BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Usaha ternak Ayam Pedaging 1. Usaha Ternak Ayam Pedaging Usaha peternakan ayam pedaging atau ayam broiler pada awalnya merupakan usaha sampingan dari usaha peternakan ayam petelur. Seiring dengan berjalannya waktu, industri peternakan ayam broiler saat ini telah banyak berdiri. melalui aktivitas bisnisnya yaitu memproduksi ayam pedaging, yang meliputi budidaya ayam broiler (farming operation) dan industri pengolahan daging ayam, industri peternakan ayam broiler telah memberikan peranan yang nyata terhadap perkembangan sub sektor peternakan di Indonesia. Usaha peternakan ayam broiler saat ini berkembang sangat pesat, baik dari segi skala usaha maupun dari segi tingkat efisiennya. Banyak para pelaku usaha menekuni usaha peternakan ayam broiler, baik secara sistem mandiri maupun secara sistem plasma. Alasannya adalah selain jumlah permintaan daging ayam yang terus meningkat, perputaran modal yang sangat cepat merupakan daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha untuk menekuni usaha peternakan ayam broiler ini. Alasan lainnya adalah tersedianya faktor-faktor produksi dalam jumlah yang banyak (Hafsah, 2003: 187). Khusus untuk usaha peternakan ayam broiler dengan sistem plasma, faktor-faktor produksi seperti DOC, pakan, obat-obatan, vaksinasi, dan vitamin tidak harus dibayar langsung. Faktor-faktor produksi tersebut sudah bisa dipakai untuk diproduksi selama masa produksi yaitu selama 30-40 hari dan baru bisa dibayar setelah ayam broiler dipanen. Usaha peternakan ayam broiler dapat diusahakan dalam berbagai skala produksi, baik skala besar maupun skala kecil (Kadarsan, 2007). Saat ini telah banyak para pelaku. usaha ayam broiler yang menggabungkan beberapa unit usaha menjadi satu kesatuan unit usaha yang terintegrasi (integrated). Misalnya usaha pembibitan ayam bergabung dengan usaha pakan ternak, usaha beternak ayam broiler komersial, dan proses pemotongan ayam. Bahkan banyak
diantaranya yang menggabungkan usahanya dengan usaha pengolahan ayam, sehingga ayam potong yang dijual tidak hanya dalam bentuk ayam hidup ataupun dalam bentuk karkas tetapi bisa berupa produk hasil olahan seperti fillet atau nugget. Produk hasil olahan ini diproduksi berdasarkan permintaan konsumen yang terus berkembang (Rasyaf, 2003 :67). Usaha peternakan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/Kpts/TN.330/6/96, usaha peternakan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu Peternak rakyat, Pengusaha Kecil Peternakan, dan Pengusaha Peternakan. Peternak Rakyat adalah peternak yang mengusahakan budidaya ayam dengan jumlah populasi maksimal 15.000 ekor per periode. Pengusaha kecil peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam dengan jumlah populasi maksimal 65.000 ekor per periode. Pengusaha peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam dengan jumlah populasi melebihi 65.000 ekor per periode (Rasyaf, 2003 : 207). Subsektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian, memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam regional maupun nasional. Berdasarkan data statistik, PDB subsektor peternakan mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat krisis ekonomi, dengan rata-rata pertumbuhan PDB antara tahun 2000-2006 sebesar 3,63 persen. Pada periode yang sama, angka tersebut berada di atas laju pertumbuhan sektor pertanian yaitu 2,66 persen, subsektor tanaman pangan 2,05 persen, subsektor perkebunan 3,24 persen, dan subsektor kehutanan -0,07 persen (Ilham 2006: 55). Subsektor peternakan mampu tumbuh dengan cepat, karena didukung oleh perkembangan industri peternakan terutama ayam ras dan sapi potong. Pelaku dua komoditi tersebut berpotensi dijadikan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam sektor pertanian. Salah satu komoditas peternakan yang memiliki potensi yang cukup tinggi di Indonesia adalah peternakan ayam ras pedaging (broiler), perkembangan jumlah populasi ayam broiler mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan
adanya peluang tersebut maka perlu ditingkatkan daya saing komoditi hasil ternak ini (Ilham, 2006: 56). 2. Peternakan Ayam Pedaging Peternakan adalah suatu usaha pembibitan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan atau peternakan rakyat, yang dilakukan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak bibit/ternak potong, telur, susu, serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan. Peternakan merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber devisa negara dan penyedia bahan pangan. Peranan penting peternakan menyebabkan peternakan menjadi sektor yang diminati pengusaha untuk dijadikan bisnis sumber penghasilan utama maupun sampingan. Usaha peternakan yang banyak diminati adalah peternakan ayam broiler karena memiliki permintaan yang tinggi (Rasyaf, 1989 : 50). Pengusaha peternakan ini bahkan memiliki kelebihan yaitu berhak mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari pemerintah. Hal tersebut ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan. Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang peternakan atau pejabat yang ditunjuk olehnya berkewajiban melakukan bimbingan dan pengawasan atas pelaksanaan perusahaan-perusahaan peternakan (Hafsah, 2003: 176). Peternakan ayam pedaging di Indonesia dimulai sejak masa orde lama tahun 1960, berlanjut dari awal orde baru tahun 1970 sampai masa pelita II (1974-1979) yang merupakan tahap pertumbuhan ekonomi nasional. Dunia perunggasan yang semakin populer di kalangan masyarakat dengan skala usaha rumah tangga terus berkembang di berbagai daerah, sementara itu usaha skala besar juga tumbuh dan mampu menjalankan usahanya lebih efisien. Usaha skala besar inilah pemicu persaingan pasar sehingga usaha ternak besar menguasai harga pasar dan skala kecil
atau peternak rakyat menjual hasil ternaknya dengan harga di bawah biaya produksi, peternak juga kesulitan memperoleh bibit ayam yang bermutu, akibatnya peternak rakyat banyak yang gulung tikar (Murtidjo, 2006: 39). Peternakan merupakan suatu usaha sebagaimana layaknnya usaha lain yang membutuhkan semua unsur bisnis yang biasa diterapkan di dunia bisnis, hanya di sini alat produksinnya benda hidup akibatnnya faktor teknisnya perlu diperhatikan, maklum saja nyawa di luar kekuasaan manusia. Suda waktunya bila suatu peternakan aspek pengelolaan yang baik dan tidak hanya mengelola ayam secara teknis saja. Dalam beberapa aspek pengelolaan peternakan ayam pedaging, terutama konsep penting yang aplikatif ( Rasyaf, 2003 : 27 ). Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub sektor ini bisa memberikan nilai tambah (added value) bagi pertanian Indonesia. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap pertanian Indonesia ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan kita untuk mengembangkan usaha peternakan tersebut agar mempunyai prospek yang baik di pasaran. Terkait dengan hal tersebut, maka sub sektor peternakan yang ingin dibangun di masa depan adalah yang mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di pasar dan mampu berkembang secara berkelanjutan Peternakan ayam pedaging adalah salah satu andalan dalam sub sektor peternakan di Indonesia (Rasyaf, 2003:190). Peternakan ayam pedaging mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan besar maupun skala peternakan kecil (peternakan
rakyat).
Peternakan
adalah
kegiatan
mengembangbiakkan
dan
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Rasyaf (2003 : 7) mengatakan bahwa standar produksi bagi ayam pedaging bertumpu pada pertambahan berat badan ayam, konsumsi pakan dan konversi pakan. Sebagai pegangan produksi atau sasaran produksi adalah mortalitas, konsumsi pakan
dan pertambahan produksi dengan membandingkan atau memeriksa kenaikan dan penurunan mana yang tajam dari semua kelompok ayam yang dibudidayakan. Menurut Murtidjo ( 2006 : 78 ) ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat atau hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas, pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif muda, serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak. Soekartawi (2007:99) menyatakan bahwa ayam broiler mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ayam broiler pertumbuhannya sangat fantastik sejak umur satu minggu hingga lima minggu. Pada saat berumur tiga minggu ternak sudah menunjukkan pertumbuhan bobot badan yang memuaskan, sehingga ayam broiler dapat dijual sebelum umur delapan minggu. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya, laju perputaran modal yang cepat dan waktu pemeliharaan yang singkat yaitu dalam lima minggu ayam broiler sudah dapat dipanen dengan bobot 1,5 kg/ekor. Hal inilah yang mendorong banyak peternak yang mengusahakan peternakan ayam broiler. (Rasyaf 2003 : 109). Wahyuni ( 1999 : 32 ) menyatakan di Indonesia ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada usia lima sampai enam minggu dengan bobot hidup antara 1,3 sampai 1,6 kg per ekor. Namun demikian kebanyakan masyarakat di Indonesia lebih banyak menyukai daging ayam broiler yang tidak begitu besar terutama untuk konsumsi rumah makan dan pasar-pasar tradisional. Rasyaf (2003 : 65) Ayam broiler adalah ayam pedaging yang dipelihara hingga 6 sampai 13 minggu dengan bobot hidup dapat mencapai 1,5 kg pada umur 6 minggu.
Ayam broiler merupakan ternak yang paling efisien menghasilkan daging dibandingkan ayam yang lain. Ayam ini mempunyai sifat antara lain ukuran badan besar penuh daging yang berlemak, bergerak lambat serta pertumbuhan badannya cepat dengan daging yang dihasilkan bertekstur halus, lembut dan empuk pemeliharaan broiler terbagi dalam dua periode pemeliharaan akhir (Dinishe), periode pemeliharaan awal ini dimulai dari umur satu sampai tiga minggu dan periode pemeliharana
akhir
adalah
setalah
umur
lebih
dari
3
minggu.
Pakan dan Konversi Pakan Dalam pemeliharaan ayam broiler pakan merupakan unsur yang sangat penting dan biaya pakan dapat mencapai 75 % dari biaya produksi. kebutuhan energi dan protein dari ayam broiler terbagi menjadi 2 bagian yaitu masa awal 0 – 4 minggu dan muda akhir 4 – 8 minggu. Selanjutnya dinyatakan bahwa kebutuhan energi ayam broiler masa awal adalah sebesar 3000 kkal/kg sedangkan pada masa akhir kebutuhan energinya adalah 2860 – 3410 kkal/kg. Pakan yang disediakan untuk ayam broiler agar dapat memenuhi kebutuhankebutuhan mutrisinya tidak harus berasal dari bahan-bahan yang mahal. Bahan-bahan sisa pertanian ataupun industri dapat pula dipakai untuk penyusun ransum unggas. jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah kesehatan ternak bobot badan ternak, musim atau cuaca dan sistem perkandangan. banyaknya ransum yang dikonsumsi ayam pedaging tergantung beberapa faktor antara lain : berat ternak, jenis kelain, keaktivan badan sehari-hari suhu di dalam dan sekitar kadang, kualitas ransum yang diberikan dan cara pengolahannya diterapkan sehari hari. Banyaknya konsumsi pakan dipengaruhi oleh kadar energi pakan yang menentukan energi ransum. Energi dalam ransum sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ayam sesuai tahap keperluannya sehingga ransum harus diketahui energi metaboliknya. bahwa ayam pedaging dapat menyesuaikan jumlah konsumsi pakannya sampai batas tertentu untuk mendapatkan energi yang cukup bagi pertumbuhan tubuh yang maksimum.
Menurut Wahyuni (1999 : 56) broiler adalah ternak ayam yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain. Keceptan produksi daging ayam broiler mempunyai kelebihan .Dalam waktu relatif cepat dan singkat daging ayam bisa segera di peroleh, dipasarkan atau di komsumsi paling lama usia potong 12 minggu. ayam yang cepat pertumbuhanya ,ekonomis dalam pengolahan ,sehingga bisa memberi kepuasan konsumen. Ayam pedaging disebut juga ayam broiler, dalam pengertian “ayam pedaging” menurut istilah itu yang dimaksud sebenarnya adalah ras yang dikembangkan untuk usaha komersial massal, seperti Leghorn (“lehor“). Broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari berbagai jenis ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler populer di Indonesia sejak Tahun 1980-an, karena didukung oleh pemerintah saat itu, yang mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia. Pada saat itu daging ini relatif sulit keberadaannya. Para peternak ayam juga relatif senang karena hanya dalam waktu yang relatif singkat (5-6 minggu) sudah bisa dipanen, dan juga cukup menguntungkan. Saat ini peternakan Ayam ini banyak dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. B. Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler Faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dalam produksi ayam broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan kandang. Dengan menggunakan input tetap dan input variabel. Input tetap diantaranya; kandang, tenaga kerja tetap dan peralatan. Input variabel yang digunakan terdiri dari DOC, pakan, tenaga kerja tidak tetap, obat-obatan, sekam, dan bahan bakar (minyak tanah). Menurut Kadarsan (2007: 134) usaha peternakan ayam broiler mempunyai faktor produksi yang digunakan diantaranya adalah bibit ayam, pakan, tenaga kerja, obatobatan, vaksin dan vitamin serta bahan penunjang seperti sekam, listrik dan bahan bakar.
a. Kandang Syarat kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Syarat-syarat kandang yang harus dipenuhi adalah: 1. Kandang harus dibuat kuat agar dapat dipakai dalam waktu yang lama, dan tidak mudah roboh karena angin yang kencang. 2. Dapat menahan air hujan dan teriknya matahari langsung masuk kandang, tepi atap sebaiknya dibuat cukup lebar yaitu sekitar 1,25 meter dari dinding kandang. 3. Dinding kandang tidak rapat tetapi harus terbuka, memiliki celah-celah yang terbuka yang terbuat dari anyaman bambu, kawat ram atau jeruji-jeruji bambu sehingga hewan pemangsa tidak dapat masuk melalui celah yang terbuka tersebut. 4. Ruang ventilasi dapat ditambahkan dengan membuat sistem atap monitor dan dapat menggunakan kipas angin yang berfungsi menyedot udara kotor dalam kandang atau mengalirkan udara segar masuk ke dalam kandang. 5. Lantai kandang sebaiknya disemen agar memudahkan dalam pembersihan kandang dan dibuat lebih tinggi dari tanah disekitarnya. 6. Ukuran/luas kandang tergantung dari jumlah ayam yang akan dipelihara. Sebagai pedoman, kepadatan ayam dewasa per meter persegi adalah 10 ekor. 7. Selokan/parit sebaiknya dibuatkan disekeliling kandang. Hal ini penting agar pembuangan air tidak menggenang. 8. Tata letak kandang hendaknya dibangun diatas tanah yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya agar udara dapat berputar dan bergerak bebas melintasi kandang sehingga peredaran udara dapat berjalan dengan baik. Kandang tidak terletak pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam. 9. Jarak antar kandang juga harus mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi sirkulasi udara, tingkat kelembaban, dan temperatur di dalam
kandang, penularan terhadap penyakit dari satu kandang ke kandang lain, dan efisiensi penggunaan tanah. 10. Ukuran luas kandang tergantung dari kepadatan jumlah populasi ternak yang dipelihara. Luas yang cukup bagi ayam untuk ruang geraknya maka tidak akan terjadi saling patuk dan stress kepadatan kandang untuk ayam dewasa ekor per meter persegi. kepadatan kandang ayam untuk umur 1-3 hari adalah 60-70 ekor/m², pada umur 4-7 hari kepadatan kandang 40-50 ekor/m², umur 814 hari kepadatan kandang 20-30 ekor/m² dan pada 15 hari sampai panen kepadatan kandang 8-16 ekor/m². b. Peralatan Menurut Rasyaf (2005 : 18) Ayam yang dipelihara secara intensif dengan cara dikandangkan secara terus menerus sepanjang hari, memerlukan peralatan-peralatan teknis yang memadai, seperti tempat pakan dan minum, alat pemanas, thermometer, dan peralatan lainnya maka untuk menunjang keberhasilan produksi: 1. Tempat Pakan dan Minum Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan pekerjaan sehari-hari adalah tata letak tempat pakan, keadaan tempat pakan dan isi pakan. Tempat pakan ada yang diletakkan dalam satu baris atau diletakkan berselang seling dengan tempat minum. Kebutuhan tempat pakan dan minum tergantung dari jumlah ayam yang dipelihara dan umur ayam. Pemeliharaan awal dengan jumlah ayam 5000 ekor, diperlukan tempat pakan sejumlah 74 buah dan tempat minum sebanyak 72 buah, sedangkan pada pemeliharaan akhir dengan jumlah ayam 4500 ekor diperlukan tempat pakan 74 buah dan tempat minum 72 buah. 2. Alat Pemanas. Alat pemanas (brooder) berfungsi sebagai induk buatan yang memberi kehangatan anak ayam (DOC). Alat ini digunakan untuk pemeliharaan masa awal (starter) yang berlangsung selama 12 sampai 15 hari dimana anak ayam masih memerlukan pemanasan dalam hidupnya. Alat pemanas ini dikenal dengan nama ”Gasolec” yang sudah beredar di toko-toko unggas. Sumber panas pada ”Gasolec”
berasal dari gas, oleh karenanya penggunaannya harus dilengkapi dengan tabung gas. Alat pemanas ini hendaknya diletakkan ditengah dengan ketinggian 1,3 sampai1,5 meter dari permukaan litter bahwa jika pemanas menggunakan semawar, maka sebaiknya diletakkan pada ketinggian 50 sampai 75 cm diatas sekam. Panas yang dihasilkan bisa diatur dengan cara mengubah posisi tempat minyak tanah. Tempat minyak tanah diletakkan lebih tinggi dari semawar semakin tinggi letak tempat minyak tanah, panas yang dihasilkan akan semakin besar, di tengah tengah setiap lingkaran pelindung dipasang lampu 25 watt. pemakaian sumber panas dan alat pemanas tidak menjadi masalah bagi ayam, yang penting bisa memberikan kehangatan yang merata ke seluruh lingkaran digunakan pada masa starter 10-20 hari atau selama 3 minggu. Pada minggu pertama pemanas dinyalakan selama 24 jam, sedangkan minggu kedua dan ketiga hanya dinyalakan selama 12 jam pada malam hari, namun demikian pemberian pemanas tergantung pada cuaca. 3. Thermometer Thermometer berfungsi untuk mengontrol temperatur agar selalu optimal sehingga kehidupan anak ayam tetap stabil dan pertumbuhan anak ayam tidak terganggu. Penempatan thermometer seharusnya diletakkan ditempat yang strategis agar memudahkan pekerja mengontrolnya tanpa mengganggu atau menimbulkan stress pada anak ayam, penggunaan thermometer hanya untuk periode starter pada ayam broiler antara umur satu sampai dua minggu memerlukan suhu lingkungan mendekati 32ºC. Pada umur dua sampai tiga minggu suhu yang diperlukan antara 30ºC sampai 32ºC dan setelah umur tiga minggu menjadi 28ºC-30ºC. ayam broiler pada umur satu sampai tiga hari memerlukan suhu lingkungan antara 32ºC-35ºC, pada umur empat sampai tujuh hari memerlukan suhu 29ºC-34ºC, pada umur 8 sampai 14 hari memerlukan suhu 27ºC-31ºC, dan pada umur 15 hari sampai siap panen memerlukan suhu lingkungan antara 25ºC-27ºC. 4. Peralatan Lain
Peralatan lain yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari seperti drum air, ember, garpu pembalik sekam, dan 12 gerobak pengangkut pakan. peralatan lainnya yang perlu disediakan untuk mendukung kelancaran usaha ternak ayam broiler adalah sekop, ember, selang, kawat atau tali, alat-alat kesehatan, ciduk dan lain-lain. 5. DOC (Day Old Chick) Umumnya jenis-jenis ayam broiler yang telah dikenal dan banyak beredar di Indonesia adalah jenis ayam ras unggul yang merupakan turunan terakhir hasil perkawinan silang dari pejantan ras White cornish yang berasal dari Inggris dengan induk betina ras Plymouth rock yang berasal dari Amerika. Hasil perkawinan silang yang dikembangbiakan dari kedua ras tersebut menghasilkan DOC yang mempunyai daya tumbuh dan produksi yang tinggi, terutama dalam hal kemampuannya mengubah pakan menjadi daging dengan sangat cepat dan hemat. bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu anak ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit bawaan: ukuran atau bobot ayam yaitu sekitar 35 sampai 40 gram; anak ayam memiliki mata yang cerah dan bercahaya, aktif serta tampak tegar; tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dan tidak ada lekatan tinja di duburnya. 6. Pakan Pakan atau ransum merupakan salah satu faktor utama dalam usaha ternak ayam broiler, lebih-lebih terhadap laju pertumbuhan dan peningkatan bobot badan yang sangat cepat. Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. ransum starter diberikan pada ayam berumur satu sampai tiga minggu. Umumnya biaya untuk ransum menempati 60%-75% dari total biaya produksi. Ayam broiler membutuhkan energi yang lebih tinggi (lebih dari 3000 kkal per kg ransum). dalam hal ransum yang harus diberikan untuk anak ayam sampai umur empat minggu, pakan harus mengandung protein sebanyak 21 sampai 24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium 1%, phospor 0,7 sampai 0,9%, energi (ME) 2800-3500
kkal. Besarnya pakan yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi pakan atau Feed Corvertion Ratio (FCR). Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Semakin tinggi konversi pakan berarti semakin boros pakan yang digunakan. Standar konversi pakan untuk ayam pedaging adalah 1,9 yang artinya untuk mendapatkan ayam denganbobot hidup 1 kg diperlukan pakan sejumlah 1,9 kg. 7. Obat-obatan dan Vaksin Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud adalah obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit, vaksin digunakan untuk pencegahan penyakit serta antibiotika dan vitamin dapat mendukung pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh secara optimal. penyakit yang menyerang ayam ada yang dapat diobati dan ada yang tidak. Penyakit ayam yang tidak bisa diobati dapat ditangkal dengan vaksin. Vaksin adalah mikroorganisme yang dilemahkan dan apabila diberikan kepada hewan tidak akan menimbulkan penyakit, melainkan merangsang pembentukan antibodi (zat kebal) yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Tujuan vaksin adalah membuat ayam mempunyai kekebalan yang tinggi terhadap satu penyakit tertentu. Wahyuni (2003: 45) nenyatakan bahwa keberhasilan suatu vaksinasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor tatalaksana, faktor vaksin, dan faktor individu. Faktor tatalaksana meliputi cara vaksinasi, waktu vaksinasi, keterampilan vaksinator (orang yang memberikan vaksinasi), dan kondisi lingkungan. Faktor vaksin meliputi kualitas vaksin, jenis vaksin, dan cara penyimpanan vaksin. Sedangkan faktor individu adalah faktor kesehatan ayam, dimana dianjurkan vaksinasi dilakukan pada saat ayam memiliki kondisi yang sehat. Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan lima cara, yaitu: 1. drink water (vaksinasi melalui air minum) 2. vaksinasi intraocular (tetes mata) 3. intranasal (tetes hidung) vaksinasi dengan injeksi 4. intramuscular (tusuk daging)
5. injeksi subcutan (tusuk kulit) 6. wing web (vaksinasi tusuk sayap) 7. dan spray (vaksinasi dengan cara disemprot) c. Pemeliharaan Pada Fase Awal Pertumbuhan (Fase Starter) Fase pemeliharaan dibagi menjadi 2, yaitu fase starter atau fase awal, dan fase finisher Rasyar, 2003 : 207 1. Fase pemeliharaan awal atau starter Ini merupakan fase pemeliharaan mulai dari anak ayam usia 1 hari hingga tumbuh dewasa atau berumur 4 minggu. 2. Fase Pemeliharaan akhir atau finisher Ini merupakan fase atau periode terakhir dari pemeliharaan ayam broiler, yaitu mulai umur di atas 4 minggu hingga ayam siap dipanen. Perbedaan kedua fase tersebut memang bisa dilihat dari ukurannya. Namun, bagi peternak, perbedaan dari kedua fase pemeliharaan tersebut lebih merujuk pada perbedaan komposisi dan kualitas dari ransum yang diberikan, intensitas penanganan terhadap serangan penyakit, jumlah pakan, dan perbedaan luas kandang. Untuk artikel ini, akan saya bahas seluk-beluk pemeliharaan ayam pada fase starter, mulai dari memilih bibit (DOC), persiapan sebelum mendatangkan DOC ke kandang hingga pemeliharaan rutin. 5 Fase Starter Tersebut adalah : 1. Persiapan Mendatangkan DOC 2. Perawatan saat DOC Datang 3. Pemeliharaan DOC Seterusnya 4. Pemisahan Jantan dan Betina 5. Penanganan di Masa Kritis
d. Pemeliharaan Starter 1. Persiapan kandang dan perlengkapannya Sebelum anak ayam tiba maka kandang harus sudah siap. Persiapan kandang doc untuk ayam broiler tidak berbeda dengan doc utuk ayam petelur. Begitu pula perlengkapan kandangnya, sampai mencapai pertumbuhan bulu yang sempurna. Penempatan tempat makan atau minum juga sama. Saat ini berbagai perlengkapan kandang (tempat makan / minum) buatan pabrik, dari yang sederhana sampai yang otomatis mulai banyak diperjualbelikan 2.Ransum starter (0-3 minggu) Ransum yaitu campuran dari berbagai bahan pakanyang diberikan selama 24 jam. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk ransum ayam broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, minyak kelapa, kulit kerang, dan tepung tulang. Penyusunan ansum ayam broiler, didasarkan pada kandungan energi dan protein. Untuk ayam broiler, pada umur 0-3 minggu, ransum yang digunakan harus mengandung protein 23% dan energi metabolis 3.200 kkal/kg (NRC/2984). Namun menururt beberapa penelitian bisa juga digunakan ransum dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai ayam tersebut dipanen. Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar 7%, lemak 8%, kalsium 1%, dan phosphor yang tersedia sekitar 0,45%. 3. Pencegahan penyakit Untuk menghasilkan ayam broiler yang sehat, selain memperhatikan kebersihan lingkungan juga perlu melakukan vaksinasi maupun pemberian obat-obatan dan vitamin. Vaksinasi dilakukan untuk mencegah penyakit unggas menular yang tidak bisa diobati misalnya ND/tetelo, dan gumboro. Jenis vaksin ND ini banyak tersedia di poultry shop dengan merk dagang dan cara penggunaan yang berbeda. Contoh vaksin gumboro yaitu Medivac Gumboro-A, yang diberikan sekitar 12 hari. Pemberian jenis vaksin yang berbeda tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan ayam tidak tahan.
Dosis pemakaian dan petunjuk penggunaannya biasanya tercantum dalam kemasan vaksin yang akan digunakan. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada sore hari agar ayam lebih mudah ditangkap (bila vaksin melalui suntikan ). Di samping itu, vaksin tidak akan terkena sinar matahari yang dapat mematikan vaksin. Jika vaksin diberikan melalui air minum, maka ayam harus dipuasakan dulu sekitar 2-3 jam sebelummya supaya air minum yang telah diberi larutan vaksin cepat habis, sehingga vaksin tidak mati atau terbuang. Program pencegahan penyakit atau penggunaan obat-obatan/ vitamin, untuk tiap peternak berbeda-beda tergantung kepada jenis penyakit yang sering timbul di peternakan tersebut. Serangan penyakit ini dapat meningkatkan angka kematian. Angka kematian sekitar 5% dari mulai pemeliharaan DOC sampai dipasarkan, masih dianggap cukup berhasil. e. Pemeliharaan Grower/ Finisher 1. Kandang a. sistem litter Anak ayam yang bulunya telah tumbuh sempurna (selesai fase starter) biasanya dipindahkan ke kandang finisher. Dalam pemeliharaan broiler biasanya kandang untuk pemeliharaan finisher juga digunakan untuk brooder. Bagunan kandang yang digunakan yaitu kandang yang kedua sisi dindingnya terbuka sebagai ventilasi. Pemeliharaan ayam broiler biasanya menggunakan sistem litter. Sistem litter yaitu kandang yang lantainya ditutup dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil. Sistem litter banyak dipakai karena pemeliharaannya mudah dan murah. Sementara pemeliharaan dalam sistem cage biayanya lebih mahal dan pemeliharaannya relatif lebih sulit. Bahan litter yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. a) Ringan. b) Mempunyai partikel yang sedang. c) Daya serap yang tinggi. d) Cepat menjadi kering.
e) Lunak. f) Mempunyai nilai konduksi panas yang rendah. g) Tidak menghisap air dari udara. h) Murah dan mudah di dapat. i) Dapat digunakan untuk pupuk. Dalam keadaan terpaksa litter bekas yang pernah dipakai bisa digunakan lagi. Namun, perlu diperhatikan bahwa litter tersebut harus kering dan bukan bekas pemeliharaan ayam yang pernah terkena penyakit menular supaya tidak terjadi penularan penyakit kepada ayam yang akan dipelihara. Hal lain juga perlu di perhatikan yaitu populasi ayam dalam kandang sebaiknya tidak terlalu padat. Jika terlalu padat maka akan mempengaruhi performa ayam, misalnya sebagai berikut: a. Konsumsi ransum menurun akibat beberapa hal misalnya. Temperatur kandang meningkat, ransum banyak yang tumpah dan kesempatan makan yang berkurang b. Pertumbuhan menurun c. Efisiensi penggunaan ransum menurun d. Kematian bertambah e.
Kanibalisme bertambah
f.
Banyak terjadi breast blister (bagian yang mengeras di bagian dada)
g. Pertumbuhan bulu berkurang h.
Banyak patah tulang pada saat processing (condemnation)
Kandang sistem litter dengan populasi terlalu padat biasanya sanagnt bau dan kondisi litter basah. Bau ini timbul karena adanya gas amonia (NH3) yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam proses pembusukan kotoran. Jika kadar amonia dalam kandang sudah mencapai 50 ppm maka berat badan ayam yang dipelihara akan berkuarang sekitar 8% pada umur 7 minggu. Kondisi litter yang basah bisa menimbulkan berbagai macam penyakit (snot, penyakit cacing, dan sebagainya).
Kadar amonia dalam kandang akan cepat, meningkat jika pH litter mencapai 8, sedangkan jika pH < 7 maka amonia yang terbentuk akan lebih sedikit. Untuk mengurangi bau dalam kandang ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. a. Mengurangi kepadatan ayam dalam kandang. Kepadatan biasanya 10-12 ekor/m2, untuk dataran rendah biasanya 8-10 ekor/m2. b. Dengan mencampurkan superphosphat 1,09 kg/m2 pada litter atau dengan menyemprotkan posphoric acid 1,9 liter/m2. 2. Perlengkapan Kandang Pemeliharaan broiler umumnya menggunakan sistem litter, tetapi di daerah-daerah tertentu menggunakan sistem slatt. Tempat makanan dan minuman merupakan perlengkapan yang harus ada di dalam kandang. Bentuk tempat makan dan minum ini agak sedikit berbeda bila di bandingkan dengan tempat makan atau minum anak ayam. Sebelum kita memberi makan dan minum, tedapat makanan dan minum harus dalam keadaan bersi. Jika dalam tempat ada sisa-sisa makanan yang sudah tengik/busuk maka akan menurunkan nafsu makan ayam dan menjadi sumber penyakit. Untuk menjaga agar ayam tetap sehat maka tempat makan/minum harus mudah di bersihkan,tidak mudah tumpah, mudah di isi, dan ayam mudah makan/minum dari tempat tersebut. Tempat di buat oleh pabrik dengan design sederhana sampai otomatis. Bahan-bahan yang di gunakan sebagian besar di buat dari plastik sehingga mudah di bersihkan. Tempat makan/minum yang di gunakan petani ternak, umumnya berbentuk bulat (hanging feeder/materrer) di gantung di langit-langit kandang dengan kawat/tali. Dalam menyediakan tempat makan/minum harus disesuaikan dengan jumlah ayam yang ada dan telah diperhitungkan setiap ekor ayam mempunyai kesempatan yang sama dalam mengambil makan/minum. Jika tempat makan kurang, maka ayam akan berebut mengambil makam/minum sehingga banyak tercecer bahkan tumpah.
Untuk mengontrol cukupnya persediaan tempat makan dapat dilakukan dengan melihat sesaat setelah ayam diberi makan, apakah semuanya bisa makan bersamaan atau tidak. Jika ada sebagian ayam yang tidak mempunyai peluang makan pada saat yang bersamaan, maka tempat makan perlu ditambah. Berbeda dengan tempat air minum, karena ayam biasanya tidak minum bersamaan tetapi bergiliran. Tempat makan/minum yang berbentuk trough sudah jarang digunakan dalam kandang sistem litter karena ransum mudah tercemari oleh kotoran. Ransum yang tercemari biasanya dibuang sehingga menjadi tidak efisien. Perusahaan besar biasanya menggunakan tempat makan/minum otomatis. 3. Ransum Fase Finisher Pada periode finisher (umur 3-6 minggu), kondisi pertumbuhan ayam broiler mulai menurun. Untuk itu, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20% (NRC, 1994), sedangkan energi ransum, yang digunakan 3000-3200 kkal/kg. Bahan-bahan penyusun ransum untuk starter tidak berbeda dengan bahan penyusun ransum untuk finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada ayam broiler bisa berbentuk pellet, mash, atau crumble. Ransum ayam broiler banyak dijual dengan merk dagang yang berbeda-beda, tergantung pabrik yang mengeluarkan. Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Pada hari pertama mula-mula deberi ransum starter 75% di tambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum finisher 75% dan pada hari berikutnya baru diberikan ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan. Kadang-kadang para peternak tidak membeli ransum yang sudah jadi, tetapi membeli konsentrat dan mencampurnya dengan bahan pakan yang mereka miliki misalnya jagung. Konsentrat adalah campuran bahan pakan yang mengandung gizi tinggi untuk dicampur dengan bahan pakan lain sehingga tercapai kebutuhan untuk ternak yang akan diberi makan sesuai dengan tujuan produksinya. 4. Konsumsi Ransum
Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Jika ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan makanlebih banyak. Sebaliknya, jika disediakan ransum dengan kandungan energi tinggi maka ayam akan makan lebih sedikit, karena kebutuhan energinya cepat terpenuhi. Sumber energi utama dalam ransum biasanya menggunakan jagung kuning. Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Jika temperatur lingkungan meningkat dari keadaan normal maka ayam akan lebih banyak minum dan sedikit makan. Sebaliknya jika temperatur lingkungan menurun maka konsumsi ransum meningkat. Temperatur lingkungan yang optimal untuk pemeliharaan broiler yaitu sekitar 18-21˚ C. Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bentuk fisik ransum. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan kepada ayam broiler adalah mash, crumble, dan pellet. Bentuk pellet lebih banyak di makan karena unggas umunya lebih menyukai ransum bentuk butiran. 5. Konsumsi Minum Air minum harus selalu tersedia setiap saat untuk broiler dengan kualitas air minum yang baik dan bebas dari Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya. Kekurangan persediaan air minum, baik dalam jumlah, penyebaran serta jumlah tempat minum dan konsumsinya dapat mempengaruhi proses pertumbuhan Pada saat ayam datang, berikan larutan gula 1% paling lama 2 – 3 jam pertama serta berikan antibiotik pada hari ke-1 hingga ke-3 disaat pagi hari (paling lama 5 – 6 jam) dan berikan vitamin pada saat sore hari. Air harus selalu bersih dan segar dan dilakukan test secara teratur terhadap kandungan zat kimia dan komposisi bakteriologi (6 bulan sekali). Untuk menjaga air dalam
kondisi
normal,
gunakan
3-5
ppm
chlorine
masalah Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya. a. Ketinggian tempat air minum untuk broiler
untuk
mengurangi
Tempat air minum harus selalu dicek ketinggiannya setiap hari. Pada umur 18 hari diatur ketinggiannya bibir tempat air minum sejajar dengan punggung ayam. Kandang yang menggunakan nipple harus disesuaikan ketinggiannya secara sentral menggunakan kerekan (handwind) sehingga ayam dapat minum dengan mengangkat kepala 34◦-45◦ terhadap nipple. b. Level air minum Ketinggian air minum sebaiknya 0,6 cm di bawah tutup tempat minum sampai dengan 7-10 hari dan harus ada air di dasar tempat minum dengan ketinggian 0,6 cm sejak hari ke-10 dan selanjutnya. Pengeluaran air dari nipple minimal 80 ml per menit dengan tekanan 30-40 cm water column. c. Kualitas air minum Kualitas air sangat penting karena ayam minum 2-2,5 kali dari jumlah pakan yang dikonsumsinya. Lakukan analisa kualitas air minum dua kali setahun untuk memastikan bahwa air minum tersebut masih layak dikonsumsi ditinjau dari kandungan mineral, bahan organic dan bakteri. 6. Konversi Ransum Efisiensi ransum yang diberikan kepada ayam bisa dilihat dari angka konversi ransum. Konversi ransum didenifisikan sebagai banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan. Angka konversi ransum yang rendah (kecil) berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit, begitu pula sebaliknya. Pada minggu pertama, angka konversu ransum ayam broiler ini rendah. Pada minggu-minggu
berikutnya
akan
meningkat
sesuai
dengan
kecepatan
pertumbuhannya.
C. Pola Kemitraan Menurut Wahyuni (2006 : 198), pola kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan besar atas dasar prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Disamping itu, kerjasama kemitraan antara usaha kecil dengan usaha besar dan usaha menengah dapat mendorong upaya dalam rangka pemerataan pembangunan. Kemitraan merupakan kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitraoleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu hubungan yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan. Saling memerlukan dalam mitra memerlukan hasil produksi dan kelompok mitra memerlukan pasokan bahan baku dan bimbingan dari perusahaan. Saling memperkuat artinya kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra dan perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan, dan kesinambungan usaha Lebih lanjut dinyatakan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT. 210/1997 bahwa pola kemitraan usaha peternakan terdiri dari tiga macam. 1.
Pola Inti Plasma, adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Kelebihan pola ini adalah: a) kepastian sarana produksi, b) pelayanan/bimbingan, dan c) menampung hasil. Kekurangan pola ini adalah: a) inti plasma menyediakan operasional, dan b) kegagalan dalam panen menjadi kerugian plasma.
2.
Pola Sub Kontrak, adalah hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahan mitra sebagai bagian dari produksinya
3.
Pola Dagang Umum, adalah hubungan kemitraan antara kelompok dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra, atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Kemitraan biasanya didefinisikan sebagai hubungan sukarela dan bersifat kerja
sama antara beberapa pihak, baik pemerintah maupun swasta, yang semua orang
didalamnya setuju untuk bekerja sama dlam meraih tujuan bersama dan menunaikan kewajiban tertentu serta menanggung resiko, tanggung jawab, sumber daya, kemampuan dan keuntungan secara bersama sama. Kunci utama terlaksananya kemitraan adalah dengan menerapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi seluruh program-program dengan lembaga-lembaga terkait yang berpartisipasi dalam kemitraan tersebut. Untuk membangun dan mempeluas akses pendidikan masyarakat dan menjawab tantangan pengembangan kemitraan, perlu diterapkan koordinasi, integrasi, dan singkronisasi seluruh program, baik secara internal maupun lintas sektoral. Penggalangan kemitraan dan kerja sama yang baik dilakukan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga seluruh program sampai ke masyarakat dan dapat dilaksanakan tanpa hambatan berarti (Wahyuni 1999: 78). Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan saling memberikan manfaat antara pihak yang bermitra. Pola kemitraan di bidang peternakan, adalah salah satu jalan kerjasama antara peternak kecil (plasma) dengan perusahaan swasta dan pemerintah sebagai inti (Hafsah 2003 : 67). Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu, untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, menguntungkan dan memperkuat dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis yang merupakan landasan awal pelaksanaan kemitraan mengacu pada pengertian tersebut, maka analisis kelembagaan kemitraan akan ditinjau dari dasar etika bisnis yang terjalin antar kelembagaan yang meliputi: (1) karakter (akhlak atau budi pekerti); (2) kepercayaan (saling menghargai); (3) komunikasi yang terbuka; (4) adil (tidak memihak); dan (5) keseimbangan antara insentif dan risiko (Wahyuni 1999: 26). Suharti (2003 : 58) menyatakan bahwa model kemitraan yang dilakukan oleh inti adalah melalui penyediaan sarana produksi peternakan, bimbingan teknis dan manajemen, menampung serta memasar-kan hasil produksi. Peternak plasma
menyediakan kandang, melakukan kegiatan budidaya dan hasil dari penjualan ayam diserahkan kepada pihak inti dengan harga yang telah disesuaikan pada isi kontrak perjanjian kerjasama. Kemitraan dimaksudkan sebagai upaya pengembangan usaha yang dilandasi kerja sama antara perusahaan dan peternakan rakyat, dan pada dasarnya merupakan kerja sama vertikal (vertical partnership). Kerja sama tersebut mengandung pengertian bahwa kedua belah pihak harus memperoleh keuntungan dan manfaat. Definisi lain diungkapkan oleh Hafsah (2003 : 16) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling mambutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Definisi kemitraan menurut undang-undang dicantumkan dalam Undang Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dijelaskan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar, disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Jika digabungkan maka didapatkan definisi kemitraan adalah jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan. Dalam kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga akan saling melengkapi antara kedua belah pihak yang bekerjasama. Menurut (Hafsah 2003:80) Kemitraan adalah Kerjasama usaha/kongsi/joint venture baik dengan pelaku usaha secara pribadi maupun dengan Perusahaan dalam maupun luar negeri. Kepentingan kemitraan tersebut adalah untuk saling mengisi dan memberi peluang baik untuk kepentingan masyarakat miskin maupun mitra kongsi kita. karena dalam kemitraan tersebut yang diwujudkannya adalah bagaimana
menempatkan peluang pembuakaan unit-unit usaha baru untuk membangun masyarakat miskin. Suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak antara mitra (peternak) dan inti berdasar ikatan kerjasama. Jika anda sebagai peternak mempunyai modal kerja namun masih mengalami kesulitan pengadaan sapronak (DOC, Pakan, Obat, Vaksin dan Desinfektan) dan pemasaran hasil produksi maka kami (inti) sanggup membantu anda dalam usaha budidaya ternak ayam (Hafsah 2003:43). Kemitraan memiliki Beberapa pilihan dalam menjalankan usaha tersebut. 1. harga kontrak/garansi, pemiliharaan ayam berdasarkan kontrak yang ditawarka oleh perusahaan ini. Harga sapronak (DOC, Pakan) sudah tertera dalam perjanjian kontrak. Peternak akan mempeoleh sisa hasil usaha dari perhitungan penjualan ayam dikurangi biaya-biaya yang diberikan oelh pihak inti. 2. maklun/upah kerja, peternak akan mendapatkan hasil usaha dari perhitungan biaya upah kerja per ekor DOC, hasil lain dari insentif performa. 3. semi kemitraan, harga sapronak sudah disepakati, namun untuk harga jual ayam pada saat panen disesuaikan dengan kondisi pasar. Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu, untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, menguntungkan dan memperkuat dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis yang merupakan landasan awal pelaksanaan kemitraan. (Hafsah 2003: 98). Kartasamita (1996:87), kemitraan usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerjasam usaha antara badan usaha yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang hasilnya bukanlah suatu zero sum game, tetapi positive sum game atau win-win situation. Konsep kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraannya harus
dirasakan semua pihak yang bermitra. Pengertian kemitraan selain diterangkan oleh para ahli, juga terdapat secara jelas dalam undang-undang No.9 tahun 1995 pasal 1 butir 8 tentang Usaha Kecil dijelaskan pengertian kemitraan. Pengertian kemitraan dalam undang undang tersebut adalah suatu bentuk kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha besar atau menengah disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Dasar pemikiran dari kemitraan adalah bahwa setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan, dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Kelebihan dan kekurangan dimiliki oleh setiap pelaku, sehingga timbulah kebutuhan untuk bekerjasama dan bermitra. Keuntungan pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil seperti petani dapat meningkatkan efisiensi, sehingga hasil yang dicapai dapat optimal. Dunia ekonomi saat ini telah memasuki era perdagangan bebas, dimana pengusaha perlu melakukan efisiensi untuk meningkatkan hasil dan melengkapi sumberdaya yang tidak dimiliki. Walaupun definisi di atas merunut pada konsep usaha, namun sejatinya pola kemitraan dapat dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Kita dapat melihat bahwa konsep kemitraan bertujuan mewujudkan kemampuan dan peranan semua elemen secara optimal dalam mewujudkan program. Dalam hal ini, semua unsur diharapkan mampu menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam berbagai bidang. Menurut CV Cipta Usaha Sejahtera tujuan dan manfaat kemitraan ada dua yakni: a. Bagi masyarakat: menambah dan meningkatkan pendapatan rakyat, memotivasi tenaga kerja, mengurangi pengangguran, berpartisipasi dalam penyediaan daging yang berkualitas baik dan harga tgerjangkau. b. Bagi pemerintah: mendukung program pemerintah dengan pemberdayaan ekonomi
pedesaan,
membuka
lapangan
kerja
baru,
meningkatkan PAD melalui pajak dan meningkatkan iklim investasi modal di daerah (Perusahaan CV Cipta Usaha Sejahtera).
D. Pendapatan Menurut Soekartawi (2007 : 58) menerangkan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan yang diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan pada dasarnya mempunyai sifat menambah atau menaikkan kekayaan pemilik perusahaan, termasuk dalam bentuk tagihan. Pendapatan dapat terjadi pada setiap saat dan dapat pula terjadi pada waktu tertentu atau secara berkala. Bentuk-bentuk pendapatan yang sering terjadi setiap saat dapat berupa hasil penjualan barang dan jasa. Sedangkan bentuk-bentuk pendapatan yang terjadi pada waktu tertentu dapat berupa pendapatan bunga, sewa dan lain-lain. Keseluruhan bentuk-bentuk pendapatan yang disebutkan diatas dalam akuntansi disebut pendapatan (revenue). suatu hal yang sangat diperhatikan, karena dalam seluruh gerak langkah aktivitas perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin. Pendapatan yang merupakan suatu unsur utama dari laporan keuangan mempunyai berbagai kegunaan menurut kepentingannya. pendapatan umunnya dianggap sebagai faktor penentu kebijaksanaan pembayaran atau penundaan pembayaran deviden oleh manager utama pada perusahaan. Pendapatan berguna pula sebagai suatu pedoman investasi dan pengambilan keputusan dimana pendapatan dapat dianggap sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi atau pengambilan keputusan. Pendapatan dapat juga dipakai sebagai alat produksi terhadap pendapatan yang dapat dicapai pada masa yang akan datang. pendapatan yang diperoleh pada tahun sebelumnya dapat menjadi dasar dengan membandingkan kemungkinan pendapatan yang dapat dicapai pada tahun berikutnya. Pendapatan juga berguna sebagai suatu ukuran efesiensi manajemen dalam rangka menjalankan
kegiatan perusahaan. pendapatan merupakan ukuran kepemimpinan manajemen dalam mengelola sumber penghasilan perusahaan. Suharti (2003 : 132) menambahkan bahwa pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah semua biaya variabel dan biaya tetap tertutupi. Hasil pengurangan positif berarti untung, hasil pengurangan negatif berarti rugi. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari semua biaya, yang meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Dalam analisis pendapatan peternak pola kemitraan ayam pedaging ada dua pendapatan yaitu: Pendapatan kotor Perusahaan inti-plasma (Gross Farm Income) Pendapatan bersih peternak plasma (Net Farm Income). Pendapatan kotor yaitu nilai produksi komoditas perusahaan secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi, sedangkan pendapatan bersih merupakan penerimaan atau total dari semua keuntungan yang diperoleh selama memproduksi ayam pedaging dan tanpa melakukan potongan – potongan apa pun (Kadarsan 2008:98 ). Soekartawi et al. (1997 : 17) menyatakan bahwa pendapatan kotor merupakan hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam analisis pendapatan sedangkan pendapatan bersih
merupakan selisih antara pendapatan kotor dan
pengeluaran total pendapatan. Pendapatan ini adalah untuk memperlihatkan sejelas mungkin berapa besar pendapatan dari penjualan hasil operasional dan pendapatan lain-lain di perusahaan tersebut untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Soekartawi (2007 : 16) menambahkan bahwa pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah semua biaya variabel dan biaya tetap tertutupi. Hasil pengurangan positif berarti untung, hasil pengurangan negatif berarti rugi. Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu produk atau jasa, setiap perusahaan harus menetapkan hargannya secara tepat, sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat memiliki atau menggunakan produk yang nilainnya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual melalui satu
harga yang sama terhadap semua pembeli, penetapan harga dan persaingan harga telah dinilai sebagai masalah utama yang dihadapi para konsumen terutama pada ayam broiler yang harus menetapkan hargan secara tepat. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran. Pertumbuhan pendapatan merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan tersebut. Pertumbuhan pendapatan yang konsisten, dan juga pertumbuhan keuntungan, dianggap penting bagi perusahaan yang dijual ke publik melalui saham untuk menarik investor.
D. Penelitian Terdahulu Suharti (2003), meneliti dengan judul “Analisis Pendapatan Dan Persepsi Peternak Plasma Terhadap Pola Kemitraan Ayam Pedaging Di Povinsi Lampung”. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis regresi dan analisis korelasi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pen-dapatan peternak plasma, menganalisis pengaruh karakteristik peternak plasma terhadap persepsi tentang kontrak perjanjian, dan menganalisis hubungan antara persepsi peternak plasma tentang kontrak perjanjian dengan pendapatan peternak plasma Metode Penentuan sampel peternak plasma dilakukan secara purposive sampling method. Responden dipilih berdasarkan data sekunder dari inti dan informasi dari peternak. Peternak plasma yang di-pilih adalah peternak yang telah memelihara ayam pedaging selama 5 periode berurutan selama satu tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan plasma sebesar Rp. 1.590,54 per ekor/periode. Sarwono (1992), meneliti dengan judul“ Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Buras (Studi Kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan) Pengambilan sampel untuk penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Penelitian menggunakan metode survei dengan melalui dua tahap yaitu
tahap pra survei dan tahap survei. Tahap pra survei dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan peternak yang akan dijadikan responden. Tahap survei dilaksanakan untuk me-ngumpulkan data melalui wawancara lansung dengan responden Pendapatan yang diperoleh peternak ayam buras di Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan sebesar Rp.1.383.358,10/tahun/peternak dari rata-rata penjualan 89 ekor, feses dan telur. Menurut Siahaan (2008), meneliti dengan judul “Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta)” teknik sampling yang dilakukan adalah metode sensus, yaitu menganalisis seluruh populasi (peternak plasma) yang dimiliki untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.Kesimpulan PT X merupakan perusahaan agribisnis peternakan yang bergerak dalam usaha budidaya ayam broiler melalui pola kemitraan inti plasma. Skala usaha < 5.000ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,05. Skala usaha 5.000-7.000 ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,082 dan skala usaha > 7.500 ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,072. Peternak dengan skala usaha 5.000– 7.000 lebih menguntungkan karena memiliki nilai rasio R/C yang lebih tinggi. Menurut Sherly (2009), meneliti dengan judul “Analisis Dampak Dan Strategi Pengembangan Agropolitan Basis Jagung Terhadap Perekonomian Wilayah Serta Analisis Pendapatan Masyarakat Petani Di Provinsi Gorontalo (Studi Kasus Kabupaten Pohuwato)”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengembangan agropolitan basis jagung ternyata meningkatkan perekonomian wilayah melalui pergeseran struktur perekonomian wilayah. Rata-rata pendapatan usahatani di kawasan agropolitan yaitu sebesar Rp. 10.080.016,- per ha/tahun lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani di kawasan non agropolitan sebesar Rp. 5.506.966,- per ha/tahun. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pendapatan usahatani di kawasan agropolitan dengan kawasan non agropolitan pada taraf nyata 95%. Tingkat partisipasi masyarakat di kawasan agropolitan berada pada tingkat konsultasi. Berdasarkan hasil analisis, total skor
untuk aspek komunikasi adalah 80,9 dan aspek pengetahuan masyarakat terhadap forum pengambilan keputusan adalah 74,8 serta aspek kontrol terhadap kebijakan adalah 78,6. Kondisi ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat di kawasan agropolitan masih berada pada taraf sebagai pelaksana program, belum melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan. Berdasarkan hasil analisis Raled dan penentuan bobot gabungan diperoleh bahwa dimensi PEL Kabupaten Pohuwato adalah sebesar 57,19. Menurut Deshinta (2006), meneliti dengan judul “Analisis Risiko Dalam Usaha Ternak Ayam Broiler(Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Penelitian dilakukan pada usaha peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. dianalisis dengan menggunakan analisis risiko dan analisis deskriptif. Analisis risiko digunakan untuk menganalisis tingkat risiko yang dihadapi usaha peternakan X. Analisis risiko yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation), dan batas bawah pendapatan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan oleh usaha peternakan X. Berdasarkan hasil analisis risiko, risiko yang dihadapi usaha peternakan X yaitu risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial sangat berpengaruh terhadap pendapatan usaha peternakan X. Risiko-risiko tersebut menyebabkan pendapatan usaha peternakan X berfluktuasi tajam. Bahkan pada periode ke-6 dan ke12 usaha peternakan X mengalami kerugian masing-masing sebesar Rp 3.326.570 dan Rp 21.213.029.
E. Kerangka Pikir Berdasarkan Latar belakang dan tinjauan pustaka maka dapat disusun suatu kerangka pikir dalam penelitian seperti pada gambar dibawah ini:
Perusahaan Inti CV. Cipta Usaha Sejahtera
Peternak Ayam Pedaging
Kemitraan
Biaya TC = TFC + TVC
Penerimaan TR = P.Q
Keuntungan π =TR-TC
R / C ratio =TR/TC
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa Perusahaan Inti Comanditer Vennoschape (CV) Cipta Usaha Sejahtera dengan peternak ayam pedaging yakni Bapak Syahril Hipi bekerjasama dengan kemitraan yang dilakukan adalah kesepakatan harga, sistem upah, penjualan ayam pedaging, pengadaan bibit pakan dan obat-obatan, sistem pembagian keuntungan, pengembangan SDM peternak melalui pelatihan, pengembangan ilmu dan teknik pengelolaan usaha ayam pedaging dengan biaya, penerimaan, dan keuntungan dapat di hitung dengan rumus biaya TC = TFC + TVC penerimaan TR = P.Q keuntungan π = TR-TC dan hasil R/C Ratio dapat di rumuskan R/C ratio = TR/TC sehingga keuntungan yang diperoleh dapat memberikan hasil yang maksimal terhadap perusahaan inti maupun peternak dan layak untuk dikembangkan usaha ayam pedaging yang ada Di Desa Padengo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. F. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran teoritis maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Pola kemitraan antara CV Cipta Usaha Sejahtera dengan peternak ayam pedaging di Desa Padengo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo adalah Pola inti-plasma perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma. b. Pendapatan peternak ayam pedaging pada pola kemitraan dapat memberikan keuntungan pada peternak yang ada di Desa Padengo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo.