BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori
2.1.1 Modal Kerja 2.1.1.1 Pengertian Modal Setiap perusahaan tentu akan membutuhkan modal untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari baik untuk investasi ataupun keperluan lainnya. Besarnya modal yang diperlukan akan berbeda sesuai dengan besar kecilnya skala perusahaan. Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraph 102 (2007) menyatakan: “Menurut konsep modal keuangan, seperti uang atau daya beli diinvestasikan, modal adalah sinonim dengan aset bersih atau ekuitas perusahaan.Menurut konsep modal fisik, seperti kemampuan usaha, modal dipandang sebagai kapasitas produktif perusahaan yang didasarkan pada, misalnya, unit output perhari.” Hendriksen (2002) menyatakan bahwa ekuitas pemilik biasa juga disebut sebagai modal, menurutnya “Ekuitas pemilik hanyalah suatu selisih antara aktiva perseroan dan kewajibannya. Ini seringkali disebut sebagai aktiva bersih dari perseroan tersebut.” Pengertian modal kerja menurut Munawir (2002), adalah: “Modal merupakan hak atau bagian yang dimiiki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang
10
11
ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya.” Sedangkan Riyanto (2001) menyatakan bahwa: “… orientasi dari pengertian modal adalah physical-oriented. Dalam hubungan ini dapat dikemukanan pengertian modal yang klasik, dimana artian modal ialah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut.” Dari keempat pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa modal adalah kolektivitas barang-barang atau sumber kekayaan yang masih ada dalam perusahaan dan digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan atau laba. Selain itu modal adalah kelebihan aktiva atas hutang yang mempunyai kekuasaan untuk menggunakan barang modal. 2.1.1.2 Pengertian Modal Kerja Modal kerja sebagai acuan dalam mengukur tingkat efisiensi modal utama perusahaan. Maka untuk mengukur tingkat efisiensi modal terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan diperlukan modal kerja. Modal kerja adalah modal yang dikeluarkan oleh perusahaan guna membiayai proses produksi dan aktivitas kinerja karyawan. Pengertian modal kerja ialah dimaksudkan sebagai keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang terus tersedia untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Suatu analisa terhadap sumber dan penggunaan modal kerja sangat penting bagi penganalisis intern dan ekstern, disamping masalah modal kerja ini erat hubungannya dengan operasi perusahaan sehari-hari juga menunjukan tingkat keamanan atau safety of margin, para kreditur terutama kreditur jangka pendek. Pengertian modal kerja menurut Brealey, et.al. (2007) menyatakan bahwa,
12
“Modal kerja bersih (sering disebut modal kerja) adalah selisih antara aset jangka pendek dan kewajibannya.” Menurut Wild dan Halsey (2005) menyatakan bahwa, “Modal kerja merupakan ukuran likuiditas yang banyak digunaka. Modal kerja (working capital) adalah selisih aktiva lancar setelah dikurangi kewajiban lancar.” Sedangkan Sutrisno (2007) mengungkapkan pengertian modal kerja dalam konsep kualitatif sebagai berikut” “Pada konsep kualitatif, modal kerja bukan semua aktiva lancar tetapi telah mempertimbangkan kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar. Dengan demikian dana yang digunakan benar-benar khusus digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari tanpa khawatir terganggu oleh pembayaran-pembayaran hutang yang segera jatuh tempo. Karena menurut konsep ini hutang lancar telah dikeluarkan dari perhitungan, sehingga modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancarnya.” Sedangkan menurut Hadi dan Parno (2010) menyatakan bahwa: “Modal kerja adalah jumlah harta lancar yang merupakan bagian dari investasi yang bersilkulasi dari satu bentuk ke bentuk lain dalam suatu kegiatan bisnis, yaitu dari kas berputar ke biaya material, upah buruh, biaya overhead pabrik, biaya pemasaran, biaya umum, persediaan, penjualan, piutang, dan akhirnya kembali ke kas.” Menurut Munawir (2002) menyatakan bahwa modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan perusahaan. Disamping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan, juga akan memberi keuntungan lainnya, yaitu :
13
1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 2. Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewahiban tepat pada waktunya. 3. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang terjadi. 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumennya. 5. Memungkinkan untuk perusahaan memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para pelanggannya. 6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah harta yang dimiliki perusahaan yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha untuk membiayai operasional perusahaan tanpa mengorbankan aktiva yang lain dengan tujuan memperoleh laba yang optimal. Secara tradisional, modal kerja (working capital) didefinisikan sebagai investasi perusahaan dalam aktiva lancar (current assets). Aktiva lancar itu sendiri sebagaimana didefinisikan menurut akuntansi adalah aktiva yang harus habis dalam satu kali berputar dalam proses produksi, dan proses perputarannya adalah dalam jangka waktu yang pendek (umumnya kurang dari satu tahun).
14
2.1.1.3 Konsep Modal Kerja Menurut Riyanto (2001) ada tiga konsep modal kerja yang umum digunakan, yaitu: 1. Konsep Kuantitatif Konsep ini menitikberatkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar. Aktiva ini merupakan aktiva sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau dana yang tertanam dalam aktiva akan dapat bebas lagi dalam jangka pendek. Jadi, yang dimaksud dalam konsep ini adalah keseluruhan jumlah aktiva lancar. Dalam pengertian ini modal kerja sering disebut modal kerja bruto atau gross working capital. 2. Konsep Kualitatif Pada pengertian ini konsep modal kerja dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar atau hutang yang harus segera dibayar. Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditas (merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancarnya). 3. Konsep Fungsional Konsep ini menitikberatkan pada fungsi dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Sebagian dari aktiva lancar merupakan unsur modal kerja.
15
2.1.1.4 Jenis-jenis Modal Kerja Menurut Riyanto (2001) modal kerja digolongkan berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut : 1. Modal kerja permanen, yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk daapt menjalani fungsinya atau dengan kata lain modal kerja secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen dibedakan menjadi: a. Modal kerja primer yaitu modal kerja minimal yang harus ada dalam perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. b. Modal kerja normal yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang dinamis. 2. Modal kerja variabel, yaitu modal kerja yang jumlahnya selalu berubahubah sesuai perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan menjadi: a. Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya fluktuasi musiman. b. Modal kerja siklus, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena fluktuasi konjungtur. 3. Modal kerja darurat (emergency working capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak dketahui sebelumnya misalnya adanya pemogokan kerja karyawan. 2.1.1.5 Komponen Modal Kerja Pada umumnya komponen modal kerja meliputi asset, surat berharga, piutang dan persediaan. Masing-masing pos tersebut harus dikelola secara baik
16
dan efisien untuk dapat mempertahankan likuiditas perusahaan dan pada saat yang sama jumlah dari masing-masing pos tersebut juga tidak terlalu besar. Komponen modal kerja menurut Munawir adalah: 1. Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. 2. Investasi jangka pendek, yaitu investasi yang bersifat sementara untuk memanfaatkan uang kas yang sementara masih belum dalam operasi perusahaan dengan syarat harus bersifat marketable yaitu dapat segera dijual dengan harga pasti setiap saat perusahaan memerlukan uang. 3. Piutang dagang, yaitu tagihan perusahaan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang secara kredit. 4. Persediaan barang (bagi perusahaan dagang), yaitu persediaan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Aset, persediaan dan piutang merupakan modal kerja tetapi surat berharga termasuk ke dalam potential working capital, yaitu dana yang ditanamkan perusahaan tetapi bukan merupakan tujuan utama perusahaan didirikan. Misalkan suatu perusahaan dagang menanamkan sebgaian dananya dalam surat obligasi. Dana yang ditanamkan dalam obligasi tersebut menghasilkan current income yaitu dalam bentuknya bunga obligasi. Tetapi karena perusahaan ini didirikan dengan maksud utama untuk berusaha di bidang perdagangan, bukan untuk berusaha di bidang investasi dalam surat-surat berharga, maka dana yang tertanam dalam surat obligasi tersebut merupakan potential working capital.
17
2.1.1.6 Manfaat Modal Kerja Apabila dihubungkan antara modal kerja dengan kegiatan sehari-hari perusahaan, maka keduanya mempunyai hubungan yang sangar erat. Apabila modal kerja yang tersedia dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai kebutuhan sehari-hari maka hal tersebut akan snagat menguntungkan perusahaan karena memungkinkan perusahaan beroperasi secara ekonomis dan dapat segera mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan, tetapi apabila modal kerja tersedia dalam jumlah yang berlebihan akan merugikan perusahaan karena menunjukkan dana yang tidak produktif. Menurut Munawir (2005), bahwa tersedianya modal kerja yang cukup akan memberikan keuntungan-keuntungan, antara lain: 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 2. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya. 3. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya. 5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat-syarat kredit yang lebih menarik bagi pelanggan.
18
6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. 2.1.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja Modal suatu perusahaan harus cukup jumlahnya, atau dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau membiayai operasi perusahaan sehari-hari. Penentuan besarnya jumlah modal kerja yang cukup bagi perusahaan merupakan hal yang tidak mudah, karena menurut Munawir (2002) menyatakan bahwa modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, diantaranya : 1. Sifat atau tipe perusahaan. Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat usaha yang dijalankan perusahaan. 2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan memperoleh barang yang akan dijual. Ada hubungan langsung antara jumlah modal kerja dan jangka waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dijual pada pembeli. Makin lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh barang, atau makin lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh barang dari luar negeri, jumlah modal kerja yang dibutuhkan semakin besar. 3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan digunakan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang
19
dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperoleh dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang tak dapat ditagih. Sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tertentu. 4. Syarat penjualan Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut. 5. Tingkat perputaran persediaan Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover), menunjukkan berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau
20
semakin tinggi tingkat perputaran akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena menurunnya harga atau karena perubahan selera konsumen,
disamping
itu
akan
menghemat
ongkos
penyimpanan
dan
pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. Di samping faktor-faktor tersebut diatas masih banyak faktor lain yang akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja suatu perusahaan, misalnya faktor musiman, volume penjualan, tingkat perputaran piutang, dan jumlah rata-rata pengeluaran setiap harinya. 2.1.1.8 Perputaran Modal Kerja Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas, makin pendek periode tersebut berarti makin cepa perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnover rate-nya). Komarudin (2005) menyebutkan lama periode perputaran masing-masing komponen dari modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tesebut. Komarudin (2005) menyebutkan untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital turnover). Jumingan (2006) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “Untuk menguji penggunaan modal kerja, penganalisis dapat menggunakan perputaran modal kerja (working capital turnover), yakni rasio antara penjualan dengan modal kerja. Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan neto yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja.”
21
Dalam menentukan perputaran modal kerja dapat digunakan 2 metode, yaitu : 1. Metode keterikatan dana (siklus daur dana) Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya dengan dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama. Menurut siklus atau daur dana ini perputaran modal kerja dapat diketahui dengan menghitung periode atau jangka waktu dana tertanam, sejak kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali lagi menjadi kas. 2. Metode perputaran (turnover) Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan perusahaan secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus working capital turnover yaitu total penjualan dibagi dengan net working capital atau cross working capital. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya angka perputaran modal kerja adalah : Perputaran Modal Kerja =
Penjualan Bersih
Rata−rata Modal Kerja
Modal kerja rata-rata dapat dicari dengan menjumlahkan modal kerja tahun pertama dan modal kerja tahun kedua kemudian dibagi dua. 2.1.2 Profitabilitas Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan, profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan dapat
22
dinilai melalui berbagai cara bergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya. Pengukuran terhadap profitabilitas akan memungkinkan bagi perusahaan, dalam hal ini pihak manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profitabilitas dinilai sangat penting, karena untuk melangsungkan hidupnya suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan yang menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para direktur, pemilik perusahaan dan yang paling utama pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan. Pengertian profitabilitas menurut Sartono (2001): “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.” Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari volme penjualan, total aktiva dan modal sendiri. 2.1.3 Kas 2.1.3.1 Pengertian Kas Martono dan Harjito (2002) mengatakan bahwa kas merupakan salah satu bagian dari aktiva yang memiliki sifat paling lancar (paling likuid) dan paling mudah berpindah tangan dalam suatu transaksi. Transaksi tersebut misalnya untuk
23
pembayaran gaji atau upah pekerja, membeli aktiva tetap, membayar hutang, membayar deviden dan transaksi lain yang diperlukan perusahaan. Sedangkan menurut Harahap (2004) pengertian kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Setiap saat dapat ditukar menjadi kas, 2. Tanggal jatuh temponya sangat dekat, 3. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat harga. Kas sangat berperan dalam menentukan kelancaran kegiatan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (2007) mengemukakan definisi kas yaitu ”Kas adalah mata uang kertas dan logam baik rupiah maupun valuta asing yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, termasuk pula dalam kas adalah mata uang rupiah yang ditarik dari peredaran dan masih dalam masa tenggang untuk penukarannya ke Bank Indonesia”. 2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kas Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan kas bisa melalui penerimaan dan pengeluaran kas. Menurut Riyanto (2001), perubahan yang efeknya menambah dan mengurangi kas dan dikatakan sebagai sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran kas adalah sebagai berikut: 1. Berkurang dan Bertambahnya Aktiva Lancar Selain Kas Berkurangnya aktiva lancar selain kas berarti bertambahnya dana atau kas, hal ini dapat terjadi karena terjualnya barang tersebut, dan hasil penjualan tersebut merupakan sumber dana atau kas bagi perusahaan itu. Bertambahnya aktiva lancar dapat terjadi karena pembelian barang, dan pembelian barang membutuhkan dana.
24
2. Berkurang dan Bertambahnya Aktiva Tetap Berkurangnya aktiva tetap berarti bahwa sebagian dari aktiva tetap itu dijual dan hasil penjualannya merupakan sumber dana dan menambah kas perusahaan. Bertambahnya aktiva tetap dapat terjadi karena adanya pembelian aktiva tetap dengan menggunakan kas. Penggunaan kas tersebut mengurangi jumlah kas perusahaan. 3. Bertambah dan Berkurangnya Setiap Jenis Hutang Bertambahnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang berarti adanya tambahan kas yang diterima oleh perusahaan. Berkurangnya hutang, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang dapat terjadi karena perusahaan telah melunasi atau mengangsur hutangnya dengan menggunakan kas sehingga mengurangi jumlah kas. 4. Bertambahnya modal Bertambahnya modal dapat menambah kas misalnya disebabkan karena adanya emisi saham baru, dan hasil penjualan saham baru. Berkurangnya modal dengan menggunakan kas dapat terjadi karena pemilik perusahaan mengambil kembali atau mengurangi modal yang tertanam dalam perusahaan sehingga jumlah kas berkurang. 5. Adanya Keuntungan dan Kerugian Dari Operasi Perusahaan Apabila perusahaan mendapatkan keuntungan dari operasinya berarti terjadi penambahan kas bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga penerimaan kas perusahaan pun bertambah. Timbulnya kerugian selama periode tertentu dapat menyebabkan ketersediaan kas berkurang karena
25
perusahaan memerlukan kas untuk menutup kerugian. Dengan kata lain, pengeluaran kas bertambah sehingga ketersediaan kas menjadi berkurang. 2.1.3.3 Perputaran Kas Menurut Riyanto (2001): ”Perputaran kas adalah perbandingan antara penjualan dengan jumlah kas rata-rata”. Tingkat perputaran kas merupakan ukuran efisiensi penggunaan kas yang dilakukan oleh perusahaan. Karena tingkat perputaran kas menggambarkan kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan di dalam modal kerja.Dalam mengukur tingkat perputaran kas, sumber masuknya kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah berasal dari aktivitas operasional perusahaan.” Menurut Wild, et.al (2005), perputaran kas dalam satu periode dapat dihitung dengan rumus: Perputaran Kas =
Penjalan Bersih
Rata−rata Kas dan Setara Kas
Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan. 2.1.4 Piutang 2.1.4.1 Pengertian Piutang Ikatan Akuntan Indonesia (2007) mengemukakan bahwa piutang adalah hak atau klaim terhadap pelanggan atau pihak lain atas uang, barang dan jasa. Sedangkan menurut Warren, et.al ( 2005) piutang didefinisikan sebagai berikut: “Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”. Berdasarkan definisi-definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa piutang adalah hak penagihan kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang timbul karena
26
adanya penjualan barang dan jasa secara kredit dalam jangka waktu satu tahun atau dalam siklus normal perusahaan.” 2.1.4.2 Klasifikasi Piutang Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, (2007) piutang dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Piutang Dagang dan Piutang Non Dagang (Trade and Nontrade Receivable) Piutang dagang adalah piutang terbuka yang tidak dijamin yang seringkali hanya disebut sebagai piutang usaha. Piutang non dagang timbul akibat transaksi seperti: penjualan sekuritas, pembayaran di muka atas pembelian, piutang dividen dan bunga dan sebagainya. 2. Piutang Lancar dengan Piutang Tak Lancar Piutang lancar mencakup semua piutang yang diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal, sedangkan piutang tak lancar merupakan piutang yang diidentifikasikan dapat tertagih dalam jangka waktu yang lebih dari satu tahun. 2.1.4.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi Dalam Piutang Menurut Gitosudarmo (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang adalah sebagai berikut: a. Volume penjualan kredit Semakin besar jumlah penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah piutang dan sebaliknya semakin kecil jumlah penjualan kredit dari keseluruhan piutang akan memperkecil jumlah piutang. b. Syarat pembayaran bagi penjualan kredit
27
Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnnya dan semakin pendek batas waktu pembayaran kredit berarti semakin kecil besarnya jumlah piutang. c. Ketentuan tentang batas volume penjualan kredit Apabila batas maksimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif besar maka besarnya piutang juga semakin besar. d. Kebijakan membayar para pelanggan kredit Apabila kebiasaan membayar para pelanggan dari penjualan kredit mundur dari waktu yang dipersyaratkan maka besarnya jumlah piutang semakin besar. e. Kegiatan penagihan piutang dari pihak perusahaan bersifat aktif dan pelanggan melunasinya maka besarnya jumlah piutang relatif kecil, tetapi apabila kegiatan penagihan piutang bersifat pasif, maka besarnya jumlah piutang relatif besar. 2.1.4.4 Perputaran Piutang Menilai berhasil tidaknya kebijakan penjualan kredit suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara melihat tingkat perputaran piutang. Menurut Warren et.al (2005) perputaran piutang adalah usaha untuk mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun. Perputaran piutang menurut Warren et.al (2005) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Perputaran Piutang =
Penjualan Bersih
Rata−rata Piutang
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa rasio perputaran piutang yang tinggi mencerminkan kualitas piutang yang semakin baik. Tinggi rendahnya perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang diinvestasikan
28
dalam piutang. Semakin cepat perputaran piutang berarti semakin cepat modal kembali. Tingkat perputaran piutang suatu perusahaan dapat menggambarkan tingkat efisiensi modal perusahaan yang ditanamkan dalam piutang, sehingga semakin tinggi perputaran piutang berarti semakin efisien modal yang digunakan. 2.1.5 Pengertian Persediaan Persediaan adalah barang-barang yang biasanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barang-barang untuk keperluan suatu proyek (Indrajit, 2003). Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) yaitu aset yang: a) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal b) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau c) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Warren,
et.
al.
(2005)
mengatakan
persediaan
digunakan
untuk
mengindikasikan: a. Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan b. Bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu. Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk
29
memproduksi barang-barang serta menyampaikannya kepada para pelanggan atau konsumen.Persediaan memungkinkan produk-produk dihasilkan pada tempat yang jauh dari pelanggan atau sumber bahan mentah. Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumen, atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi. 2.1.5.1 Jenis-jenis Persediaan Menurut Rangkuti (2004) jenis-jenis persediaan menurut fungsinya adalah sebagai beikut : 1.
Batch Stock/Lot Size Inventory Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahanbahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu. Keuntungannya : a) Potongan harga pada harga pembelian b) Efisiensi produksi c) Penghematan biaya angkutan
2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun
30
dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat. 2.1.5.2 Metode Penilaian Persediaan Menurut Stice, et. al. (2004) metode-metode penilaian persediaan yang paling umum adalah : 1) Identifikasi Khusus (Spesific Identification) Biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode identifikasi khusus memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasikan biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dari sudut pandang teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya. 2) Biaya rata-rata (Average Weight) Metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang, khususnya ketika ada
31
percampuran dari unit persediaan yang identik. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan metode biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Tetapi, keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode di mana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat. 3) Metode Masuk Pertama, Keluar pertama (First-In, First-Out, FIFO) Metode masuk pertama, keluar pertama (First-In, First-Out, FIFO) didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan model identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam FIFO, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode (end-of-period replacement cost). Menurut Warren, et. al. (2005) selain metode penilaian persediaan di atas, ada metode penilaian persediaan yang lainnya yaitu: 1.
Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar.
32
Metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower-cost-or-market method, LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian (replacement cost) dapat ditentukan untuk : a. Setiap jenis barang dalam persediaan b. Kelas atau kategori utama persediaan, dan c. Persediaan secara keseluruhan 2.
Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual
dengan harga di bawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam ini harus dinilai dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. 2.1.5.3 Metode Pencatatan Persediaan Horngren et. al. (1997) mengemukakan bahwa jenis usaha yang berbeda memiliki kebutuhan informasi persediaan yang berbeda pula. Ada dua sistem pencatatan persediaan yaitu : 1. Sistem Persediaan Perpetual
33
Dalam sistem perpetual, perusahaan akan mencatat setiap mutasi yang terjadi pada persediaan barangnya. Jadi akun Persediaan akan selalu menunjukkan nilai persediaan pada setiap saat. Pencatatan secara perpetual berguna untuk menyediakan laporan bulanan, kuartalan, ataupun laporan interim, dimana perusahaan dapat langsung menentukan jumlah dan harga pokok persediaan yang dimilikinya tanpa harus menghitung persediaan fisik terlebih dahulu. Sistem persediaan perpetual juga memberikan tingkat pengendalian terhadap persediaan yang lebih akurat dibandingkan sistem periodik karena informasi mengenai persediaan dalam sistem perpetual selalu mencerminkan keadaan persediaan saat ini. 2. Sistem Persediaan Periodik Dalam sistem periodik, perusahaan tidak selalu mencatat mutasi yang terjadi pada persediaan yang dimilikinya. Akibatnya, pada akhir periode, perusahaan harus melakukan perhitungan secara fisik untuk mengetahui jumlah persediaan yang dimiliki pada saat itu. Jumlah persediaan tersebut akan dikalikan dengan unit biaya untuk mendapatkan harga pokok persediaan pada akhir periode. Angka inilah yang akan masuk ke dalam neraca. Angka ini juga digunakan untuk menghitung harga pokok penjualan.Sistem periodik disebut juga sistem fisik, karena sistem ini tergantung pada hasil perhitungan persediaan secara fisik pada setiap akhir periode. Sistem ini biasanya digunakan untuk mencatat persediaan yang nilainya tidak tinggi, karena dari segi biaya, mungkin tidak begitu menguntungkan untuk mempunyai catatan untuk setiap mutasi dari barang yang rendah nilainya.
34
Menurut Horngren et. al. (1997) dengan mempergunakan sistem pencatatan secara periodik maupun perpetual, perhitungan fisik akan menentukan besarnya biaya persediaan yang dimiliki perusahaan. Kuantitas dari persediaan yang dimiliki akan dikalikan dengan biaya per unit dari persediaan tersebut untuk menghitung biaya persediaan yang dimiliki perusahaan”. Biaya Persediaan yang Dimiliki =
Jumlah Persediaan yang Dimiliki x Biaya per Unit
Persediaan merupakan salah satu pos modal kerja yang cukup penting karena kebanyakan modal usaha berasal dari persediaan. Pada perusahaan dagang, persediaan tersebut merupakan barang dagangan, sedangkan pada perusahaan industri persediaan tersebut dapat berupa bahan mentah (raw material), barang dalam proses (work in process), maupun barang jadi (finished goods). Kekurangan atau kelebihan persediaan merupakan gejala yang kurang baik. Kekurangan dapat berakibat larinya pelanggan, sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien. Oleh karena itu, manajemen persediaan berusaha agar jumlah persediaan yang ada dapat menjamin kelancaran proses produksi. Dengan kata lain, total cost yang berhubungan dengan persediaan dapat diminimalkan. Perhitungan total cost persediaan secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk biaya dari persediaan. Menurut Yamit (2005), biaya-biaya yang timbul dalam persediaan yaitu : 1. Biaya pembelian (Purchase Cost) Yaitu, harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu
35
menjadi bagian dari biaya item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adalah termasuk biaya tenaga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik. 2. Biaya pemesanan (Order Cost/Set Up Cost) Biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (set up cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan dapat berupa biaya membuat daftar permintaan, menganalisis supplier, membuat pesanan pembelian, peneriman bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa biaya yang dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan skedul kerja, persiapan sebelum produksi, dan pengecekan kualitas. 3. Biaya simpan (Carrying Cost/Holding Cost) Biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan. Biaya simpan dapat berupa : biaya modal, pajak, asuransi, pemindahan persediaan, keusangan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan. 4. Biaya Kekurangan Persediaan Konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar tejadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar
36
dapat berupa biaya backorder, biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan backorder atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengiriman. Dalam situasi sepeti ini bukan kerugian penjualan yang terjadi tetapi penundaan dalam pengiriman. Untuk mengatasi masalah ini secara khusus, perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk pesanan khusus dapat berupa biaya pengiriman secara cepat, dan tambahan biaya pengepakan. Para pemilik dan manajer berusaha keras untuk membuat persediaan barang-barangnya secepat mungkin karena barang-barang yang tidak terjual akan mengurangi laba. Makin cepat penjualan yang terjadi maka makin tinggi labanya, yang berarti perusahaan mendapat tambahan aliran kas. Makin lambat penjualannya, maka makin rendah labanya. Idealnya suatu usaha dapat beroperasi tanpa adanya simpanan persediaan. Walaupun demikian, kebanyakan perusahaan, harus mempunyai persediaan barang untuk pelanggannya. Para pedagang yang berhasil akan membeli dengan hati-hati untuk tetap menjaga perputaran barang yang diusahakannya tetap dalam tempo yang cepat. 2.1.5.4 Perputaran Persediaan Menurut Horngren, et. al. (1997) perputaran persediaan adalah rasio antara harga pokok penjualan terhadap persediaan rata-rata menunjukkan seberapa cepat persediaan tersebut dapat dijual. Sedangkan menurut Waren, et. al. (2005)
37
perputaran persediaan (inventory turnover) mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan. Rasio ini dihitung sebagai berikut : Perputaran Persediaan =
Harga Pokok Penjualan Persediaan Rata−rata
Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan angka-angka mingguan, bulanan, atau tahunan. Untuk menyederhanakannya kita menentukan persediaan rata-rata dengan membagi jumlah persediaan pada akhir dan awal tahun dengan 2. Selama jumlah persediaan yang dimiliki sepanjang tahun stabil, rata-rata ini akan cukup akurat bagi analisis kita. Besarnya hasil perhitungan persediaan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang dagang. 2.2
Kerangka Pemikiran Pihak manajemen perusahaan harus memperhatikan pengelolaan modal
kerjanya, terutama yang berkaitan dengan kebijaksanaan modal kerja yang efektif. Pihak
manajemen
perusahaan
akan
dihadapkan
pada
keputusan
yang
mengakibatkan adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas. Hal tersebut merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan usaha dapat diperhatikan. Menurut Eugene F. Bringham dan Joel F. Houston (2004) modal kerja adalah : “ Modal kerja adalah aktiva lancar yang digunakan dalam operasi.” Menurut Zulian Yamit (2003) modal kerja adalah :
38
“Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek yang melekat pada aktiva lancar seperti kas, surat berharga, piutang dan persediaan.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah investasi jangka pendek yang berbentuk aktiva lancar yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Oleh sebab itu, keputusan untuk menekan modal kerja seefisien mungkin agar tingkat likuiditas terjaga, akan cenderung menurunkan kemampuan profitabilitas
perusahaan.
Sebaliknya,
keputusan yang
cenderung
untuk
memaksimalkan profitabilitas perusahaan, akan cenderung membuat tidak terjaganya tingkat likuiditas perusahaan. Pengelolaan elemen-elemen aktiva lancar, yang meliputi kas, piutang dan persediaan merupakan hal penting yang harus juga diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan. Efektivitas pengelolaan kas, piutang dan persediaan akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2002) manajemen modal kerja adalah : “Manajemen modal kerja merupakan elemen-elemen aktiva lancar dan elemen-elemen hutang lancar.” Manajemen modal kerja menurut Eugene F.Bringham dan Joel F.Houston (2004:152) adalah : “Manajemen Modal Kerja menyangkut penetapan kebijakan modal kerja dan maupun pelaksanaan kebijakan tersebut dalam operasi sehari-hari.” Menurut Agus Sartono (2001:385):
39
“Manajemen modal yang efektif menjadi sangat penting untuk pertumbuhan kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya, maka besar kemungkinannya akan kehilangan pendapatan dan keuntungan.” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen modal kerja adalah pengelolaan modal kerja yang berupa penetapan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan penggunaan elemen-elemen aktiva lancar dan hutang lancar dalam operasi sehari-hari perusahaan untuk kelangsungan jangka panjang perusahaan serta berpengaruh terhadap pendapatan atau laba perusahaan. Jumlah kas yang sangat besar sampai melebihi utang lancarnya mencerminkan adanya over investment dalam kas atau banyak uang yang menganggur dimungkinkan memperkecil profitabilitas. Kebijaksanaan piutang yang salah akan membuat berkurangnya aliran kas yang masuk sehingga berkurangnya dana untuk operasi, yang pada akhirnya berpengaruh pada kemampuan mendapatkan keuntungan. Adanya investasi persediaan yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban tetapi akan memperkecil profitabilitas. Indikator modal kerja yang baik adalah efisiensi modal kerja. Efisiensi merupakan tolak ukur untuk menilai apakah suatu kegiatan telah sesuai dengan standar dan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Efisiensi modal kerja dapat diukur dengan menggunakan beberapa rasio modal kerja. Rasio modal kerja digunakan untuk mengukur kecukupan jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan. Dengan rasio tersebut dapat diketahui besarnya nilai kas, piutang, persediaan. Beberapa rasio perputaran modal kerja yang dapat digunakan antara lain rasio perputaran cash (cash turnover),
40
perputaran piutang (receivable turnover) dan perputaran persediaan (inventory turnover). Dengan mengetahui tingkat perputaran masing-masing komponen modal kerja diharapkan akan dapat memberikan informasi yang lebih akurat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sehingga akan lebih bermanfaat dalam pengambilan kebijakan oleh manajemen yang nantinya akan membuat perusahaan memiliki kemampuan untuk meningkatkan laba/profit. Tinggi rendahnya perputaran modal kerja akan berdampak langsung pada besar kecilnya dana yang harus diinvestasikan. Semakin lama tingkat perputaran modal kerja akan membuat semakin lamanya dana perusahaan terikat pada kas, piutang dan persediaan sehingga semakin besar dana yang harus diinvestasikan. Perusahaan harus mampu meningkatkan perputaran modal kerja agar siklus operasi perusahaan semakin pendek dan akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Menurut Munawir (1990) profitabilitas adalah : “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba.” Lebih lanjut Riyanto, Bambang (1995:35) mengemukakan bahwa: “Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah suatu model analisis rasio yang digunakan perusahaan untuk menilai kemampuannya dalam menghasilkan laba. Dana dan kas yang telah dikeluarkan diharapkan akan kembali masuk ke dalam perusahaan dalam waktu singkat melalui penjualan. Dari hasil penjualan dapat diperoleh laba (profit) yang digunakan untuk membiayai
41
operasi sehari-hari perusahaan selanjutnya.Untuk itu perputaran kas, piutang, persediaan perlu dijaga untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.Perusahaan yang mampu secara efisien mengelola perputaran modal kerjanya dan mampu memperoleh laba dan mendatangkan keuntungan bagi investor. Penulis menggunakan rasio perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan sebagai indikator dari komponen efisiensi perputaran modal kerja, yang menjadi alat untuk mengukur sampai seberapa jauh pengaruhnya terhadap profitabilitas perusahaan. Gambar 2.1 merupakan bagan kerangka pemikiran uraian diatas adalah sebagai berikut:
Kas
Perputaran Modal Kerja
Piutang
Persediaan
Gambar 2.1 Bagan Rerangka Pemikiran
Profitabilitas
42
2.3
Hipotesis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Perputaran modal
kerja dalam laporan tahunan terhadap profitabilitas. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Ho1 : β = 0,
Perputaran modal kerja secara simultan tidak mempunyai Pengaruh signifikanterhadap profitabilitas.
Ha1 : β ≠ 0,
Perputaran modal kerja secara simultan mempunyai pengaruh Signifikan terhadap profitabilitas.
Ho2 : β = 0,
Perputaran modal kerja secara parsial tidak mempunyai pengaruh Signifikan terhadap profitabilitas.
Ha2 : β ≠ 0,
Perputaran modal kerja secara parsial mempunyai pengaruh Signifikan terhadap profitabilitas.