BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum 2.1.1
Pengertian Gempa
Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah akibat sesuatu hal atau akibat kejadian tertentu. Gempa bumi (earthquake) adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan hentakan pada kerak bumi. Dari studi geologi, terbukti bahwa bebatuan pada permukaan bumi tidaklah kaku sebagaimana bentuk yang terlihat. Tanah (bumi) jika mendapat tegangan diluar batas elastisitasnya akan menimbulkan perpecahan (rupture) dan ketika ini terjadi gerakan meluncur relatif terjadi diantara sisi-sisi yang berlawanan dan menghasilkan apa yang disebut dengan geological fault. Menurut hasil penelitian para ahli menyebutkan bahwa gempa ini terjadi akibat adanya dua segmen dari kerak bumi mengalami pergerakan/perpindahan antara satu segmen dengan segmen lainnya. Akibat pelepasan kedua segmen itu terbentuk bagian yang disebut fault. Gerakan pelepasan ini juga menghasilkan sejumlah energi tegangan yang kemudian energi ini dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point). Perpindahan inilah pada suatu lokasi (site) bumi disebut gempa bumi.
Universitas Sumatera Utara
Gelombang gempa yang merambat dari sumber gempa (fokus) sampai pada permukaan tanah akan melewati kondisi tanah/geologi tertentu. Media tanah yang dilewati akan berfungsi sebagai filter/peredam getaran gelombang. Getaran yang mempunyai frekuensi tinggi akan mempunyai panjang gelombang yang pendek. Oleh karena itu, media tanah akan sangat efektif meredam getaran yang mempunyai frekuensi tinggi.
Gambar 2.1 Gelombang gempa merambat sampai ke permukaan tanah
2.1.2
Gempa Di Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat resiko terhadap gempa bumi yang cukup tinggi seperti halnya Jepang dan California, hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 (empat) sistem tektonik yang aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina dan lempeng Pasifik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Peta wilayah aktif gempa di Indonesia (Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010)
Tataan geografi Indonesia yang berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik besar yang aktif bergerak dimana setiap pergerakan lempeng berpotensi mengakibatkan gempa bumi. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat setidaknya terjadi belasan kali gempa bumi besar di wilayah Indonesia dengan kekuatan di atas 7 SR. Beberapa yang terbesar di antaranya mengguncang Gunung Sitoli (7,2 SR), Tasikmalaya (7,3 SR), Jambi (7,9 SR), Manokwari (7,1 SR), Bengkulu (7,9 SR), dan Ternate (6,4 SR), Padang ( 7,6 SR ), Tual, maluku (7.0 SR) dan gempa besar lainnya. Pada Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI–1726-2002, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan
Universitas Sumatera Utara
Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Selain itu, SNI–1726-2002 juga telah menetapkan peta gempa di Indonesia yang kemudian disempurnakan dengan diresmikannya Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 sebagai acuan dasar perencanaaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa. Tabel 2.1. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia. Percepatan Percepatan puncak muka tanah Ao (g) Wilayah Gempa
puncak Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
keras
sedang
lunak
khusus
0.04
0.05
0.08
batuan dasar (g)
1
0.03
Diperluka 2
0.10
0.12
0.15
0.20 n evaluasi
3
0.15
0.18
0.23
0.30 khusus di
4
0.20
0.24
0.28
0.34 setiap
5
0.25
0.28
0.32
0.36 lokasi
6
0.30
0.33
0.36
0.38
(sumber : SNI 03-1726-2002) 2.1.3
Pengaruh Gempa Terhadap Struktur
Massa bangunan merupakan faktor paling utama karena gaya tersebut melibatkan inersia. Faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi, kekakuan struktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan, dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri. Perilaku dan besar getaran ini sulit ditentukan karena sifatnya yang acak (random) walaupun kadang
Universitas Sumatera Utara
kala bisa untuk ditentukan. Gerakan yang terjadi berperilaku tiga dimensi. Gelombang getaran pada permukaan tanah bergerak secara vertikal maupun horizontal, sesuai dengan Hukum Newton bahwa bila suatu massa diberi percepatan akan timbul gaya inersia F sebesar massa m dikalikan dengan percepatan a.
Benda tegar
F Berat total benda
W Gaya geser penahan inersia
V=
a
Gambar 2.3 Gaya Inersia
Hukum Newton :
F=( )
=mxa
V=F=mxa Ketika suatu bangunan mengalami getaran, percepatan getaran dan massa bangunan menyebabkan timbul gaya inersia tambahan yang membebani struktur bangunan secara lateral dan vertikal, gaya inersia lateral sangat banyak menyebabkan kerusakan dan keruntuhan bangunan, karena pada umumnya struktur pemikul gaya lateral lebih lemah dibandingkan dengan sistem pemikul gaya vertikal. Oleh karena itu, perlu dicapai keseimbangan yang akan mengimbangi gaya lateral tersebut yaitu
Universitas Sumatera Utara
adanya gaya geser V pada struktur sedemikian. Gaya geser pada dasar yang harus dipikul oleh struktur yang kaku sempurna dapat diperoleh sebagai persentase dari berat bangunan. Pergerakan gempa menyebabkan terjadi osilasi pada struktur. Osilasi struktur dapat mempunyai periode alami yang panjang atau pendek yang disebabkan adanya mekanisme redaman pada struktur. Mekanisme redaman yang menyerap sebagian energi gempa ada di dalam semua struktur. Struktur disebut mempunyai periode alami getaran yang relatif panjang apabila mengalami osilasi (gerak bolak balik) dalam waktu yang relatif lama, dan sebaliknya. 2.2
Desain Struktur Baja Tahan Gempa 2.2.1
Konsep Umum Struktur Tahan Gempa
Besarnya tingkat pembebanan gempa berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah yang lain tergantung kepada keadaan seismotektonik, geografi, dan geologi setempat. Prinsip desain yang paling utama dalam desain gedung tahan gempa adalah memastikan bahwa setiap massa umum pada gedung (lantai, atap, dan sebagainya) mempunyai lokasi simetris satu sama lain. Analisis gempa terutama pada bangunan tinggi perlu dilakukan karena pertimbangan keamanan struktur dan kenyamanan penghuni bangunan. Gaya lateral gempa mempunyai sifat inersial jadi berkaitan langsung dengan stiap massa pada gedung tersebut. Beban gempa yang terutama dalam arah mendatar akan menimbulkan simpangan (driff) struktur yang dapat membahayakan. Oleh karena itu simpangan ini perlu dikontrol.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pengertian umum mengenai suatu struktur bangunan tahan gempa adalah, apabila bangunan tersebut memenuhi kriteria dibawah ini : 1. Untuk gempa kecil, tidak ada kerusakan sama sekali pada struktur bangunan. 2. Untuk gempa sedang, hanya boleh terjadi sedikit kerusakan pada elemenelemen non struktural (contoh : kerusakan pada langit-langit dan atap). 3. Untuk gempa besar, elemen-elemen struktural boleh rusak tetapi bangunan tidak boleh runtuh sebagian atau seluruhnya. Besar kecilnya kerusakan komponen struktur dan non-struktur akibat gerakan tanah tidak hanya tergantung kepada karakteristik gempa saja. Berikut ini diberikan beberapah faktor utama yang mempengaruhi kerusakan bangunan akibat gempa [ Lidenburg dan Bradar, 2001], antara lain: 1. Karakteristik gempa yang terjadi a. Percepatan puncak muka tanah b. Durasi gempa c. Frekwensi gempa d. Panjang patahan 2. Karakteristik lokasi dimana bangunan akan didirikan a. Jarak bangunan ke pusat gempa Struktur geologi antara bangunan ke pusat gempa b. Jenis lapisan tanah dilokasi bangunan c. Waktur getar alami tanah dilokasi bangunan 3. Karakteristik struktur a. Waktu getar alami dari struktur bangunan b. Redaman(damping) dari struktur bangunan
Universitas Sumatera Utara
c. Persyaratan dan konsep detailing yang direncanakan Mengikuti perkembangan zaman dengan semakin banyaknya jenis bangunan serta bentuk bangunan yang lebih bervariasi akan sangat berpengaruh terhadap respon bangunan tersebut ketika terjadi gempa. Beberapa hal disarankan untuk mengurangi dampak gempa yaitu : 1. Struktur beraturan Unsur-unsur penahan gempa dari suatu struktur diusahakan agar simetris terhadap pusat massa struktur. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m.
Gambar 2.4 denah simetris Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. Untuk denah gedung berbentuk H sebaiknya dipisahkan. B
B
A K1
K1/2
A K1
K2
K1/2
Gambar 2.5 tonjolan-tonjolan pada gedung Dimana :
K1 < 25% A
K2 < 25% B
Universitas Sumatera Utara
2. Loncatan bidang muka Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka. A
B
Gambar 2.6 loncatan bidang muka ≥
Dimana :
%
3. Daktilitas Daktilitas merupakan kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Suatu material yang memiliki daktilitas tinggi akan mampu
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan regangannya dari pertama kali struktur itu mengalami pelelehan hingga akhirnya runtuh. 4. Keseragaman kekakuan tingkat Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat. Dalam perencanaan struktur atau bangunan yang mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang memadai, struktur harus dirancang dapat memikul gaya horizontal atau gaya gempa. Yang harus diperhatikan adalah bahwa struktur harus dapat memberikan layanan yang sesuai dengan perencanaan. Menurut T. Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur akibat gaya gempa terdiri dari 3, yaitu : 1. Serviceability Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan, seperti aktivitas normal didalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control dan batas simpangan (driff) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis.
Universitas Sumatera Utara
2. Kontrol kerusakan Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur atau, masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan atau gempa kecil tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur ataupun maupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur dalam batas elastis. 3. Survival Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/ masa banunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncankan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamakan jiwa manusia. 2.2.2
Struktur Baja Tahan Gempa
Struktur baja merupakan salah satu sistem struktur tahan gempa dengan kinerja yang sangat bagus, karena material baja mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan material struktur lainnya. Dalam memikul beban siklik akibat gempa, sebuah penampang baja harus mampu berdeformasi plastik secara stabil untuk menghasilkan jumlah penyerapan energi yang besar. Oleh karena itu dengan mengandalkan pada sifat daktilitas dan kekuatannya yang tinggi maka struktur baja sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi. Menurut Kuzmanovic dan Willems (1977), mendefenisikan daktilitas baja sebagai rasio antara ԑsh dan ԑy.
Universitas Sumatera Utara
ᴪ=
Dimana ԑsh adalah regangan pada saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan regangan) dan ԑy adalah regangan leleh. Dalam perencanaan struktur baja, keuletan material (toughness) adalah ukuran dari suatu material untuk menahan terjadinya putus (fracture) atau dengan kata lain adalah kemampuan untuk menyerap energi. Keuletan material juga dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk menahan terjadinya perambatan retak akibat adanya takikan pada badan material. Retak yang merambat akan mengakibatkan keruntuhan getas pada material. Komponen struktur untuk bangunan baja tahan gempa harus memenuhi :
φRn ≥ Ru Dimana φ adalah faktor reduksi beban, Rn adalah kuat nominal komponen struktur, Ru adalah pengaruh aksi terfaktor, yaitu momen atau gaya yang diakibatkan oleh suatu kombinasi pembebanan atau pengaruh aksi perlu, yaitu momen atau gaya yang disyaratkan untuk struktur tahan gempa. 2.3
Struktur Tidak Beraturan (Irregular Structure) Bangunan seringkali direncanakan tidak simetri dalam denah dan elevasi
bangunan yang menyebabkan distribusi massa, kekakuan dan kekuatan yang tidak merata. Hal ini sering terjadi karena menyesuaikan dengan keinginan owner dan juga permintaan dari arsitek yang melihat dari sudut pandang estetika dan fungsi ruangan.
Universitas Sumatera Utara
Bangunan seperti ini mempunyai respons yang kurang baik terhadap gaya lateral seperti angin dan gempa.Bangunan seperti ini dikategorikan sebagai bangunan tidak regular (irregular buildings). Berikut ini diberikan ketentuan atau persyaratan suatu bangunan dikategorikan sebagai bangunan tidak regular. 2.3.1
Denah tidak simetris (Horizontal/Plan Structural Irregularities)
Pola denah bangunan yang tidak simetris akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya pada sebuah bangunan sehingga hal ini sangat perlu diperhatikan dalam setiap perencanaan/konstruksi. Pengaruh yang dapat terjadi, yaitu : 1. Gaya torsi lebih besar Aksi putar yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu longitudinal material disebut torsi (torque). Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus aabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang sehingga tegangan geser yang terjadi pada penampang akibat torsi akan mempengaruhi perencanaan struktur baja. Lokasi massa yang tidak simetris dapat menyebabkan gaya-gaya pada massa tersebut menimbulkan momen torsi terhadap gedung yang pada akhirya dapat meruntuhkan gedung itu. Sebagai contoh gedung yang memiliki pola/denah berbentuk L, jelas mempunyai distribusi massa tak simetris, yang pada umumnya juga mempunyai elemen pengaku tidak simetris. Pada bentuk ini gaya-gaya torsional dapat timbul sebagai akibat efek torsi beban lateral. Selain sebagai akibat massa yang tidak simetris, torsi juga terjadi karena titik pusat kekakuan tidak berimpit dengan titik pusat massa.
Universitas Sumatera Utara
Adapun titik pusat massa adalah titik tangkap resultante dari jumlah semua beban gravitasi yang bekerja di atas taraf yang ditinjau. Sedangkan titik pusat kekakuan adalah titik tangkap resultante gaya geser yang bekerja yang terdapat pada taraf lantai yang bersangkutan.
Titik pusat massa Titik pusat kekakuan
Gambar 2.7
Denah bangunan dimana titik pusat massa tidak berimpit dengan titik
pusat kekakuan (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna) Dari gambar di atas maka ditentukan :
Fi =
∑
MT
MT = V x e Dimana Fi adalah gaya geser tingkat akibat gempa dan MT adalah besarnya momen torsi yang terjadi. Pada kejadian ini dapat dilihat bahwa gaya resultan gempa akan bekerja melalui titik pusat massa dan dipindahkan ke titik pusat kekakuan sehingga menimbulkan momen torsi . Akibatnya sistim pemikul gaya lateral seperti kolom akan mengalami gaya geser tambahan yang besarnya sebanding dengan jaraknya ke
Universitas Sumatera Utara
titik pusat kekakuan. Bila kolom tidak direncanakan dengan baik, maka dapat menyebabkan kegagalan geser pada kolom bahkan bangunan bisa runtuh. Dalam sebuah perencanaan maka suatu gedung dapat diperhitungkan dengan
memberi
eksentrisitas
tak
terduga
(accidental
torsion).
Untuk
memperhitungkan ketidakpastian titik tangkap gaya lateral yang bekerja dan karena adanya kemungkinan perubahan besar ataupun distribusi massa setiap tingkat , maka dalam perencanaan harus ditambahkan eksentrisitas sebesar 0.05 dari panjang denah bangunan dalam arah tegak lurus terhadap gaya yang ditinjau.
Gambar 2.8 Besarnya eksentrisitas tak terduga (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
Ketentuan tidak reguler juga dapat dijelaskan seperti pada gambardi bawah.
Gambar 2.9
ketidakreguleran displacement
(sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
Universitas Sumatera Utara
δavg δmaks < 1.2 δavg
=
&'()* + &',-
merupakan struktur tanpa torsional irregularity
1.2 δavg ≤ δmaks ≤ 1.4 δavg merupakan struktur dengan torsional irregularity δmaks > 1.4 δavg
merupakan struktur dengan extreme torsional irregularity
2. Re-entrant corner irregularity Bangunan yang membentuk sudut atau bangunan berbentuk L bisa disebut tidak reguler jika Py > 0.15 L dan Px > 0.15 Ly dan hal ini dapat dijelaskan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 bangunan berbentuk L (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
3. Terdapatnya bukaan Ketidakreguleran jika terdapat bukaan dapat dijelaskan seperti gambar. open open
Gambar 2.11 Bukaan pada bangunan Tidak reguler jika bukaan > 0.5 dikali luas lantai atau kekakuan efektif diaphragma/bukaan berbeda-beda, yaitu jika lebih dari 50% dari satu lantai ke lantai berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Bagian bangunan yang tidak seimbang (out of plane offsets)
Gambar 2.12 Bangunan tidak seimbang (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
5. Sistem yang tidak paralel Sistem yang tidak paralel ini terjadi jika garis kerja atau arah gerak gaya vertikal lateral yang terjadi pada bangunan tidak searah dengan sumbu utama ortogonal dari gaya seismik pada bangunan.
Gambar 2.13 Sistem tidak paralel (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
2.3.2
Struktur Vertikal tidak Reguler (Vertical Structural Irregularities)
Struktur bagian vertikal yang tidak simetris atau regular ini meliputi : 1. Kekakuan bangunan yang tidak seragam/regular Jika kolom-kolom tingkat mempunyai kekakuan yang lebih kecil dibandingkan dengan di atasnya, sedangkan gaya aksial yang dipikulnya besar, maka
Universitas Sumatera Utara
energi gempa akan diserap sebagian besar oleh kolom ini, akibatnya terjadilah tingkat lunak (soft storey) dimana sendi-sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom ini. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya.
Gambar 2.14 Efek soft storey akibat gempa di Loma Prieta 2. Massa yang tidak seragam Dikelompokkan ke dalam bangunan dengan massa tidak seragam/reguler jika massa pada lantai yang ditinjau lebih besar dari 150% dari massa lantai yang berdekatan dengan lantai tersebut. Akan tetapi ketidakreguleran ini tidak berlaku jika perbedaan/rasio simpangan pada lantai tersebut tidak lebih besar dari 1.3 kali simpangan lantai di atasnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Geometri arah vertikal tidak reguler Geometri tidak reguler jika dimensi sistem arah lateral lebih besar dari 130% dari dimensi lantai yang berdekatan.
Gambar 2.15 Geometri tidak reguler (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
4.
Jika bangunan tersebut memiliki bagian yang di offset dan lebar dari
bagian tersebut lebih besar daripada lebar d bagian lain pada bangunan maka bangunan ini tergolong kepada bangunan yang tidak reguler. Atau jika kekakuan tingkat pada lantai dibawahnya lebih kecil.
Gambar 2.16 Bangunan yang tidak reguler (sumber : Seminar HASTAG, Ir. Daniel R. Teruna)
Universitas Sumatera Utara