BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan mengenai dasar teori yang menjadi acuan tugas akhir ini. Dasar teori yang dibahas meliputi stakeholder, kinerja, Metode Performance Prism, key performance indicator, Metode Pembobotan Borda dan Metode Objective Matrix (OMAX).
II.1 Stakeholder Dewasa ini, salah satu cara terbaik agar suatu organisasi/perusahaan dapat bertahan dan berhasil baik secara jangka panjang adalah mengerti keinginan dan kebutuhan semua stakeholder yang penting keberadaannya bagi perusahaan. Secara definitif menurut Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD, 2004), stakeholder memiliki pengertian sebagai bagian dari komunitas atau kelompok individu, masyarakat yang berasal dari wilayah organisasi tersebut berdiri, yang mempunyai pengaruh terhadap jalannya suatu organisasi[AZM05]. Kelompok individu tersebut juga memiliki suatu kepentingan antar satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain stakeholder adalah pihakpihak yang memiliki kepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap jalannya suatu organisasi. Stakeholder dapat juga mengacu pada individu-individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas organisasi [SVE98]. Menurut definisi pada oxford dictionary, stakeholder berarti seseorang atau organisasi yang mempunyai bagian dan kepentingan pada organisasi [SUD05]. Jadi seseorang atau organisasi yang dianggap sebagai stakeholder memiliki tiga atribut, yaitu kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan. Gambaran keterkaitan antar perusahaan dan para stakeholder-nya dapat dilihat pada Gambar II-1 [NEE02b]. Berdasarkan Gambar II-1, secara umum stakeholder yang berkepentingan terhadap suatu organisasi terdiri dari investors (penanam modal), customers (pelanggan), regulators (pemerintah/regulator), pressure groups (kelompok II-1
II-2 penekan), labour unions (serikat pekerja), employees (karyawan), communities (masyarakat), suppliers (pemasok), alliance partner (mitra bisnis) dan intermediaries (perantara).
Gambar II-1 Stakeholder relationship web
Dari kesepuluh stakeholder tersebut, yang memiliki hubungan kuat dan umum ada pada perusahaan berorientasi profit adalah dengan organisasi adalah [WIB06]: 1. Penanam modal(investors), merupakan pihak-pihak yang turut menyediakan dana bagi perusahaan seperti pemegang saham dan kreditor. 2. Pelanggan(customers), yaitu pihak-pihak yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan dengan cara membeli barang atau menggunakan jasa yang ditawarkan perusahaan. 3. Karyawan(employees), yaitu pihak-pihak di dalam perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan perusahaan sehari-hari. 4. Pemasok(suppliers), yaitu pihak-pihak yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatannya.
II-3 5. Regulator, merupakan pihak-pihak di luar lingkungan perusahaan seperti pemerintah dan masyarakat yang menetapkan aturan dan mengawasi perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya.
II.2 Kinerja II.2.1 Pengertian Kinerja Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merupakan kata banda (n) yang artinya: 1. Sesuatu yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja (tt peralatan) [PUS01]. Sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya [MUL97]. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. II.2.2 Sistem Manajemen Kinerja Ljungberg(1994) mendefinisikan sistem manajemen kinerja sebagai sebuah tatanan pengukuran berdasarkan aturan dan prosedur tertentu untuk mencakup, mengompilasi, mempresentasikan, dan mengkomunikasikan data dalam sebuah kombinasi yang mencerminkan kunci kinerja dan karakteristik dari proses terpilih yang cukup efektif yang memungkinkan analisis intelektual sebagai panduan untuk mengambil tindakan yang diperlukan [WIB06]. Stoop(1996) mengemukakan sistem manajemen kinerja memiliki siklus tertutup yang memiliki komponen pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, diagnosis, dan tindak lanjut dari proses diagnosis tersebut [WIB06]. Pendapat Stoop tersebut dapat dilihat pada Gambar II-2. II.2.3 Sistem Pengukuran Kinerja II.2.3.1 Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut Siegel dan Marconi (1989), penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
II-4 telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Atkinson (1995) penilaian kinerja adalah pengukuran kinerja dari suatu aktivitas ataupun suatu rantai nilai [SUD05].
Gambar II-2 Tahapan manajemen kinerja [WIB06]
Andy Neely, Chris Adams dan Mike Kennerley membuat definisi pengukuran kinerja dalam terminology-terminologi sebagai berikut [NEE02b]: 1. Performance measurement can be defined as the process of quantifying the efficiency and effectiveness of past action. 2. A performance measure can be defined as parameter used to quantify the efficiency and or effectiveness of past action. 3. A performance metric is the definition of scope, content and component parts of bradly-based performance measure. Sedangkan sisitem pengukuran kinerja (performance measurement system) didefinisikan sebagai suatu sistem yang dapat membantu pembuatan keputusan dan realisasi dari keputusan tersebut dengan mengukur efisiensi dan keefektifan kegiatan yang sedang berjalan di suatu organisasi melalui acquisition, collating, sorting, analisis, dan interpretasi data yang akurat [NEE02b]. Data acquisition merupakan proses mengumpulkan fakta. Sedangkan data collating didefinisikan sebagai proses kompilasi fakta-fakta menjadi data-set yang terintegrasi. Data Sorting merupakan proses assignment fakta yang berdiri sendiri di data-set menjadi kategori-kategori yang memiliki arti sehingga data siap untuk dianalisis. Data analysis adalah proses pencarian
II-5 pola-pola yang ada di data-set terurut. Sedangkan data interpretation merupakan proses explaining implikasi dari pola-pola yang telah diidentifikasi dalam data-set yang terurut. Di dalam pengukuran kinerja dikenal istilah performance metrics yaitu definisi dari scope, konten, dan bagian komponen dari broadly-based performance measure. Artley et al (2001), mengemukakan bahwa sebagian besar dari performance measure dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori umum [AZM05]. Namun demikian, kategori umum ini tidak mutlak dan dapat dikembangkan oleh tiap-tiap organisasi sesuai dengan misi organisasi. Keenam kategori tersebut adalah: 1. Effectiveness Karakteristik proses yang mengindikasikan tingkat ketepatan output proses terhadap kebutuhan yang akan dipenuhi. 2. Efficiency Karakteristik proses yang mengindikasikan tingkat produksi suatu proses dalam menghasilkan output dengan biaya minimum. 3. Quality Tingkat ketepatan dari produk dalam menjawab ekspektasi customer. 4. Timeliness Mengukur apakah unit kerja telah dilakukan secara benar dan tepat waktu. Kriteria harus dibuat untuk mendefinisikan batasan waktu bagi unit kerja. Pada umumnya kriteria tersebut dibuat berdasarkan customer requirement. 5. Productivity Nilai tambah dari proses dibagi dengan nilai dari tenaga kerja dan modal yang dikeluarkan. 6. Safety Mengukur keadaan kesehatan organisasi dan lingkungan kerja para karyawan secara keseluruhan. II.2.3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Artley et al (2001) mengemukakan pendapat beberapa pakar mengenai alasan pentingnya dilakukan suatu pengukuran kinerja antara lain sebagai berikut[SUD05]: a.
Performance measurement akan sangat bermanfaat bagi banyak organisasi. Salah satu manfaat yaitu menyediakan suatu pendekatan yang terstruktur yang terfokus
II-6 pada rencana strategis, goal, dan performansi.
Selain itu terdapat pula suatu
mekanisme pelaporan pada upper management. b.
Performance measurement akan lebih memfokuskan suatu organisasi pada apa yang akan diselesaikan dan menekan untuk lebih berkonsentrasi pada waktu, sumber daya, dan energi dalam mencapai tujuan.
c.
Performance measurement akan memperbaiki komunikasi internal karyawan dan eksternal antara organisasi dengan customer maupun stakeholders.
d.
Performance
measurement
dapat
membantu
suatu
organisasi
untuk
mempertanggungjawabkan program serta biayanya. Dari alasan-alasan ini, Artley (2001) menyimpulkan bahwa manfaat yang didapatkan suatu organisasi dari performance measurement adalah sebagai berikut [SUD05]: a.
Dapat merumuskan standar dan tujuan yang ingin dicapai
b.
Mampu mendeteksi dan mengoreksi adanya masalah
c.
Mampu mengelola, mendeskripsikan dan memperbaiki proses
d.
Dapat mendukung pencapaian efektivitas dan efisiensi sumber daya
e.
Mampu menunjukkan apakah suatu organisasi telah memenuhi visi mereka
f.
Dapat menyediakan suatu ukuran yang dapat merepresentasikan kemajuan organisasi tersebut ke arah pencapaian tujuan.
Sejalan dengan berbagai pendapat di atas, Mulyadi mengemukakan tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapau sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar prilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran [MUL97]. II.2.3.3 Perkembangan Sistem Pengukuran Kinerja Sistem pengukuran kinerja sudah mulai dicetuskan sejak revolusi industri berkembang pesat pada awal abad 19. Menurut Suwignjo, perkembangan sistem pengukuran kinerja dapat dibagi menjadi beberapa periode yaitu [AZM05]: 1. 1800 – 1900 : Pengukuran efisiensi proses internal. Pada periode ini, perusahaan membuat metrik-metrik untuk mengukur efisiensi dari proses aktivitas tunggal, seperti cost/lb, cost/hour, standard labour, cost dan standard material cost.
II-7 2. 1900 – 1925 : Pengukuran profitabilitas unit organisasi dan organisasi secara keseluruhan Pada periode ini DuPont menemukan return on investment (ROI) yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja unit-unit organisasi dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. 3. 1925 – 1980 : Relevance Lost Pada masa ini tidak terjadi inovasi yang fundamental dari pengukuran kinerja sebelumnya. Pengukuran kinerja yang dilakukan masih bersifat tradisional meliputi pengukuran terhadap rasio-rasio keuangan. 4. 1980 – 1990 : Perbaikan sistem akuntansi biaya dan pembuatan sistem pengukuran kinerja individual non-finansial Pada periode ini ditemukan Activity-Based Costing untung menghitung penyerapan biaya yang lebih akurat. Selain itu, pada periode ini, pemilik perusahaan mulai menyadai pentingnya aspek nonfinansial dalam pengukuran kinerja. Namun demikian, pengukuran kinerja nonfinansial masih dilakukan secara terpisah dengan kinerja finansial. 5. 1990 – sekarang : Sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi Setelah kesadaran mengenai pentingnya aspek nonfinansial mulai timbul, pengukuran kinerja berkembang menjadi bagaimana mengintegrasikan pengukuran kinerja secara finansial dan nonfinansial. Di dalam periode ini, beberapa metode pengukuran kinerja mulai berkembang seperti Balanced Scorecard, Integrated Performance Measurement System, dan Performance Prism. II.2.4 Hubungan Sistem Manajemen Kinerja dan Sistem Pengukuran Kinerja Bititci et al (1997) mengemukakan bahwa proses manajemen kinerja adalah proses pengaturan kinerja perusahaan yang seiring dengan tujuan serta strategi fungsional dan korporasinya [AZM05]. Tujuan dari proses ini adalah untuk menunjukkan suatu closed loop control system yang proaktif, di mana strategi fungsional dan korporasi dijabarkan ke seluruh proses bisnis, aktivitas, tugas-tugas dan personil, serta feedback yang dimaksudkan melalui suati sistem pengukuran kinerja.
II-8 Seperti yang dapat dilihat pada gambar Manajemen Kinerja (Gambar II-2), pengukuran kinerja merupakan salah satu pilar utama sistem manajemen kinerja. Posisi sistem pengukuran kinerja di dalam suatu sistem manajemen kinerja terlihat pada Gambar II-3
Gambar II-3 Posisi sistem pengukuran kinerja [AZM05]
II.3 Performance Prism Metode Performance Prism (selanjutnya disebut Metode Prism) merupakan suatu metode pengukuran kinerja organisasi yang dikembangkan oleh Andy Neely, Chris Adams, dan Mike Kennerley dari University of Cambridge, Inggris pada tahun 2000. Metode Prism adalah suatu kerangka manajemen kinerja yang memfokuskan pada stakeholder yang dirancang untuk membantu suatu organisasi memutuskan hal-hal yang penting untuk diukur dan dikelola serta bagaimana mengintegrasikan hasil-hasil yang didapat sebagai bagian dari sistem manajemen kinerja [WIK06a]. Overview Metode Prism dapat dilihat pada Gambar II-4
Gambar II-4 Overview Metode Prism
II-9 Metode Prism berupaya menyempurnakan model-model yang telah ada sebelumnya seperti Balanced Scorecard dan Integrated Performance Measurement System dengan mengakomodasi kebutuhan informasi yang berkaitan dengan stakeholder. Model yang dikembangkan oleh Andy Nelly dkk ini tidak hanya didasari oleh strategi manajemen stakeholder tetapi juga memperhatikan kepuasan dan kontribusi stakeholder, proses dan kapabilitas perusahaan [NEE02b]. Metode ini menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun 3 dimensi berbentuk prisma (prism) segitiga yang memiliki 5 bidang sisi. Masing-masing bidang sisi menggambarkan perspektif yang dicakupnya, yaitu sisi kepuasan stakeholder, strategi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder [NEE02b]. Gambaran framework Metode Prism dapat dilihat pada Gambar II-5.
Gambar II-5 Framework Metode Prism [NEE02b]
Berdasarkan Gambar II-5, dapat dipahami bahwai langkah penting dalam Metode Prism adalah memahami atribut apa yang menyebabkan stakeholder (pemilik dan investor, supplier, konsumen, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar) puas. Dan untuk dapat mewujudkan kepuasan para stakeholder tersebut secara sempurna, maka pihak manajemen perusahaan perlu juga mempertimbangkan strategi – strategi apa saja yang harus dilakukan, proses – proses apa saja yang diperlukan untuk dapat menjalankan strategi tersebut, serta kemampuan apa saja yang harus dipersiapkan untuk melaksanakannya.
II-10 II.3.1 Perspektif dalam Metode Prism Metode Prism memiliki lima perspektif yaitu tuntutan stakeholder, kontribusi stakeholder, strategi, proses dan kapabilitas [NEE02b]. Secara umum kelima perspektif dalam model Prism ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1.
Tuntutan/kepuasan stakeholder Siapa saja stakeholder dari perusahaan dan apa saja tuntutan mereka?
2.
Kontribusi stakeholder Kontribusi apa saja yang diharapkan oleh perusahaan dari stakeholder-nya?
3.
Strategi Strategi apa saja yang perlu diterapkan perusahaan untuk memenuhi tuntutan serta mendapatkan kontribusi dari stakeholder?
4.
Proses Proses-proses apa saja yang diperlukan perusahaan untuk menjalankan strategistrategi yang telah ditetapkan?
5.
Kapabilitas Kapabilitas apa saja yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan proses-proses yang telah ditetapkan?
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar II-5, kontribusi stakeholder menempati sisi tutup dan alas prisma. Dalam posisi ini, tuntutan dan kontribusi stakeholder akan menopang berdirinya ketiga sisi tegak, yaitu strategi, proses, dan kapabilitas perusahaan. Dalam pengertian perancangan
yang sesungguhnya, sistem
pengukuran
Metode Prism kinerja
mencoba menekankan
perusahaan
harus
diawali
bahwa dengan
mengidentifikasi tuntutan stakeholder terhadap perusahaan serta kontribusi stakeholder yang diharapkan oleh perusahaan. Tuntutan dan kontribusi stakeholder ini kemudian dijadikan landasan dalam menentukan strategi, proses, dan kapabilitas perusahaan yang dianggap strategis untuk diukur. Oleh karena itu, dalam pengukuran kinerja, perusahaan dapat memfokuskan pada perpsektif tuntutan dan kontribusi stakeholder sebagai perspektif utama. Sedangkan tiga perspektif lainnya dapat dikategorikan sebagai pengimplementasian dua perspektif sebelumnya dan dapat dikategorikan sebagai perspektif pendukung. Di dalam pengaplikasiannya, untuk melakukan pengukuran kinerja organisasi menggunakan Metode Prism, suatu organisasi dapat memfokuskan pengukuran pada kedua perspektif utama. Pengukuran pada perspektif lain dapat
II-11 dilakukan jika hasil pengukuran kedua pespektif utama tidak memuaskan dan organisasi perlu mengetahui titik kelemahan kinerja atau nilai performansi yang rendah[AZM05]. Dengan kata lain, ketiga perspektif pendukung akan dimanfaatkan dalam evaluasi kinerja. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya keterkaitan yang kuat antara perspektif pada satu sisi prisma dengan perspektif pada sisi prisma yang lainnya. Keterkaitan antara perspektif-perpektif dari Prism ini diilustrasikan pada Gambar II-6 [NEE02b].
Gambar II-6 Keterkaitan perspektif pada Metode Prism [NEE02b]
Selain adanya keterkaitan seperti Gambar II-6, masing-masing perspektif pada kelima sisi Prisma ini juga memiliki variabel-variabel pengukuran guna mengukur tingkat keberhasilan pada masing-masing tingkatan perspektif, seperti diilustrasikan pada Gambar II-7. II.3.1.1 Tuntutan/Kepuasan Stakeholder Di dalam perspektif ini, identifikasi terhadap stakeholder meliputi hal-hal apa saja yang dibutuhkan dan diinginkan oleh stakeholder pada organisasi/perusahaan. Tujuan dari pemenuhan tuntutan/kepuasan stakeholder adalah agar dapat menuntut kontribusi dari masing-masing stakeholder tersebut[WIB06]. Dengan demikian, pada dasarnya, perspektif ini tidak terpisahkan dari perspektif Metode Prism yang kedua yaitu kontribusi stakeholder. Gambaran keterkaitan antara kepuasan beberapa stakeholder dan kontribusinya ke organisasi/perusahaan dapat dilihat pada Gambar II-8[NEE02a].
II-12 Ukuran ? Tuntutan Stakeholder Srategi
Proses
Kapabilitas Investor Pelanggan & Perantara Pegawai Pemerintah(regulator) &Komunitas Supplier
Ukuran ?
Ukuran ?
Ukuran ?
Kontribusi Stakeholder Ukuran ?
Gambar II-7 Variabel-variabel ukuran pada perspektif Metode Prism
Gambar II-8 Keterkaitan stakeholder satisfaction dan stakeholder contibution
II.3.1.2 Kontribusi Stakeholder Identifikasi kontribusi stakeholder dapat juga diartikan sebagai identifikasi kebutuhan dan keinginan organisasi/perusahan terhadap stakeloder-nya. Oleh karena itu, perspektif ini terkadang dianggap sebagai kebalikan dari perspektif tuntutan/kepuasan stakeholder [NEE02b]. Secara umum, kontribusi para stakeholder pada perusahaan berorientasi profit dapat dijabarkan seperti pada Tabel II-1 [WIB06]
II-13 Tabel II-1 Gambaran Kontribusi Stakeholder
Pihak yang Berkepentingan (Stakeholder) Investor
Pelanggan (customer)
Karyawan (employees) Pemasok (suppliers)
Pemerintah (regulators)
Kontribusi (Contribution) • Pertumbuhan modal (capital growth) • Besarnya resiko (greater risk taking) • Dukungan jangka panjang (long term support) • Keuntungan (profitability) • Pembelian uang (retention) • Loyalitas (loyality) • Umpan balik (feed back) • fleksibilitas (flexibility) • Keterampilan ganda (multiskilling) • Sumbang saran (suggestion) • Subpemasok yang lebih luas (more outsourcing) • Pedagang yang lebih sedikit (fewer vendors) • Solusi yang menyeluruh (total solutions) • Integrasi (Integration) • Konsistensi yang adil (cross border consistency) • Saran-saran nonformal (informal advices) • Keterlibatan lebih awal (early involvement)
II.3.1.3 Strategi Strategi dalam Metode Prism diartikan sebagai program yang luas untuk menjelaskan dan mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari sasaran, pengadopsian jalur tindakan serta pengalokasian sumber daya untuk mencapai sasaran tersebut. Menurut Gerry Johnson dan Kevan Scholes (1993) strategi diartikan sebagai: The direction and scope of an organization over the long term: idealy, which matches its resources to its changing environment, and in particular its markets, customer or clients so as to meet stakeholder expectation [SUD05]. Srategi perusahaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok dan diterapkan level organisasi yang berbeda[AZM05], yaitu: 1. Corporates strategies Merupakan strategi yang diterapkan oleh level atas dari perusahaan. Strategi ini menjelaskan tentang jenis bisnis yang ingin dimasuki oleh perusahaan serta cara-cara agar perusahaan dapat sukses dalam bisnis tersebut.
II-14 2. Bussines unit strategies Merupakan strategi yang harus diterapkan oleh unit-unit bisnis dalam perusahaan. Strategi ini menjelaskan kelompok pasar yang akan dimasuki, jenis produk atau jasa yang ingin ditawarkan, serta bagaimana produk tersebut dapat sukses di pasaran. 3. Operating strategies Merupakan strategi yang diterapkan pada level operasional perusahaan. Strategi ini menjelaskan tentang proses-proses serta kapabilitas yang dibutuhkan untuk dapat menghasilkan produk atau jasa secara efektif dan efisien serta cara mengimplementasikannya. Di dalam konteks strategi, peran pengukuran kinerja berkaitan dengan 4 hal [NEE02b]: 1.
Pengukuran dibutuhkan agar manajer dapat melakukan tracking untuk mengetahui apakah strategi yang selama ini dijalankan sudah tepat atau belum.
2.
Pengukuran digunakan untuk mengkomunikasikan strategi-strategi yag ada di dalam perusahaan.
3.
Pengukuran
bisa
diaplikasikan
untuk
mendorong
pengembangan
dan
mengintensifkan implementasi dari strategi. 4.
Data pengukuran bisa dianalisis dan digunakan sebagai acuan apakah strategi yang diterapkan berjalan sesuai rencana.
II.3.1.4 Proses Setelah identifikasi strategi perusahaan dilaksanakan, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap proses-proses apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menjalankan strategi-strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses dalam model Prism merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan strategi untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan kata lain, proses merupakan kegiatankegiatan yang dibutuhkan untuk dapat membuat suatu perusahaan berjalan. Dalam model Prism, proses yang dijalankan oleh perusahaan secara umum terbagi dalam empat kelompok, yaitu [NEE02b]: 1.
mengembangkan produk/jasa
2.
mengadakan permintaan
3.
memenuhi permintaan
4.
merencanakan dan mengelola perusahaan
II-15 Pada point of view suatu proses pengukuran, aspek-aspek yang tergolong dalam aspek pengukuran kritis antara lain[NEE02b]: 1.
kualitas (konsistensi, tahan uji, conformance, daya tahan, ketepatan, ketergantungan)
2.
kuantitas (volume, kelengkapan)
3.
waktu (kecepatan, delivery, ketersediaan, promptness, tepat waktu, terjadwal )
4.
kemudahan penggunaan (fleksibilitas, kenyamanan, kemudahan akses, kejelasan, dukungan)
5.
uang (harga, biaya, nilai)
II.3.1.5 Kapabilitas Kapabilitas didefinisikan sebagai kapasitas organisasi untuk menggunakan sumber daya yang diintegrasikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan [AZM05]. Kapabilitas muncul melalui interaksi kompleks antara sumber daya berwujud dengan sumber daya tidak berwujud. Komponen kapabilitas dapat dilihat pada Gambar II-9
[NEE02b]
Gambar II-9 Komponen kapabilitas
Empat komponen kapabilitas yang diilustrasikan pada Gambar II-9, dijabarkan sebagai berikut: 1.
Manusia, yaitu berupa keterampilan (skills) serta pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja.
2.
Teknologi, yaitu berupa teknik serta metode-metode yang dikuasai dan digunakan oleh organisasi dalam melakukan proses dan kegiatan yang ada dalam organisasi.
II-16 3.
Praktek, yaitu kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi seperti produksi, penyimpanan, perencanaan dan lain-lain.
4.
Infrastruktur, yaitu fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh organisasi seperti pabrik, gudang, kantor, dan lain-lain.
II.3.2 Tahapan Pengukuran Kinerja pada Metode Prism Tahapan-tahapan dalam merancang sistem pengukuran kinerja dengan Metode Prism adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi stakeholder dari perusahaan serta tuntutan dari masing masing stakeholder 2. Identifikasi kontribusi dari stakeholder yang diharapkan oleh perusahaan 3. Identifikasi strategi yang dibutuhkan guna memenuhi tuntutan dan mendapatkan kontribusi dari stakeholder 4. Identifikasi proses-proses yang dibutuhkan untuk dalam pelaksanaan strategi yang telah diidentifikasi 5. Identifikasi kapabilitas-kapabilitas yang dibutuhkan untuk menjalankan proses yang telah diidentifikasi 6. Tetapkan tujuan (objective) dari hasil identifikasi perspektif Metode Prism. 7. Definisikan key performance indicator akan digunakan untuk mengukur pencapaian objective 8. Validasi key performance indicator yang konflik 9. Pembobotan key performance indicator. 10. Penyusunan alat pengukuran kinerja
II.4 Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator) Key Performance Indicator (selanjutnya disebut KPI) adalah satu set pengukuran yang terpusat pada aspek-aspek kinerja organisasi yang paling kritis untuk kelangsungan hidup organisasi saat ini maupun di masa mendatang[SUD05]. KPI dapat juga diartikan suatu ukuran untuk dapat mengatakan suatu pekerjaan di dalam organisasi itu berhasil atau gagal. Dengan perkataan lain, KPI adalah suatu tolok ukur untuk menilai kinerja (performance), baik pada tingkat individu, unit kerja, organisasi, wilayah, bahkan sampai dengan negara. Ide utama dari KPI adalah pengukuran pada beberapa aspek kinerja
II-17 organisasi yang membutuhkan perbaikan atau pemeliharaan yang lebih penting dari aspek-aspek lainnya. Fokus dari KPI adalah pada aspek-aspek kinerja organisasi yang membutuhkan peningkatan atau aspek-aspek yang harus dipertahankan pada tingkat tertentu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi di masa mendatang. Pemilihan KPI bersifat subjektif dan bergantung dari organisasinya. Minns (1995) mengemukakan bahwa tidak ada KPI yang bersifat otomatis digunakan oleh perusahaan, namun terdapat beberapa KPI yang digunakan saling overlap dalam satu organisasi.
II.5 Metode Pembobotan Borda Dalam metode ini, beberapa responden memberikan penilaian terhadap kriteria dengan cara memberikan urutan ranking (R) dari angka 1 (satu) untuk kriteria yang paling penting sampai dengan N di mana N adalah jumlah kriteria untuk kriteria yang paling tidak penting. Dari urutan ranking (R) ini, setiap kriteria diberikan nilai (V) sesuai dengan ranking-nya dengan rumus sebagai berikut: Vi = N +1 – Ri, i = 1,2,3,….,N
(II-1)
Vi = Nilai untuk kriteria i N = Jumlah kriteria Ri = Urutan ranking kriteria I Nilai untuk kriteria dari satu responden ini dirata-ratakan dengan nilai kriteria dari responden yang lain sehingga didapatkan nilai rata-rata yang menunjukkan urutan preferensi dari kriteria yang dinilai.
II.6 Metode Objective Matrix (OMAX) Model sistem penilaian ini pertama kali dikembangkan di Oregon State University oleh seorang profesor produktivitas di Departement of Industrial Engineering yaitu James L. Riggs. Objectives Matrix (OMAX) adalah suatu sistem pengukuran produktivitas parsial
II-18 yang dikembangkan untuk memantau produktivitas dari tiap bagian perusahaan dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut [AZM05]. Pada OMAX terdapat 11 tingkat pencapaian untuk setiap indikator, di mana satu indikator menempati satu kolom. Skala kinerja berkisar antara skala 0 sampai 10. Pada OMAX terdapat tiga skala penting yaitu : a. Level 0 : level terendah yang dicapai kriteria tersebut selama periode tertentu b. Level 3 : indikasi hasil operasi yang menunjukkan kinerja pada saat skala rating dibuat atau pada tahap inisiasi c. Level 10 : estimasi realistis dari hasil yang dapat dicapai pada masa mendatang Level 0 dan level 3 didefinsikan sebagai benchmark sedangkan level 10 merupakan tantangan. Dengan pemberian nilai pada tiap level merepresentasikan pencapaian dari tujuan pencapaian kinerja dari setiap unit kerja.