BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kawasan Agropolitan Provinsi Gorontalo
Agropolitan terdiri dari kata Agro (Pertanian) dan Politan (Polis = Kota), sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di Desa dalam kawasan sentra produksi sebagai kota pertanian yang memiliki fasilitas yang dapat mendukung lancarnya pembangunan pertanian yaitu: - Jalan-jalan akses (jalan usaha tani) - Alat alat dan mesin pertanian (traktor, alat-alat prosesing) - Pengairan/jaringan irigasi - Lembaga penyuluh dan alih teknologi - Kios-kios sarana produksi - Pemasaran Sejak provinsi Gorontalo terbentuk pembangunan pertanian terus digalakkan melalui Program Agropolitan berbasis jagung. Program agropolitan berbasis jagung adalah program unggulan daerah Gorontalo untuk memacu pembangunan pertanian sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan perekonomian daerah. Agropolitan berbasis jagung dengan pertimbangan : (1) lahan tersedia luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) jagung sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu dan menjadi sumber pendapatan secara turun temurun, (3) jagung sebagai komoditas industri serta (4) peluang pasar dalam negeri dan ekspor (Muhammad, 2007). Sejak ditetapkan sebagai daerah pengembangan agropolitan pada tahun 2002, Gorontalo mulai berbenah diri dimulai dengan penyusunan program dan sosialisasi di Tilamuta (Ibukota Kabupaten Boalemo), penetapan Kecamatan Randangan sebagai kawasan agropolitan untuk menjadi prioritas pembangunan, hingga penetapan Desa Motoluhu sebagai pusat Desa pertumbuhan. Selanjutnya 4
pada tahun 2003 dilaksanakan perencanaan dan penyusunan master plan dan implementasinya beserta pengawasannya dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat di kawasan melalaui lembaga pengelolan agropolitan, pemda setempat melalui tim pokja LSM, akademi dan swasta (Jocom, 2009).
2.2 Energi Surya (Matahari)
Matahari adalah sumber energi utama yang memancarkan energi yang luar biasa besarnya ke permukaan bumi. Matahari memasok energi ke bumi dalam bentuk radiasi. Tanpa radiasi dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan berjalan. Setiap tahunnya ada sekitar 3.9 x 1024 Joule ~ 1.08 x 1018 kWh energi matahari yang mencapai permukaan bumi, ini berarti energi yang diterima bumi dari matahari adalah 10.000 kali lebih banyak dari permintaan energi primer secara global tiap tahunnya dan lebih banyak dari cadangan ketersediaan keseluruhan energi yang ada di bumi. Intensitas radiasi matahari diluar atmosfir bumi tergantung pada jarak antara bumi dengan matahari. Sepanjang tahun, jarak antara matahari dengan bumi bervariasi antara 1,47 x 108 km sampai 1,52 x 108 km. Akibatnya, irradiance E0 berfluktuasi antara 1.325 W/m2 sampai 1412 W/m2. Nilai rata-rata dari irradiance ini disebut dengan solar constant (konstanta surya). Konstanta Surya E0 = 1.367 w/m2. Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan bumi. Atmosfir bumi mereduksi/mengurangi radiasi matahari tersebut melalui proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida) dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi). Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, irradiant yang mencapai permukaan bumi adalah 1.000 w/m2. Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m2 untuk periode yang singkat (Muchammad dan Yuhana, 2010).
5
Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menerima sekitar 1000 watt energi matahari per-meter persegi. Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagaian kecil 0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil, proses fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini digunakan secara ekstensif dan eksploratif bukan hanya untuk bahan bakar tetapi juga untuk bahan pembuat plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sumber segala energi adalah energi matahari. Energi matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara yang berlainan, bahan bakar minyak adalah hasil fotosintesis, tenaga hidro elektrik adalah hasil sirkulasi hujan tenaga angin adalah hasil perbedaan suhu antar daerah dan sel surya (sel fotovoltaik) yang menjanjikan masa depan yang cerah sebagai sumber energi listrik. Sebuah sel surya (sel fotovoltaik) akan menghasilkan tegangan konstan sebesar 0.5 V sampai 0.7 V dengan arus sekitar 20 mA dan jumlah energi yang diterima akan mencapai optimal jika posisi sel surya 900 (tegak lurus) terhadap sinar matahari selain itu juga tergantung dari konstruksi sel surya itu sendiri. Ini berarti bahwa sebuah sel surya akan menghasilkan daya 0.6 V x 20 mA = 12 mW. Jika matahari memancarkan energinya ke permukaan bumi sebesar 100 W/m2 atau 100 mW/cm2 , maka bisa dibayangkan energi yang dihasilkan sel surya yang rata-rata mempunyai luas 1 cm2 bandingkan dengan bahan bakar fosil (BBM) dengan proses foto-sintesis yang memakan waktu jutaan tahun (Manan, 2010). Sumber energi matahari merupakan salah satu sumber energi yang dapat dikembangkan. Energi matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksploitasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik. Untuk
6
mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik memerlukan sel surya yang merupakan bahan semikonduktor dengan menggunakan efek fotovoltaik. Menurut data Green Peace Indonesia sumber energi alternatif ini cukup baik. Berdasarkan proyeksi dari tingkat arus hanya 354 MW, pada tahun 2015 kapasitas total pemasangan pembangkit tenaga panas matahari akan melampaui 5000 MW. Pada tahun 2020, tambahan kapasitas akan naik pada tingkat sampai 4500 MW setiap tahunnya dan total pemasangan kapasitas tenaga panas matahari di seluruh dunia dapat mencapai hampir 30.000 MW, cukup untuk memberikan daya untuk 30 juta rumah. Salah satu cara untuk mengoptimalisasi kinerja sel surya adalah dengan mencari posisi-posisi dimana bumi menerima panas yang paling maksimal oleh matahari yaitu dengan mencari posisi dimana sinar datang tegak lurus dengan bidang penampang, dalam hal ini panel surya (Anonim, 2010 dalam As’ari dan Kolondam, 2012). Dengan menggunakan modul/panel surya, energi matahari dapat diubah menjadi energi listrik. Keluaran dari modul/panel surya ini adalah berupa listrik arus searah (DC) yang besar tegangan keluarnya tergantung dengan jumlah sel surya yang dipasang didalam panel surya dan banyaknya sinar matahari yang menyinari panel surya tersebut. Energi listrik yang dihasilkan dihubungkan ke rangkaian controller/Regulator, yang selanjutnya energi listrik disimpan pada baterai. Jika kita menginginkan hasil keluaran listrik dari PLTS ini berupa listrik arus bolak-balik (AC) maka PLTS yang sudah dapat mengeluarkan listrik arus searah (DC) ini harus dihubungkan ke sebuah rangkaian elektronik/modul elektronik yang bernama inverter DC-AC. Setelah arus listrik searah diubah menjadi arus listrik bolak-balik, selanjutnya keluaran dari inverter ini yang telah berupa arus bolak-balik ini dapat langsung digunakan untuk mencatu peralatan listrik dan elektronika yang membutuhkan arus bolak-balik
7
2.2.1 Radiasi Matahari
Radiasi
matahari
adalah
sinar
yang
dipancarkan
dari
matahari
kepermukaan bumi, yang disebabkan oleh adanya emisi bumi dan gas pijar panas matahari. Radiasi dan sinar matahari dipengaruhi oleh berbagai hal sehingga pancarannya yang sampai dipermukaan bumi sangat bervariasi. Penyebabnya adalah kedudukan matahari yang berubah-ubah, revolusi bumi, dan lain sebagainya. Walaupun cuaca cerah dan sinar matahari tersedia banyak, besarnya radiasi tiap harinya selalu berubah-ubah. Menurut (Bayong, 2006) Ada tiga macam cara radiasi surya sampai ke permkaan bumi yaitu:
1. Radiasi Langsung (Direct Radiation) Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi yang diterima oleh bumi dalam arah sejajar sinar dating.
2. Radiasi Sebaran (Diffuse Radiation) Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat pemantulan dan penghamburan.
3. Radiasi Total (Global Radiation) Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur. Misalnya data untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponen radiasi karena pemantulan harus dirinci dulu kondisi saljunya yaitu sifat pantulanya (reflektansi). Karena itu radiasi total pada suatu permukaan bidang miring biasanya dihitung.
Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap intensitas radiasi matahari secara total adalah Actinograph, ditunjukan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
8
Gambar 2.1 Alat ukur intensitas radiasi matahari
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah suatu pembangkit yang mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada panel surya yang terdiri dari sel-sel surya. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilakan listrik DC (Direct Current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (Alternating Current) apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik dari yang kecil sampai dengan yang besar, baik secara mandiri maupun hibrida (Santiari, 2011).
2.3.1 Sel Surya
Sebuah sel surya dapat menyerap gelombang elektromagnetik dan mengubah energi foton yang diserapnya menjadi energi listrik. Bagian terbesar sel surya adalah sebuah dioda. Dioda terbuat dari suatu semikonduktor dengan jurang energi (Ec-Ev). Ketika energi foton yang datang lebih besar dari jurang energi ini, foton akan diserap oleh semikonduktor untuk membentuk pasangan elektronhole. Elektron dan hole kemudian ditarik oleh medan listrik sehingga menimbulkan photocurrent (photo current bisa juga dinamakan sebagai arus
9
yang dihasilkan oleh cahaya). Dalam sel surya tidak hanya photocurrent yang penting, tetapi ada beberapa parameter lain yang perlu mendapat kajian. Susunan sel surya terdiri dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangakan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silikon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Ketika cahaya mengenai permukaan sel surya, beberapa foton dari cahaya diserap oleh atom semionduktor untuk membebaskan elektron dari ikatan atomnya sehingga menjadi elektron yang bergerak bebas. Adanya perpindahan elektron-elektron inilah yang menyebabkan terjadinya arus listrik (Quaschning, 2005) Gambar 2.2 Menunjuka struktur dari sel surya.
Sumber: Quaschning, 2005 Gambar 2.2 Struktur sel surya
2.3.2 Karakteristik Sel Surya
Total pengeluaran listrik (Watt) dari sel surya adalah sama dengan tegangan (V) operasi dikalikan dengan arus (I) operasi. Tegangan serta arus keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh penyinaran merupakan karakteristik yang disajikan dalam bentuk kurva I-V pada gambar 2.3 kurva ini menunjukan bahwa pada saat arus dan tegangan berada pada titik kerja maksimal (Maximum Power Point) maka akan menghasilkan daya keluaran
10
maksimum (Pmpp). Tegangan di Maximum Power Point (MPP) Vmpp, lebih kecil dari tegangan rangkain terbuka (Voc) dan arus saat MPP Impp, adalah lebih rendah dari arus short circuit (Isc) (Quaschning, 2005). a) Short Circuit Current (Isc) : terjadi pada suatu titik dimana tegangannya adalah nol, sehingga pada saat ini, daya keluaran adalah nol. b) Open Circuit Voltage (Voc) : terjadi apada suatu titik dimana arusnya adalah nol, sehingga pada saat ini pun daya keluaran adalah nol. c) Maximum Power Point (MPP) : adalah titik daya output maksimum, yang sering dinyatakan sebagai ”knee” dari kurva
I-V.
Suber: Quaschning, 2005 Gambar 2.3 Kurva I-V
2.4 Komponen-komponen PLTS
2.4.1 Panel (Modul) Surya
Panel surya merupakan komponen yang berfungsi untuk mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik. Panel ini tersusun dari beberapa sel surya yang dihubungkan secara seri maupun parallel. Sebuah panel surya umumnya terdiri dari 32-40 sel surya, tergantung ukuran panel (Quaschning, 2005). Gambar dari Panel-panel Surya ini akan membentuk suatu “Array”.
11
Sumber : Patel, 1999 Gambar 2.4 Hubungan sel surya, panel surya dan array
Patel, 2006: 143 dalam Afifudin dan Hananto, 2012 mengemukakan bahwa solar cell atau sel photovoltaic adalah sebuah alat semikonduktor yang terdiri dari sebagian besar dioda p-n junction dan dengan adanya cahaya matahari mampu menciptakan energi listrik. Perubahan ini disebut efek photovoltaic. Bidang riset berhubungan dengan sel surya dikenal sebagai photovoltaics. Semakin majunya teknologi dalam pembuatan panel surya, sehingga setiap panel surya memiliki jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusun yang berfariasi yaitu:
1. Monokristal Silikon (Mono-crystalline Silicon)
Monokristal Silikon merupakan panel yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Panel surya ini memiliki efisiensi sampai dengan 14 - 18%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang, sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan (Patel, 2006: 143 dalam Afifudin dan Hananto, 2012).
12
Sumber : Energy Informative Gambar 2.5 Panel surya jenis monokristal silikon
2. Polikristal Silikon (Poly-crystalline Silicon)
Polikristal Silikon merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Panel surya jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah (Patel, 2006: 153 dalam Afifudin dan Hananto, 2012). Panel surya jenis ini tidak seefisiensi jenis Monokristal Silikon, karena efisiensinya sekitar 13-16%.
Sumber : Energy Informative Gambar 2.6 Panel surya jenis polikristal silikon
13
3. Thin Film Solar Cell (TFSC)
Thin Film Solar Cell ini diproduksi dengan cara menambahkan satu atau beberapa lapisan material sel surya yang tipis ke dalam lapisan dasar. Sel surya jenis ini sangat tipis karenanya sangat ringan dan fleksibel. Jenis ini dikenal juga dengan nama TFPV (Thin Film Photovoltaic) dan memiliki efisiensi mencapai sekitar 7-13%.
Sumber : Pagliaro, 2008 Gambar 2.7 Panel surya jenis Thin Film Solar Cell (TFSC)
Panel sel surya thin film ini digolongkan menjadi beberapa bagian yaitu: a) Amorphous Silicon (a-Si) Solar Cells Sel surya dengan bahan Amorphous Silicon ini, awalnya banyak diterapkan pada kalkulator dan jam tangan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi pembuatan dan penerapannya menjadi semakin luas. Dengan teknik produksi yang disebut "stacking" (susun lapis), dimana beberapa lapis Amorphous Silicon ditumpuk membentuk sel surya, akan memberikan efisiensi yang lebih baik antara 6% - 8%.
14
b) Cadmium Telluride (CdTe) Solar Cells Sel surya jenis ini mengandung bahan Cadmium Telluride yang memiliki efisiensi lebih tinggi dari sel surya Amorphous Silicon, yaitu sekitar: 9% - 11%. c) Copper Indium Gallium Selenide (CIGS) Solar Cells Dibandingkan kedua jenis sel surya thin film di atas, CIGS sel surya memiliki efisiensi paling tinggi yaitu sekitar 10% - 12%. Selalin itu jenis ini tidak mengandung bahan berbahaya Cadmium seperti pada sel surya CdTe. Efisiensi sel surya η juga dapat dinyatakan dengan perbandingan antara daya listrik maksimum sel surya atau daya output yang dikeluarkan sel surya dengan daya pancaran (radiant) atau daya input yang berasal dari cahaya matahari pada sel surya (Afifudin dan Hananto, 2012):
η=
P MPP GxA
x 100% ……….…………………...…..……………...….. 2.1
Dimana : η
= Menunjukan nilai efisiensi dalam persen (%)
PMPP
= Output yang dihasilkan panel surya (Wp)
G
= Intensitas irradiasi matahari (1000 w/m2)
A
= Luas permukaan modul sel surya (m2)
Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimal, dalam pengoperasian panel surya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Temperatur
Panel surya akan beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal yaitu pada temperatur 25oC. Kenaikan temperatur
15
lebih tinggi dari temperatur normal pada panel surya akan mempengaruhi berkurangnya teganga (Voc) yang dihasilkan oleh panel surya. Setiap kenaikan temperatur panel surya 1oC dari suhu normalnya (25oC) maka kinerja panel surya akan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan (Foster dkk., 2010). Untuk menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar panel surya mengalami kenaikan oC dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut: Psaat t naik oC = 0,5% /oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC) ................2.2 Dimana : Psaat t naik oC
= Daya pada saat temperatur naik oC dari
temperatur
standarnya. PMPP
= Daya keluaran maksimum panel surya (Wp)
Daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperaturnya naik menjadi toC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : PMPP saat naik menjadi toC = PMPP - Psaat t naik oC ..........................................2.3 Dimana :
PMPP saat naik menjadi toC adalah daya keluaran maksimum panel surya pada saat temperatur di sekitar panel surya naik menjadi t oC dari temperatur standarnya.
Faktor
koreksi
temperatur
(Temperature
Correction
Factor)
diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : TCF = PMPP saat naik menjadi t oC / PMPP .....................................................2.4
16
\
Sumber : Satwiko, 2012 Gambar 2.8 Pengaruh intensitas temperatur terhadap panel surya
2. Intensitas Cahaya Matahari
Apabila jumlah energi cahaya matahari yang diterima sel surya berkurang atau intensitas cahayanya melemah, maka besar tegangan dan arus listrik yang dihasilkan juga akan menurun. Penurunan tegangan relatif lebih kecil dibandingkan penurunan arus listriknya (Satwiko, 2012).
Sumber : Satwiko, 2012 Gambar 2.9 Pengaruh intensitas radiasi matahari terhadap panel surya
17
3. Orientasi Panel Surya (Array)
Orientasi dari rangkaian panel surya (array) ke arah matahari adalah penting, agar panel surya (array) dapat menghasilkan energi maksimum. Misalnya, untuk lokasi yang terletak di belahan bumi Utara maka panel surya (array) sebaiknya diorientasikan ke Selatan. Begitu pula untuk lokasi yang terletak di belahan bumi Selatan maka panel surya (array) diorientasikan ke Utara (Foster dkk., 2010).
4. Sudut Kemiringan Panel Surya (Array)
Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari di permukaan panel surya. Untuk sudut kemiringan tetap, daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan panel surya sama dengan lintang lokasi (Foster dkk., 2010). Misalnya panel surya terpasang pada Equator (latitude 0o) yang diletakkan mendatar (tilt angle = 0) akan menghasilkan energi maksimum.
Sumber : Foster dkk., 2010 Gambar 2.10 Pemasangan panel surya dengan sudut kemiringan
18
5. Kecepatan Angin Bertiup
Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya dapat membantu mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca sel surya (Hardianto dan Rinaldi, 2012).
6. Keadaan Atmosfir Bumi
Keadaan atmosfir bumi seperti berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap, uap air udara (Rh), kabut dan polusi sangat menentukan hasil maksimum arus listrik dari sel surya (Hardianto dan Rinaldi, 2012).
2.4.2 Charge Controller
Dalam (Massenger dan Ventre, 2005) untuk semua sistem dengan penyimpanan baterai, controller merupakan komponen yang sangat penting. Charge controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah (DC) dari panel surya ke baterai dan mengatur penyaluran arus listrik dari baterai ke peralatan elektronik (beban). Charge controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas pengisian baterai. Bila baterai sudah terisi penuh maka secara otomatis pengisian arus dari panel surya ke baterai terhenti. Dengan cara pendeteksianya adalah melalui monitor level tegangan baterai. Charge Controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali. Charge Controller adalah indikator yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersediaan listrik yang terdapat di dalam baterai. Saat ini banyak perangkat Charge Controller yang beredar di pasaran yang memiliki efisiensi sekitar 95 % (Massenger dan Ventre, 2005).
19
2.4.3 Inverter
Inverter merupakan peralatan elektronika yang berfungsi untuk mengubah arus listrik searah (Direct Current) dari panel surya atau baterai menjadi arus listrik bolak-balik (Alternating Current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan juga tergantung pada apakah inverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan listrik atau sistem yang berdiri sendiri. Efisiensi inverter pada saat pengoperasian adalah sebesar 90% (Foster dkk., 2010). Inverter memiliki keluaran gelombang yang berbeda-beda dan dapat mempengaruhi baik dan tidaknya inverter itu sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter dikelompokkan menjadi tiga yaitu inverter dengan gelombang keluaran berbentuk square, modified, dan true sine wave. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinusoida murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik PLN (grid utility).
Sumber : Foster dkk., 2010 Gambar 2.11 Output gelombang inverter
2.4.4 Baterai
Baterai adalah media penyimpanan yang digunakan dalam sistem PLTS yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya pada
20
siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (Charging) dan mengosongkan (Discharging), tergantung pada ada atau tidaknya sinar matahari. Selama ada sinar matahari, panel surya akan menghasilkan energi listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energi listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Sebaliknya selama matahari tidak ada, permintaan energi listrik akan disuplai oleh baterai. Proses pengisian dan pengosongan ini disebut satu siklus baterai. Menurut (Foster, 2010) ada tiga fungsi utama dari baterai pada sistem PLTS adalah: 1. Menyimpan listrik yang dihasilkan oleh sistem PLTS. 2. Untuk memenuhi pasokan daya listrik yang diperlukan untuk mengoperasikan beban (misalnya, pencahayaan, memompa) dan untuk diaplikasikan pengguna akhirlainya. 3. Sebagai penstabil tegangan pada sistem kelistrikan PLTS. Baterai menghaluskan tegangan output atau mengurangi terjadinya tegangan lebih sesaat (transient tegangan) yang mungkin terjadi pada sistem kelistrikan PLTS. Tegangan lebih transien dapat terjadi dalam sistem kelistrian PLTS (ini dapat terjadi dan membuat kerusakan pada sirkuit). Pada saat terjadi tegangan lebih baterai akan menyerap sebagian tegangan tersebut dan dapat mengurangi terjadinya
tegangan lebih sehingga komponen solid-state
terhindar dari yang rusak yang diakibatkan oleh hal tersebut. Saat ini banyak tersedia jenis baterai isi ulang cocok untuk diaplikakan pada sistem PLTS. Meskipun ada beberapa jenis baterai yang diproduksi dengan kemajuan teknologi, akan tetapi baterai asam-timbal masih yang paling umum digunakan untuk media penyimpanan yang relatif ekonomis dan mempunyai efisiensi tinggi dan daya penyimpanan energi listrik yang besar yang memiliki Efisiensi keseluruhan pengisian dan pemakaian baterai asam-timbal sekitar 90 %. Hal tersebut menjadikan baterai jenis asam-timbal menjadi media
21
penyimpan yang baik digunakan pada sistem PLTS untuk beberapa tahun ke depan (Massenger dan Ventre, 2005).
2.5 Sistem PLTS
Sistem PLTS dapat dibedakan sesuai dengan pengoperasian PLTS itu sendiri. Sistem tersebut umumnya diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan, fungsi operasional, konfigurasi komponen, dan bagaimana PLTS terhubung ke sumber daya listrik lain (Florida Solar Energy Center (FSEC), 2007). yaitu PLTS yang berdiri sendiri (Stand Alone) dan PLTS yang terhubung dengan jaringan listrik (PLTS-Grid Connected).
2.5.1 PLTS Stand-Alone
Sistem PLTS Stand-Alone atau yang berdiri sendiri dirancang beroperasi mandiri untuk mensuplay arus listrik ke beban DC atau AC. Jenis sistem ini dapat diaktifkan oleh array photovoltaic saja, atau dapat menggunakan sumber tambahan energi lain, seperti : air, angin dan mesin diesel. Baterai digunakan pada kebanyakan sistem PLTS yang berdiri sendiri untuk penyimpanan energi.
Sumber : Nafeh, 2009 Gambar 2.12 Sistem PLTS yang berdiri sendiri (Stand Alone)
22
2.5.2 PLTS Grid-Connected
Sistem PLTS Grid-Connected pada dasarnya adalah menggabungkan PLTS dengan jaringan listrik (PLN). Komponen utama dalam sistem ini adalah inverter, atau Power Conditioning Unit (PCU). Inverter inilah yang berfungsi untuk mengubah daya DC yang dihasilkan oleh PLTS menjadi daya AC sesuai dengan persyaratan dari jaringan listrik yang terhubung (utility grid).
Sumber : Patel, 2006 Gambar 2.13 Sistem PLTS Grid-Connected
2.6 Kapasitas Komponen PLTS
2.6.1 Jumlah Panel Surya
Daya (Wpeak) yang dibangkitkan PLTS untuk memenuhi kebutuhan energi, diperhitungkan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (Nafeh, 2009):
2.6.1.1 Menghitung Area Array (PV Area)
Area array (PV Area) diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
23
PV Area =
𝐸𝐿 𝐺𝑎𝑣 𝑥 𝜂 𝑃𝑉 𝑥 𝑇𝐶𝐹 𝑥 𝜂 𝑜𝑢𝑡
……………...……………...….. 2.5
Dimana:
EL Gav
= Pemakaian energi (kWh/hari)
PV
= Efisiensi panel surya
TCF
= Insolasi harian matahari rata-rata (kWh/m2/hari)
= Temperature correction factor
out = Efisiensi keseluruhan PLTS
Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan area array panel surya (Watt peak) dapat diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: PWatt peak = area array x PSI x ηPV ……………….…..………………… 2.6
Dimana: PSI (Peak Solar Insolation)
= adalah 1000 W/m2
PV
= Efisiensi panel surya
Selanjutnya dengan besar daya yang dibangkitkan area array panel surya (Wpeak), maka jumlah penel surya yang diperlukan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Panel Surya =
P Watt 𝑝𝑒𝑎𝑘 P MPP
…………………...….....….....…….. 2.7
Dimana: PWatt peak
= Daya yang dibangkitkan (Wp)
PMPP
= Daya maksimum keluaran (output) panel surya (W)
24
Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan kebutuhan, maka penel-panel surya tersebut harus dikombinasikan secara seri dan parallel dengan aturan sebagai berikut: 1) Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan keluaran panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan secara seri. 2) Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari aurs keluaran panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan secara paralel. 3) Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran panel surya dengan tegangan yang konstan maka penel-panel surya haurs dihubungkan secara seri dan paralel.
Sumber: Kaltschmitt dkk., 2007 Gambar 2.14 Hubungan panel surya 2.6.2
Kapasitas Charge Controller
Charge controller diperlukan untuk melindungi baterai dari pengosongan dan pengisian berlebih. Untuk menghitung kepasitas charge controller yang akan digunakan dalam sistem PLTS stand-alone, haruslah mengetahui karakteristik dan spesifikasi dari panel surya yang akan digunakan, yaitu dengan memperhatikan angka Isc (short circuit current) pada panel surya dan nilainya dikalikan dengan jumlah panel surya yang akan digunakan.
25
2.6.3
Kapasitas Inverter
Pada pemilihan inverter, diupayakan kapasitas kerjanya mendekati kapasitas daya yang dilayani. Hal ini agar efisiensi kerja inverter menjadi maksimal (Foster dkk., 2010).
2.6.4
Kapasitas Baterai
Besar kapasitas baterai yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi energi harian menurut Lynn (2010), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : C = N x Ed / DOD x ηinv ……………………………....……..……… 2.8 Dimana : C
= Kapasitas baterai (Ah)
N
= Hari-hari otonomi (hari)
Ed
= Konsumsi energi harian (kWh)
DOD = Kedalaman maksimum untuk pengosongan baterai η
= Efisiensi inverter
26