BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembiayaan Bank Syariah
2.1.1 Pengertian Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan merupakan salah satu tujuan pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyedian dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UndangUndang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dalam pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa: “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyedian uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan pesetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Menurut Muhammad (2005:304) pembiayaan adalah : “Pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah dan dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan kepada nasabah”. Menurut Kasmir (2007:73) menyebutkan bahwa : “Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Dari ketiga pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bank
syariah
merupakan
penyaluran
dana
yang
mewajibkan
debitur
mengembalikan dana tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati dengan imbalan berupa bagi hasil. 9
10
2.1.2 Tujuan Pembiayaan Bank Syariah Tujuan
pembiayaan
berdasarkan
prinsip
syariah
adalah
untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai
nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya
pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk
menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barangbarang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor.
2.1.3 Prinsip Pembiayaan Bank Syariah Prinsip dasar sistem ekonomi Islam yang akan menjadi dasar beroperasinya bank syariah adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/ kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedangkan
peminjaman uang hanya
dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. Dengan ini, di simpulkan prinsip-prinsip yang digunakan dalam bank syariah : Prinsip Mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertamasebagai pemilik dana/shahibul maal dan pihak kedua sebagai pengelola dana/mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct). Prinsip
Musyarakah
yaitu
perjanjian
antara
pihak-pihak
untuk
menyertakan modaldalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugiansesuai nisbah yang disepakatiMusyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secaraperiodik atau sekaligus diakhir masa proyek.
11
Prinsip Wadiah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau
benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi
titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip
dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
maka wadiah dibedakan menjadi wadiahyad dhamanah yang berarti
penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan
imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil
setiap saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah yad amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan
barang/dana yang dititipkan. Prinsip Jual Beli (Al Buyu') yaitu terdiri dari : -
Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran.
-
Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian.
-
Ishtisna' yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untukpembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka sekaligus atau secara bertahap.
Jasa-Jasa terdiri dari : -
Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating lease)
-
Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
12
-
kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan
yang diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan
berupa fee atau komisi (garansi). -
Sharf yaitu pertukaran /jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai
dengan harga pasar pada saat pertukaran.
Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas
Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam
bentuk zakat, infaq, shodaqah dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu penyaluran dana dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa produk
perbankan syariah begitu kompleks dan lengkap sama halnya dengan bank konvensional. Namun perbankan syariah memiliki karakteristik khusus yang dapat diandalkan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 2.2 Pembiayaan Mudharabah 2.2.1 Pengertian Pembiayaan Mudharabah Dalam penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bagi Bank Syariah, disebutkan definisi dari mudharabah yaitu: “Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.”
13
Sedangkan Muhammad Syafi’i Antonio (2002:95) menjelaskan bahwa:
“Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kalalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.” Menurut Adiwarman A Karim pembiayaan mudharabah (2006:204)
: adalah
“Al-mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaku usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan uang”. Dari ketiga definisi tersebut dapat diambil pengertian atas pembiayaan mudharabah, yaitu pembiayaan yang diberikan bank syariah untuk membiayai kerjasama usaha dimana bank menyediakan 100% modal untuk dikelola oleh pihak lain yang memiliki keahlian. Pembagian keuntungan didasarkan pada nisbah yang telah disepakati bersama oleh pihak bank dengan nasabah (debitur).
14
Secara umum, aplikasi perbankan mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut:
Perjanjian Bagi Hasil
Mudharib (Nasabah)
Keahlian/
Modal
Keterampilan
100%
Shahibul maal (Bannk)
Proyek/Usaha
Nisbah X%
Nisbah Pembagian Keuntungan
Y%
Pengembalian Modal
Modal
Pokok
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah Sumber : Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:98)
2.2.2 Jenis-Jenis Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001:97). Berikut ini adalah penjelasan dari jenis-jenis pembiayaan mudharabah tersebut: 1. Mudharabah Muthlaqah Menurut Adiwarman A.Karim (2004:201): “Akad Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk akad kerja sama antara pemilik dana dan pengelola usaha, dimana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya”.
15
Menurut M.Syafi’I Antonio (2001: 97):
”Akad Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.Dalam pembahasan ulama fiqih salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syita (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.” Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah
muthlaqah merupakan suatu akad kerja sama antara shahibul maal dengan mudharib, dimana mudharib diberi kekeluasaan dalam mengelola dana atau
prinsip mudharabah muthlaqah juga disebut dengan Unrestricted Investmen Account (URIA), dimana dalam prinsip URIA tidak terdapat limitasi yang dibebankan pemilik dana kepada bank sebagai pengelola dana. Hal ini berarti bahwa bank syariah selaku pihak pengelola dana tersebut bebas menentukan penyaluran dana tersebut ke sektor manapun. 2. Mudharabah Muqayyadah Akad Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk akad kerja sama antara pemilik dana dan pengelola usaha, dimana pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi/sektor usaha. Prinsip mudharabah muqayyadah disebut juga dengan Restricted Investment Account (RIA). Dalam prinsip RIA, terdapat limitasi yang dibebankan oleh pemilik dana kepada bank selaku pengelola dana. Artinya, dalam penyaluran dana tersebut yang dilakukan oleh bank, terdapat syarat-syarat yang diajukan oleh pemiliki dana. Berikut adalah gambar dari jenis pembiayaan mudharabah. Off-balace sheet Muqayyadah
On-balance sheet
Mudharabah Muthlaqah
Gambar 2.2 Jenis Pembiayaan Mudharabah (Sumber: Adiwarman. A Karim 2004: 205)
16
2.2.3 Manfaat Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah lebih memiliki manfaat bagi pemilik dana
maupun pengelola usaha seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Syafi’i
Antonio (2001:97) bahwa terdapat beberapa manfaat pada pembiayaan
mudharabah diantaranya adalah: 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.
Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. 4.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) sesuatu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.2.4 Risiko Pembiayaan Mudharabah Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya: 1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak. 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja. 3. Penyembunyian keuntungan yang dilakukan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
17
Atas dasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiyaan mudharabah merupakan pembiayaan yang diberikan bank syariah untuk
membiayai kerjasama usaha dimana bank menyediakan 100% modal untuk dikelola oleh pihak lain yang memiliki keahlian. Dan berdasarkan jenisnya
dibedakan menjadi mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Pembagian keuntungan didasarkan pada nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama oleh pihak bank dengan nasabah (debitur).
2.3 Pembiayaan Murabahah
2.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah Dalam penjelasan pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bagi Bank Syariah, disebutkan definisi dari murabahah yaitu: “Murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.” Muhammad Syafi’i Antonio (2001;101) mendefinisikan murabahah ini sebagai berikut: “Ba’I al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.Dalam ba’i al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.” Menurut Ahmad Gozali (2005:94) pengertian murabahah adalah sebagai berikut: “Suatu perjanjian yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya dalam bentuk barang yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu dan mekanisme pembayaran yang ditetapkan sebelumnya pada awal.”
18
Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pembiayaan murabahah adalah bentuk penyaluran dana bank syariah dengan akad jual beli barang dimana bank
menyebutkan jumlah keuntungannya yang disepakati kedua belah pihak yaitu dan nasabah. bank
2.3.2
Manfaat Pembiayaan Murabahah Dengan adanya pembiayaan murabahah ini, bank mendapatkan manfaat
atas transaksi ini. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2002:107), dari sifat
bisnis transaksi murabahah memberikan manfaat: “Ba’i al-murabahah memperbanyak manfaat kepada bank syariah.Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ba’i almurabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.” Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat, dengan demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Menurut Wiroso manfaat murabahah adalah sebagai berikut: 1. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dengan harga jual kepada nasabah. 2. Mudah diimplementasikan. 3. Pendapatan bank dapat diprediksi. 4. Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif. 2.3.3 Syarat Pembiayaan Murabahah Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2002:102) Dalam menggunakan akad murabahah ini, terdapat beberapa syarat yaitu: a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c. Kontrak harus bebas dari riba. d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
19
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli
memiliki piihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya, b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c. Membatalkan kontrak.
2.3.4 Teknis Pembiayaan Murabahah Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam transaksi ini, bisa sudah ada barang diserahkan segera kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
(1) Negoisasi & Persyaratan (2) Akad Jual Beli
BANK
(3)Beli Barang
NASABAH
SUPLIER PENJUAL
(4) Kirim
Gambar 2.3 Skema Pembiayaan Murabahah Sumber : Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001)
(5) Terima Barang & Dokumen
20
2.3.5 Risiko pembiayaan murabahah
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio Kemungkinan resiko yang harus
diantisipasi dalam pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
1) Default atau kelalaian nasabah
2) Fluktuasi harga komparatif.
3) Penolakan barang oleh nasabah.
4) Barang dijual oleh nasabah.
2.4 Profitabilitas
2.4.1 Pengertian Profitabilitas Sebagaimana bank umum lainnya, tugas utama bank syariah adalah mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Tingkat laba yang dihasilkan bank dikenal dengan istilah profitabilitas yang merupakan pengukuran mengenai kemampuan bank untuk menghasilkan laba dari asset atau ekuitas yang digunakan. Tingkat profitabilitas suatu perusahaan memperlihatkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas pendanaan yang dilakukan. Profitabilitas juga digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian, yang dihasilkan dari hasil pinjaman dan investasi. Adapun cara untuk menilai tingkat profitabilitas suatu perusahaan beraneka ragam dan tergantung pada laba dan modal mana yang akan diperbandingkan antara satu dengan yang lainnya. Ada beberapa pendapat mengenai profitabilitas seperti yang dikemukakan oleh beberapa penulis sebagai berikut: Menurut Agus Sartono (2001 : 122) mengungkapkan: ”Profitabilitas adalah Kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. Sedangkan menurut Munawir (2001:115) menyatakan bahwa: ”Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu”.
21
Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah ROA (Return on Asset), ROE (Return on Equity), ROI (Return on
Investment), Net Profit Margin, CAR, dan BOPO. Dari beberapa rasio profitabilitas tersebut yang sering digunakan yaitu ROA, ROE, dan ROI.
Dalam analisa profitabilitas akan dicari hubungan timbal balik antara pos-
pos yang ada dalam income statement itu sendiri maupun hubungan timbal balik dengan pos-pos yang ada dalam neraca bank untuk mendapatkan berbagai indikasi
yang berguna dalam mengukur efisiensi dan efektifitas bank yang bersangkutan. Manfaat dari rasio profitabilitas :
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang dihasilkan perusahaan dalam satu periode. 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 2.4.2
Pengertian Return On Equity (ROE) ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan
menggunakan
modal
sendirinya,
sehingga
besarnya
ROE
mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola modal sendirinya untuk menghasilkan keuntungan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimilikinya. Analisis ROE pun sering kali diterjemahkan sebagai rentabilitas modal sendiri yang berarti juga ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (persentase) dari modal sendiri yang ditanamkan dalam bisnis yang bersangkutan. Beberapa pakar ekonom mendeskripsikan pengertian Return on Equity (ROE) sebagai berikut:
22
Menurut Suad Husnan (2006:73) bahwa:
Retun on Equity (ROE) adalah rasio yang mengukur seberapa banyak
keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.
Menurut Agus Sartono (2001) bahwa:
Return on Equity (ROE) merupakan pengembalian hasil atas ekuitas yang
jumlahnya dinyatakan sebagai suatu parameter dan diperoleh atas investasi
dalam saham biasa suatu perusahaan untuk suatu periode tertentu.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Return on Equity (ROE) adalah rasio yang mengukur besarnya pengembalian hasil (Profit) yang menjadi hak pemilik ekuitas perusahaan untuk suatu periode tertentu. Dilihat dari sudut investor, penanam modal lebih mengharapkan ROE yang tinggi dari pada ROA, karena ROA sangat berkaitan dengan hutang perusahaan yang mengandung biaya hutang. Hal tersebut sejalan dengan metode Duppont dalam Robert Ang (1997) yang menyatakan bahwa ROA masih mengandung leverage multiplier. Dengan demikian alat pengukuran dari rasio profitabilitas yang paling populer dikalangan investor dan manajerial adalah hasil atas hak pemegang saham yaitu return on equity (ROE). Hal ini diperkuat lagi oleh pendapat Husnan (2001) yang menyatakan bahwa keberhasilan kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari return on equity. Berikut adalah rumusan dari Return on Equity yaitu hasil bagi laba bersih setelah pajak terhadap total modal sendiri (Total Equity).
ROE =
Laba bersih setelah pajak Total Modal Sendiri
×
100%
23
2.5 Sektor Riil 2.5.1 Pengertian Sektor Riil
Sektor riil adalah sektor yang mengkreasi atau memproduksi barang atau
jasa baru, dimana dalam prosesnya akan tercipta transaksi produktif yang memanfaatkan sumberdaya baik mempekerjakan SDM (sumber daya manusia) dan atau memberdayakan atau mengolah SDA (sumber daya alam). Sementara di Negara lain sektor riil diartikan sebatas ada transaksi jual-beli sebuah barang. peduli barang tersebut hanya sebagai justifikasi atau benchmark dari Tidak
transaksi
yang
hakikat
dan
motivasinya
adalah
credit
transaction
(www.wikipedia.com). Sementara menurut Ali Sakti (2007: 261-263) bahwa: “Sektor riil adalah sektor yang menjelaskan tentang perubahan arus barang dan jasa yang terjadi akibat adanya kegiatan transaksi.” Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor riil adalah suatu kegiatan memproduksi barang dan jasa dimana akan tercipta transaksi dari hasil produktif dengan memberdayakan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Tujuan pemerintah dalam mempercepat pembangunan ekonomi negara salah satunya dengan upaya menggerakkan sektor riil. Dengan usaha tersebut maka akan terciptanya lapangan kerja yang secara otomatis akan menyarap banyak tenaga kerja dan mengakomodasi peran masyarakat miskin yang dominan dalam struktur ekonomi. Dari hasil pencapaian penggerakkan usaha sektor riil maka akan diterima pendapatan bagi masyarakat, investor maupun negara dan keseluruhan jumlah tersebut dinamakan dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama satu tahun. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan nasional adalah: permintaan dan penawaran agregat, konsumsi, tabungan, dan investasi.
24
Selain itu, pendapatan nasional memiliki manfaat diantaranya:
Untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara
Untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa
yang dihasilkan suatu negara selama satu periode
Untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional.
untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian,
atau negara jasa.
2.5.2 Indikator Sektor Riil
Salah
satu
indikator
yang
paling
mewakili
untuk
mangetahui
perkembangan sektor riil biasanya diukur dengan Produk domestik Bruto. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu Negara dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan (BI, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter). PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan harga dengan menghitung deflator PDB (perubahan indeks implisit). Indeks harga implisit merupakan rasio antara PDB menurut harga berlaku dan PDB menurut harga konstan. PDB dibedakan menjadi dua macam yaitu, PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan. a. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan PDB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu negara. b. PDB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.
25
Perhitungan Domestik Bruto secara konseptual menggunakkan tiga macam pendekatan, yaitu : pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. 1. Pendekatan Produksi
Proses produksi merupakan proses menciptakan atau meningkatkan nilai
tambah. Aktivitas produksi yang baik adalah adalah aktivitas yang
menghasilkan NT > 0. Berikut merupakan rumusan PDB dengan metode
pendekatan produksi.
NT = NO – NI Keterangan: NT = nilai tambah NO = nilai output NI = nilai input antara
2. Pendekatan Pengeluaran Nilai produk domestik bruto merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Berikut merupakan metode pengeluaran yang terdiri dari beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian. Y = C + I + G (X – M) Keterangan: C = konsumsi rumah tangga G = konsumsi/pengeluaran pemerintah I = PMTDB X = ekspor M = impor
26
3. Pendekatan Pendapatan Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai
total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi. Hubungan antara tingkat output dengan tingkat faktor-faktor produksi yang digunakan digambarkan dalam fungsi produksi sederhana
sebagai berikut.
Y=w+i+r+ Keterangan:
w = upah/gaji (wages/salary) i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent) = keuntungan (profit) (Sumber: Pratama Rahardja, 2002: 228-234)
Produk Domestik Bruto merupakan balas jasa yang diterima oleh faktorfaktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). Dari ketiga macam pendekatan produk domestik bruto tersebut, maka penelitan ini menggunakan pendekatan pengeluaran karena dinilai dari hasil yang diterima dari seluruh aktifitas faktor-faktor produksi pada usaha sektor riil di Indonesia pada periode 2007-2011. Salah satu prasyarat utama dapat atau tidaknya dilakukan pengujian terhadap suatu model ekonometri adalah tersedianya data seperti yang dikehendaki penulis. Namun dalam kenyataanya data tidak tersedia, tidak lengkap atau tersedia dalam variasi waktu yang berbeda. Misalnya data yang dikehendaki kuartalan atau bulanan sedangkan yang tersedia data tahunan atau semesteran.
27
Kelangkaan data semacam ini merupakan suatu persoalan yang tidak mudah dipecahkan dalam pembentukan model (Johnston dalam Insukrindo,1990:348).
Begitu halnya yang penulis alami saat ini, dimana data yang penulis
dapatkan merupakan data PDB tahunan. Untuk itu diperlukan metode untuk
menurunkan data tahunan menjadi data bulanan, caranya dengan melakukan interpolasi data. Berikut merupakan rumusan interpolasi data tahunan menjadi data bulanan.
Rumus: Yit= 1/12 (Yt +
(Yt– Yt-1)),
i = 1, 2 . . . 12 (Sumber: Insukrindo :1990)
Setelah menggunakan rumus diatas, maka diperoleh data perkembangan PDB time-series atau bulanan. Dengan demikian, data yang dibutuhkan telah terpenuhi dan dapat diuji dengan model penelitian. 2.6 Penelitian Terdahulu Kegiatan penelitian selalu bertitik tolak dari pengetahuan yang sudah ada. Pada umumnya semua ilmuwan akan memulai penelitianya dengan cara menggali apa yang sudah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Pemanfaatan terhadap apaapa yang telah ditemukan dapat dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi hal-hal yang sudah ada untuk mengetahui apa yang sudah ada dan apa yang belum ada melalui laporan hasil penelitian dalam bentuk jurnal atau karya-karya ilmiah. Terdapat sedikitnya empat peneliti terdahulu yang membahas tentang pembiayaan syariah terhadap profitabilitas dan sektor riil. 1. Muhammad Alim (2010) dalam penelitiannya yang berjudul strategi bisnis perbankan syariah dalam upaya optimalisasi perannya sebagai penggerak sektor riil di Indonesia menyebutkan bahwa bank syariah memiliki peluang dan berkemampuan yang sangat besar untuk mengambil peran
28
sebagai penggerak sektor riil manakala mampu mengoptimalkan porsi
pembiayaan dengan pola mudharabah dan murabahah.
2. Hilman Hakiem dan Desi Silfiaratih Waluyo dalam penelitiannya yang
berjudul
musyarakah,
mudharabah
dan
menyebutkan bahwa musyarakah dan
pertumbuhan
sektor
riil
mudharabah merupakan model
pembiayaan bank syariah yang memiliki korelasi positif terhadap
pertumbuhan sektor riil.
3. Puspa Pesona Putri Maya dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah hubungannya dengan
profitabilitas
bank
umum
syariah
periode
2003-2007
menyebutkan bahwa realisasi pembiayaan pada bank umum syariah yang meliputi mudharabah, musyarakah, dan murabahah pada periode 20032007 memiliki hubungan negatif terhadap tingkat profitabilitas NPM dan GPM, akan tetapi pada pos pembiayaan tertentu berhubungan positif seperti pembiayaan murabahah pada pos OPM dan ROE.
Artinya,
profitabilitas pada bank umum syariah belum sepenuhya disumbang dari sektor pembiayaan tapi juga masih disumbang dari sektor pendukung yang lain seperti pengenaan biaya administrasi. 4. Wicaksana Dwi Fany dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh pembiayaan
mudharabah,
musyarakah
dan
murabahah
terhadap
profitabilitas bank umum syariah di Indonesia menunjukkan bahwa secara parsial variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Manajemen kredit atau pengelolaan pembiayaan perlu dilaksanakan dengan baik dan tepat untuk mencegah pembiayaan bermasalah, dengan manajemen pembiayaan yang baik maka perbankan syariah dapat memberikan pembiayaannya kepada debitur yang tepat dan dengan jenis usaha yang produktif. 5. Dina Rizkiah Hutasuhut dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh FDR, BOPO, dan NPF terhadap profitabilitas (ROE) perbankan syariah di Indonesia menunjukkan bahwa secara simultan variabel financing to deposit ratio (FDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
29
(BOPO) dan non performing financing (NPF) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap profitabilitas perbankan syariah di Indonesia.
2.7 Kerangka Pemikiran
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 yang kemudian diikuti dengan keluarnya UU no. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang
membolehkan operasional bank dengan sistem bagi hasil. Selanjutnya, dalam
kurun waktu enam tahun undang-undang tersebut diperbaharui dengan keluarnya
UU no. 10 Tahun 1998 yang mengatur dual banking system, diman bank konvensional diperbolehkan membuka unit usaha syariah, sehingga pertumbuhan perbankan syariah menjadi sangat pesat bak cendawan di musim hujan. Keberadaan UU itu juga kemudian diperkuat lagi dengan terbitnya fatwa bunga bank oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 16 Desember 2003 yang menyatakan bahwa bunga bank konvensional, asuransi dan semua lembaga keuangan konvensional itu adalah haram. Hingga kini pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Perkembangan ini ditandai dengan bertambahnya jumlah Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Syariah (BPRS) dan juga jaringan pelayanan perbankan syariah. Bagi umat Islam khususnya, kehadiran bank syariah secara emosional keagamaan telah memenuhi harapan batiniah berupa rasa aman dalam bertransaksi dan melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan rambu-rambu syariah. Pada sisi lain, perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan niscaya dituntut untuk memainkan peran yang sangat vital dalam menggerakkan sektor riil. Perbankan sebagai sub-sistem perekonomian nasional memiliki fungsi sebagai penggerak ekonomi melalui penyaluran dana pihak ketiga, kedalam jenis usaha yang mampu menggerakkan sektor riil, termasuk memfasilitasi transaksi jasa keuangan melalui skim yang dikelolanya. Hingga hari ini dunia perbankan, tak terkecuali perbankan syariah masih terus mendapatkan gugatan dari berbagai
30
pihak, hal ini dianggap lembaga keuagan ini belum dapat menjalankan fungsi utamanya sebagai penggerak sektor riil secara optimal.
Kehadiaran perbankan syariah sesungguhnya tidak hanya sekedar
pelengkap dalam industri perbankan nasional. Hal ini dibuktikan oleh tingkat
kinerja perbankan syariah dan kontribusinya terhadap dunia perbankan dinilai baik selama hampir 20 tahun. Kinerja ini semakin terlihat nyata ketika badai kritis melanda perekonomian Indonesia. Ketika kinerja perbankan konvensional turun
drastis dan banyak yang berguguran, perbankan syariah justru mampu bertahan ditengah hantaman krisis, bahkan menunjukkan perkembangan. Fenomena inilah
yang kemudian menjadi daya tarik bagi ekonom dan praktisi keuangan dari dalam dan luar negeri melakukan kajian dan penelitian ilmiah untuk mengungkap kekuatan apa dibalik sistem ekonomi syariah. Optimalisasi peran perbankan syariah dalam upaya menggerakkan sektor riil, seluruh pelaku perbankan syariah yang ada di Indonesia akan membuat terobosan baru dan melakukan langkah-langkah strategis didalam berupaya untuk mengelola bisnisnya. Dengan demikian, perbankan syariah melalui pembiayaanya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan material dan spiritual atas dasar keadilan, keseimbangan dan kemashlahatan bagi semua. Adapun kontribusi yang diberikan oleh bank syariah kepada perekonomian nasional adalah bahwa keberadaan bank syariah dapat menjamin terselenggaranya perekonomian yang lebih adil. Salah satu peran yang dimainkan oleh perbankan syariah
adalah
menyalurkan
pembiayaan
untuk
membantu
percepatan
perkembangan sektor riil. Hal itu tercermin dari peningkatan nilai pembiayaan perbankan syariah yang disalurkan untuk modal kerja dan investasi terhadap UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) yang mendapatkan porsi lebih besar dari pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah. Dalam perbankan syariah penghimpunan dana dapat berupa akad wadiah dan mudharabah, sementara untuk penyaluran dana dapat berupa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, jual beli, sewa beli seta jasa lainnya. Penyaluran dana dengan sistem bagi hasil menggunakan akad mudharabah dan musyarakah
31
sementara dengan sistem jual beli dapat menggunakan akad murabahah, salam, istishna dan al- qardh, serta untuk sewa beli menggunakkan akad ijarah dan
IMBT, sedangkan untuk jasa dengan wakalah, kafalah, hiwalah, sharf dan rahn.
Berikut merupakan gambaran pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan
oleh Bank Umum Syariah dan Init Usaha Syariah dari tahun 2007-2011: Tabel 2.1
Pembiayaan yang disalurkan BUS dan UUS (dalam Milyar Rupiah)
Pembiayaan
2007
2008
2009
2010
2011
Akad Mudharabah
5.578
6.205
6.597
8.631
10.229
Akad Murabahah
16.553
22.486
26.321
37.508
56.365
(Sumber: Statistik BI, disusun kembali)
Tabel 2.1 menunjukan bahwa dari berbagai jenis sistem penyaluran dana bank syariah di Indonesia, ternyata pembiayaan murabahah dan mudharabah yang paling diminati. Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Pembiayaan mudharabah lebih memfokuskan pada penyaluran dana yang dapat menggairahkan pertumbuhan sektor rill nasional dengan sasaran utamanya yaitu UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Sedangkan pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. Dari kedua macam pembiayaan tersebut pembiayaan murabahah yang paling signifikan pertumbuhannya serta paling besar kontribusinya terhadap pendapatan bank syariah. Sebagaimana bank umum lainnya, tugas utama bank syariah adalah mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Tingkat laba yang dihasilkan bank dikenal dengan istilah
32
profitabilitas. Profitabilitas perusahaan merupakan hal yang sangat penting, terutama sekali untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Tingkat
profitabilitas suatu perusahaan memperlihatkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas pendanaan yang
dilakukan. Profitabilitas juga digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Cara
untuk menilai tingkat profitabilitas suatu perusahaan beraneka ragam dan tergantung pada laba dan modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan
yang lainnya. Ada beberapa penulis yang menggunakan rentabilitas untuk mengukur profitabilitas perusahaan seperti yang dikemukakan berikut ini : Menurut Munawir (2001:115) bahwa: “Rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu”. Menurut Bambang Riyanto (1996 : 29) bahwa : “Cara penilaian rentabilitas suatu perusahaan ada dua yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri. Rentabilitas ekonomi adalah kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba, sedangkan rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba.” Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat
disimpulakan bahwa
profitabiltas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakkan seluruh modal sendiri. Adapun rasio yang dipilih dalam penelitian ini adalah return on equity (ROE). ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal sendirinya sehingga besarnya ROE mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam mengelola modal sendirinya untuk menghasilkan keuntungan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas
33
yang dimilikinya. Menurut Robert Ang (1997), ROE menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Besarnya ROE sangat
dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh perusahaan, semakin tinggi laba diperoleh maka akan semakin meningkatkan ROE. yang Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran
Bank Syariah
Nasabah
Penghimpunan Dana
Penyaluran Dana
Pembiayaan
Mudharabah
Murabahah Konsumtif
Sektor Riil
Nisbah bagi hasil
Sektor Riil
Margin Keuntungan
Bagi Hasil
Profit
ROE
Hipotesis Penelitian Berdasarkan
kerangka
pemikiran
yang
telah
diuraikan
diatas,
kemungkinan ada pengaruh dari pembiayaan mudharabah, pembiayaan murabahah, dan profitabillitas terhadap sektor riil baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas. 2. Terdapat pengaruh pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah terhadap sektor riil melalui profitabilitas.
34