BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Proses Sweetening Gas Beberapa proses yang dapat digunakan untuk memisahkan gas asam dari
gas alam antara lain :
2.1.1 Iron-Sponge Sweetening
Proses iron sponge atau proses dry box adalah pemurnian gas alam yang
tertua sejak abad ke-19. Proses ini paling baik diterapkan pada gas yang mengandung H2S dan merkaptan dengan konsentrasi rendah (300 ppm). Proses ini cenderung sangat selektif terhadap H2S dan biasanya tidak mengurangi jumlah CO2 dengan signifikan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : 2 Fe2O3 + 6 H2S 2 Fe2S3 + 6 H2O (sumber : PE_324_Lecture_7_NG_Sweetening_Process.pdf, 2012) 2.1.2 Penyerapan gas CO2 Menggunakan NaOH NaOH digunakan untuk menyerap gas CO2 karena waktu reaksinya yang relatif cepat, harganya murah, dan dapat dengan mudah diregenerasi dengan pelucutan saja. Semakin besar konsentrasi NaOH, maka CO2 yang terserap akan semakin banyak. Waktu tidak berpengaruh terhadap banyaknya CO2 yang terserap karena proses absorpsi berlangsung secara kontinyu. Semakin besar konsentrasi NaOH, maka koefisien perpindahan massa (kga) juga akan semakin besar. (anonim,http://www.scribd.com/Absorpsi-CO2-Dengan-NaOH, 2012) Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut : 2NaOH+ CO2 Na2CO3 + H2O 2.1.3 Penyerapan CO2 Menggunakan Benfield Sistem Benfield (Larutan Pottasium-Carbonat) merupakan siklus proses regenerasi pelarut secara thermal yang menggunakan aktivator. Benfield merupakan larutan K2CO3 yang dapat menghilangkan CO2, H2S dan komponen pengotor gas asam lain (anonim,http://chemeng-processing.blogspot.com, 2012).
6
Bab II. Tinjauan Pustaka
Proses Benfield menggunakan bahan kimia dengan biaya yang rendah.
Benfield lebih cenderung dalam menyerap kadar CO2 yang tinggi dalam gas alam,
contohnya PT Arun yang menggunakan larutan Benfield karena kadar CO2 di feed gas nya sekitar 17% mol dan sedikit H2S (Migas Indonesia, 2012). Sistem penyerapan di dalam Absorber berlangsung secara counter current,
yaitu gas alam dari bagian bawah Absorber dan larutan benfield dari bagian atasnya. Gas alam yang telah dipisahkan CO2 -nya akan keluar dari puncak
Absorber, sedangkan larutan benfield yang kaya CO2 akan diregenerasi di unit CO2 Stripper dan dikembalikan ke CO2 Absorber.
(anonim,http://tugaskimiaxiiipa2.blogspot.com, 2012) Adapun reaksi penyerapan yang terjadi : K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3 Sistem penyerapan CO2 dengan menggunakan larutan benfield ini menghasilkan biaya utilitas yang rendah, tinggi tower yang lebih rendah pula dan lebih mudah dalam penangananya. Kehilangan kandungan hidrokarbon dari gas alam juga dapat diminimalisir karena kelarutan keduanya yang kecil pada larutan benfield. Toleran terhadap adanya kandungan oksigen tanpa terjadinya degradasi pelarut (anonim,http://chemeng-processing.blogspot.com, 2012). Proses pemurnian gas alam oleh CO2 Removal Plant Subang menggunakan proses alkanolamine sweetening. Oleh karena itu, pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai alkanolamine sweetening. 2.1.4 Alkanolamine Alkanolamine yang merupakan basa lemah, bereaksi dengan gas asam membentuk garam kompleks. Garam kompleks ini dapat diregenerasi menjadi amine yang bebas dari gas asam sehingga dapat digunakan kembali di kolom Absorber. Amine adalah senyawa nitrogen hidrokarbon (N-HC) yang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis antara lain amine primer, amine sekunder dan amine tersier yang tergantung dari jumlah kelompok hidrokarbon yang terikat dengan atom nitrogen. Pada Tabel 2.1 disajikan jenis – jenis amine yang paling sering digunakan.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
7
Bab II. Tinjauan Pustaka
8
Tabel 2.1 Jenis-jenis Amine
Amine Monoethanolamine (MEA)
Jenis Amine Amine primer memiliki dua atom hidrogen dan satu kelompok hidrokarbon terikat pada atom nitrogen. Secara umum digunakan pada konsentrasi 10-20% wt dalam air.
Acid Loading 0,3-0,4 mol acid gas/mol amine
Amine sekunder yang memiliki satu atom hidrogen dan dua kelompok hidrokarbon yang terikat pada atom nitrogen. DEA secara umum digunakan pada konsentrasi 25-35% wt dalam air. Methyldiethanolamine Amine tersier yang (MDEA) memiliki tiga kelompok hidrokarbon dan tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada atom nitrogen. MDEA secara umum digunakan konsentrasi 30-50% wt.
0,3-0,4 mol acid gas/mol amine
Diethanolamine
Trimetilethanolamine (TEA)
0,7-0,8 mol acid gas/mol amine
Amine tersier
(Budi, TJ, 2008)
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
Karakteristik Lebih korosif dibandingkan amine yang lain terlebih lagi bila konsentrasi > 20%wt Membutuhkan heat of reaction dengan H2S dan CO2 sangat tinggi sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan DEA Vapor Pressure yang tinggi mengakibatkan mudah kehilangan larutan di Absorber dan Stripper DEA dibandingkan dengan MEA kurang korosif
Dapat mengurangi flowrate dari sirkulasi larutan amine (hal ini juga mengurangi konsumsi energi pompa) MDEA tidak mudah terdegradasi baik secara thermal maupun chemical Mempunyai heat of reaction dengan H2S yang rendah TEA tidak bisa menghasilkan produk gas dengan spesifikasi H2S rendah.
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.1.4.1 Activated Methyl Diethanol Amine (aMDEA) Salah satu bahan penunjang di CO2 Removal Plant Subang adalah absorben
yaitu jenis aMDEA. aMDEA adalah produk BASF yang berpusat di Ludwigslaven, Jerman, sebagai larutan yang direkomendasikan untuk menyerap
CO2, H2S dari gas alam. Absorben aMDEA mengandung 3 komponen yakni methyl diethanol amine,
air, dan aktifator yaitu piperazine. Konsentrasi amine yang masuk kedalam sistem
untuk absorpsi CO2 adalah 50% mol (Vera dan Yulia, 2012).
2.1.4.2 Sifat dan Karakteristik MDEA
Sifat dari aMDEA yang digunakan di CO2 Removal Plant Subang adalah sebagai berikut : a.
Sifat Fisik dan Kimia aMDEA aMDEA mempunyai sifat sebagai berikut : Wujud
: cairan
Warna
: jernih
Bau
: seperti ammonia
pH
: 11-12 (100 gr/ l; 20oC)
Titik didih
: 247oC
Kelarutan di dalam air
: (20oC) dapat dicampur
Stabilitas dan reaktivitas
: sangat reaktif, bereaksi eksotermis dengan
asam (Vera dan Yulia, 2012). b.
Karakteristik aMDEA Karakteristik dari aMDEA yang digunakan di CO2 removal plant adalah sebagai berikut : 1.
Fleksibilitas Absorben aMDEA sangat fleksibel dan cocok untuk penurunan
kandungan CO2 dan H2S. Spesifikasi gas yang akan dihasilkan dapat bervariasi mulai dari 5% CO2 untuk sweet gas.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
9
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.
Korosifitas Absorben aMDEA telah terbukti tidak korosif. aMDEA juga
merupakan
pelarut yang sangat stabil secara kimia dan thermal.
aMDEA tidak membutuhkan pasifator logam berat atau inhibitor korosi. Sistem aktifator tidak membentuk produk degradasi korosi yang
tinggi, sehingga hal tersebut akan mencegah masalah seperti korosi,
erosi, formasi kerak, dan foaming.
3.
Kebutuhan Energi Energi yang diperlukan untuk memecah ikatan kimia antara
aMDEA dengan CO2 lebih rendah dibandingkan dengan amine jenis lain. Sehingga dalam proses regenerasinya tidak membutuhkan panas yang besar dan dapat menurunkan biaya utilitas yang dikeluarkan. Ilustrasi sederhana proses sweetening gas disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Dasar Proses Pemurnian Gas (http://matainginbicara.wordpress.com/tag/absorpsi/)
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
10
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.2
Proses Sweetening Gas Secara Umum Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan
cara penyerepan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan karena adanya driving force perbedaan konsentrasi gas jenuh di fasa cair dengan konsentrasi
nyata. Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan dengan menggunakan tetapan
Henry. Hukum Henry berlaku dengan ketelitian 1 – 3% sampai pada tekanan 1
bar. Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya suhu, walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair, lelehan
perak, dan pelarut - pelarut organik. Senyawa – senyawa dengan titik didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik intermolekular yang lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya turun dengan penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit) (Bahan Ajar Kimia Fisika,2012). Persamaan laju pindah massa dari fasa cair ke fasa gas/udara : Pa = xa . H Pa = tekanan parsial gas dalam larutan (atm) xa = konsentrasi jenuh atau keseimbangan gas dalam larutan (fraksi mol) H = konsatanta Henry (atm / fraksi mol) H menunjukkan tingkat kemudahan gas untuk menguap semakin tinggi suhu maka akan semakin besar nilai H sehingga semakin mudah gas untuk menguap atau berpindah dari fasa cair ke fasa uapnya. Namun, untuk persamaan Henry ini berlaku untuk senyawa dengan konsentrasi kecil. Faktor utama yang mempengaruhi kelarutan gas dalam air adalah : suhu larutan dan tekanan parsial gas dalam fasa cair.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
11
Bab II. Tinjauan Pustaka
Proses perpindahan massa gas pada proses absorpsi dan desorbsi disajikan
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Proses Perpindahan Massa Gas
Di dalam proses absorpsi terdapat istilah absorben yaitu suatu larutan yang digunakan untuk menyerap gas. Adapun persyaratan absorben antara lain : 1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi sebesar mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil) 2. Selektif 3. Memiliki tekanan uap yang rendah 4. Tidak korosif 5. Mempunyai viskositas yang rendah 6. Stabil secara termis 7. Murah (anonim, http://www.chem-is-try.org, 2012). Proses penyerapan CO2 dalam
gas oleh amine dilakukan dalam kolom
Absorber. Proses absorpsi tersebut terjadi secara fisik ( karena adanya driving force antara konsentrasi CO2 dalam fasa gas dan CO2 dalam amine) dan kimia (karena adanya reaksi asam-basa) dimana CO2 dalam air bersifat asam lemah dan MDEA bersifat basa lemah. Adapun reaksi yang terjadi di Absorber adalah sebagai berikut : CO2 + H2O + MDEA MDEAH+ + HCO3-
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
12
Bab II. Tinjauan Pustaka
Dalam Absorber, gas yang kaya akan CO2 dikontakkan dengan lean amine. Proses absorpsi terjadi pada tekanan tinggi dan suhu rendah, karena itulah lean amine dipompa dengan tekanan tinggi lewat bagian atas Absorber untuk dikontakkan dengan sour gas yang masih bertekanan tinggi dari bagian bawah. Agar penyerapan
berjalan efektif maka dipasanglah bed packing atau tray pada bagian tengah Absorber untuk memperluas permukaan kontak gas dan liquid.
Amine yang telah menyerap CO2 disebut rich amine dan akan menjalani flashing (penurunan tekanan) untuk melepas hidrokarbon yang terabsorpsi dan proses
proses regenerasi di kolom Stripper untuk melepaskan CO2 dari amine. Kondisi operasi Stripper adalah kebalikan dari Absorber, dimana proses pelepasan CO2 dari rich amine terjadi pada tekanan rendah dan suhu tinggi. Hal ini bisa terjadi karena reaksi pada proses absorpsi tadi adalah reversible, karena itulah dipasang Reboiler pada bagian bawah Stripper untuk menaikkan suhu. CO2 yang terlepas biasanya dibuang ke lingkungan atau menjalani proses pembakaran sebelum dibuang, sedangkan amine yang sudah tidak mengandung CO2 dipompa kembali ke Absorber, tentunya ditambah make up karena adanya loss amine dalam sistem tersebut. Amine yang digunakan dicampur dengan air pada konsentrasi tertentu. Semakin tinggi konsentrasi amine, semakin tinggi kemampuan menyerap CO2. (anonim,http://www.chem-is-try.org, 2012).
Proses pelepasan CO2 dari amine (absorben) merupakan suatu tahap stripping. Kolom Stripper merupakan salah satu peralatan utama dalam proses distilasi karena kolom ini berfungsi untuk mempertajam pemisahan komponen komponen, sehingga bisa memperbaiki mutu suatu produk dengan memisahkan fraksi ringan yang tidak dikehendaki dalam produk tersebut. Pada dasarnya prinsip kerja kolom Stripper adalah proses penguapan biasa, pada suhu tertentu fraksi ringan yang titik didihnya lebih rendah dari suhu atas kolom akan menguap dan keluar melalui kolom atas. Secara umum untuk membantu penguapan dilakukan dengan injeksi steam atau dengan bantuan alat penukar panas Reboiler untuk menaikkan suhu. (anonim,http://stripper-novanesk.blogspot.com/)
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
13
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.2.1 Proses Sweetening Gas di Pertamina EP Field Prabumulih
PFD CO2 Removal Pertamina EP Prabumulih disajikan dalam Gambar.2.3.
Gambar 2.3 PFD CO2 Removal Pertamina EP Field Prabumulih (Laporan Kerja Praktik Pertamina EP Field Prabumulih,2012)
2.2.1.1 Menara Absorber Laju feed gas yang masuk di plant ini adalah 84 MMSCFD dengan tekanan 448,59 kPa, suhu 28,45°C, dan kandungan CO2 21%. Laju sirkulasi lean amine adalah 3,32 x 105 kg/hr. Produk gas atau sweet gas yang dihasilkan adalah 70 MMSCFD pada tekanan 4,13 x 103 kPa, suhu 50°C, kandungan CO2 maksimal 5% mol, dan metan sebesar 85,3% mol. Konsentrasi MDEA dalam lean solution untuk beban kapasitas disain sebesar 40% demineralized water dialirkan secara kontinyu (2 m3/hr), kedalam sistem sebagai make-up (water balance) untuk menjaga konsentrasi larutan amine. 2.2.1.2 High Pressure Flash Larutan rich amine yang telah jenuh mengandung CO2 dari Absorber menjalani proses flashing ke tekanan operasi yang lebih rendah yaitu 399,89 kPa dengan suhu 76,1oC.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
14
Bab II. Tinjauan Pustaka
Sebagian besar CO2 yang terserap di dalam larutan terlepas dan selanjutnya
diventing ke atmosfir melalui Vent Stack. Kandungan CO2 dalam aliran Venting
adalah 91%, bersama hidrokarbon dengan nilai panas setara dengan 1.5 MMSCFD.
2.2.1.3 Amine Heat Exchanger Pada alat ini ditukarkan panas antara lean amine (larutan amine yang tidak mengandung CO2) dan rich amine (larutan amine yang masih mengandung CO2) pada alat penukar panas berupa plate and frame.
Suhu rich amine naik dari 76,11°C ke 99,44°C sementara suhu lean amine masuk 110°C keluar 87,22°C. Hal ini dilakukan untuk pemanfaatan energi panas yang terkandung di dalam lean amine untuk menaikan suhu dari rich amine sehingga CO2 dan Hidrokarbon yang terkandung dalam larutan amine bisa terlepas di Amine Regenerator. 2.2.1.4 Amine Regenerator Alat ini beroperasi pada tekanan 38,61 kPa dan suhu bagian atas 92,22°C. Pada Regenerator ini terjadi proses lanjutan flashing pada tekanan rendah, dan reaksi kimia terlepasnya CO2 dari aMDEA yang memerlukan panas agar proses reaksi berjalan baik. Rich amine masuk kebagian atas menara untuk melepas CO2, mengalir kebawah melalui lapisan packing, terjadi kontak dengan uap air panas sambil melepaskan kandungan CO2 dari dalam larutan penyerap sampai bagian bawah menara. Uap air dan kebutuhan panas reaksi pelepasan CO2 berasal dari peralatan berupa Amine Regenerator Reboiler (HE-33-322 AB), yang menggunakan media pemanas hot oil. Suhu hot oil inlet Reboiler adalah 176,67°C, dengan suhu keluar adalah 148,89°C. Aliran pada bagian bawah Regenerator memiliki tekanan 43,43 kPa dan suhu 110°C (Rita dan Rizky,2012).
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
15
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.2.2 Proses Sweetening Gas di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited Gas alam yang diolah oleh Hess (Indonesia-Pangkah) Limited mengandung
sedikit CO2, namun mengandung banyak H2S.
Gambar 2.4 PFD Sweetening Gas Hess (Indonesia-Pangkah) Limited (Laporan Kerja Praktik Hess (Indonesia-Pangkah) Limited,2012)
2.2.2.1 Amine Contactor 135-V-06 Fungsi dari Amine Contactor adalah menghilangkan H2S dari process gas menggunakan larutan amine yang mengabsorpsi H2S. Spesifikasi dari Amine Contactor yang digunakan serta gambar dari Amine Contactor disajikan dalam tabel 2.2 dan gambar 2.4
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
16
Bab II. Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Spesifikasi Amine Contactor
Tekanan
Tipe
Suhu
Disain
Operasi
Disain
7100 kPa /
Top = 4670 kPa
0 - 65oC
full vacuum
Bottom = 4673 kPa
Operasi
Vessel
Top = 44,1oC
(Laporan Kerja Praktik di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, 2012)
Gambar 2.5 Amine Contactor Hess (Indonesia-Pangkah) Limited (Laporan Kerja Praktik di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, 2012)
2.2.2.2 Amine Flash Drum 135-V-10 Fungsi dari Amine Flash Drum adalah memisahkan gas yang terbawa larutan rich amine dan memisahkan liquid hydrocarbon dari rich amine. Spesifikasi dari Amine Flash Drum yang digunakan serta gambar dari Amine Flash Drum disajikan dalam Tabel 2.3 dan Gambar 2.5.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
17
Bab II. Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Spesifikasi Amine Flash Drum
Tipe
Tekanan Disain
Suhu Operasi
Disain
Operasi
700 kPa
0 - 65oC
30,9oC
Vessel
900 kPa / full vacuum
(Laporan Kerja Praktik di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, 2012)
Gambar 2.6 Amine Flash Drum (Indonesia-Pangkah) Limited (Laporan Kerja Praktik di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, 2012)
2.2.2.3 Amine Regenerator 135-V-07 Fungsi
: Memisahkan sour gas yang terbawa di larutan amine
Tipe
: Vessel
Tekanan
: Disain = 470 kPa hingga full vacuum
Gambar dari Amine Regenerator yang digunakan di Hess (IndonesiaPangkah) Limited disajikan dalam Gambar 2.6.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
18
Bab II. Tinjauan Pustaka
Gambar 2.7 Amine Regenerator (Indonesia-Pangkah) Limited (Laporan Kerja Praktik di Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, 2012)
2.2.3 Proses Sweetening Gas di PT ARU Gambar 2.8 menunjukan PFD proses sweetening gas di PT ARU.
Gambar 2.8 PFD PT ARU (Migas Indonesia,2012)
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
19
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.2.3.1 Absorber Gas Absorber biasanya berupa tipe counter flow gas-liquid contactor yang
dilengkapi dengan tray atau dilengkapi dengan structured packing, biasanya terdiri dari sekitar 20 tray atau ekivalen. Kondisi operasi yang terbaik dari gas Absorber
adalah menjaga suhu lean amine yang digunakan untuk proses absorpsi lebih panas 10-16oF daripada suhu gas feed ke absorber untuk menghindari terjadinya foaming karena kondensasi hidrokarbon jika gas dalam keadaan jenuh. Namun jika
gas tidak dalam keadaan jenuh maka kondensasi gas tidak akan terjadi, sehingga baik untuk meminimumkan suhu lean amine (kondisi terbaik : lebih
meminimumkan hingga suhu 26,67oC) untuk memaksimumkan fuel gas clean up. Disain tekanan Contactor dan Knock Out Drum yang ada di unit amine biasanya disesuaikan dengan tekanan disain sumber gas. Jenis material Absorber biasanya adalah steel dan material tray-nya biasanya adalah 304,31 atau 410 SS. Pressure drop Contactor biasanya 0,68 – 1,37 kpa/tray. Amine flow rate disesuaikan untuk dapat menghasilkan on-spec treated gas dalam range target rich amine loading. Contactor feed gas beroperasi pada suhu 26,67 - 48,89oC. Suhu lean amine biasanya 32,22 – 54,44 oC. Kandungan H2S dalam treated gas biasanya 10-50 ppm (Migas Indonesia, 2012). 2.2.3.2 Amine Regenerator Amine regenerator biasanya berupa kolom menggunakan tray, walaupun kolom dengan isian packed dapat juga digunakan. Feed biasanya masuk di bawah rectifying section dan di atas stripping section. Tekanan Reflux Drum biasanya 34,47 – 103,42 kPa. Tower pressure drop biasanya 0,344 – 1,37 kpa/tray. Suhu bagian atas amine Regenerator biasanya 87,77 - 110 oC (Migas Indonesia, 2012). 2.2.4 Proses Sweetening gas di Energy Equity Epic Sengkang Pty.Ltd Energy Equity Epic Sengkang Pty.Ltd memiliki sumur gas alam dengan kandungan CO2 sebesar 0,180 % mol, H2S 0,12 % mol, dan metana sebesar 93,776 % mol. 2.2.4.1 Flash Tank
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
20
Bab II. Tinjauan Pustaka
Flash Tank merupakan silinder horizontal dengan tekanan yang rendah,
sehingga memungkinkan terjadinya gas yang terlarut. Unit ini berfungsi untuk
melepaskan atau membersihkan hidrokarbon yang ikut dalam aliran rich amine.
2.2.4.2 Regenerator
Unit ini memiliki bentuk dan dimensi yang sama dengan Absorber, perbedaannya terletak pada jumlah tray yang digunakan, biasanya lebih banyak dari Absorber. Unit ini berfungsi untuk memisahkan gas asam (H2S dan CO2) yang ikut bersama dengan rich amine dan untuk memproduksi vapour dari unsur
demineral water agar dapat digunakan kembali.
2.3
Proses Sweetening Gas di CO2 Removal Plant Subang Sour gas adalah gas alam dari sumur gas yang masih mengandung
impurities. Sweet gas adalah gas alam yang keluar dari bagian atas menara Absorber. Sweet gas merupakan gas alam yang miskin CO2. rich amine adalah aliran aMDEA yang kaya CO2. 2.3.1 Absorpsi Unit CO2 removal didisain untuk menurunkan kadar CO2 dengan kapasitas 200 MMSCFD (sour gas) dari konsentrasi 23% mol menjadi 5%. Namun, sekarang ini kandungan CO2 di feed gas sebesar 22,89% dengan laju gas sebesar 54,26 MMSCFD (Data rata CO2 Removal Plant Subang Daily Report Operation, 1 Maret-14 Maret 2012). Untuk mencapai tujuan tersebut, gas alam yang mengandung CO2 tinggi di kontakkan dengan aMDEA di kolom Absorber pada kondisi operasi suhu rendah (melepaskan panas atau eksoterm) dan tekanan tinggi. Sehingga didapatkan gas alam yang miskin CO2 (sweet gas) dan amine yang kaya CO2 (rich amine).
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
21
Bab II. Tinjauan Pustaka
Gambar 2.9 Simple PFD CO2 Removal Plant Subang (Vera dan Yulia, 2012)
Data mengenai kondisi operasi di kolom absorber disajikan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Kondisi Operasi Absorber
Suhu
Tekanan
Disain (1)
Nyata (2)
Disain (1)
Nyata (2)
± 60oC
71,44 oC
3687 kpa
3636 kpa
(1) : Vera dan Yulia, 2012 (2) : Data rata CO2 Removal Plant Subang Daily Report Operation, 1 Maret-14 Maret 2012
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
22
Bab II. Tinjauan Pustaka
Perbedaan mekanisme absorpsi antara absorben tanpa aktivator dan
absorben dengan aktivator disajikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.10 Mekanisme Absorpsi
Reaksi di atas merupakan reaksi yang reversibel. Artinya reaksi terebut dapat dikembalikan ke arah kiri dengan mengubah kondisi operasi seperti yang terjadi di kolom Regenerator (LP Flash). 2.3.2 Regenerasi Amine (aMDEA) Aliran rich amine yang kaya CO2, keluar dari bawah kolom Absorber 101-C1/101C2, dipanaskan di Rich Amine Solution Heater 101-E1/101-E2 sampai suhu 73,65oC dengan menggunakan superheated steam sebagai media pemanas. Kemudian aliran rich amine diturunkan tekanannya menggunakan Lay Down Valve hingga 120 kPa. Regenerator yang digunakan adalah kolom Low Pressure Flash, terdiri dari : a.
Satu bed Pall Ring Metal (PRM) packing dengan ketinggian total packed bed adalah 5 meter
b.
LP Flash dilengkapi dengan 3 trays jenis bubble cap
c.
Sebuah demister pada bagian atas LP Flash
d.
Pada bagian bawah dilengkapi dengan vortex breaker.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
23
Bab II. Tinjauan Pustaka
Kondisi operasi di LP Flash adalah kebalikan dari kondisi operasi di
Absorber. Pada Absorber membutuhkan tekanan tinggi dan suhu rendah
sedangkan pada LP Flash membutuhkan tekanan rendah dan suhu tinggi (membutuhkan panas atau endoterm). Hal ini agar CO2 yang terlarut di rich amine
akan terlepas dari aliran rich amine tersebut. Aliran yang keluar dari bottom LP Flash disebut lean amine. Namun, secara kenyataan amine yang keluar dari LP Flash masih mengandung CO2 4,8% mol (Data rata-rata laboratory report, 2011),
sehingga disebut dengan semi lean amine. (Vera dan Yulia,o 2012)
2.4
Optimasi Regenerasi Amine Optimasi atau optimalisasi mengacu pada pemilihan elemen terbaik dari
beberapa set alternatif yang tersedia. (www.oktavita.com,2010). Optimalisasi regenerasi amine dapat menggunakan beberapa alternatif yaitu diantaranya distilasi dan pencampuran absorben. 2.4.1 Equilibrium atau Flash Distillation Flash Distillation adalah suatu proses distilasi yang terdiri satu tahap. Proses ini meliputi pemanas aliran umpan dan kemudian dilakukan perubahan tekanan yang lebih rendah pada sebuah vessel . Uap (V) akan keluar dari atas vessel dan cairan (L) keluar dari bawah vessel (http://www.authorstream.com, 2012) 2.4.2 Pencampuran Absorben Pencampuran DEA atau MEA ke dalam MDEA untuk mengatasi kelemahan MDEA pada pemurnian sour gas dari CO2 dan H2S pada tekanan rendah. Pengaruh jenis amine, dan tekanan Absorber dievaluasi terhadap pemisahan CO2 dan H2S, konsumsi energi, kapasitas penyerapan amine, kehilangan amine, kehilangan air, serta laju korosi. Pencampuran 0,5% berat DEA atau MEA ke dalam MDEA pada basis 35% berat total amine mampu memurnikan sour gas yang mengandung 5% CO2 dan 1% H2S untuk memenuhi spesifikasi umpan gas LNG.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
24
Bab II. Tinjauan Pustaka
Simulasi dan optimasi menunjukkan bahwa campuran amine yang terdiri
dari 5% berat DEA dengan 30% MDEA dalam pelarut air memberikan hasil yang
paling optimal terhadap pemurnian sour gas. Campuran tersebut mampu mengurangi laju sirkulasi amine sebanyak 10% serta mengatasi fluktuasi kenaikan
CO2 dalam sour gas dari 5% - 6% CO2 pada laju sirkulasi 643,52 L/menit. (Patria, Harry Simulasi, Optimasi, dan kajian ekonomi pemurnian sour gas dengan absorpsi campuran amina pada gas sweetening plant, 2012).
2.5
Simulasi Simulasi adalah proses implementasi model menjadi program komputer
(software) atau rangkaian elektronik dan mengesekusi software tersebut sedemikian rupa sehingga perilakunya menirukan atau menyerupai sistem nyata (realitas) tertentu untuk tujuan mempelajari perilaku sistem, pelatihan atau permainan yang melibatkan sistem nyata. (upi education, 2012). Jadi simulasi adalah tindakan menggunakan model. Kemudian dirancang skenario percobaan guna mendapatkan hasil simulasi yang kelak diolah menjadi jawaban atas sistem nyatanya. Simulasi dapat memperkirakan dampak dari suatu keputusan yang diambil. Keuntungan dan Kelemahan menggunakan Simulasi adalah : a.
Keuntungan 1. Simulasi merupakan salah satu metode yang mampu memberikan perkiraan sistem yang lebih nyata sesuai kondisi operasional dari kumpulan pekerjaan 2. Sebagai alternatif disain yang diusulkan atau alternatif terhadap kebijakan dari operasional yang mempu memberikan pelayanan terbaik terhadap pokok kebutuhan yang diperlukan 3. Memudahkan mengontrolan lebih banyak kondisi dari suatu percobaan sehingga dimungkinkan untuk dicoba diterapkan secara nyata pada sistem itu 4. Menyediakan sarana untuk mempelajari sistem dalam waktu yang lebih singkat, sehingga menghemat biaya
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
25
Bab II. Tinjauan Pustaka
5. Dapat dihentikan dan dijalankan kembali, tanpa menimbulkan
permasalahan pada sistem.
b.
Kelemahan 1. Simulasi umumnya tidak dapat digunakan untuk mengoptimalkan. Simulasi hanya dapat menentukan alternatif disain suatu sistem
yang lebih baik
2. Sangat diperlukan kemampuan untuk mengembangkan model
simulasi yang sesuai dengan permasalahan nyata.
2.5.1 Simulasi Menggunakan Aspen HYSYS 7.1 HYSYS adalah program yang dirancang untuk mensimulasikan proses di dalam suatu pabrik. Dengan menggunakan program ini, perhitunganperhitungan untuk mendisain suatu proses yang rumit (karena melibatkan banyak rumus) dan memerlukan waktu yang lama bila dikerjakan secara manual (by hand) dapat dengan cepat dilakukan. HYSYS sendiri adalah singkatan dari Hyphothetical System (sistem hipotesa). Simulasi proses artinya membuat suatu proses produksi suatu bahan ke dalam diagram alir proses (Process Flow Diagram) dan menghitung neraca massa dan neraca panas/energi pada masingmasing peralatan yang digunakan. HYSYS dapat digunakan untuk merancang beberapa peralatan pada pabrik yang baru atau akan didirikan (sizing) atau mengevaluasi kinerja suatu peralatan pada pabrik yang sudah ada (rating). HYSYS memiliki kelebihan daripada program-program simulasi proses lainnya. Program ini bersifat interaktif karena langsung memberitahukan input apa yang kurang pada saat penggunanya mendesain suatu proses dan juga langsung memberitahukan apabila ada kesalahan yang terjadi. Dengan demikian program ini dapat dikatakan user friendly atau mudah digunakan (Enand,2012). HYSYS adalah simulasi proses disain yang dikembangkan oleh AspenTech untuk melayani beberapa industri proses, terutama industri minyak dan gas. Dengan HYSYS dapat membuat model steady state dan dinamis untuk perancangan pabrik, monitoring kinerja, troubleshooting, improvisasi operasi, perencanaan bisnis dan manajemen asset (Dermawan, Imam, 2009).
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
26
Bab II. Tinjauan Pustaka
Software ini dikembangkan oleh Aspentech yang semula merupakan Divisi
Pengembangan Teknologi Komersial pada Advanced System for Process
Engineering (ASPEN), yaitu sebuah laboratorium sistem proses tingkat lanjut Massachusetts Institute of Technology (MIT) (Enand,2012). milik
2.5.2 Validasi Model Simulasi
Validasi bertujuan untuk membuat sesuatu yang resmi diterima atau disetujui, terutama setelah memeriksanya (Validate : to make something officially
acceptable or approved, especially after examining it) (Cambridge Dictionaries
Online, 2011). Validasi model terkomputerisasi (computerized) berarti memastikan bahwa program komputer dari model yang terkomputerisasi beserta implementasinya adalah valid (sah dan diterima) atau tidak valid. 2.6
Gas Alam
2.6.1 Komponen Gas Alam Gas alam merupakan campuran senyawa hidrokarbon yang mempunyai titik didih sangat tinggi, sehingga pada tekanan atmosfir dan suhu ruang berbentuk gas (kecuali C5+). Campuran tersebut biasanya terdiri dari metana, etana, propana, butana, pentana, dan sejumlah kecil heksana, heptana, oktana dan fraksi yang lebih berat. Metana merupakan komponen utama dari gas bumi. Kedua senyawa ini bersifat non polar dan stabil pada suhu normal. Pada Tabel 2.5 disajikan komposisi gas alam disain dan kondisi nyata di CO2 Removal Plant Subang.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
27
Bab II. Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5 Komposisi Gas Alam
No 1
% Mol (basis kering) Komponen
Disain(1)
Nyata(2)
CO2
23
22,8936
2
N2
6,5
5,7336
3
CH4
66,97
65,1338
C2H6
1,8
1,6401
C3H8
1,14
0,8196
n-C4
0,27
0,2391
7
C5
0,12
0,2407
8
C6+
0,2
2,116
9
H2S
0,0004
-
4
5 6
Sumber : (1) P & ID Over All CO2 Removal Plant (2) DCS CO2 Removal Plant PT Rekaya Industri Pertamina EP Field Subang Tanggal 1 Maret 2012 – 14 Maret 2012
2.6.2 Komponen Kontaminan (Impurities) Untuk memenuhi kebutuhan pembeli serta untuk memelihara peralatan yang ada, maka sebelum gas bumi ditransmisikan, gas tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan, terutama senyawa kontaminan yang harus dibatasi kuantitasnya. Senyawa kontaminan tersebut antara lain : a. Air (H2O) Uap air dalam gas bumi dapat terkondensasi atau membentuk hidrat. Jika dalam sistem terdapat CO2 atau H2S maka kondensasi uap air tersebut akan mengakibatkan korosi. Hidrat adalah senyawa kristalin yang terbentuk dari campuran hidrokarbon dan air pada kondisi tertentu. Senyawa hidrat dalam gas bumi dapat menghambat aliran gas pada jaringan pipa transmisi. Disamping korosi dan hidrat, efek yang dapat ditimbulkan oleh air adalah mempengaruhi nilai panas gas bumi. Uap air yang terkandung dalam gas sebaiknya tidak melebihi 7 lb/MMSCF. (Laporan Kuliah Kerja Profesi, Energy Equity Epic Sengkang Pty.Ltd, 2012).
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
28
Bab II. Tinjauan Pustaka
b. Karbon dioksida ( CO2)
Karbon dioksida dalam gas bumi dapat menurunkan nilai panas campuran
gas tersebut, karena karbon dioksida tidak memiliki nilai kalor. Selain itu dengan adanya air, karbondioksida akan berubah menjadi asam karbonat yang dapat
menimbulkan korosi peralatan. Gas alam yang dihasilkan di CO2 Removal Plant Subang memiliki kandungan CO2 yang dibatasi sekitar 5%. (P & ID Over All CO2 Removal Subang, 2012)
c. Sulfur
Gas bumi sering kali mengandung senyawa sulfur yang dapat berbentuk
asam sulfida, merkaptan, karbonil sufida, dan disulfida. Asam sulfida maupun produk pembakarannya yaitu SO2 dan SO3 merupakan gas beracun. Fluida yang mengandung air dan asam sulfida dapat membentuk asam sulfat yang menyebabkan lingkungan korosif. Bisa juga terbentuk besi sulfida yang bersifat katodik terhadap besi dan dapat menyebabkan tingkat korosi yang berat. Menurut disain di CO2 Removal Subang kandungan H2S sebesar 4 ppm, sedangkan kondisi kenyataan kandungan H2S di gas alam tidak terdeteksi oleh GC online.
Laporan Tugas Akhir di PT Rekayasa Industri - Pertamina EP Field Subang
29