BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Tanah Secara Umum Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah.
II.1.1. Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok
berdasarkan
pemakaiannya.
Sistem
klasifikasi
memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifatsifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, tanah diklasifikasikan sebagai tanah yang kohesif dan tidak kohesif atau sebagai tanah yang berbutir kasar dan halus. Beberapa macam sistem klasifikasi tanah:
II.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh tiap-tiap butir yang ada didalam tanah. Klasifikasi sistem tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat ( U.S Departement of Agriculture ). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti yang diterangkan pada table, yaitu: Pasir: butiran dengan diameter 2,0 sampai 0,05 mm. Lanau: butiran dengan diameter 0,05 sampai 0,02 mm. Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.
II.1.3. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System) Sistem klasifikasi unified mengelompokkan tanah kedalam 2 kelompok besar: •
Tanah berbutir kasar ( coarse-grained-soil ), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S.G adalah untuk kerikil ( gravel ) atau tanah berkerikil dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
Universitas Sumatera Utara
•
Tanah berbutir halus ( fine-grained-soil ), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200 simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organic dan lempung organic.
II.1.4. Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi ini didasarkan pada criteria: •
Ukuran butir. Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm. Dan tertahan pada ayakan No.20 (2 mm). Pasir bagian tanah yang lolos ayakan No.10 dan tertahan pada ayakan No.200. Lanau dan lempung bagian tanah yang lolos ayakan No.200.
•
Plastisitas Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas ( PI ) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
II.2. Pengertian Umum Pondasi Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara,
dam/tanggul
mendukungnya.
Istilah
dan
sebagainya
pondasi
harus
digunakan
mempunyai dalam
teknik
pondasi
yang
sipil
untuk
mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang
Universitas Sumatera Utara
bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Persyaratan yang menjadi pertimbangan dalam mendesain pondasi adalah sebagai berikut: a. Pondasi harus cukup kuat untuk mencegah penurunan (settlement) dan perputaran (rotasi) yang berlebihan. (lihat Gambar 2.1 dan Gambar 2.2)
s = besar penurunan
Gambar 2.1. Penurunan Pondasi
θ = perputaran sudut
Gambar 2.2. Perputaran Pondasi
b. Tidak terjadi penurunan setempat yang terlalu besar bila dibandingkan dengan penurunan pondasi didekatnya (lihat Gambar 2.3)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Sloof patah karena penurunan pondasi kiri terlalu kecil. c. Cukup aman terhadap bahaya longsor. (lihat Gambar 2.4)
Gambar 2.4. Bahaya longsor pondasi d. Cukup aman terhadap bahaya guling (lihat Gambar 2.5)
Gambar 2.5. Bangunan terguling oleh beban gempa e. Pondasi aman terhadap bahan-bahan reaktif (awet), tidak boleh retak dan tidak boleh melentur berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
f. Pondasi ekonomis baik tinjauan struktur maupun pelaksanaan. g. Pondasi ramah lingkungan. h. Pondasi fleksibel terhadap kondisi sekitar (perencana harus meninjau kondisi lapangan sebelum mendesain pondasi). Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung secara langsung, seperti: pondasi telapak, pondasi memanjang, dan pondasi rakit. Pondasi dalam didefenisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang. •
Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
•
Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolomkolom yang berjarak sangat dekat, sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
•
Pondasi rakit adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak, atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
•
Pondasi sumuran atau kaison merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.
Macam-macam tipe pondasi: a. Pondasi memanjang. b. Pondasi telapak. c. Pondasi sumuran. d. Pondasi tiang.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 2.6. Macam-macam tipe pondasi: (a) pondasi memanjang, (b) pondasi telapak, (c) pondasi rakit, (d) pondasi sumuran, (e) pondasi tiang (Hardiyatmo, 1996)
Universitas Sumatera Utara
II.3. Daya Dukung Tanah untuk Pondasi Dangkal II.3.1 Tipe Keruntuhan Pondasi
Gambar 2.7. Fase-fase keruntuhan pondasi (Hardiyatmo, 1996)
1.Keruntuhan geser umum
Gambar 2.8. Keruntuhan geser umum pondasi 2.Keruntuhan geser lokal
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Keruntuhan geser lokal
3.Keruntuhan penetrasi
Gambar 2.10. Keruntuhan geser penetrasi
Menurut Conduto (1994) : •
Pondasi pada pasir padat cenderung runtuh pada keruntuhan geser umum. Dalam hal ini, pasir padat adalah pasir yang mempunyai keruntuhan relatif Dr > 67%.
•
Pondasi pada pasir tidak padat sampai pada kepadatan sedang ( 30% < Dr < 67% ), cenderung runtuh pada keruntuhan geser local.
•
Pondasi pada pasir sangat longgar ( Dr < 30% ), runtuh menurut model keruntuhan penetrasi.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2. Teori Daya Dukung Tanah Analisis daya dukung tanah mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi: •
Factor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas daya dukung, umumnya digunakan factor aman 3.
•
Penurunan
pondasi
harus
masih
dalam
batas-batas
nilai
yang
dengan
cara
ditoleransikan. Analisis-analisis
kapasitas
daya
dukung,
dilakukan
pendekatan untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya, dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl (1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), De Beer dan Vesic (1958) dan lain-lainnya.
II.3.3. Analisis Daya Dukung Terzaghi Terzaghi (1943) melakukan analisis kapasitas daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
•
Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga
•
Tanah di bawah dasar pondasi homogen
•
Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata sebesar po = Df𝛾𝛾, dengan Df adalah kedalaman dasar pondasi dan 𝛾𝛾 adalah berat volume tanah di atas dasar pondasi.
•
Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan
•
Dasar pondasi kasar
•
Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linear
•
Baji tanah yang berbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastic dan bergerak sama-sama dengan dasar pondasi.
•
Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar
•
sudut gesek dalam tanah 𝜑𝜑
Berlaku prinsip superposisi. Superposisi yang didapat dari penurunan rumus yaitu jika pengaruh-
pengaruh kohesi, beban terbagi rata, dan berat volume tanah, semua diperhitungkan, maka akan diperoleh: qu = qc + qq + 𝑞𝑞𝛾𝛾
(2.1)
Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas daya dukung Terzaghi untuk pondasi memanjang:
dengan: qu
qu = 𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 + 𝑝𝑝𝑜𝑜 𝑁𝑁𝑞𝑞 + 0,5𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾
(2.2)
= kapasitas daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m2)
Universitas Sumatera Utara
c
= kohesi (kN/m2)
Df
= kedalaman pondasi (m)
𝛾𝛾
= berat volume tanah (m)
𝑝𝑝𝑜𝑜
= Df 𝛾𝛾 = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)
Persamaan (2.2) diturunkan dengan anggapan bahwa jenis
keruntuhan tanah di bawah pondasi adalah keruntuhan geser menyeluruh (general shear failure). Untuk kondisi keruntuhan geser setempat (local shear failure) kita dapat menganggap bahwa: 2
c’ = 3 c
(2.3) 2
tan 𝜑𝜑’ = 3 tan 𝜑𝜑
(2.4)
Persamaan umum untuk daya dukung ultimit pada pondasi memanjang pada kondisi keruntuhan geser local, dinyatakan oleh: 2
qu = 3 𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 ′ + 𝑝𝑝𝑜𝑜 𝑁𝑁𝑞𝑞 ′ + 0,5𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾 ’
(2.5)
Nilai-nilai factor-faktor kapasitas daya dukung 𝑁𝑁𝑐𝑐 , 𝑁𝑁𝑞𝑞 , 𝑁𝑁𝛾𝛾 dan 𝑁𝑁𝑐𝑐 ′ , 𝑁𝑁𝑞𝑞 ′ , 𝑁𝑁𝛾𝛾 ′
dapat dilihat pada Gambar 2.11, Gambar 2.12 dan Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut Terzaghi (Braja M.Das, 1994)
Gambar 2.12 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat menurut Terzaghi (Braja M. Das, 1994) Tabel 2.1 Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (Hardiyatmo,1994)
Universitas Sumatera Utara
a. Pengaruh bentuk pondasi Persamaan kapasitas daya dukung di atas hanya berlaku untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimit pondasi memanjang. Untuk pondasi yang lain Terzaghi memberikan pengaruh factor bentuk terhadap kapasitas daya dukung sebagai berikut: i.
Pondasi bujur sangkar: (2.6)
ii.
qu = 1,3𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 + 𝑝𝑝𝑜𝑜 𝑁𝑁𝑞𝑞 + 0,4𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾
(2.7)
iii.
qu = 1,3𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 + 𝑝𝑝𝑜𝑜 𝑁𝑁𝑞𝑞 + 0,3𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾
qu = 𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 (1+0,3B/L) + 𝑝𝑝𝑜𝑜 𝑁𝑁𝑞𝑞 + 0,5𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾 (1- 0,2B/L)
(2.8)
Pondasi lingkaran:
Pondasi empat persegi panjang
dengan: B = lebar atau diameter pondasi (m) L = panjang pondasi (m) b. Pengaruh muka air tanah 1) Keadaan I (Gambar 2-12a): Apabila permukaan air tanah terletak pada jarak D di atas dasar pondasi, harga q dalam suku kedua dari persamaan daya dukung harus dihitung sebagai berikut:
dengan
𝑝𝑝𝑜𝑜 = 𝛾𝛾 (Df - D) + 𝛾𝛾 ′ 𝐷𝐷
(2.9)
𝛾𝛾 ′ = 𝛾𝛾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝛾𝛾𝑤𝑤 = berat volume efektif tanah. Demikian
juga, berat volume tanah 𝛾𝛾 yang ada dalam suku ketiga persamaan daya dukung harus diganti dengan 𝛾𝛾 ′ .
Universitas Sumatera Utara
𝛾𝛾
𝛾𝛾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 Gambar 2-12a Keadaan I
2) Keadaan II (Gambar 2-12b): Apabila permukaan air tanah berada tepat di dasar pondasi, maka harga 𝑝𝑝𝑜𝑜 akan sama dengan 𝛾𝛾Df .
Akan tetapi, berat volume 𝛾𝛾, dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus diganti dengan 𝛾𝛾′.
𝛾𝛾
𝛾𝛾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
Gambar 2-12b Keadaan II
3) Keadaan III (Gambar 2-12c): Apabila permukaan air tanah berada pada kedalaman D di bawah dasar pondasi, maka 𝑝𝑝𝑜𝑜 = 𝛾𝛾Df .
Besaran 𝛾𝛾 dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus
diganti dengan 𝛾𝛾rata-rata . 𝛾𝛾rata-rata =
1
𝐵𝐵
𝛾𝛾rata-rata = 𝛾𝛾
[𝛾𝛾𝛾𝛾 + 𝛾𝛾 ′ (𝐵𝐵 − 𝐷𝐷)]
(untuk D ≤ B)
(untuk D > B)
(2.10) (2.11)
Universitas Sumatera Utara
𝛾𝛾
𝛾𝛾𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
Gambar 2-12c. Keadaan III
c. Definisi-definisi dalam perancangan pondasi •
Tekanan overburden total (total overburden pressure), p adalah intensitas tekanan total yang terdiri dari berat maksimal di atas dasar fondasi total, yaitu berat tanah dan air sebelum pondasi dibangun.
•
Kapasitas dukung ultimit neto (net ultimate bearing capacity) (qun) adalah nilai intensitas beban pondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser, yang secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan: qun = qu - Df 𝛾𝛾
(2.12)
qu = 𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 + Df 𝛾𝛾(𝑁𝑁𝑞𝑞 − 1) + 0,5𝛾𝛾B𝑁𝑁𝛾𝛾
(2.13)
Dari persamaan (2.2), kapasitas dukung ultimit neto menjadi:
•
Tekanan pondasi total (total foundation pressure) atau intensitas pembebanan kotor (q), adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar
pondasi,
sesudah
struktur
selesai
dibangun
dengan
pembebanan penuh. Beban-beban termasuk berat pondasi, berat
Universitas Sumatera Utara
struktur atas, dan berat tanah urug termasuk air di atas dasar pondasi. •
Tekanan pondasi neto (net foundation pressure), qn untuk suatu pondasi tertentu adalah tambahan tekanan pada dasar pondasi, akibat beban hidup dan beban mati dari strukturnya. Secara umum qn dapat dinyatakan oleh persamaan:
•
qn = q - Df 𝛾𝛾
(2.14)
Kapasitas daya dukung izin (allowable bearing capacity), qa adalah tekanan pondasi maksimum yang dapat dibebankan pada tanah, sedemikian hingga kedua persyaratan keamanan terhadap kapasitas dukung dan penurunan terpenuhi.
•
Faktor aman ( F ) dalam tinjauan kapasitas dukung ultimit neto, didefinisikan sebagai: F=
•
𝑞𝑞 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑞𝑞 𝑛𝑛
=
𝑞𝑞 𝑢𝑢 − 𝐷𝐷𝑓𝑓 𝛾𝛾
(2.15)
𝑞𝑞−𝐷𝐷𝑓𝑓 𝛾𝛾
Dari persamaan (2.15), untuk factor aman F tertentu yang sesuai, kapasitas daya dukung aman (safe bearing capacity) qs , didefinisikan sebagai tekanan pondasi total ke dalam tanah maksimum yang tidak mengakibatkan resiko keruntuhan kapasitas dukung, yaitu: qs =
𝑞𝑞 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝐹𝐹
+ Df 𝛾𝛾
(2.16)
jadi untuk Persamaan (2.2), kapasitas daya dukung aman pondasi memanjang dinyatakan oleh: qs =
1
𝐹𝐹
�𝑐𝑐𝑁𝑁𝑐𝑐 + 𝐷𝐷𝑓𝑓 𝛾𝛾(𝑁𝑁𝑞𝑞 − 1) + 0,5𝛾𝛾𝛾𝛾𝑁𝑁𝛾𝛾 � + 𝐷𝐷𝑓𝑓 𝛾𝛾
(2.17)
Universitas Sumatera Utara
II.4. Penurunan Pondasi Dangkal Penurunan adalah gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Beban yang ada diatas tanah, seperti timbunan, bangunan gedung, jembatan dan lain-lain menyebabkan terjadi penurunan tanah. Penurunan disebabkan oleh: •
Deformasi partikel tanah
•
Relokasi partikel tanah
•
Keluarnya air dari rongga pori, dank arena hal lain.
Penurunan pondasi dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu: penurunan segera, penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan total adalah jumlah dari 3 komponen tersebut, dalam persamaan: St = Si + Sc + Ss dengan:
(2.18)
St = penurunan total Si = penurunan segera Sc = penurunan konsolidasi primer Ss = penurunan konsolidasi sekunder
II.4.1. Penurunan elastic atau penurunan segera Adalah penurunan yang terjadi begitu bangunan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi sekitar 0 (nol) sampai kurang dari 7 (tujuh) hari dan biasanya terjadi pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh, lanau, pasir, tanah liat, yang mempunyai derajat kejenuhan (Sr %) < 90 %.
Universitas Sumatera Utara
Penurunan ini dihasilkan oleh distorsi masa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan.
Gambar 2.13. Penurunan elastik tanah
II.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation settlement) Penurunan konsolidasi adalah penurunan diakibatkan keluarnya air dari dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi yang besarnya ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr = 100%) atau mendekati jenuh (Sr = 90% sampai 100%) atau tanah berbutir halus yang mempunyai harga K ≤ 10 -6 m/s. Penurunan konsolidasi terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap konsolidasi primer dan tahap penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan
Universitas Sumatera Utara
konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori. Penurunan konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung dari waktu juga, namun terjadi setelah konsolidasi primer selesai, dimana tegangan efektif akibat pembebanan telah konstan. Besar penurunan tergantung dari karakteristik tanah dan penyebaran tekanan pondasi ke tanah bawahnya.
II.5. Distribusi tegangan dalam tanah Pertimbangan pertama dalam menghitung penurunan adalah penyebaran tekanan pondasi ke tanah bawahnya. Hal ini tergantung dari kekakuan pondasi dan sifat-sifat tanah. Tekanan yang terjadi pada bidang kontak antar dasar pondasi dan tanah disebut tekanan sentuh atau tekanan kontak. Besarnya intensitas tekanan akibat beban pondasi ke tanah bawahnya, semakin ke bawah semakin berkurang. Distribusi tekanan sentuh dapat dilihat seperti gambar:
Gambar 2.14 Distribusi tegangan dalam tanah (Hardiyatmo, 1996) a. Pondasi kaku pada tanah lempung b. Pondasi kaku pada tanah pasir dan kerikil c. Pondasi kaku pada campuran lempung dan pasir d. Pondasi fleksibel pada tanah lempung
Universitas Sumatera Utara
Tegangan dalam tanah yang timbul akibat adanya beban dipermukaan tanah yang dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan, karena sebelum dibebani, tanah sudah mengalami tekanan akibat berat sendirinya yang disebut overburden. Analisis tegangan di dalam tanah didasarkan pada anggapan bahwa tanah bersifat elastic, homogen, isotropis dan terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan. Dalam analisisnya, regangan volumetric pada bahan yang bersifat elastic dinyatakan oleh persamaan: ∆𝑉𝑉
dengan:
𝑉𝑉
=
1−2𝜇𝜇 𝐸𝐸
�𝜎𝜎𝑥𝑥 + 𝜎𝜎𝑦𝑦 + 𝜎𝜎𝑧𝑧 �
(2.19)
∆𝑉𝑉 = perubahan volume V = volume awal
𝜇𝜇 = angka poisson
E = modulus elastisitas 𝜎𝜎𝑥𝑥 , 𝜎𝜎𝑦𝑦 , 𝜎𝜎𝑧𝑧 = tegangan-tegangan dalam tanah II.5.1. Beban titik Boussinesq memberikan persamaan pengaruh penyebaran beban akibat pengaruh beban titik di permukaan. Tambahan tegangan vertical akibat beban titik (∆𝜎𝜎𝑧𝑧 ) pada suatu titik di dalam tanah akibat beban titik Q di permukaan dinyatakan oleh persamaan: 3𝑄𝑄
dengan:
1
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = 2𝜋𝜋𝑧𝑧 2 �1+(𝑟𝑟+𝑧𝑧)2 �
5/2
(2.20)
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = tambahan tegangan vertical
Universitas Sumatera Utara
z = kedalaman titik yang ditinjau r = jarak horizontal titik di dalam tanah terhadap garis kerja beban Jika faktor pengaruh untuk beban titik didefinisikan sebagai: 3
Maka:
1
5/2
I = 2𝜋𝜋 �1+(𝑟𝑟+𝑧𝑧)2 � 𝑄𝑄
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = 𝑧𝑧 2 . I
(2.21)
(2.22)
Gambar 2.15 Tambahan tegangan vertikal akibat beban titik. (Hardiyatmo, 1996)
Gambar 2.16 Faktor pengaruh ( I ) akibat beban titik, didasarkan teori Boussinesq. (Hardiyatmo, 1996)
Universitas Sumatera Utara
II.5.2. Beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang
Gambar 2.17 Tegangan akibat beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang (Hardiyatmo, 1996)
Tambahan tegangan vertikal pada titik A didalam tanah akibat beban terbagi rata q fleksibel berbentuk lajur memanjang, dinyatakan oleh persamaan: 𝑞𝑞
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = 𝜋𝜋 (𝛼𝛼 + sin 𝛼𝛼 cos 2𝛽𝛽)
(2.23)
Dengan 𝛼𝛼 dan 𝛽𝛽 dalam radian. Isobar yang menunjukkan tempat kedudukan titiktitik yang mempunyai tegangan vertical yang sama oleh akibat beban berbentuk lajur memanjang.
II.5.3. Beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang
Gambar 2.18 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang (Hardiyatmo, 1996)
Universitas Sumatera Utara
Tambahan tegangan vertical akibat beban terbagi rata fleksibel berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran panjang L dan lebar B, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari penjabaran persamaan Boussinesq, sebagai berikut: ∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = qI I=
1
(2.24)
2𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +1)1/2
� 4𝜋𝜋
𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +1+𝑚𝑚 2 𝑛𝑛 2
𝑥𝑥
(𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +2) 𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +1
+ 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 tan
2𝑚𝑚𝑚𝑚 (𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +1)1/2 𝑚𝑚 2 +𝑛𝑛 2 +1−𝑚𝑚 2 𝑛𝑛 2
� (2.25)
Gambar 2.19 Isobar tegangan untuk beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang dan bujur sangkar teori Boussinesq (Hrdiyatmo, 1996)
Universitas Sumatera Utara
II.5.4. Beban terbagi rata berbentuk lingkaran Tambahan tegangan vertikal di bawah luasan fleksibel berbentuk lingkaran yang mendukung beban terbagi rata, pada kedalaman tertentu diperlihatkan pada:
Gambar 2.20 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel (Hardiyatmo, 1996)
Persamaan tambahan tegangan vertikal di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel: 1
𝜎𝜎𝑧𝑧 = q. �1 − (1+(𝑟𝑟+𝑧𝑧)2 )3/2 �
(2.26)
Dapat dinyatakan dalam bentuk: ∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = qI Dengan:
1
I = �1 − (1+(𝑟𝑟+𝑧𝑧)2 )3/2 �
(2.27)
Grafik faktor pengaruh I untuk tambahan tegangan vertikal pada sembarang titik dibawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Faktor pengaruh I untuk tegangan vertical di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel (Hardiyatmo, 1996)
II.5.5. Beban terbagi rata luasan fleksibel berbentuk tak teratur Newmark memberikan cara menghitung tambahan tegangan vertikal di dalam tanah akibat luasan fleksibel berbentuk tak teratur yang mendukung beban terbagi rata. 𝑟𝑟
𝑧𝑧
= ��1 −
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 −2/3 𝑞𝑞
�
−1
(2.28)
II.5.6. Metode penyebaran 2V:1H Dalam cara ini, beban pondasi Q dianggap didukung oleh pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V:1H. Dengan cara ini, panjang dan lebarnya bertambah 1 meter untuk tiap penambahan kedalaman 1 meter. Untuk pondasi empat persegi panjang:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 Penyebaran tegangan 2V:1H (Hardiyatmo, 1996)
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 =
𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞𝑞
(𝐿𝐿+𝑍𝑍)(𝐵𝐵+𝑍𝑍)
(2.29)
dimana:
∆𝜎𝜎𝑧𝑧 = tambahan tegangan vertical pada kedalaman z
q = tekanan terbagi rata
L = panjang luasan beban B = lebar luasan beban Z = kedalaman II.6. Konsolidasi dan Penurunan Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan isi tanah jenuh secara perlahan-lahan dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air pori. Proses tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung satu jurusan saja, yaitu jurusan vertikal karena lapisan yang terkena tambahan beban itu tidak dapat bergerak dalam jurusan mendatar (ditahan oleh tanah disekelilingnya). Dalam keadaan ini, pengaliran air akan berjalan terutama dalam arah vertikal saja yang disebut konsolidasi satu arah (one dimensional consolidation). Pada waktu konsolidasi berlangsung, maka konstruksi di atas lapisan tanah tersebut akan menurun.
2.6.1. Teori Terzaghi Konsolidasi satu arah Terzaghi membuat anggapan-anggapan sebagai berikut: 1. Tanah merupakan tanah homogen dan akan tetap jenuh (Sr = 100%) 2. Air dan butir-butir tanah tidak dapat dimampatkan (incompressible) 3. Terdapat hubungan linear antara tekanan yang bekerja dan perubahan isi 4. Koefisien permeabilitas (K) tetap selama konsolidasi 5. Hukum Darcy berlaku ( v = K.i ) 6. Terdapat suhu yang tetap 7. Konsolidasi merupakan konsolidasi satu matra (vertical), sehingga tidak terdapat airan lateral ataupun pergerakan tanah 8. Contoh tanah merupakan contoh tanah asli/tidak terganggu Perhitungan konsolidasi primer dihitung dengan persamaan: S= dimana:
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶
1+𝑒𝑒𝑜𝑜
log
𝑃𝑃𝑃𝑃 +∆𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃
(2.30)
S = besar penurunan
Universitas Sumatera Utara
Cc = indeks pemampatan Po = tegangan vertikal efektif pada kedalaman yang ditinjau ∆𝑃𝑃 = tambahan tegangan vertical pada kedalaman yang ditinjau H = tebal lapisan tanah yang ditinjau eo = angka pori awal
II.6.2. Perhitungan Penurunan Konsolidasi dengan Metode Sub Layer Tanah liat memiliki daya dukung yang kecil, bersifat kompresibel, memiliki koefisien permeabilitas yang kecil dan memiliki angka pori yang besar. Untuk itu, dalam perencanaan pondasi diatasnya diperlukan ketelitian termasuk dalam perhitungan penurunan akibat konsolidasi. Penurunan dari suatu pondasi dapat diperoleh dari integrasi regangan vertikal sepanjang kedalaman dari lapisan tanah yang kompresibel. Dengan metode one-point, integrasi ini hanya dilihat di pertengahan lapisan tanah saja tanpa memperhatikan distribusi tegangannya sehingga dapat menimbulkan ketidaktelitian. Metode sub-layer adalah metode perhitungan penurunan konsolidasi dengan memperhatikan distribusi tegangan tanah sepanjang kedalaman jumlah lapisan yang ditinjau.
II.7. Penelitian tentang evaluasi penurunan tanah liat dengan Metode SubLayer Penelitian untuk mengevaluasi metode perhitungan penurunan tanah liat dengan metode sub-layer sudah pernah dikerjakan oleh dosen bersama dengan
Universitas Sumatera Utara
alumni Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra. Penelitian tersebut mengemukakan metode sub-layer untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi. Metode dalam penelitian tersebut mengasumsikan bahwa satu lapisan tanah liat terdiri dari beberapa lapisan tipis (sub-layer) dan perhitungan penurunannya dilakukan pada lapisan tersebut. Hasil perhitungan dengan metode sub-layer tersebut dibandingkan dengan penurunan yang diperoleh dari tiga percobaan pada model pondasi dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 10 cm, yang diletakkan di atas lapisan tanah liat. Ketebalan lapisan yang dipakai adalah 24 cm, 39 cm, dan 50 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan yang dihitung dengan metode sub-layer selalu lebih besar dari penurunan yang dihitung dengan metode one-point dan lebih mendekati penurunan hasil percobaan.
II.8. Pondasi Telapak Secara garis besar, pondasi telapak dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Pondasi telapak dinding Pondasi dinding sering juga disebut pondasi lajur. Pondasi ini bertugas mendukung dinding, baik yang menumpu secara konsentris ataupun tidak (lihat Gambar 2.23). Pelimpahan beban kepada pondasi telapak dinding pada umumnya konsentris, kecuali pondasi untuk dinding penahan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.23 Pondasi Telapak dinding 2. Pondasi telapak tunggal Pondasi telapak tunggal sering disebut dengan fondasi kolom tunggal, artinya setiap kolom mempunyai pondasi sendiri-sendiri. Untuk menjamin keseimbangan dan efisiensi umumnya pondasi telapak tunggal dapat berbentuk bujur sangkar, lingkaran, dan persegi panjang (lihat Gambar 2.24).
Gambar 2.24. Fondasi Telapak Tunggal 3. Pondasi telapak gabungan
Universitas Sumatera Utara
Jika letak kolom relatif dekat, fondasinya digabung menjadi satu. Pondasi ini memikul beban-beban melalui dua atau lebih kolom-kolom. Bentuk atau tipe pondasi berupa persegi panjang atau trapezium atau kantilever (lihat Gambar 2.25).
Gambar 2.25. Pondasi Telapak gabungan 4. Pondasi telapak menerus Jika letak kolom berdekatan dan daya dukung tanah relatif kecil, lebih baik dibuat pondasi telapak menerus. Agar kedudukan kolom lebih kokoh dan kuat, maka antara kolom satu dengan yang lainnya dijepit oleh balok sloof. Balok sloof dicor bersamaan dengan pondasi. (lihat Gambar 2.26)
Gambar 2.26. Pondasi Telapak menerus
Universitas Sumatera Utara
5. Pondasi mat Pondasi mat sering juga disebut fondasi pelat, dipasang di bawah seluruh bangunan, dengan telapak sangat luas dan mendukung semua kolom dan dinding struktur bangunan. Umumnya digunakan apabila bangunan harus didirikan di atas tanah dasar lembek atau dengan kata lain karena daya dukung tanahnya sangat kecil. (lihat Gambar 2.27)
Gambar 2.27. Fondasi mat
Pondasi yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah pondasi telapak tunggal yang berbentuk bujur sangkar.
II.9. Pondasi Telapak Bujur Sangkar ( Square Footing ) Jenis pondasi yang juga dinamakan pondasi telapak terpisah ini mungkin merupakan jenis yang sering dipakai, karena paling sederhana dan ekonomis dibandingkan berbagai jenis pondasi lainnya. Pada dasarnya pondasi tersebut berupa suatu plat yang langsung menyangga sebuah kolom.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menyangga beban konsentris, pondasi telapak berlaku dan diperhitungkan sebagai struktur kantilever dua arah (x dan y) dengan beban tekanan arah ke atas pada telapak pondasi. Tegangan tarik terjadi pada kedua arah di bagian bawah pondasi telapak. Pondasi ditulangi dengan dua lapis batang baja yang saling tegak lurus dan arahnya sejajar dengan tepi pondasi. Luas bidang singgung antara pondasi dan tanah yang diperlukan dan merupakan fungsi dari tekanan tanah ijin dan beban dari kolom.
II.9.1. Kuat Geser Karena pondasi telapak bekerja ke arah x dan y, perhitungan kuat gesernya harus mempertimbangkan dua jenis berbeda, yaitu kuat geser pons (geser dua sumbu) dan kuat geser balok (geser satu sumbu). Pada umumnya, tebal pondasi yang diperlukan ditentukan berdasarkan pada syarat kuat geser yang harus dipenuhi. Gaya geser dua arah sumbu disebut juga sebagai geser pons, karena kolom atau umpak pedestal cenderung untuk mendesak melobangi plat tempat fondasi yang mengakibatkan timbulnya tegangan di sepanjang keliling kolom atau umpak pedestal. Beberapa percobaan membuktikan bentuk kegagalan kuat geser pons berupa retakan membentuk piramida terpancung me-lebar ke bawah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Sub-Pasal 13.12.1.2, aksi dua arah dimana masingmasing penampang kritis yang akan ditinjau haruslah ditempatkan sedemikian hingga perimeter bo adalah minimum, tetapi tidak perlu lebih dekat daripada jarak d/2 ke: (a) Tepi atau sudut kolom, beban terpusat atau daerah reaksi, atau
Universitas Sumatera Utara
(b) Lokasi perubahan ketebalan pelat seperti pada tepi kepala kolom atau tepi daerah penebalan pelat. Perencanaan fondasi yang bekerja pada dua arah didasarkan pada nilai kuat geser Vn yang ditentukan tidak boleh lebih besar dari Vc kecuali apabila dipasang tulangan geser. Dari ketentuan SK SNI 03-2847-2002 SubPasal13.12.2.1, untuk fondasi telapak non-prategang, nilai Vc harus diambil sebagai nilai terkecil dari persamaan-persamaan berikut: Vc = �1 +
13.12.2.1(a))
𝛼𝛼 𝑠𝑠 𝑑𝑑
Vc = �
13.12.2.1(b))
𝑏𝑏𝑜𝑜
2
𝛽𝛽 𝑐𝑐
�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 𝑏𝑏𝑜𝑜 𝑑𝑑
��
+ 2�
6
�
�𝑓𝑓′ 𝑐𝑐 𝑏𝑏𝑜𝑜 𝑑𝑑 12
1
Vc = 3 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 𝑏𝑏𝑜𝑜 𝑑𝑑
Pers.(78) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal (2.31) Pers.(79) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal (2.32) Pers.(80) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal
13.12.2.1(c)) dimana, 𝛽𝛽𝑐𝑐
(2.34)
= rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat yang bekerja atau bidang reaksi.
𝑏𝑏𝑜𝑜
= panjang keliling penampang kritis geser dua arah yang bekerja
𝛼𝛼𝑠𝑠
= nilainya adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi, 20
pada fondasi telapak.
untuk kolom sudut.
Penggunaan penulangan geser di dalam pondasi tidak disarankan karena tidak praktis, terutama berkaitan dengan kesulitan pemasangan di samping lebih praktis untuk menambah ketebalan pondasi sedikit saja. Oleh karena itu, umumnya perencanaan kuat geser pondasi telapak disarankan sepenuhnya pada
Universitas Sumatera Utara
kuat geser beton saja. Perilaku pondasi telapak yang bekerja pada satu arah dapat disamakan dengan balok atau plat penulangan satu arah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Pasal 13.12.1.1, ditentukan bahwa penampang kritis geser satu arah pada pondasi adalah bidang vertikal memotong lebar di tempat yang berjarak sama dengan tinggi efektif dari muka beban terpusat atau bidang reaksi. Sama seperti halnya pada balok atau plat dengan penulangan satu arah, kuat geser beton pada pondasi telapak diperhitungan sebagai berikut: 1
Vc = �6 �𝑓𝑓′𝑐𝑐 � 𝑏𝑏𝑤𝑤 d
(2.35)
Untuk kedua kuat jenis kuat geser pada pondasi tersebut, apabila untuk keduanya tanpa penulangan geser, sebagai dasar perencanaan kuat geser adalah Vu ≤ ϕ Vn
dimana Vn = Vc.
II.9.2. Momen dan penyaluran batang tulangan Penentuan ukuran dan jarak spasi tulangan baja terutama merupakan fungsi momen lentur yang timbul akibat tekanan tanah ke atas (setelah dikurangi dengan berat plat fondasi. Plat pondasi telapak berlaku sebagai balok kantilever pada dua arah dengan beban tekanan tanah arah ke atas. Untuk menentukan letak pangkal jepit kantilever atau penampang kritis momen lentur, sesuai dengan ketentuan dalam SK SNI 03-2847-2002 Pasal 17.4.2 ditetapkan sebagai berikut: 1.Untuk pondasi yang menopang kolom atau pedestal adalah pada muka kolom atau pedestal. 2.Untuk pondasi yang menopang kolom dengan dengan menggunakan umpak plat baja adalah setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah muka kolom ke tepi pelat baja.
Universitas Sumatera Utara
II.9.3. Pelimpahan beban dari kolom ke pondasi Semua beban yang disangga oleh kolom (termasuk berat sendiri kolom) dilimpahkan ke pondasi melalui umpak pedestal (bila ada) berupa desakan dari beton dan tulangan baja. Seperti yang diarahkan oleh SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1, kuat tumpuan rencana pada beton tidak boleh melebihi ϕ (0,85 f’c A1). Apabila bidang tumpuan lebih luas atau lebih panjang baik ke arah panjang maupun lebarnya terhadap bidang yang bertumpu, perencanaan kuat tumpuan untuk bidang yang bertumpu dikalikan dengan: 𝐴𝐴2
dimana,
�𝐴𝐴
A1
1
= luas maksimum bagian bidang tumpuan yang secara geometris serupa dan konsentris terhadap bidang tumpu yang bertumpu.
A2
= bidang yang bertumpu.
Selanjutnya, sesuai SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1.1, 𝐴𝐴
2 �𝐴𝐴 ≤ 2,0
(2.39)
1
Oleh karena itu, dalam keadaan bagaimanapun rencana kuat tumpuan untuk bidang yang bertumpu tidak boleh lebih dari: ϕ (0,85 f’c A1)(2) dimana, untuk tumpuan beton digunakan nilai ϕ = 0,70. Disebabkan oleh situasi dan kondisi teknis pelaksanaan, umumnya dipakai kuat beton pondasi lebih rendah dari kuat beton yang ditumpu, sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
menentukan pelimpahan beban yang berlangsung di antara keduanya harus benarbenar mempertimbangkan keadaan bahan dua komponen struktur. Apabila kolom bertulang tidak dapat melimpahkan seluruh beban hanya melalui bidang singgung tumpuan beton, kelebihannya dilimpahkan melalui penulangan dengan memperhitungkan kemampuan penyaluran tegangan batang tulangan baja. Pelaksanaannya dengan cara memasang tulangan pasak (dowel), bilamana perlu untuk setiap batang tulangan memanjang kolom dipasang satu batang pasak. Apabila cara tersebut belum juga mencukupi, dapat dipasang pasak tambahan atau menggunakan tulangan pasak dengan diameter yang lebih besar dari batang tulangan pokok kolom, asalkan tidak lebih dari D36 (SK SNI 032847-2002 Pasal 17.8.2.3). Panjang penyaluran tulangan pasak (dowel) harus cukup memenuhi panjang penyaluran batang tulangan desak yang diperlukan untuk kedua belah pihak bidang tumpuan. Apabila pasak diperhitungkan menyalurkan beban lebih ke dalam pondasi, hubungan antara pasak dengan tulangan pokok kolom harus disambung dengan sambungan lewat desak. Untuk struktur kolom baja profil atau kolom dengan menggunakan plat baja (plat landas) pada tumpuannya, biasanya pelimpahan beban total diperhitungkan seluruhnya pada bidang singgung tumpuan beton. Sebagaimana yang telah dibahas di atas, perencanaan kuat tumpuan juga diberlakukan pada kasus ini. Apabila ukuran umpak kolom (plat baja) tidak mencukupi untuk melimpahkan beban total, harus dilakukan penyesuaian dengan melaksanakan beberapa ketentuan sebagai berikut: 1.ukuran umpak plat baja (plat landas diperluas) 2.gunakan kuat beton yang lebih tinggi untuk umpak pedestal atau pondasi.
Universitas Sumatera Utara
3.berdasarkan pada luas plat baja, luas tumpuan diperbesar sedemikian rupa sehingga rasio antara keduanya mencapai nilai maksimum. Penggunaan umpak pedestal beton antara kolom dan fondasi merupakan hal yang umum dalam praktek perencanaan bangunan. Umpak pedestal bertugas untuk menebarkan beban kolom ke bidang yang lebih luas pada pondasi sehingga akan memberikan pondasi yang lebih ekonomis. Apabila rasio dari tinggi terhadap ukuran terpendek arah lateral lebih dari tiga, digolongkan sebagai umpak pedestal yang secara teoritis diperhitungkan tidak memerlukan tulangan. Seberapa luas penampang lintang umpak pedestal yang diperlukan, pada umumnya ditentukan dengan mendasarkan pada kuat tumpuan beton seperti yang ditentukan pada SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17, atau dengan menyesuaikan terhadap ukuran plat baja umpak kolom, atau sesuai dengan kebutuhan untuk maksud menebarkan beban kolom pada bidang yang lebih luas pada pondasi. Dalam praktek merencanakan umpak pedestal diberlakukan cara yang biasanya digunakan pada perencanaan kolom, ialah dengan menjangkar minimum empat tulangan sudut (untuk kolom persegi) ke dalam pondasi dan diperpanjang ke atas masuk ke dalam umpak pedestal, dan menggunakan tulangan sengkang sebagai pengikat. Pada pondasi telapak bujur sangkar setempat (terpisah), penulangan tersebar merata keseluruh lebar pondasi untuk kedua arah. Karena besarnya momen lentur sama untuk kedua arah, maka baik ukuran maupun jarak spasi batang tulangan baja untuk kedua arah juga sama. Akan tetapi, harap diperhatikan bahwa tinggi efektif beton untuk masing-masing arah tidak sama, karena seperti diketahui batang tulangan baja saling bertumpangan untuk kedua arah. Meskipun demikian,
perhitungan
perencanaan
di
dalam
praktek
kadang-kadang
Universitas Sumatera Utara
menggunakan tinggi efektif rata-rata yang ditentukan sama untuk kedua arah. Disamping itu, pada pondasi telapak dengan dua arah kerja juga berlaku syarat rasio penulangan minimum 1,4/fy, dan diterapkan untuk masing-masing arah kerja.
II.10. Perhitungan Tulangan Pondasi Telapak Peraturan untuk perencanaan pondasi telapak mengacu pada Pasal 13.12 dan Pasal 17 SNI 03 – 2847 – 2002. Perencanaan pondasi harus mencakup segala aspek agar terjamin keamanannya sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dan jumlah/jarak tulangan yang harus dipasang pada pondasi. Menurut Pasal 17.4.3 SNI 03 – 2847 – 2002, untuk pondasi telapak satu arah dan pondasi telapak bujur sangkar, tulangan harus tesebar merata pada seluruh lebar pondasi telapak. Untuk pondasi telapak persegi panjang (lihat Pasal 17.4.4 SNI 03-2847-2002), tulangan yang sejajar sisi panjang harus tersebar merata pada seluruh lebar pondasi, sedangkan tulangan yang sejajar sisi pendek dibagi menjadi dua bagian, yaitu tulangan pada jalur pusat (dipasang lebih rapat) dan tulangan pada jalur tepi (dipasang lebih renggang). Dalam praktek di lapangan, biasanya pondasi dicor langsung di atas tanah, jadi selalu berhubungan dengan tanah. Menurut Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002, selimut beton yang selalu berhubungan dengan tanah diambil minimal 75 mm. Pada pondasi telapak bujur sangkar, cukup dihitung tulangan satu arah saja, dan untuk arah lainnya dibuat sama dengan arah pertama. Perhitungan tulangan sebaiknya dilaksanakan pada tulangan yang menempel di atas, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan nilai ds = 75 + D + D/2. Pada pondasi telapak persegi panjang, perhitungan tulangan dilaksanakan sebagai berikut: 1. Hitungan tulangan sejajar sisi panjang, dilaksanakan dengan urutan: a. Dihitung σx = tegangan tanah pada jarak x σx = σmin +
L−x
. ( σmaks − σmin )
L
(2.37)
b. Dihitung momen yang terjadi pada fondasi ( Mu ) Mu = 1/2. σx . x2 + 1/3 . ( σmaks − σx ) . x2
(2.38)
c. Dihitung faktor momen pikul K dan Kmaks K = Mu / (ϕ . b . d2) dengan b
= 1000mm, ϕ = 0,8
Kmaks =
(2.39)
382,5 .β1 .�600+ f y − 225 .β1 �.f′c
(2.40)
(600+f y )2
Syarat: K harus ≤ Kmaks
d. Dihitung tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekuivalen ( a ) a
2.K
= �1 − �1 − 0,85 .f′ � . d
(2.41)
c
e. Dihitung As,u dengan rumus: As,u =
0,85 .f′ c .a .b fy
dengan b = 1000 mm
(2.42)
Jika f’c ≤ 31,36 MPa maka As,u ≥ 1,4 . b. d / (4. fy)
(2.43)
(Pasal 12.5.1) Jika f’c > 31,36 MPa maka As,u ≥ �f′c . b. d / (4. fy)
(2.44)
(Pasal 12.5.1)
Universitas Sumatera Utara
f. Dihitung jarak tulangan ( s ) s
= (1/4 . 𝜋𝜋 . D2. S) / As,u dengan S = 1000 mm
(2.45)
Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
g. Digunakan tulangan Dx – s, luasnya As = (1/4 . 𝜋𝜋 . x2. S) / s
(2.46)
2. Hitung tulangan sejajar sisi pendek, dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut: a. Diambil nilai tegangan tanah maksimal (σmaks ) dari persamaan b. Dihitung momen pada fondasi ( Mu ) Mu = 1/2 . σmaks . x2
c. Dihitung nilai K, a, dan As,u dengan persamaan diatas. d. Untuk jalur pusat selebar B: (1) Dihitung: As,pusat = (2. B. As,u) / (L + B) (2) Dihitung jarak tulangan (s) s
= (1/4 . 𝜋𝜋 . D2. S) / As,u dengan S = 1000 mm
Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
(3) Digunakan tulangan Dx – s, luasnya As = (1/4 . 𝜋𝜋 . x2. S) / s
e. Untuk jalur tepi selebar (L – B) / 2 (1) Dihitung As,tepi = As,u – As,pusat (2) Dihitung jarak tulangan ( s’ ) s’
= (1/4 . 𝜋𝜋 . D2. S) / As,pusat dengan S = 1000 mm
s’ harus memenuhi persamaan diatas (3) Digunakan tulangan Dx – s’ Luasnya As = (1/4 . 𝜋𝜋 . D2. S) / s’
Universitas Sumatera Utara
Pada penulangan pondasi perlu dikontrol panjang penyaluran tegangan tulangan ( λd atau λdh ) dengan rumus berikut: 1. Panjang penyaluran batang tarik Pasal 14.2.3 SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik sebagai berikut:
λd =
9 .f y
10 .�f′c
.
(α .β).λ
c + K tr � db
�
. db
(2.47)
α . β ≤ 1,7 ; ( c + Ktr) / db ≤ 2,5 dan �f ′c ≤ 25/3 MPa dengan:
λd
= panjang penyaluran, mm. λd harus ≥ 300 mm
α
= faktor lokasi penulangan
db
= diameter batang tulangan, mm
= 1,3 jika tulangan berada di atas beton setebal ≥ 300 mm = 1,0 untuk tulangan lain β
= faktor pelapis = 1,5 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang dari 3 . db atau spasi bersih kurang dari 6. db = 1,2 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya = 1,0 jika tulangan tanpa pelapis
γ
= faktor ukuran batang tulangan = 0,8 jika digunakan tulangan D-19 atau yang lebih kecil = 1,0 jika digunakan tulangan D-22 atau yang lebih besar
Universitas Sumatera Utara
λ
= faktor beton agregat ringan = 1,3 jika digunakan beton agregat ringan = �f ′c / ( 1,8 . fct ) tetapi tidak kurang dari 1,0
(fct adalah kuat tarik belah rata-rata beton agregat ringan, MPa)
= 1,0 jika digunakan beton normal c
= spasi antar tulangan atau dimensi selimut beton (diambil nilai terkecil), mm
Ktr
= faktor tulangan sengkang, Ktr =
A tr .f yt
(2.48)
10.s.n
(untuk penyederhanaan, boleh dipakai Ktr = 0 (Pasal 14. 2. 4))
Atr
= luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang daerah berspasi s dan yang memotong bidang belah potensial melalui tulangan yang disalurkan, mm
fyt
= kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan transversal, MPa
s
= spasi maksimal sumbu-ke-sumbu tulangan transversal yang dipasang di sepanjang λd, mm
n
= jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah.
Persamaan di atas boleh disederhanakan dengan mengambil nilai batas bawah untuk parameter c dan Ktr yang umum, seperti pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik ( Pasal 14. 2. 2 ) Kondisi
Batang D-19 dan lebih
Batang D-22 atau
kecil atau kawat ulir
lebih besar
Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari db, selimut beton bersih tidak kurang dari db, dan sengkang atau sengkang ikat yang
λd =
dipasang di sepanjang λd tidak
12 . f y .α .β .λ . db 25 .�f′c
λd =
3 . f y .α .β .λ . db 5 .�f′c
kurang dari persyaratan minimal sesuai peraturan atau spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari 2.db dan selimut beton bersih tidak kurang dari db. Kasus-kasus yang lain
λd =
18 . f y .α .β .λ 25 .�f′c
. db
λd =
9 . f y .α .β .λ 10 .�f′c
. db
Pasal 14.2.4 SNI 03-2847-2002 juga membolehkan menggunakan reduksi panjang penyaluran apabila luasan tulangan terpasang pada komponen lentur melebihi
Universitas Sumatera Utara
luasan tulangan yang dibutuhkan dari analisis, dengan menggunakan faktor pengali luas tulangan f berikut:
a) Struktur tidak direncanakan tahan gempa, f = A
A s ,u
s ,terpasang
(2.49)
b) Struktur direncanakan tahan gempa, f = 1,0
2. Panjang penyaluran tulangan tekan Panjang penyaluran untuk tulangan yang berada pada kondisi tekan diberi notasi sama dengan panjang penyaluran untuk tulangan tarik, yaitu λd, tetapi nilainya lebih kecil (minimal 200 mm). Panjang penyaluran tulangan untuk tulangan tekan dihitung berdasarkan Pasal 14. 3 SNI 03-2847-2002, dengan persamaan berikut: λd = λd x f dan λd ≥ 200 mm λdb =
(2.50)
d b .f y 4 .�f′ c
(2.51)
λdb harus ≥ 0,04 . db. fy
(2.52)
dengan: λd
= panjang penyalurang tulangan, mm
λdb
= panjang penyaluran dasar, mm
f
= faktor pengali =
A s ,u
A s ,terpasang
jika jumlah tulangan terpasang melebihi kebutuhan
= 0,75 jika tulangan dilingkupi sengkang D-13 dan berspasi sumbu-ke-sumbu ≤ 100 mm
Universitas Sumatera Utara
3. Angkur (kait) tulangan Kait tulangan digunakan sebagai angkur tambahan pada suatu keadaan apabila daerah angkur yang tersedia pada elemen struktur tidak mencukupi kebutuhan panjang penyaluran tulangan lurus. Panjang penyaluran tulangan kait diberi notasi dengan λdh. Bentuk kait standar yang biasa digunakan pada struktur beton ada dua macam yaitu kait 900 dengan 1800 seperti terlukis dalam Gambar 2.27.
(a) Kait 900
(b) Kait 1800
Gambar 2.28. Kait Tulangan Standar Pada Gambar 2.27, jari-jari luar bengkokan tulangan ( r ) ditentukan sebagai berikut (Pasal 14.5.3 SNI 03-2847-2002) : 1) Untuk diameter 10 mm hingga 25 mm, r ≥ 4 . db 2) Untuk diameter 29 mm hingga 36 mm, r ≥ 5 . db 3) Untuk diameter 43 mm hingga 57 mm, r ≥ 6 . db
Universitas Sumatera Utara
Panjang penyaluran minimal yang dibutuhkan untuk tulangan kait ini lebih kecil daripada panjang penyaluran tulangan tekan, yaitu 150 mm. Menurut Pasal 14.5.1 SNI 03-2847-2002, panjang penyaluran tulangan kait ditentukan berdasarkan persamaan berikut: λdh = λhb . β . λ . f. f1. f2. f3
(2.53)
λdh ≥ 8 . db dan λdh ≥ 150 mm
(2.54)
λhb = 100. db / �f′c
(2.55)
dengan: λdh
= panjang penyaluran tulangan kait, mm
λhb
= panjang penyaluran dasar, mm
β
= faktor tulangan berlapis epoksi = 1,2
λ
= faktor beton agregat ringan = 1,3
f
= faktor tulangan lebih = As,u / As, terpasang (jika penjangkaran atau penyaluran fy tidak khusus diperlukan)
f1
= faktor kuat leleh batang tulangan = fy / 400
f2
= faktor selimut beton = 0,7 (jika batang ≤ D-36 dengan tebal selimut samping ≥ 60 mm, kait 900 selimut pada perpanjangan kaitan ≥ 50 mm)
f3
= faktor sengkang atau sengkang ikat = 0,8 (jika batang ≤ D-36 dengan kait yang secara vertikal atau horizontal tercakup di dalam sengkang atau sengkang ikat yang dipasang sepanjang panjang penyaluran λdh dengan spasi ≤ 3 x diameter batang kait).
Universitas Sumatera Utara
4. Mengontrol kuat dukung pondasi Kuat dukung pondasi dikontrol dengan persamaan berikut (Pasal 12.17.1 SNI 03-2847-2002): Pu,k ≤ Pu Pu
= ϕ . 0,85. f’c . A1 dengan ϕ = 0,7
(2.56)
II.10. Pondasi telapak kombinasi Pondasi telapak kombinasi merupakan pondasi yang lazimnya mendukung dua kolom. Ini boleh jadi merupakan dua-kolom dalam dengan jarak yang demikian dekatnya (Gambar 2.28a) sehingga telapak setempat bertindihan. Jika garis sifat terdapat pada atau sekitar tepi dari kolom luar, dapat digunakan telapak kombinasi persegi (Gambar 2.28b) atau trapezium (Gambar 2.28c) untuk mendukung kolom-luar dan kolom –kolom yang bersebelahan.
Gambar 2.29 Pondasi Telapak Kombinasi
Universitas Sumatera Utara
Untuk perhitungan penulangan, kita akan mengacu pada Peraturan ACI yang akan dihitung: -
Panjang dan lebar telapak
-
Geser berfaktor dan momen berfaktor di arah memanjang.
-
Tebal pelat pondasi
-
Penulangan memanjang utama
-
Penulangan memanjang pada bagian bawah telapak di luar pusat kolom
-
Penulangan melintang
Gambar 2.30 Pondasi telapak kombinasi persegi
Universitas Sumatera Utara