang-barang itu berdasarkan atas kebiasaan konsumen berbelanja, terdiri dari : A. Barang Convinience, adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera, dan dengan usaha yang minim. Contohnya meliputi produk tembakau, sabun, dan surat kabar. Selanjutnya barang convinience dibagi lagi menjadi: Barang kebutuhan sehari
hari (staples), yaitu barang yang dibeli
konsumen secara teratur. Misalnya seorang pembeli mungkin secara rutin membeli saos Heinz, pasta gigi Crest, daakaeRitz. Barang impulse, yaitu barang yang dibeli berdasarkan keinginan seketika, tanpa perencanaan, atau usaha pencarian. Barang impulse seringkali diletakkan dekat kasir, agar mudah terlihat dan konsumen menjadi teringat untuk membelinya. Contoh : permen dan majalah. Barang emergency, yaitu barang yang dibeli saat kebutuhan itu mendesak. Contoh: payung di musim hujan, sepatu boot dan sekop saat badai salju pertama di musim dingin. B. Barang
Shopping,
adalah
barang barang
yang
karakteristiknya
dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan pembelian. Contohnya meliputi furniture, pakaian, mobil bekas, dan peralatan rumah tangga yang besar. Barang shopping dibagi menjadi: Barang shopping homogen, yaitu barang dengan mutu yang serupa tetapi mempunyai harga yang cukup berbeda sehingga dapat dijadikan alasan perbandingan dalam berbelanja. Barang shopping heterogen, yaitu barang dengan berbeda dalam hal keistimewaan dan jasa produk yang mungkin lebih penting dari harganya. C. Barang Khusus (Specialty Goods), adalah barang-barang dengan karakteristik unik dan/atau identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang
barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia
melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contohnya meliputi merek
dan jenis barang mewah, mobil, komponen stereo, peralatan photografi, dan jas pria tertentu. D. Barang Unsought, adalah barang
barang yang tidak diketahui konsumen
atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berpikir untuk membelinya. Produk-produk baru seperti pendeteksi asap dan pengolah makanan adalah barang unsought hingga konsumen diberi tahu tentang produk itu melalui iklan. Contoh ; asuransi jiwa, tanah kuburan, batu nisan, dan ensiklopedi. 2. Barang Industri (Industrial Goods), adalah barang yang dibeli oleh individu atau organisasi untuk keperluan bisnis atau diproses lebih lanjut. Berdasarkan bagaimana mereka memasuki proses produksi dan harganya, barang industri dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu : 1) Bahan Baku dan Suku Cadang (Material and Parts), adalah barang barang yang memasuki produk yang dihasilkan. Barang-barang itu terdiri dari bahan mentah (raw material) dan suku cadang pabrik dan bahan baku (manufactured materials and parts) 2) Barang Modal (Capital Items), adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan/atau pengelolaan produk akhir. Barang modal meliputi dua kelompok : instalasi dan peralatan. 3) Perlengkapan dan Jasa Bisnis, adalah barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu pengembangan dan/atau pengelolaan produk akhir.
2.4 Atribut Produk 2.4.1
Pengertian Atribut Produk Menurut Tjiptono (1997:103) : Atribut Produk adalah unsur
unsur produk yang dipandang
penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.
Atribut produk meliputi :
1. Merek, merupakan nama, istilah, tanda, simbol atau lambang, warna, desain, gerak, atau kombinasi atribut
atribut produk lainnya yang diharapkan dapat
memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing. 2. Kemasan. Pengemasan (packaging) merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper) untuk suatu produk 3. Pemberian Label (labelling). Labelling berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. 4. Jaminan (garansi) adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk ternyata tidak dapat berungsi sebagaimana yang diharapkan atau dijanjikan. 5. Pelayanan Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2001:254), atribut produk meliputi: a. Kualitas (mutu) Mutu
produk
menjalankan
menunjukkan
fungsinya.Yang
kemampuan
termasuk
dalam
sebuah
produk
untuk
mutu
produk
adalah
ketahanlamaan, keterandalan, ketersediaan, ketelitian, taraf dan kemudahan operasi dan perbaikan dan atribut
atribut lain yang bernilai. Dari sudut
pandang pemasaran, mutu harus diukur dari segi persepsi pembeli. Banyak perusahaan menjadikan mutu sebagai senjata stratejik yang ampuh. Mutu stratejik menyangkut usaha memperoleh keunggulan lebih dari pesaing dengan cara konsisten menawarkan produk dan jasa memenuhi kebutuhan dan keinginan serta preferensi mutu konsumen. b. Ciri
ciri Produk
Ciri atau keistimewaan merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk perusahaan dari produk
produk pesaing. Beberapa perusahaan sangat
inovatif dalam menambah ciri
ciri baru. Menjadi produsen pertama yang
memproduksi ciri baru yang dibutuhkan dan bernilai merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk bersaing.
c. Desain Produk. Desain adalah salah satu atribut produk yang penting karena dapat menambah kekhasan produk. Desain merupakan senjata kompetitif yang paling ampuh dalam pemasaran produk perusahaan. Desain produk yang baik dapat meningkatkan pemasaran produk dalam berbagai hal; misalnya dapat mempermudah operasi pemasaran produk, meningkatkan nilai kualitas dan keawetan produk, dan menambah daya penilaian produk. Seringkali desain yang efektif juga bisa membantu menghemat dalam biaya pembuatan produk.
2.4.2
Pendekatan Atribut Analisis atribut pada perilaku konsumen merupakan teori permintaan yang
cukup baru, yang mana analisis pendekatan atribut menyatakan bahwa kepuasan seseorang terhadap barang atau jasa yang dibeli sebenarnya bukan terletak pada barang atau jasa itu sendiri, tetapi dari karakteristik atau atribut yang melekat pada barang yang bersangkutan. Dengan kata lain, bila seseorang membeli suatu barang, sebenarnya bukan membeli barangnya, tetapi membeli atribut pada barang tersebut, yang pada umumnya atribut dari suatu barang bukan hanya satu, namun mungkin ada beberapa. Dengan demikian bila terdapat beberapa barang atau jasa yang
akan
dikonsumsi,
membandingkan nilai
pertimbangan
pertama
nilai atribut pada masing
yang
dilakukan
adalah
masing barang atau jasa
tersebut. (Kotler dan Amstrong, 2001:254)
2.5 Perilaku Konsumen Konsumen sebagai stakeholder suatu perusahaan yang harus diperhatikan, mempunyai prilaku dan persepsi yang berbeda-beda. Konsumen dapat menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan, karena itu perusahaan harus dapat mengambil hati dan membuat image baik dimata konsumen.
2.5.1
Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut Peter dan Olson (2005; 5) adalah: Consumer behavior as the dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and the environment by which human beings conduct the exchange aspects of their live . Perilaku konsumen (consumer behavior) dan perilaku pembelian (buyers behavior) berbeda menurut Solomon (2007:2) : Its study of the processes involved when individuals of group select, Purchase, use or dispose of product, services, ideas or experiences to satisfy needs and desires . Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen suatu proses di mana seseorang atau kelompok orang menentukan sikapnya terhadap suatu produk, pemikiran, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Seseorang atau sekelompok orang tersebut juga melakukan pertukaran tentang aspek-aspek dalam kehidupan atau bertukar pikiran.
2.5.2
Model Perilaku Konsumen Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan melayani kebutuhan dan
keinginan konsumen sasaran. Tetapi mengenal konsumen tidaklah mudah. Para pelanggan mungkin saja menyatakan kebutuhan dan keinginan
mereka dan
mungkin beraksi terhadap pengaruh yang mengubah pikiran mereka. Para pemasar atau perusahaan harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan perilaku pembelian konsumen tersebut. Hal memberikan petunjuk untuk mengembangkan produk
hal tersebut akan
produk baru, ciri
ciri
produk, harga, saluran distribusi, pasar dan unsur bauran pemasaran lainnya. Titik tolak memahami perilaku pembeli adalah memahami rangsangan (stimuli) dan tanggapan. Rangsangan pemasaran dan lingkungan masuk ke dalam pikiran pembeli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan oleh konsumen menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Tugas perusahaan untuk memahami apa yang terjadi dalam pikiran pembeli, antara masuknya pengaruh dari luar dan keputusan pembelian konsumen.
Simamora menggambarkan model perilaku konsumen yang dikutip dari Kotler (2000) sebagai berikut :
Gambar. 2.2 Model Perilaku Pembelian Konsumen STIMULI PEMASARAN
STIMULI
KARAKTERISITIK PEMBELI
PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN
KEPUTUSAN PEMBELIAN
Pengenalan Masalah Produk
Ekonomi
Budaya
Harga
Teknologi
Sosial
Tempat
Politik
Pribadi
Promosi
Budaya
Psikologi
Pencarian informasi
Keputusan
Pilihan produk Pilihan merek Pilihan toko Pilihan waktu Pilihan jumlah
Perilaku Pembelian (Sumber : Kotler, 2001:161)
Bauran pemasaran (markeitng mix) pada model perilaku pembelian merupakan rangsangan pemasaran yang paling utama. Meliputi : produk, harga, tempat, dan promosi. Sedangkan pemasaran dan lingkungan akan memasuki kesadaran para pembeli sehingga membentuk proses keputusan pembelian.
Selanjutnya karakteristik pembeli yang meliputi budaya, sosial, pribadi, dan psikologi, dan proses pengambilan keputusan meliputi pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan dan perilaku pembelian. Kedua hal tersebut akan menimbulkan keputusan pembelian produk tertentu.
2.5.3
Faktor
faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Keputusan konsumen dalam melakukan pembelian tidak berada dalam sebuah tepat yang terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Perilaku mereka sangat mempengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Sebagian besar dari faktor
faktor tersebut tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, namun
demikian harus tetap diperhitungkan. Kotler (2000) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi konsumen dalam perilaku pengambilan keputusan pembelian adalah sebagai berikut : Gambar. 2.3 Faktor
faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Kebudayaan Kultur
Sosial Kelompok rujukan
Personal Usia
Sub Kultur
Keluarga
Peran dan Status
Psikologi
Tahap daur hidup
Motivasi
Jabatan
Persepsi
Keadaan ekonomi
Learning
Gaya hidup
Kepercayaan
Kepribadian
Sikap
Pembeli
Konsep diri
Sosial Kelas Sosial
1. Kebudayaan. Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Pemasar harus
memahami peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli. a. Budaya, adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Budaya dapat didefinisikan sebagai simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Perilaku manusia biasanya dapat dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku diantara seorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan lain pula. Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran budaya tersebut agar dapat menyediakan produk
produk baru yang diinginkan konsumen.
b. Sub-budaya, setiap budaya memiliki kelompok
kelompok kecil yang
merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya. Sub budaya ini dapat dibedakan menjadi empat kategori subbudaya, yaitu : Kelompok kebangsaan, Kelompok keagamaan, Wilayah geografis, Kelompok ras. c. Kelas Sosial, yaitu sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, tingkah laku yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lainnya. Kelas sosial memperlihatkan preferensi produk dan merek berbeda. Secara umum kelas sosial dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : Upper Class, Middle Class, Lower Class. 2. Sosial. Perilaku konsumen juga mempengaruhi oleh faktor
faktor sosial
seperti kelompok referensi, keluarga, peran dan status sosial dari konsumen. a. Kelompok referensi, perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok. Sebuah kelompok. Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok
kelompok yang memberi pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok referensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Kelompok keanggotaan, yaitu kelompok dimana seseorang menjadi anggotanya dan mereka saling berinteraksi, terdiri dari : a)
Kelompok
primer,
dimana
terdapat
interaksi
yang
berkesinambungan, seperti keluarga, sahabat, tetangga dan sebagainya. b)
Kelompok sekunder, cenderung lebih resmi dan kurang terjadi interaksi yang berkesinambungan, sepert organisasi keagamaan, himpunan profesi, dan serikat buruh.
2) Kelompok dimana seseorang bukan merupakan anggotanya, terdiri dari : a)
Kelompok aspirasi, yaitu kelompok yang ingin dimasuki seseorang untuk menjadi anggotanya.
b)
Kelompok disosiasi, yaitu kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh seseorang.
b. Keluarga, Keluarga dapat didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama. Para anggota keluarga dapat memberikan pengaruh kuat terhadap perilaku pembelian dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Kelurga sebagai sumber orientasi, terdiri dari orang tua. Dari orangtualah seseorang memperoleh orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi, ambisi pribadi, harga diri dan cinta kasih. 2) Keluarga sebagai sumber keturunan, yaitu terdiri dari pasangan suami istri beserta anaknya. c. Peran dan Status. Sepanjang seseorang terlibat dalam beberapa kelompok, seperti : keluarga, klub dan organisasi. Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peran dan status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas yang diperkirakan dilakukan seseorang sesuai dengan orang lain yang ada disekelilingnya. Setiap peran akan mempengaruhi perilaku pembeliannya dan setiap peran dapat pula membawa suatu status yang mencerminkan penghargaan umum yang
diberikan oleh masyarakat. Seseorang sering memilih produk atau jasa untuk menyatakan peran dan status mereka didalam masyarakat. 3. Pribadi. Keputusan seseorang juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan daur hidupnya, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri konsumen yang bersangkutan. a. Usia dan tahap Daur Hidup. Orang akan membeli suatu barang atau jasa yang berubah-ubah selama hidupnya sesuai dengan usianya. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar hendaknya memperhatikan
perubahan
minat
pembelian
yang
terjadi
yang
berhubungan dengan daur hidup manusia. b. Pekerjaan. Pola konsumsi seseorang dipengaruhi oleh pekerjaannya. Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasikan kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap suatu produk atau jasa mereka. c. Keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pemilihan suatu produk. Pemasar yang produknya peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jadi jika indikator
indikator ekonomi tersebut menunjukkan adanya
resesi, pemasar dapat mencari jalan untuk menetapkan posisi produknya. d. Gaya Hidup. Orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan bahkan pekerjaan yang sama mungkin memilki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang di dalam dunia kehidupan sehari
hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan
pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup melukiskan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungannya. e. Kepribadian dan Konsep Diri. Tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakterisri psikologis yang unik yang menimbulkan tanggapan realatif konstan terhadap lingkungannya sendiri. Kepribadian sangat bermanfaat untuk menganalisis perilaku konsumen bagi beberapa
pilihan produk atau merek. Atau pemasar juga dapat menggunakan konsep diri atau citra diri seseorang. 4. Psikologis. Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu : a. Motivasi. Sebagian besar kebutuhan manusia tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu pada suatu waktu. Suatu kebutuhan menjadi dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf itensitas yang cukup. Motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat untuk mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuas terhadap kebutuhan tersebut.
Kotler dan Amstrong (1999:212) mendefinisikan motif sebagai berikut : Motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhanya. Jadi motif ini akan menjadi stimuli bagi seseorang untuk memenuhi apa yang diinginkannya. Mowen dan Minor, (2000:205) mendefinisikan motivasi sebagai berikut : Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan dimana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Hal ini termasuk dorongan, keinginan, harapan, atau hasrat. Dengan kata lain motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu kekuatan yang mendorong dalam diri seseorang yang membuat mereka melakukan suatu tindakan. b. Persepsi. Seseorang yang termotivasi akan siap melakukan suatu perbuatan. Bagaimana seseorang yang termotivasi untuk berbuat sesuatu adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya. Dua orang yang mengalami keadaan dorongan yang sama dan tujuan serta situasi yang sama, mungkin akan berbuat sesuatu yang agak berbeda, karena mereka menanggapi situasi secara berbeda. Kotler mengartikan
persepsi sebagai proses dimana individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. c. Proses belajar (learning). Proses belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seorang individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan Perubahan
perilaku perilaku
manusia
diperoleh
seseorang
terjadi
dengan melalui
mempelajarinya. keadaan
saling
mempengaruhi antara dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan. Para pemasar dapat membangun permintaan akan produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, dengan
menggunakan isyarat motivasi, dan dengan memberikan penguatan yang positif. d. Kepercayaan dan Sikap. Melalui tindakan dan proses belajar, orang akan mendapatkan kepercayaan dan sikap yang kemudian mempengaruhi perilaku pembeli. Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap adalah organisasi dari motivasi, perasaan emosional, persepsi dan proses kognitif kepada suatu aspek. Dapat pula dikatakan bahwa silap adalah cara kita berfikir, merasa dan bertindak melalui aspek lingkungan seperti toko retail, program televisi, atau produk. Kepercayaan dapat berupa pengetahuan, pendapat atau sekedar percaya. Kepercayaan inilah yang akan membentuk citra produk dan merek. Sedangkan sikap menuntun orang untuk berperilaku secara relatif konsisten terhadap objek yang sama. 2.6 Proses Pengambilan Keputusan 2.6.1
Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan menurut Kotler dan Armstrong (2004:227) yaitu
Tahap proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1997:558) keputusan dalam arti umum adalah pemilihan suatu aktivitas dari dua atau lebih pilihan. Dengan kata lain, bila seseorang akan mengambil keputusan, maka terdapat pemilihan terhadap alternatif alternatif yang ada. Menurut Schiffman dan Kanuk (1997:560) terdapat empat model konsumen yang mempunyai cara pandang yang berbeda dalam mengambil keputusan, antara lain : 1. Economic Man. Dalam pasar persaingan sempurna, konsumen sering digolonglan sebagai economic man, yaitu orang yang mengambil keputusan dengan rasional. Untuk mengambil keputusan yang ekonomis, seseorang harus mengenal semua alternatif, mungkin ia dapat membuat urutan tentang keuntungan
dan
kerugian
dengan
alternatif
dan
juga
dapat
mengidentifikasikan alternatif terbaik. Meskipun demikian, konsumen jarang memilki informasi yang cukup akurat sehingga kurang memiliki tingkat kekuatan dalam motivasi untuk mengambil keputusan yang sempurna. 2. Passive Man. Berbeda dengan economic man, passive man digambarkan sebagai konsumen yang pada dasarnya patuh pada minat melayani diri sendiri (self service) dan usaha
usaha pemasar. Konsumen kadang
kadang
melakukan pembelian secara impulsif dan irasional. 3. Cognitive Man. Menggambarkan konsumen sebagai orang yang aktif mencari produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan memperkaya kehidupan mereka. Model ini memfokuskan pada proses bagaimana konsumen mencari dan mengevaluasi informasi dan pengecer yang terpilih. Dalam model ini konsumen juga digambarkan sebagai sistem pemroses informasi yang mengarahkan pada pembetukan pilihan dan pada akhirnya kepada pilihan pembelian. Berbeda dengan economic man, cognitive man lebih realistis dan menggambarkan konsumen sebagai orang yang tidak mencari semua informasi yang ada dari setiap pilihan, karena mereka akan menghentikan pencarian informasinya setelah mereka mendapatkan informasi yang cukup
tentang alternatif yang dipilih, dimana informasi ini cukup untuk mengambil keputusan. 4. Emotional Man. Pada kenyataannya, kita selalu melibatkan perasaan yang dalam atau emosi ketika dihadapkan pada pembelian atau untuk memilki sesuatu. Hal ini dapat terlihat ketika konsumen mengambil keputusan yang berdasarkan pada emosi tidak menekankan pada pencarian informasi sebelum pembelian, tetapi lebih menekankan pada suasana hati (mood), hal ini berarti bahwa orang yang emosional tidak dapat membuat keputusan.
2.6.2
Peran Pembelian Suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui berbagai
faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran dalam keputusan membeli, yaitu : a. Initiator adalah orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu. b. Influencer adalah orang yang pandangan / nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir. c. Decider adalah orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan dibeli. d. Buyer adalah orang yang melakukan pembelian nyata. e. User adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
2.6.3
Jenis
Peengambilan
Keputusan
Konsumen
dan
Tingkat
Keterlibatannya. Proses pengambilan keputusan pembelian sangat bervariasi. Hawkins (1990) membagi proses pengambilan keputusan ke dalam tiga jenis, yaitu : 1. Pengambilan Keputusan yang Luas (extended decision making), merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap, bermula dari pengenalan
masalah konsumen yang dapat dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini konsumen mencari informasi tentang produk atau merek tertentu dan mengevaluasi beberapa, baik masing - masing
masing
alternatif tersebut dapat memecahkan masalah. Evaluasi produk atau merek akan mengarah kepada keputusan pembelian. Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi hasil keputusannya. Proses pengambilan keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan khusus bagi konsumen atau untuk pengambilan keputusan yang memerlukan tingkat keterlibatan tinggi, misalnya pembelian produk
produk yang mahal, mengandung nilai prestise, dan dipergunakan
untuk waktu yang lama, bisa pula untuk kasus pembelian produk yang dilakukan pertama kali 2. Pengambilan Keputusan yang Terbatas (limited decision making) Proses pengambilan keputusan yang terbatas terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang dimilki tanpa berusaha mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut. Ini biasanya berlaku untuk pembelian produk
produk yang kurang penting atau pembelian yang bersifat
rutin. Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan keputusan terbatas terjadi pada kebutuhan yang bersifat emosional. 3. Pengambilan Keputusan yang Bersifat Kebiasaan (habitual decision making) Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan merupakan proses yang paling sederhana, yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung mengambil keputusan untuk membeli merek favoritnya. Evaluasi terjadi apabila merek tersebut ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 2.4 Jenis Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Keterlibatan rendah
Keterlibatan tinggi
Pengambilan Keputusan Kebiasaan
Pengambilan Keputusan Terbatas
Pengambilan Keputusan yang Luas
Pengenalan Masalah Selekif
Pengenalan Masalah Generik
Pengenalan Masalah Generik
Pencarian Informasi Internal (terbatas)
Pencarian Informasi Internal Eksternal (terbatas)
Pencarian Informasi Internal Eksternal
Evaluasi Alternatif Sedikit Atribut
Evaluasi Alternatif Banyak Atribut
Aturan Keputusan Sederhana
Aturan Keputusan Kompleks
Sedikit Alternatif
Banyak Alternatif
Pembelian
Purnabeli Tak ada kecocokan Pembelian Evaluasi sangat terbatas
Pembelian
Pembelian
Purnabeli Tak ada ketidakcocokan
Purnabeli Ketidakcocokan
Evaluasi sangat terbatas
2.6.4
Tipe
Evaluasi Kompleks
tipe Keterlibatan
Terdapat dua tipe keterlibatan konsumen yaitu keterlibatan situasional (situasional involvement) dan keterlibatan tahan lama (enduring involvement). Keterlibatan situasional hanya terjadi seketika pada situasi khusus dan temporer sifatnya. Tipe keterlibatan lama, berlangsung lama dan lebih permanen sifatnya. Soloman (1996) menyebutkan enduring involvement sebagai ego involvement. Artinya, tingkat keterlibatan seorang konsumen terhadap suatu merek produk lebih memperhatikan resiko sosial yang mungkin diterimanya. Tingkat dan jenis keterlibatan konsumen dalam pembelian suatu merek produk dipengaruhi oleh beberapa kondisi meliputi konsumen. Gambar model keterlibatan dibawah ini menggambarkan berbagai kondisi mempengaruhi tingkat
keterlibatan dan juga bagaimana tingkat keterlibatan tersebut mempengaruhi dalam pemrosesan informasi dan pada akhirnya menimbulkan pembuatan keputusan yang kompleks Gambar 2.5 Model Keterlibatan Konsumen
Kondisi - Kondisi Keterlibatan Konsumen Pentingnya produk terhadap citra diri konsumen 1. Pentingnya produk terhadap citra diri konsumen 2. Daya tarik yang terusmenerus 3. Daya tarik emosional 4. Badge
Enduring Involvement
1. Resiko yang dirasakan 2. Badge
Situational Involvement
.
Tingkat Pemrosesan informasi yang lebih tinggi
Consumer/ Complex Decision Making
Kondisi yang mempengaruhi terciptanya enduring involvement adalah
pentingnya produk pada citra diri konsumen, daya tarik yang terus menerus dari suatu produk, daya tarik emosional dan simbol
simbol dari kelompok rujukan.
Sementara itu kondisi utama terciptanya keterlibatan situasional yaitu adanya simbol
simbol kelompok rujukan pada suatu produk (badge value), serta adanya
resiko dalam pembelian. Konsumen akan terlibat secara situasional pada produk produk yang ada hubungannya dengan simbol
simbol dan nilai
nilai kelompok
rujukan (reference group). Adanya badge value pada suatu produk juga tidak hanya mampu menciptakan keterlibatan situasional, tetapi juga biasa menciptakan keterlibatan yang lebih permanen (enduring involvement). Hal ini bisa terjadi ketika seseorang sudah merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok itu. Keterlibatan seseorang sudah merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok rujukan yang didalamnya dia menjadi anggota kelompok itu.
Keterlibatan situasional yang disebabkan oleh kondisi adanya resiko dalam pembelian, karena konsumen merasakan adanya ketidakpastian mengenai keputusaannya atau adanya akibat buruk yang potensial dari pembuatan keputusan.
2.6.5
Faktor
faktor yang Menentukan Tingkat Keterlibatan Konsumen
Tingkat keterlibatan di dalam pembelian, tergantung pada lima faktor, yaitu : 1. Pengalaman sebelumnya (previous experience). Ketika konsumen telah memilki pengalaman sebelumnya dengan barang atau jasa, tingkat keterlibatan biasanya menurun. Setelah mengulangi produk percobaan, para konsumen mempelajari cara untuk membuat pilihan yang cepat. Karena para konsumen telah mengetahui produk dan bagaimana produk itu akan memuaskan kebutuhan mereka, maka keterlibatan di dalam keputusan pembelian mereka menjadi berkurang. 2. Minat (interest). Keterlibatan berhubungan langsung kepada minat para konsumen, pada umumnya wilayah minat ini berbeda
beda dari satu individu
ke individu lainnya. 3. Resiko (perceived risk of negative consequences). Seperti resiko yang dirasakan dalam pembelian suatu produk meningkat maka keterlibatan konsumen juga tinggi. Jenis resiko yang membuat konsumen memperhatikan, didalamnya termasuk resiko keuangan, resiko psikologis. Pertama, resiko keuangan terhadap penurunan kekayaan atau daya beli. Karena resiko yang tinggi berhubungan dengan harga pembelian yang tinggi pula, konsumen menjadi sangat terlibat dengan keputusan pembelian produk tersebut. Oleh karena itu biasanya harga dan keterlibatan berhubungan langsung. Kedua, para konsumen yang mengalami resiko sosial ketika mereka membeli produk yang dapat memberikan efek bagi opini sosial mereka. Ketiga, para pembeli mengalami resiko psikologis jika mereka merasa bahwa mereka salah dalam
membuat keputusan yang mungkin menyebabkan banyak keprihatinan atau kegelisahan. 4. Situasi (situation). Keadaan pembelian akan mengubah keputusan atas keterlibatan yang rendah menjadi keterlibatan yang tinggi. Keterlibatan yang tinggi muncul ketika para konsumen merasakan resiko pada situasi khusus. 5. Pandangan Sosial (social visibillity). Keterlibatan juga meningkatkan sebagian pandangan sosial dari meningkatnya produk.
2.6.6
Tahap
tahap dalam Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian. Model ini menekankan bahwa proses pembelian bermula sebelum pembelian dan berakibat jauh setelah pembelian. Setiap konsumen tentu akan melewati kelima tahap ini untuk setiap pembelian yang mereka buat. Dalam pembelian yang lebih rutin, mereka membalik tahap tahap tersebut. Gambar berikut ini melukiskan proses tersebut : Gambar 2.6 Proses Keputusan Pembelian
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Purna pembelian
Sumber : Kotler (2000)
1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition) Proses dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara yang nyata dan diinginkan. Kebutuhan ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun
eksternal. Dari pengalaman sebelumnya orang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah produk yang diketahui akan memuaskan dorongan ini. Terdapat dua kondisi di dalam mengenali kebutuhan, yaitu : a. Keadaan aktual, dimana konsumen mempunyai masalah ketika suatu produk atau jasa tidak dapat memuaskan kebutuhannya. b. Keadaan yang diinginkan, dimana konsumen menemukan sesuau yang baru yang dapat menuju pada proses keputusan. Kebutuhan itu bersifat biogenik atau kebutuhan yang terpendam sampai ia terangsang oleh rangsangan yang berasal dari luar, seperti iklan. 2. Pencarian Informasi (Information Searching) Pencarian informasi dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang mungkin dapat dipenuhi. Konsumen akan memerlukan adanya informasi yang akan menjadi dasar dalam pilihan. Pengalaman masal lalu yang diingat kembali mungkin akan memberikan informasi yang mampu membantu untuk membuat pilihan saat ini, sebelum mencari sumber lain. Jika konsumen tidak mempunyai pengalaman, mereka akan mencari informasi dari luar lingkungan luar untuk dasar pilihannya. Pencarian informasi terdiri dari dua jenis menurut tingkatannya. Yang pertama adalah perhatian meningkat, yang ditandai dengan pencarian informasi yang sedang
sedang saja. Kedua, pencarian informasi secara aktif yang dilakukan
dengan mencari informasi dari segala sumber. Sumber
sumber informasi konsumen menurut Kotler (2000:179), terbagi
kedalam empat kelompok, yaitu : 1) Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan) 2) Sumber niaga (periklanan, petugas penjualan, penjual, pemeran dan sebagainya) 3) Sumber umum (media masa, organisasi konsumen) 4) Sumber pengalaman (pernah menanggani, menguji, menggunakan produk)
Melalui usaha pencarian informasi ini, konsumen akan mengenal sejumlah pilihan merek yang tersedia di pasaran beserta keunggulannya. 3. Evaluasi Alternatif (Evaluating Alternative) Dalam tahap ketiga ini, konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat keputusan terakhir. Tahap ini meliputi proses penilaian terhadap sifat dan ciri produk, manfaat produk, kepercayaan terhadap produk dan terbentuknya sikap konsumen terhadap beberapa pilihan merek. Identifikasi pembelian sangat tergantung dari sumber yang dimiliki dan adanya resiko kesalahan dalam penilaian. 4. Keputusan Pembelian (Purchase Decision) Pada tahap evaluasi keputusan, konsumen membentuk suatu kecenderungan diantara sejumlah merek dalam sejumlah pilihan. Konsumen juga membentuk kecenderungan untuk membeli dan mengarah pada pembelian merek yang paling disukai. Ada dua faktor yang bisa mempengaruhi kecenderungan untuk membeli dan keputusan membeli, yaitu : a. Sikap orang lain (Attitudes of other) b. Faktor
faktor situasi yang tidak terduga
c. Faktor situasional yang tidak terantisipasi (Unanticipated situasional factors) Jika konsumen memutuskan untuk membeli, maka konsumen tersebut akan membuat lima sub-keputusan, yaitu : a. Keputusan merek yang dipilih (Brand Decision) b. Keputusan toko yang dipilih (Vendor Decision) c. Keputusan mengenai jumlah (Quantity Decision) d. Keputusan mengenai waktu pembelian yang akan dipilih (Time Decision) e. Keputusan mengenai cara pembayaran (Payment Method Decision) 5. Perilaku Purna Jual (Post Purchase Behavior) Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.
Terdapat tiga langkah yang menyangkut perilaku pasca pembelian (Kotler, 2000:182-183), yaitu : 1) Kepuasan pasca pembelian (post purchase satisfaction) Kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja produk yang dirasakan pembeli. 2) Tindakan pasca pembelian (post purchase actions) Kepuasan dan ketidakpuasan pembeli atas suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, untuk selanjutnya ia akan memperlihatkan peluang untuk melakukan pembelian berikutnya dan juga akan mempromosikannya kepada orang lain. Sebaliknya, jika konsumen tidak merasa puas terhadap pembeliannya, maka ia akan beralih kepada merek lain. 3) Pemakaian dan pembuangan pasca pembelian (post purchase use and disposal) Tingkat kepuasan konsumen merupakan suatu fungsi dari keadaan produk yang sebenarnya dengan keadaan produk yang diharapkan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi aktivitas konsumen berikutnya, rasa puas akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian berikutnya, tetapi jika konsumen merasa tidak puas, konsumen akan beralih kepada merek lain.
2.7 Loyalitas Pelanggan 2.7.1
Pengertian Loyalitas Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau
ketidakpuasan akan suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana sikap pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang telah dirasakannya. Setiap perusahaan pasti menginginkan konsumennya loyal karena konsumen yang loyal akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi
perusahaan. Selain itu, konsumen yang loyal merupakan tujuan akhir dari setiap perusahaan. Pengertian loyalitas yang didefinisikan oleh Tjiptono (2000;111) yaitu: Loyalitas adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten . Sedangkan menurut Lovelock (2004;352), loyalitas adalah : Loyalty is describe a customer s willingness to continue patronizing a firm over the long term, purchasing and using its goods and services on a repeated and preferably exclusive basis, and recommending the firm s product to friends and associates . Artinya, loyalitas menggambarkan keinginan konsumen untuk terus berlangganan dalam jangka waktu yang panjang, melakukan pembelian dan menggunakan barang dan jasa secara berulang, dan merekomendasikan produk perusahaan kepada teman atau koleganya. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan suatu sikap positif konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang disertai dengan perilaku pembelian secara berulang dan bersifat konsisten, yang selanjutnya mereka atau konsumen merekomendasikan produk atau jasa perusahaan tersebut kepada orang lain.
2.7.2
Karakteristik Loyalitas Pelanggan Konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan.
Bagaimana menilai konsumen itu loyal atau tidak, Tjiptono (2000;107-108) mengemukakan beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, diantaranya adalah : 1. Melakukan pembelian ulang yang konsisten Pelanggan membeli kembali produk yang sama yang ditawarkan perusahaan. 2. Merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain
Pelanggan melakukan komunikasi dari mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut kepada orang lain. 4. Konsumen tidak mudah beralih pada produk pesaing Pelanggan tidak tertarik terhadap tawaran produk sejenis dari pesaing.
2.7.3
Tipe-tipe Loyalitas Pelanggan Dalam cakupan yang lebih luas, loyalitas pelanggan (customer loyalty)
dapat didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup dua komponen penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen itu menghasilkan empat situasi kemungkinan loyalitas atau disebut juga dengan tipe loyalitas pelanggan. Tipe-tipe loyalitas pelanggan menurut Dick dan Basu dalam Tjiptono (2000;110) diantaranya adalah : 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua penyebabnya, yang pertama sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi bila suatu produk / jasa baru diperkenalkan atau perusahaan tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. 2. Spurious Loyalty Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor non sikap terhadap perilaku, misalnya faktor situasional. Situasi ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, atau lokasi outlet di persimpangan jalan yang ramai, atau faktor diskon.
3. Latent Loyalty Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat daripada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Contohnya, seseorang yang bersikap positif terhadap restoran tertentu, namun tetap saja berusaha mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi terhadap berbagai variasi makanan. 5. Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
2.7.4
Proses Pengembangan Pelanggan Harus disadari bahwa pelanggan akan menjadi tidak aktif atau pergi,
karena sebab-sebab tertentu seperti perusahaan kebangkrutan, kepindahan ke lokasi lain, konsumen merasa ketidakpuasan, dan lain sebagainya. Tantangan perusahaan adalah mengaktifkan kembali para pelanggan yang tidak puas melalui strategi mendapatkan kembali pelanggan. Sering kali tidak mudah untuk menarik bekas pelanggan daripada mendapatkan pelanggan yang baru. Untuk dapat memahami pemasaran berdasarkan hubungannya dengan pelanggan, langkah pertama kita harus memeriksa proses-proses yang terlibat dalam menarik dan mempertahankan pelanggan. Gambar dibawah ini menunjukan langkah-langkah utama dalam proses pengembangan pelanggan.
Gambar 2.7 Proses Pengembangan Pelanggan Suspect
Disqualified Prospect
Prospect
First Time Customers
Repeat Customers
Inactive or Ex-Customers
Clients
Members
Advocates
Partners
Sumber : Kotler (2002;59) Titik awal adalah tersangka (suspect), yaitu setiap orang yang mungkin berniat membeli produk atau jasa. Perusahaan memeriksa suspect ini dengan cermat untuk menemukan kemungkinan sebagai calon pelanggan (prospect), yaitu orang-orang yang memiliki minat potensial yang kuat terhadap produk dan memiliki kemampuan untuk membelinya. Calon pelanggan yang tidak memenuhi syarat (disqualified prospect), yaitu orang-orang yang ditolak oleh perusahaan karena dianggap berkredibilitas rendah atau tidak menguntungkan. Perusahaan berharap untuk mengubah banyak
calon pelanggan yang memenuhi syarat
(qualified prospect) menjadi pelanggan untuk pertama kalinya (first time
customers), dan kemudian mengubah para pelanggan pertama kali yang puas menjadi pelanggan berulang (repeat customers). Baik pelanggan pertama kali maupun pelanggan berulang mungkin juga terus membeli dari para pesaing. Perusahaan kemudian bertindak untuk mengubah pelanggan berulang menjadi klien (client), yaitu orang-orang yang diperlakukan perusahaan secara istimewa. Tantangan selanjutnya adalah untuk mengubah para klien menjadi anggota (members), dengan memulai program keanggotaan yang menawarkan keseluruhan perangkat tunjangan bagi pelanggan yang bergabung. Selanjutnya diharapkan para anggota akan beralih menjadi pembela (advocates), yaitu para pelanggan yang dengan penuh gairah merekomendasikan perusahaan beserta jasa dan produknya kepada orang lain. Tantangan terakhir adalah untuk mengubah advocates menjadi mitra (partners) dimana pelanggan dan perusahaan akan berkerja sama secara aktif memajukan usaha.
2.7.5
Alasan Perusahaan harus Menjaga dan Mempertahankan Pelanggan Menurut Kotler, Hayes dan Bloom yang dikutip oleh Buchari Alma
(2004;275), menyatakan terdapat enam alasan mengapa perusahaan harus menjaga dan mempertahankan pelanggannya diantaranya adalah : 1. Pelanggan yang sudah ada, prospeknya dalam memberi keuntungan cenderung lebih besar. 2. Biaya menjaga dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh lebih kecil daripada biaya mencari pelanggan baru. 3. Pelanggan yang sudah percaya pada satu perusahaan dalam satu urusan bisnis, cenderung akan percaya juga dalam urusan atau bisnis yang lain. 4. Jika pada suatu perusahaan banyak langganan lama, akan memperoleh keuntungan karena adanya peningkatan efisiensi. Langganan lama pasti tidak akan banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan mempertahankan mereka. 5. Pelanggan lama ini tentu telah banyak pengalaman positif berhubungan dengan perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi.
6. Pelanggan lama, akan selalu membela perusahaan dan berusaha pula menarik / memberi referensi kepada teman-teman lain dan lingkungannya untuk mencoba berhubungan dengan perusahaan.
2.8 Hubungan Atribut Produk dengan Loyalitas Pelanggan Atribut-atribut yang terdapat dalam setiap produk menjadi bagian pertimbangan
konsumen
dalam
usahanya memenuhi
kebutuhan.
Dalam
melakukan evaluasi atas alternatif-alternatif pemuas kebutuhan ini, konsumen akan memilih dengan atribut-atribut yang memiliki nilai yang paling tinggi. Nilai berarti memberi pelanggan semua yang mereka inginkan dan sama sekali tidak memberikan apa yang tidak mereka inginkan seperti memberikan mutu terbaik dan harga terbaik serta dengan pelayanan yang baik pula. Konsumen melihat setiap produk sebagai kumpulan dari sifat-sifat, ciri tertentu yang tercermin dari atribut-atribut yang melekat pada suatu produk. Atribut sebagai keseluruhan isi dari produk yang akan mereka beli. Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam pembelian suatu produk. Atribut produk untuk setiap produk berbeda-beda tergantung dari produknya itu sendiri. Begitu juga dengan surat kabar, atribut-atributnya meliputi kualitas produk, gaya dan desain, harga, merek, dan pelayanan. Secara kasat mata, atribut tersebut menjadi bahan pertimbangan utama para konsumen untuk memilihnya dalam jangka panjang. Konsumen akan membeli suatu produk jika ia bisa mengambil manfaat atau keuntungan lebih banyak dari harga yang ia bayarkan. Tjiptono (2003;24) mengatakan, terciptanya kepuasan pelanggan akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan, memberikan dasar bagi pembelian ulang dan terciptanya konsumen yang loyal, serta membentuk komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Sepanjang suatu produk dapat memberikan keuntungan yang maksimal dihati konsumen, maka konsumen itu akan loyal. Loyalitas pelanggan sangat
diharapkan oleh perusahaan selain dapat meningkatkan laba, juga merupakan alat promosi yang paling baik. Karena pelanggan yang loyal akan menceritakan pengalamannya selama memakai produk dari perusahaan tersebut.