BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai principal memberikan dan manajemen sebagai agent. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena dipilih, maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaan kepada pemegang saham (Ichsan, 2013). Menurut (Jansen Mackling, 1976:303) Teori keagenan adalah teori yang muncul ketika ada dua pihak yang saling terikat, dimana pihak pertama sepakat untuk memakai jasa pihak yang lain. Hubungan keagenan adalah sebagai kontrak, dimana satu atau beberapa orang (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada agen tersebut. Dalam unit simpan pinjam Swamitra hubungan principal (Bank Bukopin dan Koperasi) dan agen (Karyawan Swamitra) berkerjasama untuk mencapai tujuan bersama yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Dalam hal ini principal (Bank Bukopin dan Koperasi) menjalin kontrak dengan agen (Karyawan Swamitra) untuk dapat menyalurkan kredit kepada debiturnya sebanyak mungkin agar pendapatan atas bunga yang diperoleh dari modal yang telah disediakan principal dapat dimaksimalkan. Agen (Karyawan Swamitra) diberi wewenang untuk mengelola modal yang telah disediakan principal secara pofesional dan
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
maksimal yang dikepalai oleh setiap manajer unit Swamitra. Dari sudut pandang agen (Karyawan Swamitra) mengharapkan bahwa dari kredit yang telah disalurkan mereka akan mendapatkan profit berupa bonus semaksimal mungkin, sesuai dengan kualitas kinerjanya. Dengan menyatukan visi dan misi, teory agency yang diterapkan akan memaksimalkan kinerja karyawan dan hasil yang memuaskan bagi principal.
B.
Sisa Hasil Usaha
1.
Pengertian sisa hasil usaha Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi adalah sebagai selisih dari seluruh
pemasukan atau penerimaan total (total revenue) atau bisa di lambangkan (TR) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost) dengan lambang (TC) dalam satu tahun
waktu.
Pengertian
Koperasi
menurut
UU
No.25/1992,
tentang
perkoperasian, Bab IX pasal 45 adalah sebagai berikut: •
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan
•
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan
koperasi,
serta
digunakan
untuk
keperluan
pendidikan
perkoperasian dan keperluan koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
•
Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota
•
Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi.
•
Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.
•
Semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima.
•
Dalam proses perhitungannya, nilai SHU anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar sebagai berkut: 1)
SHU total koperasi pada satu tahun buku
2)
Pembagian (presentase) SHU anggota
3)
Total simpanan seluruh anggota
4)
Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5)
Jumlah simpanan per anggota
6)
Omzet atau volume usaha per anggota
7)
Pembagian (presentase) SHU untuk simpanan anggota
8)
Pembagian (presentase) SHU untuk transaksi usaha anggota
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
TR : Total Revenue (Total Pendapatan) TC : Total Cost (Total Biaya)
Sisa hasil usaha yang diproleh setiap tahunnya merupakan akumulasi dari perolehan laba setiap bulannya yang disebut dengan SHU tahun berjalan yang tersaji dalam necara.
31/12/2014
30/9/2014
30/6/2014
31/3/2014
31/12/2013
30/9/2013
30/6/2013
31/3/2013
30/9/2012
31/12/2012
30/6/2012
31/3/2012
31/12/2011
30/9/2011
30/6/2011
31/3/2011
31/12/2010
30/9/2010
30/6/2010
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 31/3/2010
dalam jutaan rupiah
SHU Tahun Berjalan 2010 ‐ 2014
Grafik 2.1 SHU Tahun Berjalan 2010 – 2014 Sumber: Diolah dari data primer, 2014
2.
Pembagian sisa hasil usaha Setiap akhir tahun setiap Swamitra diberikan penilaian atas performanya
selama satu periode oleh manajemen Bukopin. Penilaian ini meliputi penilaian atas pencapaian-pencapaian dari aggaran yang telah direncanakan sebelumnya dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
penilaian kinerja setiap individu karyawannya. Penilaian ini merupakan dasar tolak ukur pembagian SHU antara Koperasi, Bukopin dan Karyawan Swamitra. Adapun presentasi masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Presentase pembagian SHU Kondisi Swamitra
Bukopin
Koperasi
Sangat Baik Sekali
40%
60%
Baik Sekali
45%
55%
Baik
50%
50%
Cukup Baik
55%
45%
Rata-rata/ Standar
60%
40%
Agak Buruk
65%
35%
Buruk
70%
30%
Buruk Sekali
75%
25%
Sangat Buruk Sekali
80%
20%
Karyawan sebesar 15% dari SHU akhir tahun Sumber: Diolah dari data primer, 2014
Dari tabel di atas dapat dijabarkan bahwa karyawan Swamitra mendapatkan pembagian sebesar 15 persen dari total SHU yang diperoleh setiap akhir tahunnya. Dari 15 persen tersebut masing-masing karyawan mendapatkan persentase pembagiannya sesuai dengan penilaian akhir yang ditetapkan oleh manajemen bank Bukopin. Kemudian 85 persen SHU dibagi antara pihak Koperasi dan Bukopin sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Apabila kondisi Swamitra
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
mendapat penilaian “Sangat Baik Sekali” maka presentasi yang diperoleh pihak Koperasi sebesar 60 persen dan Bukopin memperoleh 40 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Baik Sekali” maka presentasi yang diperoleh pihak Koperasi sebesar 55 persen dan Bukopin memperoleh 45 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Baik” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 50 persen dan Bukopin juga persen. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Cukup Baik” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 45 persen dan Bukopin memperoleh 55 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Rata-rata/ Standar” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 40 persen dan Bukopin memperoleh 60 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Agak Buruk” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 35 persen dan Bukopin memperoleh 65 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Buruk” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 30 persen dan Bukopin memperoleh 70 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Buruk Sekali” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 25 persen dan Bukopin memperoleh 75 persen SHU. Apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “ Sangat Buruk Sekali” maka presentasi yang diperoleh Koperasi sebesar 20 persen dan Bukopin memperoleh 80 persen SHU. Namun apabila kondisi Swamitra mendapat penilaian “Buruk” maka presentase yang diperoleh pihak koperasi lebih kecil yaitu sebesar 20 persen sedangkan pihak Bukopin mendapatkan presentase sebesar 80 persen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
3.
Prinsip-prinsip pembagian SHU
Anggota Koperasi memiliki dua fungsi ganda, yaitu: a)
Sebagai pemilik Seorang anggota berkewajiban melakukan investasi. Dengan demikian, sebagai investor anggota berhak menerima hasil investasinya
b)
Sebagai Pelanggan Seorang anggota berkewajiban berpartisipasi dalam setiap transaksi bisnis di koperasinya.
Agar tercermin azaz keadilan, demokrasi, transparansi dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pembagian SHU sebagai berikut: 1)
SHU yang dibagi adalah bersumber dari anggota. Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota itu sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi. Dalam kasus koperasi tertentu, bila SHU yang bersumber dari non anggota cukup besar, maka rapat anggota dapat menetapkan untuk dibagi secara merata sepanjang tidak membebani likuiditas koperasi. Pada koperasi yang pengelolaan pembukuannya sudah baik, biasanya terdapat pemisahan sumber SHU antara yang berasal dari anggota dan non anggota. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam pembagian SHU
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
adalah memisahkan SHU yang bersumber dari hasil transaksi usaha dengan anggota dan non anggota. 2)
SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri. SHU yang diterima oleh setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinvestasikannya dan dari hasil transaksi yang dilakukan anggota koperasi. Oleh sebab itu, perlu ditentukan proposisi SHU untuk jasa modal dan jasa transaksi usaha yang dibagi kepada anggota.
3)
Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan Proses perhitungan SHU peranggota dan jumlah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa presentase partisipasinya kepada koperasi.
4)
SHU anggota diibayar secara tunai SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan ini koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya sehingga dapat memperkuat rasa kepercayaanya terhadap koperasi.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan SHU Menurut Atmadji (2007 : 217) faktor-faktor yang menentukan besarnya
Sisa Hasil Usaha koperasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek keuangan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
non keuangan. Dilihat dari aspek indikator keuangan faktor yang mempengaruhi sisa hasil usaha (SHU) koperasi meliputi: •
Modal sendiri, yaitu modal yang menanggung risiko (equity) atau pokok, simpanan wajib, dan dana cadangan dan hibah.
•
Modal pinjaman, yaitu modal yang dipinjam koperasi yang berasal dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan, penerbitan obligasi atau surat berharga dan sumber-sumber lainnya.
•
Volume usaha, yaitu total nilai penjualan dan pendapatan barang dan jasa pada tahun buku yang bersangkutan. Menurut Pactha (2005 : 56), faktor-faktor yang mempengaruhi SHU terdiri
atas 2 faktor yaitu Faktor Dalam dan Faktor Luar. 1) Faktor dari Dalam yaitu: a. Partisipasi Anggota Para Anggota koperasi harus berpartisipasi dalam kegiatan koperasi karena tanpa adanya peran anggota maka koperasi tidak akan berjalan lancar. b. Jumlah Modal Sendiri SHU anggota yang diperoleh sebagian dari modal sendiri yaitu dari simpanan wajib, simpanan pokok, dana cadangan dan hibah. c. Kinerja Pengurus Kinerja Pengurus sangat diperlukan dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi, dengan adanya kinerja yang baik dan sesuai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
dengan persyaratan dalam Anggaran Dasar serta UU Perkoperasian maka hasil yang dicapai pun juga akan baik
d. Jumlah Unit Usaha yang dimiliki Setiap Koperasi pasti memiliki unit usaha. Hal ini juga menentukan seberapa besar volume usaha yang dijalankan dalam kegiatan usaha tersebut. e. Kinerja Manajer Kinerja manajer menentukan jalannya semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi dan memiliki wewenang atas semua hal-hal yang bersifat intern. f. Kinerja Karyawan Merupakan kemampuan seseorang dalam menjadi anggota koperasi dan keaktifannya dalam setiap kegiatan. 2) Faktor dari Luar yaitu: a. Modal Pinjaman dari pihak luar Modal yang berasal dari luar koperasi itu sendiri yang sersifat sementara dan merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar. b. Para Konsumen dari luar selain anggota koperasi. c. Pemerintah Kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru dan gejolak politik, social, ekonomi, dan budaya memiliki pengaruh terhadap jalannya suatu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
perusahaan atau organisasi di Negara tersebut, tak terkecuali dengan koperasi.
Pada Swamitra Koperasi Pasar Cipulir unit 1 ini, permodalannya bersumber pada modal tidak tetap (MTT) yang diberikan kepada Bukopin dengan suku bunga 15,45 persen efektif pertahun. dan dana pihak ketiga yang berasal dari simpanan dan simpanan berjangka nasabah. Manajemen Swamitra Koperasi Pasar Cipulir unit 1 pun dikelola secara profesional oleh manajemen bank Bukopin dengan menggunakan strandarisasi operasional perbankan didukung oleh sistem network yang memperluas setiap transaksi bisnis.
C.
Bad Debt Ratio (BDR)
1.
Pengertian bad debt ratio Bad Debt Ratio (BDR) adalah rasio yang menghitung piutang yang tidak
dapat tertagih. Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa besar piutang yang tidak dapat tertagih dalam bentuk persentase (%) dan ini dilakukan untuk kepentingan dalam melakukan evaluasi kredit dan kebijakan manajemen. Dalam istilah perbankan Bad Debt Ratio (BDR) memiliki pengertian yang sama dengan Non Performing Loan (NPL). Menurut Meydianawathi (2007:138), Non Performing Loan (NPL) menunjukan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. Non Performing Loan (NPL) merupakan persentase jumlah kredit bermasalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
(dengan criteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. Sentausa (2009 dalam Pratama, 2010: 5) menyatakan, akibat tingginya Non Performing Loan (NPL), perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Besarnya Non Performing Loan (NPL) menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Non Performing Loan (NPL) merupakan suatu ukuran atau rasio yang menunjukan risiko kredit yang ditanggung oleh bank karena ketidakmampuan pihak peminjam (debitur) dalam mengembalikan kredit, yang dinyatakan dalam persentase. Besar nilai bad debt ratio suatu lembaga keuangan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Pinjaman Bermasalah x 100% Total Pinjaman Persentase ideal BDR yang diperoleh oleh setiap Koperasi Swamitra yang telah ditetapkan oleh manajemen Bank Bukopin adalah maksimal sebesar 5 persen. Adapaun rincian persentase tingkat kolektibilitas BDR adalah sebagai berikut: •
Kolektibilitas 1 x 0%
= xxx
•
Kolektibilitas 2 x 50%
= xxx
•
Kolektibilitas 3 x 75%
= xxx
•
Kolektibilitas 4 x 100%
•
Perhitungan rasio yang diklasifikasikan adalah sebagai berikut:
= xxx
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
a. 0% dari Total Pinjaman yang digolongkan lancar, untuk Tunggakan Pokok & Bunga ≤ 3 bulan. b. 50% dari Total Pinjaman yang digolongkan kurang lancar, untuk Tunggakan Pokok & Bunga 3 - 6 bulan. c. 75% dari Total Pinjaman yang digolongkan diragukan, untuk Tunggakan Pokok & Bunga 6 - 9 bulan. d. 100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet, untuk (Tunggakan Pokok & Bunga > 9 bulan atau Pinjaman yang Sudah Jatuh Tempo Penyelesaian)
2.00% 1.00% 0.00% 2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.2 Pertumbuhan BDR Sumber: Diolah dari data primer, 2014
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya BDR Dalam pemberian kredit kepada debitur, suatu lembaga keuangan pastilah
memiliki masalah pada tingkat pengembalian kredit. Karena debitur yang memperoleh kredit dari bank atau koperasi tidak seluruhnya dapat mengembalikan dengan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan awalnya. Pada kenyataannya selalu ada sebagian debitur yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada kreditur yang telah memperikan fasilitas pinjaman.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Kemacetan suatu fasilitas pinjaman disebabkan oleh 2 faktor (Ismail, 2010:123) yaitu: 1. Dari Pihak Perbankan a. Analisis yang kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu kredit. b. Adanya kolusi antara pihak analis dengan pihak debitur sehingga penyaluran kredit tidak sesuai dengan yang seharusnya. c. Keterbatasan pengetahuan pihak analis terhadap jenis usaha debitur sebingga tidak dapat melakukan analisis yang tepat dan akurat. d. Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait. e. Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit debitur. 2. Faktor Eksternal Kreditur a. Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh debitur. a.1 Debitur sengaja untuk melakukan pembayaran angsuran kepada kreditur, karena debitur tidak memiliki kemauan dalam memenuhi kewajiban. a.2 Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang dibutuhkan terlalu besar. a.3 Penyelewengan yang dilakuak nasabah dengan menggunakan dana kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
b. Unsur ketidaksengajaan b.1 Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas sehingga tidak dapat membayar angsuran. b.2 Usaha debitur mengalami penurunan volume penjualan yang menyebabkan kerugian. b.3 Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur. b.4 Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur.
Terjadi kredit bermasalah merupakan hal yang umum terjadi dalam dunia perbankan, walaupun sebagian usaha sudah dilakukan untuk mencegahnya (seperti melalui penyempurnaan sistem serta kebiijakan perkreditan ataupun dengan peningkatan mutu dan kualitas staf pendidikan) tetapi belum menutup kemungkinan terjadinya kredit bermasalah. Kredit yang diberikan lembaga keuangan perlu adanya pembinaan dan pengawasan secara tertib kepada nasabahnya atau debiturnya, hal ini untuk menghindari adanya penyalahgunaan kredit oleh debitur. Pemantauan terhadap usaha nasabahnya secara dini akan mempunyai dampak untuk menghindari adanya kredit macet. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat BDR pada Swamitra adalah dengan melakukan Restruktur atau Rescheduling atas pinjaman debitur macet. Menurut (Wikipedia Indonesia) Restuktur adalah terminologi keuangan yang banyak digunakan dalam perbankan, yang artinya adalah upaya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Restruktur yang dilakukan oleh Swamitra adalah melalui memperpanjang jangka waktu pinjaman dengan membayar tunggakan bunga dan dendanya yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur sebelumnya.
D.
Permodalan Koperasi
1.
Definisi modal Modal merupakan sejumlah dana yang menjadi dasar untuk mendirikan
suatu perusahaan, perusahaan menggunakan dana ini untuk membiayai aktivitas perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa. Pada pengertian tersebut di atas kita melihat bahwa modal dangat berperan dalam suatu perusahaan dan perusahaan yang baru berdiri membutuhkan modal untuk aktivitas perusahaan tersebut. Sebagaimana umumnya suatu perusahaan akan mengikuti perkembangan dari masa ke masa, maka pasti akan menggunakan suatu cara dalam mengikuti perkembangan tersebut untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Modal dalam arti sempit, merupakan modal yang sering diartikan sebagai uang atau sejumlah dana untuk membiayai suatu usaha atau kegiatan. Sedangkan dalam arti luas, modal diartikan sebagai sugala sesuatu (benda, modal: uang, atau jasa) yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha lebih lanjut. Ditinjau dari wujudnya modal koperasi dapat berupa modal yang berwujud dan modal yang tak berwujud. Modal yang berwujud adalah harta berwujud yang dapat dinilai dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
uang yang digunakan untuk menjalankan usaha seperti uang tunai, alat-alat produksi, mesin, gedung dan sebagainya. Sedangkan modal tak berwujud adalah harta berwujud yang tidak dapat dinilai dengan uang, misalnya hak-hak istimewa atau posisi yang menguntungkan koperasi untuk memperoleh pendapatan (Wasisi, 1983:16).
2.
Sumber-sumber modal koperasi Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan termasuk badan
koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan untuk menjalankan usaha. Koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang mengumpulkan modal untuk modal usaha dan setiap orang mempunyai hak yang sama. 2.1
Modal Dasar Tujuan utama mendirikan sebuah organisasi koperasi adalah untuk mengakumulasikan potensi keuangan para pendiri dan anggotanya yang meskipun pada awalnya berjumlah kecil tatapi tetap ada.
2.2
Modal Sendiri Modal sendiri terdiri atas simpanan pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah
2.3
Modal Pinjaman Modal Pinjaman dapat berupa pinjaman dari anggota, Pinjaman dari Koperasi Lain, Pinjaman dari Lembaga keuangan, Obligasi dan Surat Utang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.4
Sumber keuangan lain Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.
Dalam USP Swamitra modal yang digunakan berasal dari: a.
Modal tidak tetap dari Bukopin Modal tidak tetap merupakan modal asing atau modal dari pihak luar yang diberikan bukopin kepada Swamitra dengan tingkat suku bunga sebesar 15,45 persen efektif pertahun. Adapun besarnya Modal Tidak Tetap (MTT) yang diberikan adalah berdasarkan Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati oleh pihak Bukopin dan Koperasi. Pada Swamitra Koperasi Pasar Cipulir Unit 1 jumlah MTT yang diturunkan adalah sebesar 7,3 milyar rupiah dengan total yang sudah terpakai sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebesar 4,5 milyar rupiah. Persentase Modal Tidak Tetap yang digunakan terhadap total pinjaman yang disalurkan adalah sebesar 51,37 persen.
dalam ribuan rupiah
MTT 2010 ‐ 2014 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 ‐ 2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.3 Penggunaan MTT Sumber: Diolah dari data primer, 2014
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
b.
Dana pihak ketiga Dana pihak ketiga merupakan sumber dana dari pihak luar yang berasal dari Simpanan dan Simpanan Berjangka nasabah. Persentase dana pihak ketiga Swamitra Cipulir unit 1 terhadap total pinjaman yang disalurkan adalah sebesar 30,63 persen. Jadi, kontribusi dana pihak ketiga dalam penyaluran pinjaman adalah sebesar 30,63 persen. Jumlah dana pihak ketiga di Swamitra Cipulir unit 1 ini sampai dengan akhir tahun 2014 adalah sebesar 2,6 milyar rupiah.
c.
Distribusi Cadangan Koperasi Cadangan menurut UU No. 25/ 1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/ 1967 menentukan bahwa 25 persen dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota sebesar 60 persen disisihkan untuk cadangan. Banyak sekali manfaat distribusi cadangan, seperti contoh di bawah ini: 1. Memenuhi kewajiban tertentu 2. Meningkatkan jumlah operating capital koperasi 3. Sebagai jaminan untuk kemungkinan rugi dikemudian hari 4. Perluasan usaha
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Pada Swamitra setiap tahunnya perolehan SHU yang diterima koperasi, sebesar 40 persen dari SHU tersebut harus disetorkan ke Swamitra sebagai Modal disetor koperasi. Persentase modal disetor koperasi Swamitra Cipulir unit 1 terhadap total pinjaman yang disalurkan adalah sebesar 8 persen. Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber pendanaan yang paling berpengaruh dalam permodalan Swamitra adalah dana yang bersumber dari Modal Tidak Tetap (MTT) yang diberikan Bukopin kepada Koperasi. Semakin besar jumlah MTT yang digunakan maka semakin banyak pula jumlah Pinjaman yang dapat disalurkan kepada debitur. Dilihat dari segi keuntungan yang diperoleh Bukopin adalah semakin banyak MTT yang disalurkan maka, semakin besar pula keuntungan yang didapat daapat dari pembayaran bunga atas MTT yang telah digunakan oleh Swamitra. Bunga yang diberikan Bank Bukopin atas MTT adalah sebesar 15.45 persen, sedangkan bunga yang diberikan Swamitra Cipulir unit 1 kepada debiturnya adalah sebesar 32 persen sampai dengan 34 persen. Dengan demikian selisih keuntungan yang didapat Swamitra atas pendapatan bunga atas pinjaman yang disalurkan adalah sebesar 16,55 persen sampai dengan 18,55 persen.
E.
Pinjaman yang Disalurkan (PYD)
1.
Pengertian pinjaman Menurut Ensiklopedia bebas, Pinjaman adalah suatu jenis hutang yang
dapat melibatkan semua jenis benda berwujud walaupun biasanya lebih sering diidentikan dengan pinjaman moneter. Seperti halnya instrument uutang lainnya,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
suatu pinjaman memerlukan distribusi ulang aset keuangan seiring waktu antara peminjam (terhutang) dan penghutang (pemberi hutang). Peminjam awalnya menerima sejumlah uang dari pemberi utang yang akan dibayar kembali, seringkali dalam bentuk angsuran berkala, kepada pemberi utang. Jasa ini biasanya diberikan dengan biaya tertentu yang disebut sebagai bunga terhadap utang. Pihak peminjam dapat juga memperoleh batasan-batasan yang diberikan dalam bentuk syarat pinjaman.
2.
Tujuan pemberian pinjaman Adapun tujuan pemberian pinjaman adalah sebagai berikut: a) Lembaga
keuangan
selaku
pemberi
pinjaman
mendapatkan
keuntungan berupa bunga, biaya administrasi, imbalan, provisi, dan biaya-biaya lain yang dibebsankan pada debitur atau peminjam. b) Usaha debitur yang bersangkutan atau peminjam akan meningkat. Dengan pemberian pinjaman investasi maupun kredit modal, peminjam diharapkan dapat meningkatkan usahanya. c) Banyaknya kredit yang disalurkan mampu meningkatkan pelaksanaan pembangunan di sector ekonomi. Dengan demikian pemberian pinjaman dapat membantu tugas pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
3.
Strandar pemberian pinjaman Sebelum memutuskan memberikan fasilitas kredit kepada calon debitur,
langkah yang harus dilakukan adalah mengevaluasi pinjaman untuk meyakini bahwa calon debitur dapat dipercaya (mencakup latar belakang personal dan usaha, prospek usaha, jaminan yang diberikan, serta faktor lain) dan diyakini bahwa pinjaman benar-benar aman dan dapat dipastikan kembali. Setiap permohonan kredit yang telah memenuhi syarat harus dilakukan analisis kredit secara tertulis, baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif. Untuk menilai apakah calon debitur layak diberikan fasilitas kredit, berikut prinsip-prinsip penilain kredit yang dapat dijadikan acuan sebelum memberikan kredit kepada calon debitur. Adapun prinsip-prinsip tersebut lebih dikenal dengan dengan sebutan 5’C’s, yang menurut Djohan (2005 : 105) yaitu sebagai berikut: a. Character (karakter) Analisis yang dilakukan terhadap watak pribadi peminjam secara individu seperti riwayat, reputasi dalam bisnis keuangan, legalitas usaha dan manajemen. Pola-pola pembayaran utang pada masa lalu sangat berguna untuk menilai karakter dari calon debitur tersebut. b. Capacity (kemapuan) Jika tujuan analisis watak adalah untuk mengetahui kesungguhan debitur untuk melunasi utangnya, maka tujuan dari analisis kemampuan adalah untuk mengukur kemampuan debitur dalam membayar. Kemampuan tersebut dapat diuraikan kedalam kemampuan manajerial dan kemampuan finansial. Kedua
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
kemapuan ini tidak dapat berdiri sendiri. Karena kemapuan finansial merupakan hasil kerja kemampuan manajerial perusahaan. c. Capital (modal) Modal sendiri (ekuitas) merupakan hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aktiva dengan kewajiban yang ada. Pada dasarnya modal berasal dari investasi pemilik ditambah dengan hasil usaha. Analisa modal ini beryujuan untuk mengetahui kemampuan debitur dalam memikul beban pembiayaan yang dibutuhkan dan kemampuan dalam menanggung beban risiko yang mungkin dialami calon debitur. d. Collateral (agunan) Aspek ini berarti jaminan untuk meyakinkan nilai kredit. Jaminan merupakan hal yang diperhitungkan sebagai suatu pertimbangan pemberian kredit. Secara umum jaminan terbagi atas dua jenis yaitu jaminan fisik dan jaminan non fisik. Jaminan fisik berbentuk seperti tanah, rumah, suar-surat berharga dan lain sebagainya. Sedangkan jaminan non fisik yaitu jaminan orang disebut avalist, bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan avalistlah yang akan menanggung risikonya. Jaminan ini harus benar-benar dikuasai dan diyakini kebenaran status pemiliknya. e. Condition of Ecomomy (kondisi ekonomi) Aspek ini menunjukan kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk dimasa yang akan datang. Penilaian kondisi atau bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Gambar 2.1 Skema Evaluasi Pinjaman
KELAYAKAN NASABAH
AGUNAN
PROFIL NASABAH
KUANTITATIF
KECUKUPAN NILAI
NILAI PASAR
SUMBER PEMBAYARAN
KUALITATIF
PEKERJAAN
PENDIDIKAN NILAI LIKUIDASI
PENDAPATAN LAIN
KARAKTER
GAYA HIDUP
Sumber: Bela Wisnusrata, 2014 Pada USP Swamitra Koppas Cipulir memberikan pinjaman modal mulai dari Rp 2 Juta sampai dengan Rp 150 Juta, dengan jangka waktu angsuran 6 bulan, 12 bulan, 24 bulan, 30 bulan, dan 36 bulan, serta suku bunga 34 persen efektif pertahun atau setara dengan 19 persen flat pertahun atau 1,6 persen flat perbulan. Suku bunga ini dapat diturunkan jika rekam jejak pembayaran anggota sangat baik, serendah-rendahnya sampai 32 persen efektif pertahun. USP Swamitra Koperasi Pasar Cipulir mengenal dua jenis cara pembayaran cicilan pinjaman, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
1) Setiap bulan membayar pokok pinjaman dan bunga, sehingga cicilan untuk bunga efektif mengecil dan cicilan untuk pokok pinjaman membesar atau biasa di sebut dengan sistem bunga menurun. 2) Setiap bulan membayar bunga dan pembayaran pokok pinjaman di akhir. Dengan skema ini pinjaman setiap 3 (tiga) bulan sekali, bunga akan dipukul rata selama pokok pinjaman belum diturunkan (setiap 3 bulan akan turun). Dengan skema inilah bunga dapat diturunkan sampai dengan 32 persen efektif pertahun.
4.
Prosedur pemberian pinjaman Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui tahapan-
tahapan penilaian mulai dari pengajuan permohonan kredit dan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan, memeriksa keaslian dokumen, analisis kredit, survey, sampai dengan kredit dicairkan. Menurut Hasibuan (2008 : 91) bahwa prosedur penyaluran kredit antara lain dengan skema sebagai berikut: 1) Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang diinginkan pada formulir aplikasi permohonan kredit. 2) Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan 3) Analisis kredit dengan cara mengikuti asas 5C, 7P, dan 3R dari permohonan kredit tersebut. 4) Karyawan analisis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau Legal Lending Limit (L3) atau BMPK-nya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Jika BMPK disetujui nasabah, akad kredit (Perjanjian Kredit) ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sedangkan menurut Firdaus & Ariyanti (2009 : 91-133) tahapan proses pemberian kredit yaitu: 1) Persiapan kredit (credit preparation) Adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui informasi dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon debitur baru, biasaya dilakukan melalui wawancara atau cara-cara lain. 2) Analisis atau penilaian kredit (credit analysis/ credit appraisal) Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek pemohon kredit. 3) Keputusan Kredit (Credit Decision) Atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak bank melalui pemutusan kredit, dapat memutuskan permohonan kredit tersebut layak untuk diberi kredit atau tidak. Jika tidak dapat diberikan, maka permohonan tersebut harus ditolak melalui surat penolakan, bila permohonan layak untuk diberikan, maka dituangkan dalam surat keputusan kredit yang memuat beberapa persyaratan tertentu. 4) Pelaksanaan dan administrasi kredit (credit realization and credit administration) Pada tahap ini kedua belah pihak (bank dan calon debitur) menandatangani perjanjian kredit beserta lampiran-lampirannya. 5) Supervisi kredit dan pembinaan debitur (credit supervision and follow up)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Supervisi/ pengawas/ pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada dasarnya ialah upaya pengamanan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau/ memonnitor dan mengikuti jalannya perusahaan (secara langsung atau tidak langsung), serta memberikan saran/ nasihat dan konsultasi agar perusahaan/ debitur berjalan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula.
Tahapan pemberian kredit di Swamitra Koppas Cipulir adalah sebagai berikut: 1. Permohonan Kredit Permohonan kredit merupakakan tahap awal calon debitur untuk mengajukan pinjaman di Swamitra. Dalam tahap ini calon debitur mengisi formulir aplikasi permohonan pinjaman yang berisikan nama calon debitur, alamat tempat tinggal, usaha, alamat tempat usaha, jumlah pinjaman yang diinginkan, agunan, jenis kredit dan jangka waktu pinjaman yang diinginkan. 2. Pengumpulan Informasi dan dokumen Dalam proses ini, analis kredit (credit support) menganalisis dengan mengumpulkan data dari calon debitur. Data yang diperlukan disesuaikan dengan jenis, nilai kredit dan identitas calon debitur yang diberikan antara lain: a. Permohonan kredit b. Dokumen perizinan/ keterangan usaha c. Dokumen identitas nasabah ( fotokopi KTP, KK, surat nikah, dll.)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
d. Rencana anggaran dana, merupakan rincian penggunaan dana yang akan digunakan calon debitur dari pinjaman di Swamitra. e. Laporan kredit bermasalah (credit history) apabila debitur sebelumnya telah mendapat fasilitas pinjaman dari bank. Untuk pengecekan sejarah pinjaman calon debitur antar cabang Swamitra dapat menggunakan aplikasi “Swachecking”. Sedangkan untuk mengecek sejarah kredit calon debitur antar Bank, maka pihak Swamitra akan mengajukan permohonan untuk dilakukannya BI Checking oleh bagian mikro Bank Bukopin. f. Fotokopi dokumen jaminan/ agunan calon debitur. g. Dokumen lain yang diperlukan apabila ada. 3. Verifikasi data Keputusan kredit sangat dipengaruhi oleh keakuratan data dan informasi. Sehingga verifikasi diperlukan untuk memastikan keabsahan data dengan fakta. Adapun yang harus dilakukan analis kredit dalam proses ini adalah sebagai berikut: a. On the Spot Checking (OTS) OTS adalah proses survei/ kunjungan langsung ke tempat tinggal dan usaha calon debitur. Proses ini bertujuan untuk mengecek kebenaran data dengan melihat secara fisik tempat tinggal, tepat usaha dan aktifitas usahanya, serta agunan calon debitur. b. Trade Checking / Personal Checking Trade checking bertujuan untuk mengetahui/ menilai calon debitur dalam menjalankan kegiatan usahanya, hubungan dagang yang telah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
dilakukan, dan bagaimana pengelolaan usaha debbitur tersebut. Trade Checking dilakukan kepada sejumlah supplier, pelanggan, dan pihak lain yang dianggap perlu. 4. Komite Kredit Dalam tahap ini, seorang Account Officer mengajukan komite kredit atas permohonan pinjaman dari calon debitur yang telah memenuhi persyaratan dalam tahap sebelumnya. Adapun orang-orang yang berkepentingan dalama memberikan persetujuan dalam poses komite ini adalah sebagai berikut: a. Manajer Unit Swamitra b. Account Officer Supervisi (AO Spv.) c. Koordinator AO Spv., untuk pinjaman ≥ 15 juta. d. Manajer Bisnis, untuk pinjaman ≥ 40 juta.
5. Perjanjian Kredit Perjanjian pada umumnya dibuat dengan maksud dan tujuan yang beraneka ragam, salah satu tujuan tersebut berkaitan dengan pemberian atau permintaan kredit atau pinjaman. Dasar dari pemberian kredit adalah kepercayaan. Maksud kepercayaan bagi kreditur adalah ia percaya kepada debitur bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian awal yang telah disepakati. Sedangkan bagi debitur yang merupakan penerima kepercayaan mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Istilah perjanjian kredit atau pinjaman dapat kita lihat dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bank yang menyatakan bahwa dalam setiap pemberian kredit bentuk apapun wajib menggunakan akad perjanjian kredit. Pada USP Swamitra, perjanjian kredit dilakukan pada saat akad kredit berlangsung. Adapun berkas-berkas yang harus ditandatangani debitur sebagai berikut: a. Surat Pemberitahuan Persetujuan Pinjaman (SP3) b. Perjanjian Kredit c. Surat Pengakuan Hutang d. Surat Keterangan Sanggup e. Surat Kuasa Jual Jaminan f. Fiduciaire Eigendoms Overdracht (untuk agunan berupa kendaraan bermotor) g. Surat Persetujuan Menyita Jaminan, untuk antisipasi apabila debitur melakukan wanprestasi. h. Akta pengikatan notaris (berupa SKMHT/ APHT/ Kuasa Jual/ APHJK/ Fidusia/ Cessie)
Dalam praktiknya semakin banyak pinjaman yang disalurkan kepada debitur, maka semakin banyak pula pendapatan yang diperoleh mulai dari biaya administrasi sampai dengan pendapatan bungan yang diperoleh, hal ini tentunya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
akan dicapai apabila kredit yang disalurkan memiliki kolektibilitas yang baik, sehingga pengembalian atas pinjaman yang disalurkan pun dapat diprediksi. Dengan begitu, maka pendapatan bunga dari pinjaman yang disalurkan semakin besar. Pendapatan utama dari Koperasi Simpan
pinjam ini adalah
pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman yang disalurkannya. Maka semakin besar Pinjaman yang disalurkan, maka semkin besar pula pendapatan yang akan diperoleh dan hal ini sangat beperngaruh terhadap perolehan SHU koperasi diakhir periode.
F.
Beban Operasional
1.
Pengertian beban operasional Menurut Jusup (2011 : 31), beban adalah perolehan aset yang dikonsumsi
atau jasa yang digunakan dalam proses memperoleh pendapatan. Beban meliputi beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa (expense) san kerugian (losses). Menurut Hery (2013 : 46), beban adalah arus keluar aktiva atau penggunaan lainnya atas aktiva atau terjadinya (munculnya) kewajiban entitas (atau kombinasi dari keduanya) yang disebabkan oleh pengiriman atau pembuatan barang, pemberian jasa, atau aktivitas lainnya yang merupakan operasi utama atau operasi sentral perusahaan. Beban Operasional menurut Jusup (2011 : 376), beban operasional merupakan beban-beban yang terjadi dalam proses memperoleh pendapatan penjualan. Beban-beban ini serupa dengan beban operasi dalam perusahaan jasa. Menurut Horrison, dkk (2013 : 126), beban operasi adalah beban yang terus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
dikeluarkan oleh entitas, selain beban langsung barang dagang dan biaya lainnya yang berkaitan langsung dengan penjualan. Menurut Lukman (2005 : 111) yang termasuk beban operasional adalah semua jenis biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha bank. Beban Operasional terdapat dalam laporan laba rugi yang diperoleh dengan menjumlahkan biaya bagi hasil, biaya tenaga kerja, biaya umum dan administrasi, biaya penyusutan dan penyisihan aktiva produktif, biaya sewa gedung dan inventaris, dan sebagainya. Beban operasional sering pula disebut sebagai biaya operasional. Menurut Jopie Yusuf (2006 : 33) Biaya operasional adalah Biaya operasi atau biaya operasional adalah biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan aktivitas operasi perusahaan sehari-hari. Menurut pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa beban operasional memiliki pengertian yang serupa dengan biaya operasional. Beban operasional merupakan semua biaya yang dikeluarkan untuk membiayai aktiviats opersi perusahaan sehari-hari yang disajikan dalam laporan laba rugi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Tabel 2.2 Laporan Laba Rugi Swamitra USP Swamitra Koperasi Pasar Cipulir Unit 1 Laporan Laba Rugi PENDAPATAN Pendapatan Bunga Kredit Pendapatan Prov dan Kom Pinjaman Pendapatan Penempatan pada Bank Pendapatan atas Kerugian yang Diperoleh Kembali Pendapatan Operasional lainnya Pendapatan Non Operasional
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Total Pendapatan
BEBAN Beban Dana Simpanan Beban Modal Disetor Beban Dana Modal Tidak Tetap Beban Personalia Beban Umum dan Administrasi Beban Pendidikan dan Pengembangan Beban Penyisihan Aktiva Produktif Beban Non Operasional Total Beban Laba/Rugi Tahun Berjalan (SHU)
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
(xxx) xxx
Sumber: Diolah dari data primer, 2014
2.
Klasifikasi beban operasional Menurut Siamat (2005 : 384) Beban Operasional adalah semua biaya yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank yang terperinci sebagai berikut: a. Beban bunga Pos ini meliputi beban yang dibayarkan bank berupa beban bunga dalam rupiah dan valuta asing kepada nasabah atau pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana. Dalam pos ini juga dimasukan komisi dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
provisi yang dibayarkan bank dalam bentuk komisi/ provisi pinjaman. Beban bunga merupakan biaya yang harus dikeluarkan bank kepada nasabah yang pemilik simpanan sebagai balas jasa kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank serta beban kredit merupakan bunga yang dibebankan kepada peminjam yang harus dibayar nasabah kepada bank. Jika beban bunga tinggi maka secara otomatis bunga kredit ikut naik karena nasabah akan tertarik untuk menyimpan dananya di bank sehingga pinjaman kredit pun akan meningkat. b. Beban penghapusan aktiva produktif Pos ini berisi penyusutan/ amortisasi/ penghapusan yang dilakukan bank terhadap aktiva produktif bank. Yang tergolong dalam aktiva produktif adalah : kredit yang diberikan, surat berharga dan lainnya. c. Beban estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi Pos ini berisi penyusutan amortisasi/ penghapusan atas transaksi rekening administratif. d. Beban operasional lainnya Pos ini berisi semua pengeluaran yang dilakukan bank untuk mendukung kegiatan operasionalnya yaitu berupa: •
Beban Administrasi dan Umum merupakan berbagai beban yang timbul untuk mendukung kegiatan operasional bank, terdiri atas premi asuransi lainnya, sewa, promosi dan lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
•
Beban Personalia, terdiri atas: -
Gaji dan Upah
-
Honorarium komisaris/ dewan pengawas
-
Pendidikan dan Pelatihan
•
Beban Penurunan Nilai Surat Berharga
•
Beban transaksi Valas, merupakan kerugian karena adanya transaksi valas/ derivatif berupa spot, forward, snap, dan option (khusus untuk bank yang go public).
Beban Operasional 2010 ‐ 2014 dalam ribuan rupiah
2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 ‐ 2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.4 Beban Operasional Swamitra Sumber: Diolah dari data primer, 2014
Dalam kegiatan operasional sebuah perusahaan, diperlukan biaya agar kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan beban operasinal yang akan tersaji dalam laporan laba rugi perusahaan. Apabila beban opersaional yang tersaji lebih kecil dari pendapatan operasionalnya, maka perolehan laba akan meningkat. Namun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
sebaliknya, apabila beban operasional yang tersaji lebih besar dari pendapatan operasionalnya, maka peolehan laba akan menurun.
3,500,000 3,000,000 2,500,000
Beban Operasional (dalam ribuan Rp)
2,000,000 1,500,000
Pendapatan Operasional (dalam ribuan Rp)
1,000,000
SHU
500,000 ‐ 2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.5 Perbandingan Beban Operasional, Pendapatan Operasional dan SHU Sumber: Dioah dari data primer, 2014
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pendapatan operasional lebih besar dari beban operasional, maka SHU yang diperoleh akan bernilai positif (gain). Dan apabila yang terjadi sebaliknya yaitu beban operasional lebih besar dari pendapatan operasional, maka SHU yang diperoleh akan bernilai negatif (losses).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
G.
Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa penelitian terdahulu
yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang analisis pengaruh tingkat bad debt ratio (BDR), pinjaman yang disalurkan (PYD), modal tidak tetap (MTT), dan beban operasional terhadap perolehan SHU USP Swamitra Koppas Cipulir unit 1. Beberapa peneliti tersebut adalah: Atmadji (2007) dalam Jurnalnya
yang berjudul “Faktor-faktor yang
Menentukan Besarnya Sisa Hasil Usaha Koperasi dari Aspek Keuangan dan NonKeuangan di Indonesia” memaparkan analisis pengaruh modal sendiri, modal asing, volume usaha, jumlah unit koperasi, jumlah tenaga kerja dan jumlah anggota memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sisa hasil usaha. Dimana secara bersama-sama ke empat variabel tersebut berpengaruh secara signifikan, namun secara uji parsial hanya variabel modal asing yang berpengaruh signifikan terhadap perolehan SHU. Menurut penelitian yang dilakukan Rusiana Sari (2012) dengan judul “Pengaruh Modal Sendiri, Modal Luar, dan Volume Usaha Pada Sisa Hasil Usaha Koperasi Di Porvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa secara bersama-sama, modal sendiri, modal luar, dan volume usaha mempengaruhi SHU koperasi, sedangkan secara parsial hanya volume usaha yang mempengaruhi SHU koperasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut penelitian yang di lakukan Agus Antara (2014) dengan judul “Pengaruh Tabungan dan Kredit Bermasalah Terhadap Laba pada Lembaga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Perkreditan Desa (LPD)”. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa ada pengaruh secara simultan dari tabungan dan kredit bermasalah terhadap laba pada LPD, ada pengaruh positif dari tabungan terhadap laba pada LPD, dan ada pengaruh negatif dari kredit bermasalah terhadap laba pada LPD di Kecamatan Kubu Tahun 20092011. Menurut penelitian yang dilakukan Ramadhani Nasution (2013) dengan judul “Pengaruh Biaya Operasional Terhadap Laba Bersih pada Bank Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI periode 2009-2011”. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa secara parsial variabel beban bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba bersih; sedangkan variabel beban administrasi dan umum serta beban tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bersih; serta secara simultan variabel beban bunga, beban administarsi dan umum, beban tenaga kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap laba bersih perusahaan bank swasta nasional di Bursa Efek Indonesia. Menurut penelitian yang dilakukan Andrianto (2013) dengan judul “Pengaruh Biaya Operasional dan Simpan Pinjam Terhadap Sisa Hasil Usaha Koperasi Pegawai Telkom (KOPEGTEL) Tanjungpinang Periode 2010-2012”. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa biaya operasional dan Simpan Pinjam berpengaruh terhadap sisa hasil usaha, sedangkan secara simultan biaya operasional dan simpan pinjman berpengaruh terhadap sisa hasil usaha pada koperasi pegawai Telkom Tanjungpinang. Menurut penelitian yang dilakukan Yundra (2013) dengan judul “Pengaruh Penyaluran Kredit dan Rasio BOPO Terhadap Perolehan Laba Bersih pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI 2011-2012”. Dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa penyaluran kredit berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba, BOPO berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba bersih, serta Penyaluran kredit dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba bersih pada peusahaan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
NO
Nama
Judul Peneliti
Peneliti
Metode
Hasil Penelitian
Penelitian
1.
Atmadji (2007)
Faktor-faktor yang Menentukan Besarnya Sisa Hasil Usaha Koperasi dari Aspek Keuangan dan NonKeuangan di Indonesia
Pengujian 1) Modal Sendiri, Modal Asing, hipotesis model volume usaha, jumlah unit regresi koperasi, jumlah tenaga kerja dan jumlah anggota berpengaruh signifikan terhadap SHU 2) Modal Asing secara parsial berpengaruh terhadap perolehan SHU.
2.
Agustin Rusiana Sari dan Beny Susanti (2012)
Pengaruh Modal Sendiri, Modal Luar, dan Volume Usaha Pada Sisa Hasil Usaha Koperasi Di Porvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pengujian hipotesis model regresi berganda dan uji asumsi klasik
3.
I Gede Agus Antara, I Wayan Bagia dan Wayan Cipta (2014)
Pengaruh Tabungan dan Kredit Bermasalah Terhadap Laba pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Metode Penelitian menggunakan metode kuantitatif klausal dan analisis regresi berganda
Secara bersama-sama, modal sendiri, modal luar, dan volume usaha mempengaruhi SHU koperasi, sedangkan secara parsial hanya volume usaha yang mempengaruhi SHU koperasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Ada pengaruh secara simultan dari tabungan dan kredit bermasalah terhadap laba pada LPD, ada pengaruh positif dari tabungan terhadap laba pada LPD, dan ada pengaruh negatif dari kredit bermasalah terhadap laba pada LPD di Kecamatan Kubu Tahun 20092011
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
4.
5.
Fadhillah Ramadhan i Nasution dan Lisa Marlina (2013)
Pengaruh Biaya Operasional Terhadap Laba Bersih pada Bank Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI periode 20092011
Metode analisis deskriptif, statistik, hipotesisi uji f, hipotesis uji t, dan koefisien determinasi
Novi
Pengaruh Biaya Operasional dan Simpan Pinjam Terhadap Sisa Hasil Usaha Koperasi Pegawai Telkom (KOPEGTEL) Tanjungpinang Periode 2010-2012
Metode analisis uji asumsi klasik, Normalitas, Multikolinearita s, heteroskedasitas , dan autokorelasi
Pengaruh Penyaluran Kredit dan Rasio BOPO Terhadap Perolehan Laba Bersih pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI 2011-2012
Menggunakan metode penelitian deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif
Andrianto (2013)
6.
Reyza Ervin Yundra (2013)
Secara parsial variabel beban bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba bersih; sedangkan variabel beban administrasi dan umum serta beban tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bersih; serta secara simultan variabel beban bunga, beban administarsi dan umum, beban tenaga kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap laba bersih perusahaan bank swasta nasional di Bursa Efek Indonesia. Biaya operasional dan Simpan Pinjam berpengaruh terhadap sisa hasil usaha, sedangkan secara simultan biaya operasional dan simpan pinjman berpengaruh terhadap sisa hasil usaha pada koperasi pegawai Telkom Tanjungpinang. Penyaluran kredit berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba, BOPO berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba bersih, serta Penyaluran kredit dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba bersih pada peusahaan sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Sumber: Data primer, 2014
H.
Kerangka Pemikiran SHU merupakan hasil akhir dari penilaian performa kinerja USP Swamitra
Koppas Cipulir. Banyak faktor yang mempengaruhi perolehan SHU suatu Koperasi. Dalam koperasi dengan jenis usaha simpan pinjam, sebagian besar SHU dipeoleh dari pendapatan bunga dari kredit yang disalurkannya. Selain itu ketersedian modal yang disiapkan oleh Bukopin sebagai sumber modal terbesar membuat Swamitra Cipulir unit 1 ini tidak akan mengalami
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
kesulitan likuiditas karena kebutuhan kasnya dijamin oleh Bank Bukopin. Bank Bukopin akan memberikan pinjaman dalam bentuk Modal Tidak Tetap (MTT). Semakin Banyaknya jumlah pinjaman yang disalurkan membuat karyawan harus bekerja lebih keras lagi. Karena dalam usaha simpan pinjam ini resiko kredit macet semakin besar pula. Oleh karena itu, menjaga tingkat Bad Debt Rasio (BDR) sangat perlu dilakukan. Penjelasan-penjelasan di atas dapat dituangkan dalam suatu skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Tingkat Bad Debt Ratio (BDR)
HA1 Modal Asing berupa Modal Tidak Tetap (MTT) dari Bank Bukopin
HA2 Perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU)
HA3 Besarnya Pinjaman yang Disalurkan (PYD)
HA4 Besarnya Beban Operasional
Gambar 2.2 Kerangka pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
I.
Hipotesis dan Pengembangan Hipotesis Hipotesis
merupakan
jawaban
sementara
penelitian
yang
keberadaannya harus teruji empiris (uji statistik). Hipotesis memberikan keterangan sementara mengenai fenomena yang teliti, dalam hal ini adalah pengaruh antara variabel bebas dan variabel terkait. Bentuk hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalahnya adalah hipotesisi nol dan hipotesis alternatif. Adapun rumusan hipotesis berkaitan dengan uji yang dilakukan secara simultan dengan F-test dan secara individu (parsial) dengan t-test, maka hipotesis yang diajukan dalam uji regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bad Debt Ratio (BDR) atau tingkat kredit bermasalah berpengaruh negatif terhadap perolehan SHU akhir tahun Koperasi Pasar Swamitra Cipulir unit 1. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ada pengaruh negatif dari kredit bermasalah terhadap laba dalam penelitian LPD di Kecamatan Kubu Tahun 2009-2011 (I Gede Agus Antara,dkk : 2014) HA1:
2.
BDR berpengaruh negatif terhadap SHU
Modal asing berupa Modal Tidak Tetap (MTT) dari Bank Bukopin berpengaruh signifikan terhadap perolehan SHU akhir tahun Koperasi Pasar Swamitra Cipulir unit 1. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Modal Asing secara parsial berpengaruh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
terhadap perolehan SHU (Atmadji : 2007). Sedangkan menurut Agusttin Rusiana Sari dan Beny Susanti (2012), modal luar tidak berpengaruh terhadap SHU pada penelitian Koperasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. HA2: Modal Tidak Tetap (MTT) berpengaruh positif terhadap SHU
3.
Tingkat Pinjaman yang disalurkan (PYD) berpengaruh signifikan terhadap perolehan SHU akhir tahun Koperasi Pasar Swamitra Cipulir unit 1. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa Penyaluran kredit berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba (Reyza Ervin Yundra : 2013) HA3: Tingkat Pinjaman yang disalurkan (PYD) berpengaruh signifikan terhadap perolehan SHU
4.
Beban Operasional berpengaruh signifikan terhadap perolehan SHU akhir tahun Koperasi Pasar Swamitra Cipulir unit 1. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa secara simultan variabel beban bunga, beban administarsi dan umum, beban tenaga kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap laba bersih perusahaan bank swasta nasional di Bursa Efek Indonesia (Fadhillah Ramadhani Nasution dan Lisa Marlina : 2013) HA4: Beban
Operasional
berpengaruh
perolehan SHU
http://digilib.mercubuana.ac.id/
signifikan
terhadap