BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Beton Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI 03-2847-2002). Beton adalah material yang bersifat getas dan memiliki kuat tekan yang relative tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Nilai kuat tariknya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. Karena itu beton hanya diperhitungkan bekerja dengan baik di daerah tekan pada penampangnya, sedangkan gaya tarik dipikul oleh tulangannya, baik tulangan yang berasal dari baja maupun dari bahan lainnya (Dipohusodo, 1996). Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk mengetahui menurunkan persamaan analisis dan desain. Pada gambar 2.1 memperlihatkan kurva tegangan-regangan tipikal yang diperoleh dari percobaan dengan menggunakan benda uji silinder dan dibebani tekan selama beberapa menit. Kurva akan mencapai titik maksimum pada nilai tegangan karakteristik beton, f’c. Untuk beton normal tegangan tekan f’c terletak pada nilai regangan 0,002 sampai 0,003. Setelah titik maksimum dilalui, kurva akan turun dengan bertambahnya nilai regangan hingga benda uji hancur pada nilai regangan mencapai 0,003-0,005. Pada SNI 03-2847-2002 Pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan tekan maksimum adalah 0,003 sebagai batas hancur.
5
Sesuai dengan teori elastisitas, kemiringan awal kurva menggambarkan nilai modulus elastisitas beton. Kemiringan awal kurva dipengaruhi oleh nilai kuat tekan betonnya, sehingga modulus elastisitas beton beragam tergantung pada mutu beton (Dipohusodo, 1994).
Gambar 2.1 Hubungan tegangan-regangan beton.
2.2
Material pembentuk beton
2.2.1
Semen Portland Semen Portland (SP) adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling halus klinker, yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu (PUBI,1986).
Berdasarkan Kursus Teknologi Beton FT. Sipil ITS, semen Portland tipe I (standar PT. Semen Gresik) dibuat dari bahan-bahan yang mengandung oksidaoksida seperti yang tercantum pada tabel 2.1.
6
Tabel 2.1 Bahan Baku Penyusun Semen Portland Tipe I Jenis Bahan
Persentase (%)
Batu Kapur (CaO)
65.3 ± 1.0
Pasir Silika (SiO2)
20.8 ± 1.0
Tanah Liat (Al2O3)
6.9 ± 0.6
Bijih Besi (Fe2O3)
3.0 ± 0.3
Magnesia (MgO)
Max 2.0
Sulfur (SO3)
1.6 ± 0.4
Alkali Oksida
Max 0.1
Hilang Pijar
Max 1.5
Total
99.0 ± 0.5
Kandungan CaO yang paling besar dalam semen memiliki fungsi dalam proses perekatan/pengikatan, sedangkan SiO2 berfungsi sebagai bahan pengisi (filler), dimana kedua bahan ini memiliki peranan dalam menentukan kekuatan semen. Al2O3 memiliki fungsi dalam mempercepat proses pengerasan. Sedangkan Fe2O3 memiliki suhu leleh yang rendah yang menyebabkannya sebagai bahan bakar dalam proses pembakaran klinker. Oleh karena itu, Fe2O3 bukan merupakan unsur yang aktif dalam semen.
7
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen Portland dibagi kedalam 5 jenis yaitu sebagai berikut : 1. Semen Portland Jenis I Semen Portland jenis ini digunakan untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak diminta persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya. 2. Semen Portland Jenis II Semen Portland jenis ini digunakan untuk konstruksi yang diisyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang. 3. Semen Portland Jenis III Semen Portland jenis ini digunakan untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. 4. Semen Portland Jenis IV Semen Portland jenis ini digunakan untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah. 5. Semen Portland Jenis V Semen Portland jenis ini digunakan untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
2.2.2
Air Air pada campuran beton mempunyai peranan yang penting yaitu
memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan. Selain itu, air juga berfungsi sebagai pelembab campuran sehingga campuran mudah dicetak dan tidak pecah. 8
Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton. Air yang digunakan dapat bersumber dari daerah setempat asalkan memenuhi kriteria secara umum yaitu tidak tercemar, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berminyak dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya, sebab dapat menurunkan kekuatan beton.
2.2.3
Agregat Halus dan Agregat Kasar Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung, agregat halus adalah pasir alam sebagai disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm. Sedangkan agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm.
2.3
Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja secara bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-28472002). Tulangan yang biasa dipakai adalah tulangan yang terbuat dari baja yang memiliki kuat tarik yang tinggi. 9
2.4
Beton Ready Mix Beton Ready Mix adalah jenis beton yang diproduksi di sebuah pabrik
atau batching plant, menurut mix design, dan kemudian dikirim ke sebuah tempat kerja, dengan truk mount mixer transit. Hal ini menghasilkan campuran yang tepat, yang memungkinkan campuran beton khusus untuk dikembangkan dan diimplementasikan pada lokasi konstruksi. Beton Ready Mix kadang-kadang lebih dipilih karena ketepatannya pada campuran dan faktor kesulitan pengerjaan di lapangan. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunakan campuran beton yang telah ditentukan mengurangi fleksibilitas, baik dalam rantai pasokan dan dalam komponen aktual beton. Beton Ready Mix juga disebut sebagai produk beton custom yang disesuaikan untuk tujuan komersial. Perusahaan Beton Ready Mix dapat memberikan beton yang berbeda sesuai dengan mix design pengguna atau standar industri. 2.5
Tulangan Bambu Tulangan pada beton mempunyai fungsi untuk menahan gaya tarik yang
bekerja pada penampang beton. Beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan saja, sebab beton lemah terhadap gaya tarik dan beton juga bersifat getas. Oleh karena itu pemasangan tulangan dilakukan untuk mengatasi kelemahan beton. Bambu terdapat hampir diseluruh Indonesia dan merupakan salah satu bahan yang cukup penting. Pada umumnya bagian-bagian bangunan yang dapat dibuat dari bambu jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan lain untuk kegunaan yang sama. Berdasarkan penelitian para ahli, menunjukkan bahwa bambu mempunyai tegangan tarik yang cukup besar terutama pada bagian kulitnya. Dari sifat fisiknya bambu memiliki serat yang sejajar sehingga kekuatan terhadap gaya normal cukup baik, mempunyai penampang berbentuk lingkaran sehingga momen inersianya besar dan pada jarak tertentu terdapat ruas-ruas yang 10
dapat mengurangi bahaya tekuk lokal. Fungsi bambu sama dengan kayu sehingga bambu juga memiliki sifat-sifat mekanis. Berdasarkan penelitian, bambu memiliki tegangan tarik yang cukup besar, terutama dibagian kulitnya, karena secara umum 40% sampai 70 % serat terkonsentrasi dibagian luar dan 15 % sampai 30% dibagian dalam batang (Ghavami,1998). Tegangan tarik ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kegetasan beton. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Janssen (1980) terhadap kuat tekan, lentur dan geser bambu, dengan pembebanan jangka pendek maupun jangka panjang dari spesies Bambusa Blumeana berumur 3 tahun menunjukkan bahwa kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh kelembaban bahan dan didapat bambu dari spesies ini memiliki kekuatan lentur rata-rata sebesar 84 MPa, modulus elastisitas sebesar 20000 MPa..Morisco dan Marjono (1996) juga mengadakan pengujian kekuatan tarik bambu ori (Bambusa bambos Becke), bambu petung (Dendrocalamus asper Schult), bambu wulung (Gigantochloa vercillata Munro) dan bambu tutul (Bambusa vulgaris Schrad).
Hasil pengujian selengkapnya disajikan dalam table berikut : Tabel 2.2 Tegangan tarik bambu kering oven Tegangan Tarik (Mpa) Jenis Bambu
Tanpa nodia
Dengan nodia
Ori
291
128
Petung
190
116
Wulung
166
147
Tutul
216
74
11
Tabel 2.3 Tegangan tarik bambu tanpa nodia kering oven Tegangan Tarik (Mpa) Jenis Bambu
Bagian dalam
Bagian Luar
Ori
164
417
Petung
97
285
Wulung
96
237
Tutul
146
286
Hasil penelitian yang dilakukan kemudian disusun dalam diagram tegangan-regangan tulangan bambu dan baja seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Diagram tegangan-regangan bambu dan baja 12
2. 6
Kolom Beton Bertulang Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul
beban axial dengan atau tanpa momen. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). SNI 03-2847-2002 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. 2.6.1
Fungsi Kolom Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.
Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama 13
untuk konstruksi rumah bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi gempa tidak mudah roboh. Jenis – jenis Kolom
2.6.2
Jenis-jenis kolom menurut bahan pembuatannya : a). Kolom beton Kolom beton dapat dibentuk dengan bermacam-macam bentuk, seperti : persegi, segi empat, bulat dan lain-lain dengan luasan penampang yang diinginkan Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu : 1). Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya. 2). Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
14
3). Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang. b). Kolom kayu Kolom kayu dapat berfungsi sebagai kolom struktural dan non-struktural. Penampang kolom struktural kayu dapat berbentuk kotak dan lingkaran c). Kolom baja Kolom baja ditugaskan hanya sebagai kolom panjang atau kolom langsing dan kolom sedang. Kolom baja dapat dirancang dengan profil tunggal maupun tersusun.
Gambar 2.3 Jenis-jenis Penampang Kolom
15
2.6.3
Dasar- dasar Perhitungan Menurut SNI-03-2847-2002 ada empat ketentuan terkait perhitungan
kolom: 1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum
dari
momen
terhadap
beban
aksial
juga
harus
diperhitungkan. 2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan. 3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujungujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya. 4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom.
2.7
Kolom Beton Bertulangan Bambu Kolom beton dengan tulangan bambu banyak dijumpai di daerah pedesaan
dimana balok beton dengan tulangan bambu banyak digunakan pada struktur rumah sederhana pada daerah penghasil bambu. Untuk di Bali sendiri bisa dijumpai di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Maka dari itu bambu layak dijadikan tulangan pengganti baja tulangan pada struktur beton bertulang.
16
Gambar 2.4 Distribusi Tegangan-Regangan kolom bertulangan bambu 2.8
Landasan Teori
2.8.1
Analisa Penampang Kolom Diagram Tegangan-Regangan pada analisa penampang kolom beton
bertulang, secara umum dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.5 Diagram tegangan-regangan penampang kolom beton bertulang Gambar diatas memperlihatkan diagram penampang kolom beton bertulang beban aksial dan lentur. Regangan beton pada serat tekan terluar c dan kedalaman garis netral c, maka regangan baja s1 , s 2 , s 3 ,..., dapat
17
ditentukan dari persamaan segitiga dari diagram regangan. Secara umum regangan baja ke i didapat dari persamaan :
si c Selanjutnya
c d1 c
tegangan
f s1 , f s 2 , f s 3 ,...,
didapat
berdasarkan
regangan
s1 , s 2 , s 3 ,..., dengan memperhatikan kurva tegangan regangan baja yang diidealisasikan. Kemudian gaya-gaya baja Ts dapat dihitung. Misalkan, untuk batang i , persamaan gayanya adalah :
Tsi As i . fs i
Untuk regangan beton
cm
pada serat tekan terluar, gaya tekan beton C, dan
posisinya merupakan fungsi dari parameter α dan γ, dimana :
Cc . f ' c b c Gaya Cc berada pada jarak γc dari serat tepi daerah tekan. Faktor α dan factor jarak γ untuk nilai
cm
tertentu, nilainya dihitung dari kurva tegangan-regangan
beton. Dari kurva tersebut diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: cm
fc dc 0
cm. f ' c
18
cm
1
c. fc dc 0
cm
cm. fc dc 0
Persamaan kesetimbangan statis gaya-gaya dalam dapat ditulis sebagai berikut : n
Pn Cc Tsi i 1
n h Mn Cc(d .c) Tsi (d d1 ) Pn d c 2 i 1
Kolom yang memikul beban aksial tekan secara konsentris atau dengan eksentrisitas kecil sangat jarang ditemui dalam suatu struktur bangunan. Kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas yang merupakan kondisi khusus, kuat beban nominal atau teoritis dapat diungkapkan sebagai berikut :
Po 0,85. f ' c( Ag As ) fy As
Dimana : Ag
= Luas kotor penampang lintang kolom (mm2)
As
= Luas total penampang tulangan memanjang (mm2)
Po
= Kuat beban aksial nominal tanpa eksentrisitas
Dalam SNI 03-2847-2002, ditetapkan bahwa kekuatan penampang kolom yang terkena beban aksial dalam kondisi tekan murni harus diambil sebesar 0,85 atau 0,80 dari kekuatan beban aksial murni Po : Pn max. = 0,85Po, untuk kolom dengan penulangan spiral dan,
Pn max. = 0,80Po, untuk kolom dengan penulangan bersengkang 19
2.8.2 Interaksi Beban Aksial dan Momen pada Kolom Kolom disebut kolom pendek apabila pengaruh bentang atau lendutan saat dibebani kecil dan dapat diabaikan. Kebanyakan kolom pada portal (kurang lebih 90%) atau kolom tanpa kekangan samping (kira-kira 40%) direncanakan sebagai kolom pendek. Bentang maksimum kolom pendek tergantung dari bentuk deformasi. Pada kolom pendek, kapasitas beban aksial kolom berkurang bila ada beban kerja momen. Diagram yang menyatakan hubungan kapasitas aksial kolom terhadap momen lentur disebut diagram interaksi. Secara skematis diagram ini digambarkan pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 Diagram interaksi kolom Sumber : Amrinsyah Nasution, 2009
Setiap pasangan beban (Mn, Pn) yang berada di sisi dalam kurva merupakan kombinasi pembebanan yang mampu ditampung penampang kolom, sedangkan setiap kombinasi beban (Mn, Pn) pada sisi luar kurva menyatakan 20
kombinasi beban melebihi kapasitas penampang. Garis radial yang ditarik dari titik menyatakan konstanta perbandingan Mn terhadap Pn, yaitu eksentrisitas (e) beban. SNI 03-2847-2002 memberikan pembatasan tulangan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan. Untuk kuat rencana ΦP kurang dari nilai terkecil antara 0,10fc’Ag dan фPb, maka rasio penulangan ρ tidak boleh melampui nilai 0,75ρb dari penampang yang mengalami lentur tanpa beban aksial. Persyaratan tersebut selaras dengan konsep daktilitas komponen struktur yang menahan momen lentur dengan beban aksial kecil, dimana dikehendaki keruntuhan diawali dengan meluluhnya batang tulangan tarik terlebih dahulu. Komponen dengan beban aksial kecil diizinkan untuk memperbesar faktor reduksi kekuatannya, yaitu lebih besar dari nilai yang digunakan bila komponen yang bersangkutan hanya menahan beban aksial tekan sentris. Komponen yang menahan lenturan murni, tanpa menahan beban aksial, digunakan faktor reduksi kekuatan Φ = 0,80. Untuk pembahasan kolom, digunakan faktor reduksi kekuatan Φ = 0,70 untuk kolom dengan pengikat spiral, dan Φ = 0,65 untuk kolom dengan pengikat sengkang. Kolom harus direncanakan untuk eksentrisitas minimum 0,10b bagi kolom dengan sengkang, dan eksentrisitas minimum 0,05b bagi kolom spiral (b = dimensi sisi penampang tinjauan momen). Tulangan minimum yang dipasang tidak boleh kurang dari 1% luas penampang beton atau ρ =
> 0,01, mengingat
sifat susut dan rangkak beton. Tulangan maksimum tidak boleh dipasang lebih dari 8% luas panampang beton atau ρ =
≤ 0,08. Sekurang-kurangnya 4
tulangan utama harus dipasang bagi penampang persegi, 6 tulangan bagi susunan lingkaran. Jarak pasangan tulangan tidak boleh lebih dari 16Φtulangan
utama
atau
48Φtulangan sengkang atau dimensi terkecil penampang. Kolom dengan beban aksial kecil diizinkan untuk memperbesar faktor reduksi kekuatannya, yang lebih besar dari nilai faktor reduksi bagi komponen
21
yang hanya menahan beban aksial tekan sentris. Komponen yang menahan lenturan murni, tanpa beban aksial, digunakan faktor reduksi kekuatan Φ = 0,80. SNI 03-2847-2002 menetapkan bagi kolom dengan beban aksial yang semakin mengecil, nilai Φ dapat ditingkatkan secara linear sampai 0,80 untuk nilai ΦPn yang berkurang dari 0,10fc’Ag ke nol. Sebagai pembatasan tambahan adalah fy tidak lebih dari 400 MPa, dan penulangan penampang simetris dengan tidak kurang dari 0,65, dengan d’ = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan (mm), dan ds = jarak dari serat tarik terluar ke pusat tulangan tarik (mm).
2.8.3
Daktilitas Kurvatur Kurvatur dari kolom beton bertulang disini diberikan dengan persamaan
yang mengambil segmen elemen struktur yang dibebani lentur atau kombinasi lentur dan aksial tekan. Elemen dari komponen struktur yang awalnya adalah lurus, kemudian akibat bekerjanya gaya-gaya dalam M dan P pada kedua ujung elemen tersebut menyebabkan elemen melengkung dengan radius R. Misalkan panjang elemen adalah dx maka rotasi pada ujung-ujung elemen dinyatakan dengan :
d dx c d x s x R c d-c 1 c s R c d-c
Nilai 1/R adalah kurvatur pada elemen diatas (putaran sudut per satuan panjang dari segmen) dan diberi symbol ᵠ, sehingga diperoleh : 22
c c
s d-c
Hal yang paling umum terjadi pada struktur yang berdeformasi pada daerah inelastisnya adalah rotasi atau putaran sudut. Maka untuk menyatakan kondisi ini digunakan hubungan antara putaran sudut elemen per satuan panjang (curvature) dengan bending momen.
Gambar 2.6 Batasan Daktilitas Kurvatur Tingkat daktilitas suatu struktur atau komponen struktur beton bertulang yang dinyatakan dengan kurvatur dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara nilai kurvatur saat beton mengalami regangan ultimitnya dengan nilai kurvatur saat baja tulangannya pertama kali leleh. Sedangkan untuk menyatakan tingkat daktilitasnya diberikan oleh persamaan berikut :
u y
23
Nilai εcu untuk mendapatkan kurvatur maksimal pada beton tak terkekang ditetapkan pada regangan 0,003 dan untuk beton terkekang ditetapkan pada regangan sebesar 0,007.
24