BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi
Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107˚52‟ - 108˚36‟ BT dan 6˚15‟6˚40‟ LS. Berdasarkan topografinya, sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2%. Batas administratif Kabupaten Indramayu adalah: a. Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa b. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Cirebon. 6
c. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Subang. d. Sebelah Timur, berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon. Luas total Kabupaten Indramayu yang tercatat adalah seluas 204.011 Ha. Luas ini terbagi menjadi 31 kecamatan dan 210 desa. Dari kecamatan yang ada 11 diantaranya merupakan kecamatan pesisir. Luas seluruh kecamatan pesisir Kabupaten Indramayu adalah 68.703 km2 atau 35% dari luas kabupaten dengan garis pantai mencapai 114,1 km dan 37 desa pesisir (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007). II.1.2 Keadaan Meteorologi Sistem iklim di pesisir Kabupaten Indramayu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim di Indonesia. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Informasi iklim dan cuaca pada setiap wilayah pesisir pantai utara Jawa Barat masih terbatas, namun hasil studi di wilayah Indramayu menunjukkan bahwa selama periode 14 tahun (19801993) angin umumnya berasal dari Barat Laut (29,35%), Timur Laut (22,01%), dan Utara (18.32%). Kecepatan angin umumnya (41,35%) bertiup dengan kisaran antara 3-5 m/s, sedangkan (0,62%) kecepatan angin sangat lemah yaitu < 1 m/s yang dapat diklasifikasikan pada kondisi teduh. (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007). II.1.3 Keadaan Oseanografi a. Pasang Surut Laut Pasang surut (pasut) laut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Pengaruh gravitasi benda-benda langit terhadap bumi tidak hanya menyebabkan pasut laut, tetapi juga mengakibatkan perubahan bentuk bumi dan atmosfer. Walaupun secara umum pergerakan pasang surut ini dapat dipengaruhi oleh posisi bulan dan matahari, namun karakter perairan pantai seperti wilayah kepulauan dan kedalaman juga memberikan kontribusi terhadap sifat pasut secara lokal. Kompleksitas faktor fisik ini menyebabkan perubahan sifat pasut yang bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
7
Pasut dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu tipe diurnal (harian tunggal), semi-diurnal (harian ganda), dan campuran. Pasut diurnal terjadi apabila dalam satu hari terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah. Pasut semi-diurnal terjadi apabila dalam satu hari pengamatan terjadi dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan dua kali kedudukan permukaan air terrendah. Pasut campuran terjadi dari gabungan antara pasut diurnal dan semi-diurnal. Berdasarkan data perkiraan dari dua stasiun (Tanjung Priok dan Cirebon), tipe pasut di wilayah Pantai Utara Jawa Barat dalam hal ini termasuk wilayah Kabupaten Indramayu adalah campuran mengarah ke semi-diurnal (campuran berganda). Hal tersebut didukung juga oleh hasil perhitungan data pengukuran pasang surut selama 15 hari di daerah Indramayu (Tabel 2.1) yang menunjukkan bahwa tipe pasut di wilayah Indramayu (Pantai Utara Jawa Barat) adalah campuran berganda. (Prayoga dan Rohman, 2012). Tabel 2.1. Harga Komponen Pasut Berdasarkan Hasil Pengolahan Data dengan Metode Kuadrat Terkecil (Prayoga dan Rohman, 2012) Jenis Komponen
Amplitudo (cm)
Beda Fase
S2
7.6
131.9
K2
2.2
131.9
M2
15.2
306.2
N2
2.9
306.2
K1
14.7
98
P1
4.8
98
O1
7.4
92.3
Q1
1.4
92.3
MF
2
59.3
M4
0.8
26.3
(o)
8
Perhitungan tipe Pasang Surut (berdasarkan bilangan F): A (O1) + A (K1) A (M2) + A (S2) 7.4 + 14.7 15.2 + 7.6 0.969 0.25 < F < 1.5 Jenis pasang surut : Campuran Condong ke semi Diurnal (Pasang surut harian ganda) (Prayoga dan Rohman, 2012). Sementara itu kisaran maksimum tinggi pasang dan surut terbesar adalah 1 m dan kisaran tinggi pasang dan surut kedua adalah 0,5-0,7 m (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007 ). b. Arus Laut Arus dan kecepatan arus ditentukan oleh sifat dan pola pembangkit utamanya, yaitu pasut dan non-pasut. Karakteristik arus laut di perairan pesisir Indramayu juga dipengaruhi oleh pola umum arus laut di Perairan Utara Jawa, dimana pengaruh musim sangat signifikan (Affan, 2009). Secara umum pola arus di perairan Utara Jawa dipengaruhi oleh angin musim. Pada musim Timur pada bulan Mei-September, arus permukaan ke arah Barat. Sedangkan pada musim Barat pada bulan Desember-Februari, arus permukaan menuju ke arah Timur (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007). c. Keadaan Pesisir Kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertambakan dengan cara pembabatan hutan lindung, seperti mangrove, telah memicu abrasi pantai terutama hampir di sepanjang perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat sampai daerah Pantai Karawang. Pembukaan hutan lindung ini mengakibatkan kondisi pantai menjadi tidak stabil terhadap arus pantai. Kondisi ini tentunya akan merubah aliran arus pantai dan arus ini akan mengikis wilayah yang kurang stabil. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya abrasi dan sedimentasi. (Affan, 2009).
9
II.2 Teori Dinamika Laut II.2.1 Pasang Surut Laut Pasang surut laut adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasut. Walaupun massa matahari jauh lebih besar dibanding massa bulan, namun karena jarak bulan yang jauh lebih dekat ke bumi dibanding matahari, matahari hanya memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap pembangkitan pasut di bumi. Fenomena pasut dijelaskan dengan „teori pasut setimbang‟ yang dikemukakan oleh Sir Isaac Newton pada abad ke-17. Teori ini menganggap bahwa bumi berbentuk bola sempurna dan dilingkupi air dengan distribusi massa yang seragam. Pembangkitan pasut dijelaskan dengan „teori gravitasi universal‟, yang menyatakan bahwa : pada sistem benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya yang besarnya sebanding dengan perkalian massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya : 𝐹=𝐺
𝑚1𝑚1
(2.1)
𝑟2
Pasut di satu lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal, semi-diurnal, dan campuran. Pasut diurnal terjadi dari satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut semi-diurnal terjadi dari dua kali kedudukan permukaan air tertinggi dan dua kali kedudukan permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut campuran terjadi dari gabungan pasut diurnal dan semi-diurnal. Pasang surut air laut dipengaruhi oleh beberapa komponen harmonik, komponen harmonik pasut utama dapati
dilihat
pada
Tabel
2.2.
Komponen-komponen
harmonik
tersebut
dikelompokkan menurut jenis tertentu, yaitu semi-diurnal, diurnal, perioda panjang dan perairan dangkal.
10
Tabel 2.2 Komponen Harmonik Pasut Utama (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005) Spesies Semi-diurnal
Komponen
Perioda (Jam)
M2
12.42
S2
12.00
N2
12.66
K2
11.97
Diurnal
K1 O1 P1 Perioda Panjang Mr Mm Ssa Perairan Dangkal 2SM2
23.93 25.82 24.07 327.86 661.30 2191.43 11.61
MNS2
13.13
MK3
8.18
M4 MS4
6.21 2.20
Fenomena Gravitasi bulan sejajar dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi Gravitasi matahari dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator bumi Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips Perubahan jarak matahari ke bumi akibat lintasan yang berbentuk elips Deklinasi sistem bulan dan matahari Deklinasi bulan Deklinasi Matahari Variasi setengah bulanan Variasi bulanan Variasi semi tahunan Interaksi bulan dan matahari Interaksi bulan dan matahari dengan perubahan jarak matahari akibat lintasan berbentuk elips Interaksi bulan dengan matahari dengan perubahan jarak bulan akibat lintasan yang berbentuk elips 2x kecepatan sudut M2 Interaksi M2 dan S2
II.2.2 Arus Laut Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Gerakan tersebut merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Arus laut adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal maupun horizontal. Berdasarkan tenaga pembangkitnya, arus dibedakan menjadi arus pasut dan arus non pasut. Arus pasut merupakan gerak vertikal (naik turunnya) permukaan air laut karena pasut pada wilayah perairan dan interaksinya dengan batas-batas perairan tempat pasut terjadi menimbulkan gerak badan air ke arah horizontal. Batas-batas perairan tersebut dapat berupa dinding perairan (pantai dan kedangkalan) dan lantai
11
perairan (dasar). Fenomena ini terjadi pada daerah teluk, muara sungai, perairan dangkal. (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005). Arus non-pasut merupakan arus yang yang terbentuk tanpa adanya pengaruh dari aktivitas pasut laut. Pada arus permukaan, arus non-pasut bersifat a-periodik secara temporal yang sebagian besar dibangkitkan oleh angin. Arus yang terjadi akibat tenaga angin akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada kedalaman tertentu. Arus nonpasut dapat juga diakibatkan oleh gaya gravitasi, densitas, temperatur dan perbedaan kandungan oksigen dalam air. Kombinasi antara arus pasut dan arus-non pasut akan membentuk arus laut. (Asvarhoza, 2011). II.3 Pemodelan Numerik Dinamika Laut Model merupakan suatu bentuk acuan, pola, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Model juga dapat didefinisikan sebagai abstraksi dari bentuk yang sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana. Pemodelan merupakan suatu bentuk usaha untuk membuat suatu replika atau tiruan dari suatu sistem yang sebenarnya dengan memanfaatkan suatu media untuk merepresentasikan sistem tersebut. Pemodelan dinamika laut merupakan suatu proses penggambaran pergerakan air laut dimana dinamika laut yang dimodelkan berupa pergerakan arus, gelombang serta perpindahan sedimen yang terjadi. Pemodelan dinamika laut ini dapat dimodelkan dengan menggunakan pemodelan matematika. Pemodelan matematika terbagi menjadi dua, yaitu pemodelan analitik dan pemodelan numerik. Dalam pemodelan dinamika laut, metode yang digunakan adalah pemodelan numerik. Pemodelan numerik dinamika laut dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Membangun domain model Tahap ini merupakan tahap pertama dalam proses pemodelan, dimana permasalahan akan dimodelkan dalam bentuk persamaan matematika. Dalam
12
tahap ini juga akan dilakukan penentuan daerah pemodelan. Untuk membangun domain model diperlukan data kedalaman laut dan data garis pantai. 2. Penentuan syarat batas dan syarat awal Pada tahap ini akan ditentukan nilai masukan di daerah batas-batas model. 3. Penentuan parameter masukan model Pada tahap ini dilakukan penentuan parameter masukan dari data yang diperoleh atau dari model numerik lain dan melakukan settingan terhadap model dengan menggunakan parameter yang dipilih. 4. Uji sensitifitas model Uji sensitifitas model ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang sangat berpengaruh terhadap pemodelan. 5. Melakukan simulasi dua musim Simulasi dua musim dilakukan untuk mendapatkan nilai pasang surut dan arus maksimum pada dua musim yang berbeda, yaitu musim angin barat dan musim angin timur. 6. Pemetaan parameter dinamika laut 7. Analisis Dilakukan analisis terhadap hasil pemodelan dinamika laut. II.4 Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi Abrasi merupakan suatu fenomena dimana berkurangnya wilayah pantai yang disebabkan oleh proses dinamika laut. Proses dinamika laut yang mempengaruhi terjadinya abrasi yaitu arus, gelombang, dan pasang surut. Proses abrasi juga bisa dipengaruhi oleh faktor dari manusia sendiri. Kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia dalam penggunaan lahan di wilayan pesisir merupakan salah satu penyebab terjadinya abrasi. (Asvarhoza, 2011). Variabel-variabel kerentanan pesisir yang bisa diidentifikasi. Variabel-variabel tersebut yaitu tunggang pasut, kecepatan arus, tinggi gelombang signifikan, kemiringan topografi, ukuran butir sedimen, intensitas curah hujan, kecepatan angin maksimum, dan arah datangnya gelombang. Keseluruhan variabel tersebut sangat
13
berpengaruh terhadap kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi. Pada tabel 2.3 dapat dilihat klasifikasi kerentanan dari setiap variabel. Tabel 2.3. Indeks Kerentanan Pantai (Windupranata dkk., 2011 dengan modifikasi) No
Variabel
1 2 3
Tunggang Pasut Maksimum (m) Kecepatan Arus (m/s) Tinggi Gelombang Signifikan (m)
1 <0,5 <0,1 <0,5
4
Sudut Datang Gelombang (˚)
80-90
5
Kemiringan Topografi (%)
<5
6
Jenis Sedimen
Batu Keras
7
Tutupan Lahan
Vegetasi
8 9
Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Kecepatan Angin Rata-rata (m/s)
Klasifikasi 2 3 0,5-1,29 1,30-1,99 0,1-0,29 0,30-0,49 0,5-1,29 1,30-1,99 0-20 atau 20-35 atau 70-80 55-70 5-10 10-15 Batu Halus/ Pasir Lumpur Kasar Kawasan Tanah Terbangun
4 >2,00 >0,5 >2,00 35-55 >15 Pasir Halus Perairan
<50
50-99
100-199
>200
<3
4-6
7-9
>10
Keterangan dari nilai klasifikasi Tabel 2.3 : 1=aman
2 = kurang rentan
3 = rentan
4 = sangat rentan
Kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi disebabkan oleh banyak faktor. Wilayah pesisir yang mempunyai arus laut dan gelombang yang besar sangat rentan terhadap abrasi. Kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi ini bisa menimbulkan dampak yang sangat merugikan, terutama bagi para penduduk yang tinggal di sepanjang pantai dan memiliki mata pencaharian yang bergantung pada hasil laut. Abrasi yang terjadi secara terus-menerus bisa mengakibatkan hilangnya tempat tinggal dan mata pencaharian bagi para penduduk yang tinggal di kawasan pesisir, terutama mereka yang tinggal di sepanjang pantai. Untuk membedakan pengaruh dari variabel terhadap fenomena abrasi dilakukan pembobotan gelombang terhadap tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yang dikembangkan oleh Mugiarto (2012). Nilai bobot untuk masing-masing variabel bisa dilihat pada tabel 2.4.
14
Tabel 2.4. Nilai Bobot Variabel Fisik yang Mempengaruhi Kerentanan Wilayah Pesisir (Mugiarto, 2012) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel Fisik Tunggang Pasang Surut Arus Maksimum Tinggi Gelombang Arah Datang Gelombang Kemiringan Pantai Sedimen Pantai Tutupan Lahan Curah Hujan Kecepatan Angin Jumlah Bobot Total
Bobot 0,06 0,11 0,23 0,23 0,06 0,23 0,04 0,02 0,02 1
Pada penelitian kali ini variabel fisik yang digunakan ada dua, yaitu tunggang pasang surut maksimum dan arus maksimum. Pada tabel 2.4 dapat dilihat bahwa bobot tunggang pasang surut sebesar 0,06 dan bobot arus maksimum sebesar 0,11. Karena variabel fisik yang digunakan ada dua, maka pembobotan untuk masing-masing variabel menjadi : 0,06
Tunggang pasang surut = 0,06+0,11 = 0,35 Arus maksimum =
0,11 0,06+0,11
= 0,65
Jumlah bobot total = 0,35+0,65 = 1 Untuk menghitung indeks kerentanan pesisir terhadap abrasi, dapat digunakan persamaan 2.2 (Mugiarto, 2012). IKPA = v1 b1 + v2 b2 + . . . . +vn bn
(2.4)
keterangan : IKPA
= Indeks Kerentanan Pantai terhadap Abrasi
v
= nilai masing-masing variabel yang disesuaikan dengan tabel 2.3
b
= bobot variabel yang disesuaikan dengan tabel 2.4
Dalam tugas akhir ini, persamaan 2.4 disesuaikan dengan variabel fisik yang diteliti sehingga persamaan 2.4 menjadi persamaan 2.5.
15
IKPA = v1 b1 + v2 b2
(2.5)
keterangan ; v1 = nilai kelas untuk tunggang pasut maksimum b1 = bobot untuk tunggang pasut maksimum v2 = nilai kelas untuk arus maksimum b2 = bobot untuk arus maksimum Klasifikasi penilaian dari hasil perhitungan IKPA dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Nilai IKPA (Mugiarto, 2012) IKPA Keterangan
1 s.d. <1,5 aman
1,5 s.d. <2,5 kurang rentan
2,5 s.d. <3,5 rentan
3,5 s.d. 4 sangat rentan
II.5 Perangkat Lunak Pemodelan Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Delft3D. Delft3D dikembangkan secara khusus untuk pemodelan arus dan perpindahan sedimen yang diperoleh dari data peristiwa pasang surut atau proses meteorologi lainnya. Perangkat lunak Delft3D ini menggunakan rumus persamaan matematika dalam proses pemodelan arus, perpindahan sedimen, pasang surut, dan pemodelan lainnya. Pada penelitian ini program Delft3D yang digunakan adalah Delft3D-Flow. Persamaan matematika yang digunakan yaitu persamaan Navier-Stokes. Persamaan NavierStokes memiliki bentuk pesamaan differensial yang menerangkan pergerakan dari suatu fluida. Persamaan ini menggambarkan hubungan laju perubahan suatu variabel terhadap variabel lain. Untuk menyelesaikan pemodelan numerik dari pemodelan hidrodinamik, sistem Delft3D-flow menggunakan persamaan diferensial dalam perhitungannya, dimana untuk persamaannya berasal dari persamaan tiga dimensi Navier-Stokes. Persamaan momentum untuk pergerakan arus dalam arah x, y, dan z yaitu : a. Pada arah x : 𝜕 𝜕𝑡
𝜌𝑢 +
𝜕 𝜕𝑥
𝜌𝑢𝑢 +
𝜕 𝜕𝑦
𝜌𝑢𝑣 +
𝜕 𝜕𝑧
𝜌𝑢𝑤 +
𝜕 𝜕𝑥
𝑃 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑥
𝜎𝑥𝑥 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑦
𝜏𝑥𝑦 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑧
𝜏𝑥𝑦 𝜌
−
𝐹𝑥 𝜌
=0
(2.2)
16
b. Pada arah y : 𝜕 𝜕𝑡
𝜌𝑢 +
𝜕 𝜕𝑥
𝜌𝑣𝑢 +
𝜕 𝜕𝑦
𝜌𝑣𝑣 +
𝜕 𝜕𝑧
𝜕 𝜕𝑦
𝜌𝑤𝑣 +
𝜌𝑣𝑤 +
𝜕 𝜕𝑥
𝑃 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑥
𝜏𝑦𝑥 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑦
𝜎𝑦𝑦 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑧
𝜏𝑦𝑧 𝜌
−
𝐹𝑦 𝜌
=0
(2.3)
=0
(2.4)
c. Pada arah z : 𝜕 𝜕𝑡
𝜌𝑢 +
𝜕 𝜕𝑥
𝜌𝑤𝑢 +
𝜕 𝜕𝑧
𝜌𝑤𝑤 +
𝜕 𝜕𝑥
𝑃 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑥
𝜏𝑧𝑥 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑦
𝜏𝑧𝑦 𝜌
−
𝜕 𝜕𝑧
𝜎𝑧𝑧 𝜌
−
𝐹𝑧 𝜌
Untuk persamaan momentum pada arah z keadaan hidrostatik diasumsikan : 𝜕𝑃 𝜕𝑧
− 𝑔𝜌 = 0
(2.5)
dimana : P = tekanan dari fluida
ρ
= densitas fluida
F = gaya dari luar (angin, gelombang, Coriolis)
σ
= tekanan Reynold
τ = regangan Reynold
t
= waktu
17