BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEMAM TIFOID Demam tifoid adalah demam akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau S.para typhi . Penularan mealui makanan dan minuman yang tercemar dengan feses manusia setelah melewati lambung, kuman mencapai usus halus dan akan invasi pada jaringan limfoid yang merupakan tempat berkembang biak. Melalui saluran limfe mesentrik kuman masuk aliran darah sistemik (bakterimia I) dan mencapai sel-sel retikulo endothelial dari hati dan limpa. Fase ini dianggap masa inkubasi (7-14 hari). Kemudian dari jaringan ini kuman dilepas ke sirkulasi sistemik (bakterimia II) melalui duktus torasikus dan mencapai organ-organ tubuh terutama limpa, usus halus dan kandung empedu (kepmenkes, 2006). Bakteri Salmonella menghasilkan endotoksin yang merupakan komplek liposakarida dan dianngap berperan penting pada patogenesis demam tifoid. Beberapa gejala klinis demam tifoid diantaranya yaitu demam, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran (kepmenkes, 2006). Masa inkubasi demam tifoid umumnya 1-2 minggu, dapat lebih singkat yaitu 3 hari atau lebih panjang selama 2 bulan. Gejala klasik penyakit ini adalah demam tinggi pada minggu ke-2 dan ke-3 sakit, biasanya dalam 4 minggu gejala telah hilang, meskipun kadang-kadang bertambah lebih lama.
4
5
Diagnosa serologik tergantung pada antibody yang timbul terhadap antigen O dan H yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi yaitu tes widal (Karsinah et al, 1994).
B. WIDAL Widal adalah suatu pemeriksaan untuk antibody Salmonella typhi, pada pemeriksaan ini organisme salmonella diaglutinasikan oleh serum pasien,pertama di gunakan pada tahun 1896. Uji Widal dilakukan dengan mencampur serum yang sudah diencerkan dengan suspensi Salmonella mati mengandung antigen O (somatik) dan H (flagella). Titik akhir pemeriksaan adalah pengenceran tertinggi serum pasien yang menyebabkan aglutinasi makroskopik suspensi Salmonella (Sacher, 2004). Tes Widal merupakan diagnosis serologik tergantung pada antibodi yang timbul terhadap antigen O dan H yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi. Antibodi terhadap antigen O dari grup D timbul dalam minggu pertama sakit dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga dan keempat yang akan menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun. Titer aglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4 kali berarti tes Widal positif, hal ini menunjukkan adanya infeksi akut S.typhi. Tetapi peninggian titer aglutinin O bisa juga disebabkan oleh antigen O kuman Salmonella lain dari group D yang memiliki persamaaan faktor 9 dan 12 seperti pada Salmonella typhi (Karsinah et al, 1994).
6
Adanya peninggian titer antibodi terhadap antigen D yang berasal dari flagel S.typhi menambah spesifitas hasil tes Widal. Antibodi setelah minggu pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ke 4 sampai ke 6, dan titernya tetap tinggi selama bertahun-tahun.
Ditemukannya titer antibodi
flagel yang tinggi tidak berarti ada infeksi yang akut. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi hasil uji Widal adalah stadium penyakit, vaksinasi, reaksi anamnestik, daerah yang endermis serta pengobatan (Karsinah et al, 1994).
C. Staphylococcus sp. Staphylococcus sp. merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Stataphylococcus sp. tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan beberapa macam pigmen warna, dari warna putih hingga kuning gelap. . (Jawetz, 2005) Beberapa merupakan flora normal kulit dan selaput lendir manusia tetapi juga
ada
yang patogen
dan
dapat
menyebabkan
supurasi.
Staphylococcus sp. yang patogen dapat menghemolisa darah, mengkoagulasi plasma, dan menghasilakan toksin. Klasifikasi Staphylococcus sp. sedikitnya memiliki 30 spesies, tetapi hanya ada tiga tipe yang berkaitan dengan medis yaitu Staphylococcus aureus, S.epidermidis, S.saprophyticus. (Jawetz, 2005).
7
Tabel 1.Perbedaan sifat dari species Staphylococcus sp. (Karsinah et al, 1994)
S.aureus Warna koloni
Kuning-putih
S.epidermidis
S.saprophyticus
Putih
Putih
Hemolisa
+
±
-
Pertumbuhan
+
+
±
Koagulase
+
-
-
Peragian glukosa
+
+
-
Peragian manitol
+
-
-
Novobiosin
S
S
R
D. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri kokus, gram positif, tampak seperti anggur cluster bila dilihat melalui mikroskop dan memiliki besar, bulat, kuning keemasan koloni, sering kali dengan hemolisis ketika tumbuh pada lempeng agar darah. Penampilan emas adalah etimologi akar dari nama bakteri : aureus berarti “emas” dalam bahasa latin. Beberapa diaantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, dan berbagai infeksi dan bahkan bahan septikimia fatal (Jawetz, 2005). Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada perbenihan bakteriologik dalam keadaan aerobiks dan mikroaerobik. S. aureus paling cepat tumbuh pada suhu 370C tetapi paling baik pada suhu kamar (200-250C). Koloni pada perbenihan
8
padat berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilau-kilau, membentuk pigmen (Jawetz, 2005).
E. Staphylococcus epidermidis
Bakteri
Stafilokokus
terutama
Staphylococcus
epidermidis,
merupakan sebagian dari flora normal pada kulit manusia, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan makanan. S.epidermidis bersifat tidak patogen, nonhemolitik, tidak bersifat invasif, tidak membentuk koagulase, dan tidak meragi manitol. Koloni bakteri ini berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif.
Bakteri ini tidak mempunyai protein A pada
dinding selnya (Warsa, 1994). Staphylococcus epidermidis merupakan patogen oportunistik (dalam habitat aslinya merupakan flora normal, tetapi dalam habitat lain dapat menimbulkan infeksi terutama dalam keadaan imunitas yang lemah) (Sadykov et al, 2011). Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri pencemar, bakteri ini masih dalam lapisan kulit walaupun sudah diberi desinfektan saat pengambilan darah sehingga dapat masuk dalam aliran darah dan menjadi bakterimia. Bakterimia sering disebabkan karena masuknya mikroorganisme melalui jalur intravena, melalui cairan intravena, kateter, atau tempat tusukan jarum. Infeksi ini sering disebabkan bakteri oportunistik (Vandepitte et al, 2010).
9
Infeksi Staphylococcus epidermidis sulit disembuhkan sebab kuman tumbuh pada alat medis dimana bakteri dapat menghindar dari sirkulasi sehingga terhindar pula dari obat anti mikroba.
Bakteri ini lebih sering
resisten terhadap obat antimikroba, hampir 75% strain Staphylococcus epidermidis resisten terhadap nafsilin.
Resistensi obat ditentukan oleh
plasmid yang ditranmisikan oleh Staphylococcus sp. dengan transduksi dan juga dengan konjugasi (Jawetz, 2005).
F. Staphylococcus saprophyticus Merupakan Staphylococcus sp. koagulase negatif yang menyebabkan infeksi saluran kencing pada wanita muda, selain itu S. saprophyticus perupakan penyebab sistitis selain Escherichia coli. S. saprophyticus tidak mampu memfermentasi manitol dan resisten terhadap novobiosin (Karsinah, 1994). Namun selain diatas infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus lugdenensis, S.werneri, S.hominis, S.capitis, S.xylosus dan spesies lainnya hanya sedikit dijumpai, yang merupakan Staphylococcus koagulase negatif yaitu, : 1. Staphylococcus capitis Staphylococcus capitis adalah spesies koagulase negatif dan merupakan flora normal manusia pada kulit kepala, wajah, leher, dahi, dan mampu menghasilkan enzim urease (Koneman, 1992).
10
2. Staphylococcus hominis Staphylococcus hominis adalah anggota spesies koagulase negatif dari genus Staphylococcus. Bakteri ini sangat komensal tidak berbahaya pada kulit manusia dan hewan.
Namun, seperti Staphylococcus
kouagulase negatif lainnya S.hominis dapat menginfeksi maanusia yang kekebalan tubuhnya terganggu.
Koloni S.hominis biasanya 1-2 mm
setelah diinkubasi 24 jam pada 35° C akan berwarna putih atau coklat (Koneman, 1992). 3. Staphylococcus lentus Merupakan Staphylococcus bagian dari flora normal kambing dan domba (Koneman, 1992). 4. Staphylococcus xylosus Merupakan Staphylococcus koagulase negative yang komensal pada kulit manusia dan hewan, namun lebih umum pada hewan, dan bersifat resisten novobiosin, koloni berwarna putih pada media BAP dan berukuran 5 mm (Surpat, 2010), serta menyebabkan infeksi saluran kemih dan phylonefritis (Koneman, 1992) 5. Staphylococcus warneri Staphylococcus warneri adalah anggota spesies koagulase negatif dari genus Staphylococcus. Bakteri ini sangat komensal tidak berbahaya pada kulit manusia dan hewan. Seperti anggota Staphylococcus koagulase negatif lainnya bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi pada seseorang yang kekebalan tubuhnya terganggu (Koneman, 2012)
11
6. Staphylococcus cohnii Staphylococcus cohnii adalah merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia, bakteri ini mampu menghasilkan enzim urease (Koneman, 1992). Dalam penelitian, Staphylococccus koagulase negatif merupakan organisme yang berperan penting dalam menginfeksi manusia. Meskipun terdapat
spesies
yang
berbeda-beda,
infeksi
yang
disebabkan
Staphylococccus koagulase negative relative sedikit yaitu : infeksi nosokomial, infeksi saluran kencing, infeksi karena alat-alat yang ditanam, (misal : kateter, infus, katup prostetik), bakterimia pada seseorang yang memiliki kekebalan tubuh yang terganggu, osteomilitis (Koneman, 1992).
G. ANTIBIOTIK Antibiotika adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Sifat toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri yang kontak dengan antibiotik tersebut. Antibiotik juga sebagai obat anti infeksi yang memegang peranan penting dalam klinis karena dapat mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap antibiotik ini (Sumardjo, 2008). Penelitian dari para ahli membuktikan bahwa antibiotik berbeda dalam kemampuannya menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
12
bakteri. Antibiotik ternyata tidak dapat mempengaruhi semua mikroorganisme patogen,
tetapi
mempunyai
spektrum
tertentu,
yakni
kumpulan
mikroorganisme yang peka atau rentan terhadap antibiotik trsebut. Dengan demikian,
dalam
mempengaruhi
mikroorganisme,
suatu
antibiotik
mempunyai luas kerja yang terbatas (Sumardjo, 2008). Berdasarkan luas kerjanya, antibiotik dibedakan atas yang pertama antibiotik dengan kerja sempit, yakni antibiotik yang mempunyai spektrum sempit karena hanya aktif terhadap satu atau beberapa bakteri saja. Yang kedua antibiotik dengan kerja luas, yakni antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena aktif membunuh banyak bakteri.
Streptomisin dan
griseovulsin termasuk antibiotik yang mempunyai kerja sempit, sedangkan tetrasiklin dan kloramfenikol termasuk antibiotik yang mempunyai kerja luas. Resistensi bakteri dapat terjadi jika pengobatan dengan antibiotik tidak mencukupi, misalnya terlalu singkat atau terlalu lama dengan dosis yang terlalu rendah(Sumardjo, 2008). Dalam hal ini, bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotik sehingga khasiat antibiotik akan menjadi berkurang, atau tidak berkhasiat sama sekali. Bila suatu antibiotik tidak mampu membunuh bakteri atau bakteri menjadi kebal, pengobatan selanjutnya harus dilakukan dengan menggunakan antibiotik lainnya (Sumardjo, 2008).
13
H. RESISTENSI Interaksi antara obat dengan mikroba pathogen diawali dengan transport aktif antibiotik ke dalam sel, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi antibiotik bebas intraseluler, selanjutnya diikuti proses transport pasif dengan enzim atau komponen subseluler mikroba. Pada keadaan tertentu apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak terjadi sama sekali, maka dikatakan bahwa antibiotik tersebut resisten terhadap mikroba tertentu.
Melihat dasar interaksi obat dengan mikroba seperti
diterangkan di atas, maka sesungguhnya resistensi merupakan terminologi biokimiawi. Resistensi antibiotik dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, terjadi sebelum antibiotik bereaksi dengan sel pejamu atau sebagai komplikasi yang timbul selama pengobatan (Hadinegoro, 1999). Menurut Hadinegoro, terdapat 4 jalur mekanisme resistensi antibiotik, yaitu penurunan permeabilitas terhadap antbiotik, adanya proses enzimatik, modifikasi letak reseptor obat, dan peningkatan sintesis metabolit antagonis terhadap antibiotik. 1. Perubahan permeabilitas Antibiotik tidak dapat mencapai lokasi target yang dikehendaki. Keadaan ini berhubungan dengan penurunan permeabilitas dinding mikroorganisme
terhadap
antibiotik.
Perubahan
permeabilitas
berhubungan dengan perubahan reseptor permukaan sel sehingga antibiotik kehilangan kemampuan untuk melakukan transportasi aktif guna melewati membran sel, dan akhirnya terjadi perubahan struktur
14
dinding sel yang tidak spesifik. Sebagai contoh mekanisme ini terjadi pada gram negatif. Bakteri garm negatif mempunyai lapisan lipid pada membran luar dinding sel, membran luar tersebut terdiri dari protein porin yang berbentuk saluran, penuh berisi air. Perubahan yang terjadi pada porin akan menyebabkan penurunan permeabilitas terhadap antibiotik tertentu, misalnya golongan beta laktam. 2. Proses inaktifasi oleh enzim Organisme patogen memacu terjadinya mekanisme biokimia, melalui proses enzimatik yang berperan mengurangi atau mengeliminasi antibiotik. Pada mikroorganisme yang telah mengalami mutasi, terjadi peningkatan aktifitas enzim atau terjadi mekanisme baru sehingga obat menjadi tidak aktif. Contoh, adanya b-laktamase menyebabkan penisilin dan sefalosporin menjadi inaktif, enzim estilase menyebabkan golongan aminoglikosid tidak aktif melalui mekanisme fosforilasi, adenilasi, atau asetilasi. Modifikasi biokimia antibiotik oleh enzim bakteri merupakan suatu masalah yang sangat serius dalam pengobatan antibiotic dan kemoterapi. 3. Modifikasi lokasi reseptor sel target Melalui mekanisme biokimiawi yang menyebabkan ikatan antara antibiotik dengan mikroorganisme tidak berlangsung lama, interaksi antara obat dengan sel target tidak terjadi. Pada mikroorganisme yang telah mengalami mutasi, perubahan biokomiawi ini terjadi selama fase
15
pengobatan pasien.
Contoh, resistensi yang terjadi pada pengobatam
eritromisin, klindamisin, dan streptomisin. 4. Peningkatan sintesis metabolit yang bersifat antagonis Peningkatan kemampuan mikroba untuk membuat zat metabolit esensial yang bersifat antagonis terhadap antibiotik, dapat memutuskan kerja
antibiotik.
kloramfenikol,
Sebagai
trimetropin
contoh
terjadinya
disebabkan
oleh
resistensi
tergadap
plasmid
mediated
(Hadinegoro, 1999).
I. METODE SENSITIVITAS Uji kepekaan antimikroba mengukur kemampuan zat antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri in vitro.
Kemampuan ini dapat
diperkirakan melalui metode pengenceran atau difusi. 1.
Metode pengenceran Untuk pengukuran kuantitatif aktivitas anti mikroba, pengenceran antimikroba dapat digabungkan dalam media agar, yang kemudian diinokulasikan dengan bakteri yang akan diuji.
Konsentrasi yang
menghambat pertumbuhan setelah inkubasi semalaman disebut KHM (konsentrasi
hambatan
minimum)
atau
(minimum
inhibitory
concentration/MIC) zat tersebut. Untuk menilai kemungkinan respons klinis obat, nilai KHM ini kemudian dibandingkan dengan konsentrasi obat yang diketahui tercapai dalam serum dan cairan tubuh lainnya.
16
2.
Metode difusi /cakram/Kirby Bouer Cakram kertas yang diresapi antibiotika dalam jumlah tertentu, diletakkan pada media agar yang telah ditanami organism uji secara merata. Suatu gradient konsentrasi zat antimikroba yang terbentuk oleh difusi cakram dan pertumbuhan otganisme uji dihambat pada suatu jarak dari cakram yang terkait dengan kepekaan organism (Vandepitte et al, 2010).
J. KULTUR DARAH Darah dibiakkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri atau mikroorganisme lain yang dapat dibiakkan (ragi,kapang), keberadaan organism tersebut dalam darah disebut bakterimia dan bersifat patologis. Pada keadaan yang sehat darah bersifat steril.
Walaupun demikian terdapat
beberapa pengecualian, bakterimia transien sering terjadi segera setelah pencabutan gigi atau manipulasi gigi lainnya pada membran mukosa yang terkontaminasi, bronskopi, atau kateterisasi uretra. Jenis bakterimia transien ini biasanya disebabkan oleh bakteri komensal dan biasanya sembuh dengan sendirinya melalui fagositosis bakteri di hati dan limpa (Vandepitte et al, 2010). Septikimia adalah istilah klinis yang digunakan
pada bakterimia
dengan manifestasi klinis infeksi cerat yang meliputi, menggigil, demam, toksisitas, dan hipotensi, bentuk ekstrimnya berupa renjatan yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri batang gram negatif atau bakteri kokus
17
gram positif. Bakterimia adalah suatu gambaran pada beberapa penyakit infeksi misalnya, demam tifoid. Bakerimia dapat disebabkan karena masuknya mikroorganisme secara iatrogenik melalui intravena atau melalui cairan vena yang terkontaminasi, kateter, atau tempat tusukan jarum (Vandepitte et al, 2010). Kedua jenis infeksi tersebut dapat terjadi pada pengguna obat intervena dan subjek dengan imunosupresi, mencakup pengidap virus imunodefisiensi manusia/sindrom imunodefisiensi akuisita (HIV/AIDS). Infeksi ini sering disebabkan oleh mikroorganisme oportunistik dan mungkin mempunyai konsekuensi yang serius (Vandepitte et al, 2010).