BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Komunikasi (West, R. & Lynn Turner, 2009). adalah proses sosial di mana individu – individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintrepretasikan makna dalam lingkungan mereka. Terdapat lima istilah penting dalam mendefinisikan komunikasi, yaitu sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan. Pawito dan C Sardjono (dalam Sri, 2010) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran) dari suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan dalam pengetahuan, sikap dan atau perilaku overt lainnya. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama dalam model komunikasi yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver). Pakar komunikasi lain, Joseph A Devito mengemukakan komunikasi sebagai transaksi. Transaksi yang dimaksudkannya bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana komponen-komponennya saling terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan elemen lain, Suprapto (Sri, 2010). Dari berbagai definisi komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian pesan, pikiran atau gagasan kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain itu mamahami apa yang dimaksudkan baik secara langsung lisan maupun tidak 7 langsung.
2.1.2 Model Komunikasi a. Komunikasi sebagai aksi (Model Linear) Model komunikasi linear merupakan suatu pandangan satu arah mengenai komunikasi yang berasumsi bahwa pesan dikirimkan oleh suatu sumber melalui penerima melalui saluran. Didalam pendekatan pada komunikasi manusia terdiri atas beberapa elemen kunci, yaitu sumber (source) atau pengirim pesan, mengirimkan pesan (message) pada penerima (receiver) yang akan menerima pesan tersebut. Semua komunikasi ini terjadi dalam sebuah saluran (channel) yang merupakan jalan untuk berkomunikasi. Saluran biasanya berhubungan langsung dengan indra penglihatan, perasa, penciuman dan pendengaran. Didalam komunikasi melibatkan gangguan (noise) merupakan semua hal yang tidak dimaksudkan oleh sumber informasi. Terdapat empat jenis gangguan, diantaranya : 1. Gangguan semantik (Semantic Noise) berhubungan dengan slang, jargon atau bahasa-bahasa spesialisasi yang digunakan secara perorangan dan kelompok. 2. Gangguan fisik (Physical- Eksternal- Noise) berada diluar penerima pesan. 3. Gangguan psikologis (Psychological Noise) merujuk pada prasangka, bias, dan kecenderungan yang dimiliki oleh komunikator terhadap satu sama lain atau terhadap pesan itu sendiri. 4. Gangguan fisiologis (Physiological Noise) adalah gangguan yang bersifat biologis terhadap proses komunikasi. Gangguan seperti ini muncul apabila pembicara sedang sakit,lelah atau lapar (Richard West & Lynn Turner, 2009). Model komunikasi linear dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Model Komunikasi Linear
b. Komunikasi sebagai Interaksi (Model Interaksional) Komunikasi harus mengamati hubungan antara seorang pengirim dan penerima, seperti yang dikemukan oleh tokoh komunikasi yaitu Wilbur Schramm. Sehingga ia mengonseptualisasikan
model
komunikasi
interaksional
(Interactional
Model
of
Communication) yang menekankan proses komunikasi dua arah diantara para komunikator. Komunikasi berlangsung dua arah dari pengirim kepada penerima dan penerima kepada pengirim. Satu elemen yang penting pada model komunikasi ini yaitu adanya umpan balik (feedback) atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik ini dapat berupa verbal maupun non verbal, sengaja maupun tidak sengaja. Elemen lain yang ada dalam model ini adalah bidang pengalaman (field of experience) seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang memengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama lain lapar (West, R. & Lynn Turner, 2009). Model komunikasi interaksional dapat digambarkan seperti dibawah ini :
Gambar 2. Model Komunikasi Interaksional
c. Komunikasi sebagai Transaksi (Model Transaksional) Model
komunikasi
transaksional
(Transactional
model
of
communication)
menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah komunikasi. Komunikasi bersifat transaksional dikatakan bahwa proses tersebut kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi (West, R.& Lynn Turner, 2009). Model komunikasi transaksional dapat digambarkan seperti dibawah ini :
Gambar 3. Model Komunikasi Transaksional
2.1.3 Komunikasi Interpersonal Didalam
komunikasi
terdapat
tujuh
konteks
komunikasi
yaitu
komunikasi
intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil, komunikasi organisasi, komunikasi publik atau retorika, komunikasi massa dan komunikasi lintas budaya. Didalam skripsi ini peneliti ingin lebih membahas komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal (Interpersonal Communication) adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Pada komunikasi ini berfokus tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan. (West, R. & Lynn Turner, 2009). Para ahli telah mempelajari secara ekstensif gaya komunikasi dalam hubungan interpersonal. Penelitian di bidang ini terutama difokuskan pada efek gender gaya komunikasi, hubungan antara komunikator dan efeknya (misalnya, jenis hubungan dan lamanya waktu, atasan dan bawahan), budaya, situasi, dan harapan komunikator (Shawn, D. & Laura, 2011). Robert Norton (dalam Shawn, D. & Laura, 2011 ) mengembangkan sembilan gaya komunikator khusus biasanya digunakan dalam proses komunikasi yang menginformasikan sifat hubungan antara komunikator. Gaya ini telah dipelajari secara ekstensif di beberapa organisasi untuk menilai kepuasan komunikasi dan komitmen. 1. Gaya Komunikasi Dominan (Dominant communication style) : Gaya yang dominan dari komunikasi adalah ditandai dengan berbicara sering, kuat, dengan cara mendominasi dan mengambil alih saat berbicara. Komunikator menggunakan gaya yang dominan sering dianggap oleh orang lain sebagai individu yang memiliki tingkat tinggi kepercayaan diri. 2. Gaya Komunikasi Drama (Dramatic communication style) : Gaya komunikasi memerlukan komunikator untuk menggabungkan teknik baik fisik dan verbal untuk menciptakan kinerja pesan. Komunikasi menggunakan gaya ini sering dilakukan
melalui pengisahan cerita, penerapan lelucon, dan penggunaan hiperbola. Arti sebenarnya dari pesan komunikator yang dramatis yang mungkin tersembunyi dan bisa memerlukan pengetahuan latar belakang komunikator untuk mengungkap hal itu. Komunikator dapat menggunakan gaya ini untuk berurusan dengan informasi negatif mereka tidak bisa menyampaikan kepada orang lain secara langsung. Alasan lain untuk memilih gaya komunikasi ini adalah untuk memperkuat status komunikator dalam grup atau untuk mengurangi stres antara anggota kelompok. 3. Gaya Komunikasi Perdebatan (Contentious communication style) : Ini gaya komunikasi
mirip
menggunakan
dengan
gaya
gaya
perdebatan
dominan komunikasi
komunikasi. sering
Komunikator
digambarkan
yang
sebagai
argumentatif. Orang-orang yang menggunakan gaya ini tidak takut untuk menantang orang lain, terutama jika mereka memiliki bukti untuk mendukung posisi mereka. Akibatnya, mereka mengharapkan mitra komunikasi mereka untuk menyajikan pembuktian serupa ketika membuat klaim. Individu-individu yang berinteraksi dengan seseorang yang menggunakan gaya ini mungkin merasa perlu membela diri, yang dapat mengakibatkan kurang fokus pada pesan. 4. Gaya Komunikasi Animasi (Animated communication style) : Animasi komunikator biasanya mengungkapkan lebih lanjut tentang pikiran dan emosi melalui bahasa tubuh daripada melalui komunikasi verbal. Ketika berinteraksi dengan mitra komunikasi, orang yang menggunakan gaya ini sangat bergantung pada ekspresi wajah untuk menyampaikan makna. Beberapa ekspresi termasuk kontak mata untuk menunjukkan minat mitra komunikasi atau untuk mengungkapkan emosi, tersenyum untuk menunjukkan kesenangan, dan mengangguk untuk menunjukkan dukungan atau kesepakatan. Komunikator menggunakan gaya komunikasi animasi juga gerakan sering, menggunakan tangan mereka di samping postur dan posisi tubuh untuk menunjukkan pikiran. 5. Gaya Komunikasi Meninggalkan Kesan (Impression-leaving communication style) : Ini gaya komunikasi ini agak sulit untuk membedakan dari orang lain karena sangat
bergantung pada kesan terbentuk dari pengirim oleh penerima. Orang yang menggunakan gaya ini menyampaikan pesan dengan cara yang unik dan mudah bagi penerima untuk membedakan dari mitra komunikasi lainnya. Kualitas ini membuat orang menggunakan gaya meninggalkan kesan-mudah diingat. 6. Gaya Komunikasi Santai (Relaxed communication style) : Komunikator pendekatan komunikasi dalam gaya santai tampil tenang saat berinteraksi dengan mitra komunikasi mereka, bahkan dalam situasi stres tinggi. Sikap ini sering memberikan jaminan kepada pasangan mereka karena mereka tidak tampak cemas dan dapat membuat orang lain merasa nyaman. Komunikator santai berbicara dengan cara yang alami tetapi percaya diri dan tampaknya tidak menjadi gugup ketika diamati oleh mitra komunikasi. 7. Gaya Komunikasi Perhatian (Attentive communication style) : Ini gaya komunikasi ditandai oleh tindakan pengirim daripada komunikasi verbal dari orang itu. Seseorang memiliki gaya komunikasi yang penuh perhatian adalah pendengar yang baik dan memungkinkan mitra komunikasi tahu mereka sedang didengar. Bahasa tubuh seperti kontak mata dan mengangguk membiarkan mitra komunikasi tahu bahwa komunikator penuh perhatian mendengarkan. Orang yang menggunakan gaya komunikasi sering dianggap sebagai empati dan mampu menginternalisasi pesan, yang merupakan salah satu alasan bahwa mitra komunikasi cenderung untuk membuka diri terhadap mereka. 8. Gaya Komunikasi Terbuka (Open communication style) : Orang yang menggunakan gaya komunikasi yang terbuka tidak takut untuk mengungkapkan pikiran dan emosi mereka dan umumnya akan membiarkan orang lain tahu bagaimana perasaan mereka. Kata sifat digunakan untuk menggambarkan jenis komunikator yang banyak bicara, didekati, dan percakapan. Gaya komunikasi yang terbuka dapat dianggap sebagai atribut yang positif atau negatif dan akan tergantung banyak pada persepsi mitra komunikasi.
9. Gaya Komunikasi Bersahabat (Friendly communication style) : Komunikator yang menggunakan gaya komunikasi yang ramah memiliki efek positif pada mitra komunikasi mereka. Efek ini menyebabkan orang mencari interaksi dengan mereka. Komunikator dalam gaya komunikasi ini menggunakan kedua bahasa tubuh dan komunikasi verbal untuk memperkuat citra diri orang lain dengan menunjukkan mereka bahwa mereka menarik orang-orang yang ramah. Gaya komunikasi juga ditandai oleh pengakuan dari prestasi dan nilai dari mitra komunikasi. 2.1.4 Komunikasi Tuna Rungu Kemampuan
komunikasi
yang
dimiliki
oleh
tuna
rungu
terbatas
dalam
menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan dan kehendaknya pada orang lain seperti perkataan. Pada individu tuna rungu menggunakan komunikasi khusus yaitu menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat bantu (hearing aid). Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi tuna rungu adalah suatu kecakapan individu dengan menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat bantu (hearing aid) dalam penyampaian informasi, gagasan, emosi, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya (Revi, 2008). Menurut Van Oden (dalam Revi, 2008) bentuk komunikasi pada anak tuna rungu tidak berbeda dengan bentuk komunikasi anak yang mendengar, yaitu dapat dibedakan antara bentuk komunikasi ekspresif dan bentuk komunikasi reseptif. Komponen komunikasi ekpresif meliputi bicara, berisyarat, berejaan jari, menulis dan memimik. Sedangkan komponen komunikasi reseptif meliputi membaca ujaran, membaca isyarat, membaca ejaan jari, membaca mimik serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan kode yaitu cara verbal dan non verbal (Revi, 2008). Dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi tuna rungu adalah suatu kecakapan individu dengan menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture, serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat bantu (hearing aid)
dalam
penyampaian informasi, gagasan, emosi, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya. 2.2 Self Esteem 2.2.1 Definisi Self Esteem Definisi self esteem menurut Rosenberg (dalam Indarwati, 2011) adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya. Coopersmith (dalam Indarwati, 2011) berpendapat bahwa self esteem sebagai suatu penelitian diri yang dilakukan oleh seorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Dari penjelasan definisi self esteem di atas, dapat disimpulkan bahwa self esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri yang mencerminkan sikap penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. 2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Self ESteem Menurut Wirawan dalam (Indarwati, 2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self esteem seseorang yaitu: a. Fisik : Seperti ciri fisik dan penampilan wajah. b. Psikologis : Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. c. Lingkungan Sosial : Seperti orangtua dan teman sebaya. d. Tingkat Inteligensi e. Status Sosial Ekonomi f. Ras dan Kebangsaan
g. Urutan Kelahiran Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa self esteem seseorang dapat meningkat, jika orang tersebut memiliki faktor-faktor harga diri yang mendukungnya (Indarwati, 2011). 2.2.3 Karakteristik Self Esteem Self Esteem (Coopersmith dalam Indarwati, 2011) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Self esteem yang tinggi pada seseorang, memiliki pengaruh terhadap orang lain, mampu mengontrol keadaan, aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, dapat menerima kritik dengan baik, percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, dapat menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang kurang jelas. b. Self esteem moderat pada seseorang, mempunyai gambaran pengalaman yang disukai individu. Individu yang mempunyai self esteem moderat, memiliki banyak persamaan dengan individu yang memiliki self esteem tinggi. c. Self esteem yang rendah pada seseorang, takut mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial sehingga merasa tidak yakin bahwa orang lain akan menyukai dirinya, dan terlihat sebagai orang yang mudah putus asa. 2.2.4
Aspek – Aspek Self Esteem
Menurut Coopersmith (dalam Indarwati, 2011) aspek-aspek yang terkandung dalam self esteem ada tiga yaitu: a. Perasaan Berharga Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu tersebut merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat mengontrol terhadap dunia di luar dirinya. Selain itu individu
tindakan-tindakannya tersebut juga dapat
mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik. b. Perasaan Mampu
Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap
yang memiliki
Universitas Sumatera
Utara 16 yang demokratis serta orientasi yang realistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna
tetapi sadar akan
keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi. c. Perasaan Diterima Perasaan diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia
dapat
diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu. 2.2.5
Skala Self Esteem Rosenberg Skala Self Esteem Rosenberg (RSE) adalah self esteem global yang paling banyak
digunakan dari 25% studi yg telah diterbitkan terakhir dalam tinjauan sebelumnya yg telah disebutkan oleh Blascovich dan Tomaka dalam (Shane, 2003). RSE adalah 10 item skala Guttman dengan tingkat keandalan internal yg tinggi. Rosenberg melaporkan bahwa skala tersebut secara sederhana dihubungkan dengan tindak tanduk suasana hati. Carmines dan Zeller mengidentifikasikan salah satu masalah yg berpotensi dengan RSE tersebut. Mereka mengidentifikasi faktor-faktor "positif" dan "negatif" secara masingmasing. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun dalam arah yg negatif telah dimuat dalam faktor negatif dan pertanyaan-pertanyaan yang disusun dengan cara yang positif dimuat paling banyak pada faktor-faktor positif, sehingga menunjukan sebuah rangkaian tanggapan. Karena kedua faktor-faktor tersebut hampir sama dengan kriteria faktor yang tak tetap atau kriteria variabel (kekuatan, arah, dan konsistensi), kendati demikian mereka mereka menarik konsep umum yang sama (Shane & Snyder, 2003).
2.3 Tuna Rungu Secara medis kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran.Secara pedagosis kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus. Anak tuna rungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa (Suryana, 1996). 2.3.1
Klasifikasi tuna rungu menurut etiologi
a. Faktor Endogen
1. Faktor Keturuan dari salah satu atau kedua orangtua yang mengalami ketunarunguan. Tuna rungu sejenis ini disebut tuna rungu genetik. Biasanya koklea anak tidak berkembang secara normal akibatnya terjadi kelainan pada organ korti. 2. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit cacar atau campak (rubela, german measles) sehingga anak yang dilahirkan menderita tuna tungu mutisin. Selain itu juga mengakibatkan kerusakan pada koklea dan terjadi tuna rungu perseptif. 3. Ibu yang mengandung menderita keracunan darah atau toksemia akibatnya plasenta rusak dan memberi pengarauh terhadap pertumbuhan janin, anak yang lahir akan menjadi tuna rungu.
b. Faktor Eksogen
1. Anak mengalami infeksi pada kelahiran yang menyebabkan kerusakan pada alat atau syaraf pendengarannya yang meliputi meningitis atau peradangan selaput otak mengakibatkan tuna rungu peseptif, atau ototis media yang kronis. 2. Otosklerosis ialah tumbuh tulang pada sekitar fenestra ovalis atau pada ketiga tulang pendengaran. 3. Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam.
Menurut anatomi fisiologis pengertian tuna rungu hantaran (konduksi) ialah tuna rungu yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran udara pada telinga bagian tengah. Tuna rungu saraf (Perseptif) ialah tuna rungu yang disebabkan
oleh
kerusakan
atau
tidak
berfungsinya
alat-alat
pendengaran
yang
menyalurkan getaran kepusat pendengaran pada lobus tempolaris. Menurut nada yang tidak dapat didengar dibedakan menjadi tuna rungu nada rendah. Dimana individu hanya dapat mendengar nada-nada yang tinggi saja. Tuna rungu nada tinggi, dimana individu hanya dapat mendengar nada-nada rendah saja. Menurut saat terjadinya, tuna rungu dapat terjadi pada waktu bayi masih dalam kandungan atau pada masa prenatal, pada kelahiran karena prematur, kesalahan penggunaan alat bantu melahirkan atau karena kekurangan okesigen, atau setelah kelahiran (Suryana, 1996).
2.3.2
Perkembangan dan Ciri-Ciri Tuna Rungu
a. Perkembangan bahasa-bicara
Pada awal meraban, tuna rungu tidak mengalami hambatan karena meraban kegiatan alami dari pernapasan dan pita suara. Pada akhir masa maraban merupakan kenikmatan karena anak dapat mendengar suara yang dikeluarkannya. Pada anak tuna rungu hal tersebut tidak terjadi, dnegan demikian meraban sebagai awal perkembangan bicara terhenti. Pada masa meniru, terbatas pada peniruan
visual yairu gerak dan isyarat karena itu ada yang berpendapat bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu dan anak tuna tungu, sedangkan bahasa bicara merupakan hal yang asing baginya. Perkembangan bahasa bicara selanjutnya memerlukan pembicaraan secara khusu dan itensip, sesuai dengan taraf tuna rungu dan kemampuan-kemampuan lainnya (Suryana, 1996).
b. Perkembangan Intelegensi
Dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, akan nampak intelegensinya yang rendah disebabkan karena kesulitan dalam memahami bahasa. Berprestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal untuk materi yang diverbalisasikan.
Pendapat lain dari seorang ahli bernama Myklebust (1953) menyimpulkan bahwa fakta yang ditunjukan anak tuna rungu, tidak keseluruhan mempunyai kecerdasan yang
rendah.
Bagaimanapun
Myklebust
mengubah
pendiriannya
dengan
membuktikan bahwa sekalipun anak tuna rungu secara kuantitatif (istilah dari nilai IQ) sama dengan orang mendengar namun secara kualitatif mereka berbeda. Kualitas aspek-aspek perceptual dan konseptual individu tuna rungu dan pemikiran mereka berbeda. Myklebust mempersepsi bahwa kecerdasan anak tuna rungu secara kuantitatif sama dengan anak mendengar, tetapi secara kualitatif lebih rendah. Hal ini
karena adanya keterbatasan dalam kemampuan yang berbeda.
Kemampuan konseptual anak akan meningkat apabila kemampuan berbahasanya ditingkatkan atau memadai (Suryana, 1996).
c. Perkembangan Emosi
Keterbatasan berkomunikasi akan mengakibatkan rasa terasing dari lingkungannya, anak tuna rungu mampu melihat semua kejadian tetapi ia tidak mampu mengikuti dan
memahami
kejadian
itu
secara
menyeluruh
sehingga
menimbulkan
perkembangan emosi yang tidak stabil. Perasaan curiga dan kurang percaya diri pada diri sendiri (Suryana, 1996).
d. Perkembangan Kepribadian
Kurang mempunyai konsep tentang relasi sosial meliputi pengertian yang luas yaitu lingkungan hidup dimana anak berintegrasi antara individu, individu dengan kelompok, dengan keluarga dan anggota masyarakat yang berada disekitarnya dapat menimbulkan beberapa aspek negatif seperti perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh orang disekitarnya, perasaan cemburu dan waspada serta merasa diperlakukan tidak adil, kurang dapat bergaul, mudah marah bahkan sering bersikap agresif (Suryana, 1996).
e. Perkembangan Fungsi Motorik
-
Tidak tertinggal dari individu yang normal dalam perkembangan kematangan bidang motorik seperti unsur waktu duduk, berjalan dan lainnya.
-
Tidak tertinggal dalam bidang ketrampilan atau menggunakan kecakapan tangan.
-
Berprestasi di bawah normal pada umumnya dalam segi kordinasi lokomotorik, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan dan bergerak. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terdapat pada alat keseimbangan atau daerah kanalis semikirkulair. Kecepetan motorik terutama yang bersifat komplek dalam melaksanakan suatu perbuatan karena anak tuna rungu mengalami kesukaran
tentang
konsep
itu.
Gerakkan
simultan
yaitu
kemampuan
menggunakan salah satu komponen motorik misalnya tangan sedangkan komponen lainnya misalnya kaki digunakan untuk gerakan yang berbeda (Suryana, 1996).
2.4 Dewasa Muda
Menurut seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (1999) tergolong dewasa muda (young adulthood ) ialah usia 20-40 tahun. Orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition), transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
2.4.1 Transisi Fisik
Dari pertumbuhan fisik, menurut Santrock (1999) diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lain-nya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga siap melakukan tugastugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah dapat di-kenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau perdata). Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi (Agoes, 2008).
2.4.2
Transisi Intelektual
Menurut anggapan Piaget (dalam Grain, 1992; Miller, 1993; Santrock, 1999; Papalia, Olds, & Feldman, 1998), kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operational formal, bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner &Helms, 1995). Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. Dari sisi intelektual, sebagian besar dari
mereka telah lulus dari SMU dan masuk ke perguruan tinggi (uniiversitas/akademi). Kemudian, setelah lulus tingkat universitas, mereka mengembangkan karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. Namun demikian, dengan perubahan zaman yang makin maju, banyak di antara mereka yang bekerja, sambil terns melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, misalnya pascasarjana. Hal ini mereka lakukan sesuai tuntutan dan kemajuan perkembangan zaman yang ditandai dengan masalah-masalah yang makin kompleks dalam pekerjaan di lingkungan sosialnya (Agoes, 2008).
2.4.3
Transisi Peran Sosial
Pada masa ini, mereka akan menindak lanjuti hubungan dengan pacarnya (dating), untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang bam, yakni terpisah dari kedua orang tuanya. Di dalam kehidupan rumah tangga yang baru inilah, masing-masing pihak baik laki-laki maupun wanita dewasa, memiliki peran ganda, yakni sebagai individu yang bekerja di lembaga pekerjaan ataupun sebagai ayah atau ibu bagi anak-anaknya. Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga, sedangkan seorang wanita sebagai ibu rumah tangga, tanpa meninggalkan tugas karier tempat mereka bekerja Namun demikian, tidak sedikit seorang wanita mau meninggalkan kariernya untuk • menekuni tugas-tugas kehidupan sebagai ibu rumah tangga (domestic tasks), agar dapat mengurus dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebagai anggota masyarakat, mereka pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial, misalnya dalam kegiatan pen-didikan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pengurus RT/RW (Agoes, 2008).
2.5 Kerangka Berpikir
TUNA RUNGU
Perkembangan Dewasa Muda
FISIK -
Tidak dapat mendengar.
-
Tidak dapat berbicara.
KOGNITIF Kognitif individu tuna rungu tidak berbeda jauh dengan individu normal. Prestasi lebih rendah jika secara verbal.
SOSIAL Kurang mempunyai konsep tentang relasi sosial meliputi pengertian yang luas.
KOMUNIKASI Komunikasi Interpersonal
9 Gaya Komunikasi Interpersonal.
Self Esteem Tinggi, Sedang, Rendah. Gambar 4. Hubungan Gaya Komunikasi dengan Self Esteem pada Tuna Rungu Dewasa Muda.
Di dalam sebuah kehidupan manusia memerlukan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut salah satunya memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain. Komunikasi yang baik dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tidak lisan, tetapi karena adanya keterbatasan fisik yang dimiliki oleh beberapa individu dapat menjadi suatu hambatan dalam menjalankan komunikasi. Salah satu contoh keterbatasan fisilk tersebut yaitu tidak dapat mendengar dan berbicara yang dapat menghalangi individu untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dengan keterbatasan fisik tersebut membuat individu yang mengalami kerusakan pada pendengaran (tuna rungu) dan tidak dapat berbicara (tuna wicara), tidak dapat menyampaikan maksud atau pesan sebenarnya dari komunikasi yang ingin individu sampaikan kepada orang lain. Begitu juga sebaliknya bila orang lain menyampaikan suatu pesan tidak dapat dimengerti dengan mudah oleh individu yang mengalami keterbatasan fisik tersebut. Sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana cara dan gaya komunikasi individu tuna rungu.
Hal ini membuat individu tuna rungu merasa kurang percaya diri dalam melakukan komunikasi dengan orang lain sehingga nantinya akan berdampak pada self esteem individu apabila ingin melakukan komunikasi dengan orang yang baru dikenal maupun dengan orang yang sudah dikenal.
2.6 Hipotesis
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya komunikasi dengan self esteem pada tuna rungu dewasa muda
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya komunikasi dengan self esteem pada tuna rungu dewasa muda.