BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
TEORI KEGAGALAN ISOLASI
Suatu peralatan listrik jika mengalami kegagalan pengisolasian maka akan mengakibatkan percikan (sparkover) atau lompatan listrik (flashover) yang sudah menandakan terjadinya tembus listrik. Terjadinya tembus listrik berhubungan dengan peristiwa ionisasi, deionisasi dan emisi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang peristiwa ketiga tersebut.
2.1.1 Proses Ionisasi Ionisasi adalah proses munculnya ion disekitar elektroda karena meningkatnya tegangan yang diterapkan. Tegangan yang menyebabkan elektron keluar untuk pertama kalinya disebut tegangan insepsi. Udara ideal adalah gas yang hanya terdiri dari molekulmolekul netral, sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik. Tetapi dalam kenyataannya, udara yang sesungguhnya tidak hanya terdiri dari molekul-molekul netral saja tetapi ada sebagian kecil dari padanya berupa ion-ion dan elektron-elektron bebas, yang akan mengakibatkan udara dan gas mengalirkan arus walaupun terbatas. Kegagalan listrik yang terjadi di udara atau gas pertama-tama tergantung dari jumlah elektron bebas yang ada di udara atau gas tersebut. Konsentrasi elektron bebas ini dalam keadaan normal sangat kecil dan ditentukan oleh pengaruh radioaktif dari luar. Pengaruh ini dapat berupa radiasi ultra violet dari sinar matahari, radiasi radioaktif dari bumi, radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menyebabkan udara terionisasi. Jika diantara elektroda diterapkan suatu tegangan V, maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah tertentu. Di dalam medan listrik, elektron-elektron bebas akan mendapat energi yang cukup kuat, sehingga dapat merangsang timbulnya proses ionisasi
Universitas Sumatera Utara
a. Suatu Elektron Bebas Membentur Elektron Terikat
b. Elektron Terikat Keluar Dari Lintasannya Menjadi Elektron Bebas
Gambar 2.1. (a dan b) Proses Ionisasi Dari gambar (a) pada Gambar 2.1 memperlihatkan suatu elektron bebas membentur elektron terikat pada muatan netral di udara, sehingga elektron yang terikat kuat tadi keluar dari lintasannya menjadi elektron bebas, seperti yang diperlihatkan gambar (b) pada Gambar 2.1. Kegagalan listrik yang terjadi di udara tergantung dari jumlah elektron bebas yang ada di udara. Penyebab tembus antara lain tekanan, temperatur, kelembaban, konfigurasi medan, tegangan yang diterapkan, material elektroda, kondisi permukaan elektroda. Ada beberapa cara pembangkitan ion antara lain : a. Ionisasi benturan (collision) elektron, b. ionisasi thermal, c. fotoionisasi dan d. Ionisasi Radiasi Sinar Kosmis
Universitas Sumatera Utara
a.
Ionisasi Benturan (collision) elektron
Elektron bebas yang tidak berada dalam medan listrik tinggi, akan diikat oleh suatu molekul netral dan membentuk ion negatif. Bila elektron bebas berada di antara dua plat sejajar yang diberi tegangan searah sehingga timbul medan listrik E di antara kedua plat maka elektron akan mengalami gaya dan bergerak menuju anoda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Ionisasi Benturan (collision) Elektron
b.
Ionisasi thermal
Ketika gas dipanaskan hingga mencapai temperatur tinggi, molekul-molekul gas akan mendapatkan energi kinetik yang besar sehingga molekul tersebut bersirkulasi dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan terjadinya benturan antar molekul. Bila energi kinetik pada molekul tersebut cukup besar, maka dapat membuat terlepasnya elektron dari ikatan atomnya. Elektron yang terlepas dan molekul lain yang memiliki energi kinetik cukup besar akan saling berbenturan dan melepaskan lebih banyak elektron bebas.
c.
Fotoionisasi
Ionisasi ini akibat radiasi atau foton mempengaruhi interaksi radiasi dalam partikel. Fotoionisasi terjadi bila energi radiasi yang diserap oleh molekul melebihi energi ionisasinya dan dapat dituliskan sebagai berikut: A + hv→ A+ + e ………………………………(2.1)
Universitas Sumatera Utara
Di mana : A : Atom atau mokelul netral dalam gas hv : Energi foton e : Elektron yang terlepas
d.
Ionisasi Radiasi Sinar Kosmis
Sinar kosmik adalah radiasi dari partikel bermuatan berenergi tinggi yang berasal dari luar atmosfer bumi. Sinar kosmik dapat berupa elektron, proton dan bahkan inti atom seperti besi atau yang lebih berat lagi. Partikel-partikel ini secara terus menerus membombardir bumi. Karena memiliki energi yang besar, benturan partikel ini dengan molekul netral dapat menyebabkan terlepasnya elektron dari molekul netralnya.
2.1.2
De–ionisasi Jika suatu elektron bebas bergabung dengan suatu ion positif, akan dihasilkan
suatu molekul netral. Peristiwa penggabungan ini disebut deionisasi. Proses de-ionisasi adalah kebalikan dari proses ionisasi. Proses ini terdiri dari kehilangan elektron dengan cara rekombinasi, penggabungan (attachment) elektron dan difusi. Deionisasi akan mengurangi pertikel bermuatan dalam suatu gas. Jika pada suatu gas terjadi aktivitas deionisasi yang lebih besar dari pada aktivitas ionisasi, maka muatan–muatan bebas didalam gas itu akan berkurang.
2.1.3
Emisi
Emisi adalah peristiwa pelepasan elektron dari permukaan suatu logam menjadi elektron bebas didalam gas. Dalam keadaan normal, elektron tidak dapat terlepas dari permukaan logam karena adanya gaya elektrostatik antara elektron dengan ion dalam kisi logam. Supaya elektron ini dapat keluar dari permukaan logam, diperlukan sejumlah energi luar. Besarnya energi ini didefinisikan sebagai fungsi kerja (work function) dengan satuan elektron volt (eV) yang berbeda untuk setiap jenis logam.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Proses Terjadinya Emisi
Seperti pada Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa suatu elektron bebas terlepas dari permukaan suatu logam yang diakibatkan proses emisi yang terjadi pada logam tersebut. Ada empat proses yang menyebabkan terjadinya emisi, yaitu: a. Emisi fotoelektrik b. Emisi benturan ion positif c. Emisi medan tinggi d. Emisi Thermis
a. Emisi Fotoelektrik Cahaya yang menghasilkan energi foton akan membentur logam yang memiliki banyak elektron karena logam termasuk bahan yang konduktif. Ketika energi foton lebih besar dari energi ikat elektron maka elektron akan terlepas dari permukaan logam. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.4 sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Emisi Fotoelektrik
b. Emisi Benturan Ion Positif Massa ion positif lebih besar daripada masa elektron bebas dan ion positif membentur ion negatif pada logam. Karena energi kinetis ion positif lebih besar dari energi ikat elektron logam maka elektron akan terlepas dari permukaan logam. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut :
Gambar 2.5 Emisi Benturan Ion Positif
Universitas Sumatera Utara
c. Emisi Medan Tinggi Permukaan suatu logam tidak semuanya mulus, tetapi selalu ada titik-titik yang runcing. Jika logam tersebut dikenai medan elektrik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut ini:
Gambar 2.6 Emisi Medan Tinggi
Maka elektron yang terdapat permukaan logam katoda (K) akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda (A). Elektron pada ujung runcing akan mengalami gaya yang lebih besar karena intensitas medan elektrik di titik tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan intensitas medan elektrik di bagian yang datar. Jika intensitas medan elektrik cukup besar, maka dari titik runcing tersebut akan dilepaskan elektron bebas. Pelepasan elektron ini yang disebut emisi bintik katoda.
d. Emisi Thermis Emisi ini terjadi karena logam dipanaskan. Energi panas yang diterima oleh logam menyebabkan elektron bebas di dalam logam memiliki energi kinetik lebih besar. Bila energi kinetik elektron lebih besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron tersebut keluar dari permukaannya dan menjadi elektron bebas pada udara di sekitar permukaan logam tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada Gambar 2.7 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Emisi Thermis
2.2
MEKANISME TEGANGAN TEMBUS UDARA Mekanisme kegagalan dalam gas yang disebut dengan percikan. Sifat mendasar dari kegagalan percikan ini adalah tegangan pada sela antar elektroda akan turun karena adanya proses yang menghasilkan konduktivitas tinggi antara anoda dan katoda.
Ada 2 jenis mekanisme dasar yang berperan :
Mekanisme primer, yang memungkinkan terjadinya banjiran (avalanche) elektron
Mekanisme sekunder, yang memungkinkan terjadinya peningkatan banjiran elektron.
Pada mekanisme primer, proses yang terpenting adalah proses katoda. Dalam hal ini katoda akan melepaskan (discharge) elektron yang akan mengawali terjadinya suatu spark breakdown. Adapun fungsi katoda adalah :
Menyediakan elektron awal yang harus dilepaskan
Mempertahankan discharge
Menyelesaikan discharge
Universitas Sumatera Utara
Pada proses katoda, elekron awal akan dibebaskan sebagian dengan perantara pengionan luar yang akan memulai terjadinya banjiran elektron dari permukaan katoda. Elektron–elektron itu kemudian akan dipercepat oleh medan listrik menuju anoda. Di didalam medan listrik yang cukup kuat, dalam pergerakannya menuju anoda elektron – elektron tersebut akan membentur molekul – molekul gas dan menghasilkan elektron. Sedangkan ion positif akan bergerak ke katoda, tetapi karena mempunyai masa yang lebih besar dari massa elektron, maka pergerakannya lebih lambat daripada elektron.
Pada mekanisme sekunder, proses yang terpenting adalah emisi elektron karena benturan ion positif. Jika ion positif ditembakkan ke permukaan katoda, maka akan dibebaskan elektron ke luar permukaan katoda. Kemungkinan bahwa benturan ion positif pada permukaan katoda akan membebaskan elektroda tergantung dari jenis bahan katoda dan energi ion positif yang menumbuk katoda. Ada 2 teori mekanisme tembus listrik pada udara, yaitu mekanisme Townsend dan mekanisme Streamer.
Mekanisme Townsend hanya berlaku pada medan listrik
seragam/homogen, sedangkan mekanisme Streamer berlaku pada medan listrik homogen maupun tidak homogen. Pada tugas akhir ini akan dibahas mekanisme townsend dan streamer, karena kedua mekanisme tersebut berlaku dalam penelitian ini.
2.2.1 Mekanisme Townsend Metoda ini digunakan untuk di daerah yang mempunyai tekanan rendah dan jarak sela antara kedua plat sejajar yang sempit, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.8.. Oleh karena itu, akan diuraikan mekanisme tembus listrik townsend yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Elektron – Elektron Bebas di Udara Dari Gambar 2.8 dapat dijelaskan bahwa didalam Udara terdapat elektron bebas yang disebabkan karena peristiwa ionisasi foton radiasi sinar ultraviolet dan juga terdapat molekul-molekul netral. Apabila kedua elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan, maka timbul medan listrik (E) yang arahnya dari anoda ke katoda. Akibat adanya medan listrik, maka ea (elektron bebas) akan mengalami gaya (F) yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik (E). Karena adanya gaya (F) maka ea bergerak dari katoda ke anoda. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron bebas membentur atom netral. Jika Energi kinetis elektron awal lebih besar dari energi ikat elektron molekul netral maka akan terjadi ionisasi. Ionisasi benturan menghasilkan satu elektron bebas baru (eb) dan satu ion positif. Jadi, ea dan eb terus bergerak menuju anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda ea dan eb membentur lagi atom netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak. Ion positif bergerak menuju katoda dan terjadilah benturan ion positif dengan dinding katoda sehingga timbul emisi benturan ion positif. Dari permukaan katoda muncul elektron-elektron baru hasil emisi ion positif membentur lagi atom netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak. Selama medan listrik masih ada maka proses ionisasi benturan dan emisi ion positif akan terus berlangsung sehingga terjadilah banjiran elektron dan ion positif. Ion positif yang membentur katoda semakin banyak sehingga elektron hasil emisi ion positif semakin banyak yang menyebabkan banjiran muatan. Muatan yang berpindah dari katoda ke anoda semakin besar yang dimana perpindahan muatan sebanding dengan arus dan dalam selang waktu tertentu perpindahan muatan akan terus bertambah yang menyebabkan banjir muatan dan arus
Universitas Sumatera Utara
pun semakin besar yang kemudian terjadilah tembus listrik. Dan dapat kita lihat pada Gambar 2.9 .
Gambar 2.9 Banjiran Elektron yang Menyebabkan Tembus Listrik
2.2.2. Mekanisme Streamer
Mekanisme Streamer berlaku pada medan listrik homogen maupun tidak homogen. Udara yang berada di antara dua plat sejajar yang diberi tegangan, akan mengalami terpaan medan listrik sebesar E0 yang homogen, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. Elektron bebas di udara yang dihasilkan dari proses ionisasi radiasi sinar kosmis atau fotoionisasi akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda. Dalam perjalanannya, elektron ini akan menyebabkan proses ionisasi benturan sehingga terbentuk suatu muatan ruang. Karena adanya muatan ruang pada celah, maka medan listrik pada celah kedua plat berbeda pada setiap bagian pada celah, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Medan pada Celah Karena Adanya Muatan Ruang[4]
Ada dua jenis streamer : a. Positif, atau streamer yang mengarah ke katoda b. Negatif, atau streamer yang menuju ke anoda
a. Streamer Positif Karena massa elektron yang lebih ringan daripada ion positif, maka pergerakan elektron lebih cepat daripada ion positif. Saat elektron bebas sudah mencapai anoda dan masuk ke dalam anoda, ion positif dapat dianggap masih dalam posisi semulanya. Ion positif yang tertinggal ini membentuk muatan ruang seperti kerucut dengan muatan yang terkonsentrasi pada bagian depan kerucut (kawasan P dan Q) dekat anoda sehingga medan listrik di sekitarnya lebih besar dibandingkan dengan bagian runcing kerucut, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Ion Positif Masih Berada pada Posisinya Saat Elektron Telah Masuk ke Dalam Anoda[11]
Kemudian elektron bebas baru terbentuk dari proses fotoionisasi dan bergerak ke daerah P dan Q. Selama perjalanan, elektron ini akan membentur molekul netral dan membentuk suatu banjiran muatan sekunder, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Terbentuk Banjiran Muatan Sekunder dari Elektron Bebas Baru[11]
Banjiran elektron pada banjiran muatan ini akan bergerak menuju bagian depan kerucut dan membentuk plasma. Plasma adalah gas terionisasi, yaitu gas yang memiliki banyak elektron bebas dan ion positif. Karena plasma memiliki elektron
Universitas Sumatera Utara
bebas dan ion positif, medan listrik pada plasma lebih rendah daripada medan listrik E0. Bagian depan kerucut memendek karena terbentuknya plasma tersebut, tetapi medan listrik di sekitarnya masih tinggi. Proses pembentukan banjiran muatan sekunder terjadi lagi di sekitar bagian depan kerucut dan banjiran elektronnya bergerak menuju bagian depan kerucut lagi dan membentuk plasma sehingga plasma memanjang, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ion Positif dan Elektron Membentuk Plasma dan Banjiran Muatan Sekunder Lain Terbentuk[11]
Proses ini akan terus berlangsung sampai plasma mencapai katoda. Saat plasma ini menghubungkan anoda dan katoda, peristiwa lewat denyar terjadi. Mekanisme ini disebut mekanisme Streamer positif karena plasma memanjang dari anoda ke katoda.
b. Streamer Negatif Pada mekanisme Streamer negatif ini, plasma berawal dari katoda dan memanjang sampai anoda. Saat elektron bebas awal berada dekat dengan katoda dan banjiran muatan terjadi dekat dengan katoda. Banjiran elektron ini menyebabkan medan listrik E1 di daerah R menjadi lebih besar daripada medan listrik E0 ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Medan Listrik pada Daerah R Berubah Karena Muatan pada Celah[11]
Kemudian elektron bebas dari proses fotoionisasi yang berada pada daerah tersebut akan bergerak lebih cepat dan membentuk suatu banjiran muatan sekunder, ditunjukkan dalam Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Terbentuknya Banjiran Muatan Sekunder pada Daerah R[11]
Banjiran ion positif sekunder akan bergerak menuju banjiran elektron awal dan membentuk plasma ditunjukkan dalam Gambar 2.16. Proses ini akan berlangsung terus sampai plasma mencapai anoda.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Terbentuknya Plasma dan Proses Plasma Memanjang[11]
2.3
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEGANGAN TEMBUS UDARA
Sifat listrik udara dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sehingga nilai tegangan tembus udara juga akan berubah sesuai kondisi lingkungan sekitar udara. Berikut ini faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan tembus udara : a. Temperatur udara Pada media dielektrik udara peningkatan temperatur udara akan mempengaruhi pertambahan energi yang dapat mempercepat pergerakan elektron-elektron di udara, selain itu temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah proses ionisasi thermis dan emisi thermis yang akan berakibat pada penurunan kekuatan dielektrik udara.
b. Tekanan udara Bila tekanan udara besar, jumlah molekul di dalam udara semakin banyak yang berarti proses ionisasi dapat terjadi lebih banyak. Tetapi bila tekanan terlalu tinggi, gerakan muatan dari proses ionisasi akan terhambat sehingga proses ionisasi berikutnya akan berkurang. Bila tekanan udara terlalu rendah, jumlah molekul yang sedikit akan menyebabkan proses ionisasi sangat sedikit.
Universitas Sumatera Utara
c. Kelembaban udara[11][12]
Kelembaban didefinisikan sebagai besarnya kandungan uap air dalam udara. Rasio kelembaban (ω) adalah berat atau massa air yang terkandung dalam setiap kilogram udara kering. ω = 0,622
……………………………………………(2.2)
Dimana : ω = rasio kelembaban (kg uap air /kg udara kering) Pt = tekanan atmosfer (kPa) Ps = tekanan parsial uap air dalam keadaan jenuh (kPa) Bila kelembaban tinggi, kandungan air dalam udara meningkat sehingga mudah terjadi ionisasi karena air memiliki energi ikat yang lebih rendah dari kandungan lain dalam udara. Energi ikat air sekitar 13,6 eV, nitrogen (N2) sekitar 17,1 eV, CO2 sekitar 14,6 eV, H2 sekitar 15,6 eV, dan oksigen (O2) sekitar 12,08 eV. Elektronvolt (eV) merupakan satuan dari energi suatu partikel yang besarnya 1,6 x 10-19 joule. Bila kandungan air semakin banyak maka udara akan lebih mudah terionisasi dan menyebabkan kekuatan dielektrik udara turun. Kekuatan dielektrik merupakan kuat medan listrik yang mampu dipikul oleh suatu bahan dielektrik tanpa mengakibatkan bahan tersebut tembus listrik. Semakin banyak kandungan air dalam udara menyebabkan udara semakin mudah terionisasi. Hal ini menyebabkan turunnya tegangan yang diperlukan untuk membuat udara tersebut tembus listrik.
2.4
Efek Kondisi Udara
Hasil pengujian dielektrik udara tergantung pada kondisi udara. Karena itu, hasil pengujian ketika udara dalam keadaan standar perlu dinyatakan, yaitu pada suhu udara 200C, tekanan udara 760 mmHg dan kelembaban udara 11g/m3. Hasil pengujian pada keadaan standar adalah :
Universitas Sumatera Utara
Vs =(kh/kd) Vb……………………………………………………………………………….(2.3) Dengan Vs = hasil pengujian pada keadaan standar, kh = faktor koreksi kelembaban udara, kd = faktor koreksi kerapatan udara, dan Vb= hasil pengujian pada sembarang keadaan udara. Faktor koreksi kerapatan udara dihitung dengan persamaan
Kd = (
m
n
……………………………..………………………………....(2.4)
x(
Dengan kd
= faktor koreksi kerapatan udara,
p
= tekanan udara (mmHg),
T = temperatur udara (oC) m,n = 1,0 untuk pengujian dengan tegangan tinggi dc dan impuls petir, dan = 1,0 untuk semua objek uji yang ditempatkan pada sela elektroda bola – bola = untuk elektroda jarum – jarum dan jarum piring untuk jarak sela ≤1m adalah 1,0 , sementara untuk jarak sela ≥1m lihat Gambar 2.17. m,n,w
1,0
0,5
d (m) 0,0
5,0
10,0
Gambar 2.17 Nilai m, n dan w untuk berbagai jarak percikan[7]
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini percobaan akan dilakukan pada jarak sela ≤1m untuk semua elektroda, maka di asumsikan nilai m dan n adalah 1,0. Sehingga, Persamaan 2.5 dapat juga ditulis : Kd = (
………………………………………………………………(2.5)
Karena : δ = kd, maka Persamaan 2.3 dapat juga ditulis : Vs = Vb / δ ………………………………………………………………………………………………………………………(2.6) Dimana Vb = Hasil pengujian pada sembarang keadaan udara δ = factor koreksi temperatur dan tekanan udara Oleh karena sifatnya yang empiris, maka factor koreksi terhadap kelembaban udara kh tidak dapat dianggap tepat dan tidak selalu dapat dipakai. Oleh sebab itu, hanya Persamaan (2.5) yang dipergunakan. 2.5
PENGERTIAN HUJAN DAN MEKANISME SIKLUS HIDROLOGI
2.5.1 Pengertian Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi (Yeni Agustiarni, 2008).
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter
Universitas Sumatera Utara
artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Intensitas hujan berdasarkan besarnya curah hujan dapat di kelompokkan kedalam 3 kategori, yaitu :
Hujan gerimis/rintik-rintik (kurang dari 2,5 mm/jam),
Hujan sedang (2,6 - 7,5 mm/jam), dan
Hujan deras/lebat (lebih dari 7,5 mm/jam).
Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman dan lingkungan.
2.5.2
Mekanisme Siklus Hidrologi
Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air: 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan (evaporation) , hujan (presipitasi) dan pengaliran keluar (outflow).
Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah (Sosrodarsono,2003)
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui penguapan dari air laut, danau, dan
Universitas Sumatera Utara
sungai
(evaporasi)
maupun
penguapan
dari
tanaman
atau
tumbuh–tumbuhan
(transpirasi), kemudian naik ke udara dan selanjutnya mengalami pengembunan (kondensasi) yaitu berubah menjadi titik – titik air yang mengumpul dan membentuk awan. Titik – titik air itu memiliki kohesi (gaya tarik antar molekul yang sama) sehingga titik – titik air menjadi besar dan dipengaruhi oleh gravitasi bumi sehingga jatuh yang disebut hujan (presipitasi). Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila berlangsung tiga kejadian sebagai berikut: 1) Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh. 2) Terjadinya kondensasi atas pertikel – partikel uap di atmosfer. 3) Pertikel – partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gaya gravitasi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, siklus hidrologi yang kontinu antara air laut dan air daratan dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Siklus Hidrologi (Sumber Suripin, 2001)[1]
2.6
PEMBENTUKAN BUTIRAN AIR HUJAN (Koalensi) Koalesensi terjadi ketika butir air bergabung membentuk butir air yang lebih
besar, atau ketika butir air membeku menjadi kristal es yang dikenal sebagai proses Bergeron. Resistensi udara mengakibatkan butiran air mengambang di awan. Ketika turbulensi udara terjadi, butiran air bertabrakan dan menghasilkan butiran yang lebih besar. Butiran air besar ini turun dan koalesensi terus berlanjut, sehingga butiran menjadi cukup berat untuk melawan resistensi udara dan jatuh sebagai hujan. Berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut berkembang, awan dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm cloud). Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua bagiannya berada pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku atau yang disebut awan bawah titik beku (< 00C), sedangkan awan hangat adalah awan yang semua bagiannya berada diatas titik beku atau yang disebut juga awan atas titik beku ( > 00C). Koalesensi umumnya sering terjadi di awan atas titik beku dan dikenal sebagai proses hujan hangat. Di awan bawah titik beku, kristal es mulai jatuh ketika memiliki
Universitas Sumatera Utara
massa yang cukup. Umumnya, kristal membutuhkan massa yang lebih besar daripada koalesensi yang terjadi antara kristal dan butiran air sekitarnya. Proses ini bergantung kepada suhu, karena suhu paling rendah butiran air dingin hanya ada di awan bawah titik beku. Selain itu, karena perbedaan suhu yang besar antara awan dan permukaan, kristalkristal es ini bisa mencair ketika jatuh dan menjadi hujan. Butiran hujan memiliki beragam ukuran mulai dari diameter rata-rata 0,1 millimeter hingga 9 millimeter, di atas itu butiran akan terpisah-pisah. Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin lebar, seperti roti hamburger, air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Berbeda dengan kepercayaan masyarakat, bentuk butir hujan yang asli justru tidak mirip air mata. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil. Butiran hujan terbesar di Bumi tercatat di Brasil dan Kepulauan Marshall pada tahun 2004—beberapa di antaranya sebesar 10 millimeter. Ukuran besar ini disebabkan oleh pengembunan partikel asap besar atau tabrakan antara sekelompok kecil butiran dengan air tawar yang banyak. Berlawanan dengan pemahaman umum, butir air hujan tidaklah turun dalam bentuk menyerupai tetesan air mata atau bentuk mirip buah salak. Nyatanya, tetesan air hujan berbentuk bulat saat baru saja jatuh meninggalkan awan. Untuk butiran air hujan berukuran kecil, bentuk bulat ini bertahan. Namun, untuk butiran lebih besar, semakin jatuh ke bawah, bentuknya berubah dan lebih menyerupai setengah bola pipih. Dalam bahasa Inggris penampakan ini biasa disebut hamburger-bun shape atau bentuk roti burger, rata di permukaan bawahnya dan melingkar di permukaan atasnya. Perubahan bentuk ini akibat gaya tekan udara pada permukaan bagian bawah tetesan air hujan yang sedang jatuh ke bumi. Gaya tekan yang berlawanan dengan arah turunnya hujan menyebabkan ratanya permukaan bawah tetesan air hujan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.19.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Bentuk Butiran Air Hujan Menyerupai Bentuk Roti Hamburger
Butir hujan jatuh pada kecepatan terminalnya, lebih besar untuk butiran besar karena massanya yang lebih besar. Di permukaan laut tanpa angin, gerimis 0,5 millimeter jatuh dengan kecepatan 2 meter per detik, sementara butiran besar 5 millimeter jatuh pada kecepatan 9 meter per detik. 2.7
KECEPATAN JATUH TETESAN BUTIRAN HUJAN
Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.1 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuranukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan (Sosrodarsono,2003)
Kecepatan jatuhnya suatu tetesan hujan melalui udara yang tenang tergantung pada ukurannya (Seyhan, 1977). Mula – mula kecepatannya naik, tetapi selanjutnya mencapai suatu kecepatan yang konstan, yang disebut kecepatan akhir atau kecepatan terminal. Lenard (1904) dan Laws (1941) melakukan percobaan – percobaan yang lama untuk menentukan kecepatan jatuh tetesan hujan.
Kecepatan jatuh tetesan hujan dapat ditentukan dengan beberapa metode. Diantaranya adalah : 1. Menggunakan kurva dan tabel yang ada (Lenard, 1904; Laws, 1941). Seperti yang terlihat pada tabel 2.2, kurva 2.21 dan kurva 2.22. 2. Kecepatan jatuh hujan dapat diestimasi dengan rumus empiris Gunn and Kinzer: v(D) = 3,86 D0,67 …………………………………..(2.6) Keterangan v(D) adalah kecepatan jatuh butiran hujan, dan D adalah diameter butiran hujan pada kisaran antara 0.8 dan 4.0 mm. 3. Menggunakan kamera berkecepatan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kecepatan Tetesan Air Hujan Menurut Lenard dan Laws (Seyhan,1977) Diameter Tetesan (mm)
Kecepatan Akhir (Kaki/Detik) Dalam Lenard
Dalam Laws
0,5
11,5
-
1,0
14,4
-
1,5
18,7
18,1
2,0
19,4
21,6
3,0
22,6
26,4
4,0
25,3
29,1
5,0
26,2
30,3
5,5
26,2
30,5
6,0
25,9
30,5
6,5
25,6
-
Gambar 2.20 menunjukkan grafik kecepatan tetesan hujan terhadap massa dan ketinggian jatuh hujan menurut percobaan yang dilakukan Hall, pada tahun 1910.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Grafik Kecepatan Tetesan Hujan Terhadap Massa dan Ketinggian Jatuh Hujan[8]
Gambar 2.21 Grafik Hubungan Antara Diameter Tetesan Terhadap Kecepatan dan Ketinggian Jatuh Air Hujan[8]
Universitas Sumatera Utara
Gambar tabel dan grafik diatas menunjukkan kecepatan tetesan hujan di alam mungkin terletak di sekitar angka – angka ini. Untuk tetesan hujan yang mempunyai diameter lebih dari 5,5 mm, kecepatan akhir tidaklah meningkat. Hal ini disebabkan oleh perubahan bentuk dan pecahnya tetesan sebagai akibat meningkatnya tahanan udara. Dalam percobaan tugas akhir ini, penulis akan merujuk pada Gambar 2.21 sebagai referensi untuk menentukan kecepatan tetesan air hujan yang akan di uji. Karena dalam grafik tersebut disajikan hubungan antara diameter tetesan terhadap kecepatan dan ketinggian jatuh air hujan yang lebih lengkap dan sesuai pengujian yang hendak dilakukan.
2.8
PENGARUH AIR HUJAN TERHADAP PERUBAHAN TEGANGAN TEMBUS UDARA Udara adalah suatu bahan dielektrik yang baik. Dielektrik adalah suatu bahan yang
memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau bahkan hampir tidak ada. Pada bahan dielektrik tidak terdapat elektron-elektron konduksi yang bebas bergerak di seluruh bahan oleh pengaruh medan listrik. Dalam bahan dielektrik, semua elektron-elektron terikat dengan kuat pada intinya sehingga terbentuk suatu struktur regangan (lattices) benda padat, atau dalam hal cairan atau gas, bagian-bagian positif dan negatifnya terikat bersama-sama sehingga tiap aliran massa tidak merupakan perpindahan dari muatan. Karena itu, jika suatu dielektrik diberi muatan listrik, muatan ini akan tinggal terlokalisir di daerah di mana muatan tadi ditempatkan. Konstanta dielektrik atau permitivitas listrik relatif, adalah sebuah konstanta dalam ilmu fisika. Konstanta ini melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik. Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa). Secara matematis konstanta dielektrik suatu bahan didefinisikan sebagai,
………………………………………….(2.7) Dimana εs = Permitivitas statis dari bahan tersebut, dan ε0 = Permitivitas vakum
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Berisi daftar konstanta dielektrik beberapa bahan pada suhu kamar.
BAHAN
KONSTANTA DIELEKTRIK
Vakum
1
Udara
1,00054
Karet
7
Silikon
11,68
Metanol
3
Beton
4,5
Air (20 °C)
80,10
Barium titanat
1200
Kaca pyrex
4,7
Kertas
3,5
Udara di alam yang secara umum terdiri dari 78 % nitrogen, 21 % oksigen dan 1 % uap air, karbondioksida, dan gas-gas lainnya. Gas ideal adalah gas yang hanya terdiri dari molekul-molekul netral, sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik.
Berikut ini sifat – sifat listrik dari udara pada keadaan standar pada suhu 200C :
Resistivity (ρ) : 1.3×1016 - 3.3×1016 (Ω.m)
Conductivity (σ) : 3 x 10-7 – 8 x 10-7 μ.siemens/cm
Kekuatan dielektrik : 31,7 kV/cm
Mekanisme kegagalan isolasi pada peralatan tegangan tinggi pada saat digunakan disebabkan banyak hal. Salah satu kegagalan di antaranya adalah pada isolasi gas yang mengalami kerusakan karena pengaruh lingkungan berupa hujan. Adanya hujan membuat perubahan konduktivitas yang juga akan merubah medan listrik (E) di udara.
Universitas Sumatera Utara
Ada 2 hal yang terjadi akibat perubahan konduktivitas diudara : c. Konduktivitas tinggi, akan mengakibatkan medan listrik (E) di udara berubah, yang juga akan menurunkan kekuatan dielektrik udara sehingga akan mempercepat udara semakin konduktif. Oleh karena itu, tegangan tembus udara juga akan semakin kecil. d. Konduktivitas rendah, medan listrik (E) di udara juga akan berubah, tetapi akan bersifat isolasi, dimana kekuatan dielektrik udara akan semakin besar, dimana seolah – olah terjadi isolasi berlapis. Oleh karena itu, tegangan tembus udara pun akan semakin besar juga.
Karakteristik Air Hujan Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (1999) yang merupakan mahasiswa pascasarjana IPB pada tesisnya, parameter fisik, kimia, dan logam berat air hujan, karakteristik air hujan meliputi: Konduktivitas listrik berkisar dari 6-11 μsiemens/cm, derajat keasaman, (pH) antara 4-7, sedangkan konsentrasi sulfat, nitrat, nitrit , magnesium, amonia, klorida, kalsium, tembaga, timbal, dan flourida yang rendah, seperti yang terlihat pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.4. Karakteriktik Air Hujan[1]
Universitas Sumatera Utara
Hujan adalah suatu fenomena alam dimana air hujan tersebut dapat mengakibatkan tegangan tembus karena air hujan akan dapat menghantarkan arus. Dalam kenyataan tetesan air hujan dapat menyebabkan breakdown. Sebab hujan merupakan salah satu polutan yang dapat mengubah konduktivitas suatu bahan dielektrik. Adanya kondisi hujan akan mempengaruhi kekuatan dielektrik dalam mencegah terjadinya tembus antar dua peralatan tegangan tinggi yang diisolasi. Apabila terjadi hujan, dimana hujan yang memiliki konduktivitas lebih tinggi dibandingkan udara, akan dapat mengubah konduktivitas udara. Sehingga konduktivitas udara saat terjadinya hujan juga akan naik. Tingkat kenaikan konduktivitas udara tergantung seberapa besar curah hujan yang membasahi udara tersebut. Semakin besar curah hujan yang membasahi udara, maka akan semakin besar juga tingkat kenaikan konduktivitas udara oleh pengaruh campuran konduktivitas hujan tersebut. Besarnya curah hujan ini berhubungan dengan besarnya ukuran butiran air hujan. Semakin besar curah hujan maka semakin besar juga ukuran butiran air hujan yang jatuh membasahi udara. Secara teori hal ini dapat dianalisa sebagai berikut apabila konduktivitas semakin tinggi, maka kekuatan dielektrik suatu bahan akan juga semakin kecil, sehingga tegangan tembus juga akan semakin kecil, karena dibutuhkan kuat medan listrik yang semakin kecil untuk dapat melepaskan elektron dari ikatannya yang pada gilirannya membuat nilai tegangan tembus juga semakin kecil. Hal ini dikarenakan konduktivitas berbanding lurus terhadap rapat arus dan berbanding terbalik terhadap kuat medan listrik. Ini sesuai dengan rumus : J = σ E …………………………………………………(2.8) Konduktivitas dinyatakan dengan σ dan didefinisikan sebagai perbandingan antara rapat arus (J) terhadap kuat medan listrik (E).
Universitas Sumatera Utara