BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka Kaki Diabetes 2.1.1 Definisi Luka kaki diabetes adalah luka kakiyang terjadi pada pasien diabetes yang melibatkan gangguan saraf perifer dan otonom sehingga menyebabkan terganggunya integritas jaringan kulit diakibatkan oleh neuropati sensori, neuropati motorik dan terganggunya aliran darah ke tungkai bawah (Driver, Landowski & Madsen, 2006). Menurut Parmet, (2005) dan Frykberg et al, (2006 dalam Tarwoto 2013) luka kaki diabetes adalah : kerusakan sebagian atau keseluruhan pada kulit yang dapat meluas ke jaringan dibawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada pasien diabetes melitus yang diakibatkan peningkatan kadar gula darah yang tinggi.
2.1.2 Penyebab Luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak terkontrolnya kadar gula darah, neuropati,
trauma jaringan kulit, gangguan
pembuluh darah arteri dan vena, saraf motorik dan saraf sensorik (Tanneberg et al, 2001).
10 Universitas Sumatera Utara
Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013). Luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : diabetes yang tidak tergontrol, neuropati kaki diabetes, iskemia kaki diabetes, perawatan kaki diabetes yang buruk, trauma kaki diabetes (Srigitarja, 2008). Menurut Oguejiofor, Oli, Odenigbo & Benbow, (2009 dalam Tarwoto, 2013) menjelaskan bahwa penyebab luka kaki diabetes banyak disebabkan oleh neuropati sensori perifer (sensorik, motorik, otonomik),
trauma, deformitas,
iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan edema, penyebab lain adalah : penyakit pembuluh darah perifer (mikro dan makro angiopati). Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian luka kaki diabetes adalah : deformitas kaki (yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada plantar), usia tua, kontrol gula darah yang buruk, hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki.
2.1.3 Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala dari luka kaki diabetes adalah : umumnya pada area plantar kaki, hilang atau berkurangnya sensasi nyeri (baal), kering pada kulit kaki, pembentukan kalus pada area kaki yang tertekan, eksudat luka sedang dan banyak, luka yang berlubang dan dalam, sekeliling luka dapat terjadi selulitis, kelainan bentuk kaki, berjalan yang tidak seimbang (Maryunani, 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Gangguan Pembuluh Darah Luka Kaki Diabetes Menurut Clayton, Warren & Elasy, (2009 dalam Tarwoto 2013) gangguan pembuluh darah pada luka kaki diabetes dapat terjadi antara lain gangguan pembuluh darah arteri dan vena. Gangguan pembuluh darah arteri perifer merupakan faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan luka kaki diabetes sampai 50% kasus. Kondisi ini akan berpengaruh pada arteri tibialis dan arteri peroneal otot betis. Disfungsi sel endotel dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada pembuluh darah arteri sebagai konsekuensi status hiperglikemia yang persisten. Terjadi penurunan fungsi matriks ekstraseluler pembuluh darah yang memicu terjadinya stenosis lumen arteri akhirnya mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah dan meningkatkan risiko luka kaki diabetes. Menurut Bryant & Nix (2007 dalam Tarwoto 2013) menyatakan bahwa selain adanya gangguan pembuluh arteri perifer pasien luka kaki diabetes disebabkan oleh bendungan akibat aliran stasis pada vena berkisar antara 70 – 90 %. Stasis vena biasanya timbul diakibatkan fungsi fisiologi pengembalian darah dari ekstremitas bawah menuju jantung terganggu. Mekanisme pengembalian darah kembali kejantung meliputi adanya tonus otot polos pada dinding vena, adanya kontraksi pada otot-otot betis (otot gastroknemius). Carville (2013), menyatakan evaluasi status vaskuler pasien dengan luka kaki diabetes dapat dilakukan dengan pemeriksaan non invasif seperti menggunakan doppler vaskuler untuk menilai ABI (ankle brachial index) sirkulasi pembuluh darah arteri dan vena. Untuk pemeriksaan non invasif adalah venography dan arteriography.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Pengkajian Luka Diabetes 2.1.5.1 Keluhan utama Pada kasus luka diabetes hampir sebagian besar pasien datang dengan keluhan utama adanya luka yang tiba-tiba membengkak dan mereka tidak sadar kapan terjadi luka pada awalnya. 2.1.5.2 Riwayat kesehatan Perlu diperhatikan riwayat kesehatan pasien yang lalu yang berkaitan dengan penyakitnya sekarang, selain riwayat kesehatan pasien dan keluarga perlu juga dikaji kebiasaan sehari-hari yang merupakan faktor pencetus terjadinya luka diabetes dan bagaimana penanganannya selama ini atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan. 2.1.5.3 Pengkajian luka diabetes Pengkajian luka diabetes dapat dilakukan berdasarkan beberapa hal antara lain : a. Lokasi dan letak luka Indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misal pasien datang dengan letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.
Universitas Sumatera Utara
b. Stadium luka Stadium Wagner untuk luka kaki diabetik : 1) Superficial ulcers a) Stadium 0 : tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot arthropathies) b) Stadium 1 : hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak tulang menonjol 2) Deep Ulcer a) Stadium 2 : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa) b) Stadium 3 : penetrasi hingga dalam, osteomielitis, plantar abses atau infeksi hingga tendon 3) Gangren a) Stadium 4 : gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari
jari
kaki,
kulit
sekitarnya
selulitis,
gangren
lembab/kering b) Stadium 5 : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangren. c) Luas luka Pengukuran luka dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang tepat seperti penggaris dengan mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka dan untuk luka dengan adanya terowongan
Universitas Sumatera Utara
(goa/undermining) mengukur dengan mengikuti putaran arah jarum jam (Gitarja, 2008) d) Status vaskuler Menurut
Arisanty
(2013)
untuk
menilai
status
vaskuler
berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran oksigen yang adekuat keseluruh lapisan sel yang merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi : perlakuan palpasi, capilari refil, edema dan temperatur kulit, ankle brachial index. 1) Palpasi : dilakukan untuk menilai ada tidaknya denyut nadi, perabaan pada daerah tibial dan dorsal pedis. Tingkatan denyut nadi : a) Tidak teraba, b) Teraba kemudian hilang, c) Norma,l d) sangat jelas kemungkinan ada bendungan. 2) Capillary refill :waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. a) Normal 10 – 15 detik, b). Iskemia sedang 16 – 25 detik, c). Iskemia berat 26 – 40 detik, d). Iskemia sangat berat > 40 detik 3) Edema : pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada midcalf, ankle dan dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang menonjol ditibia atau medial maleolus. Kulit yang edema akan
Universitas Sumatera Utara
tampak lebih mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya gangguan darah balik vena. Tingkatan edema a) 0 – ¼ inc 1+ (mild), b). ¼ - ½ inc 2+ (moderate), c). ½ - 1 inch 3+ (severe) 4) Temperatur kulit : temperatur kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan menempelkan punggung tangan pada kulit disekitar luka dan membandingkan dengan kulit pada bagian lain yang sehat. 5) Ankle brachial index (ABI), dopler ultrasound/dopler vaskuler adalah alat yang dipakai untuk memeriksa aliran darah arteri dan vena. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi tingkat gangguan pembuluh darah arteri, vena. Dalam keadaan normal tekanan sistolikpada kaki sama dengan di tangan, pada kondisi terjadi
gangguan
diarea
kaki,
vena
dan
arteri
akan
menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. Cara melakukan ABI dan menilai tekanan sistolik pada ankle sebagai berikut : a) Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit. b) Pastikan area arteri dan vena tidak ada hambatan dari pakaian atau posisi saat pemeriksaan. c) Tutup area luka dengan lapisan plastik untuk melindingi cuff tensimeter.
Universitas Sumatera Utara
d) Tempatan cuff melingkar di atas ankle. e) Letakkan dopler probe di arteri drosalis pedis dan anterior tibialis dengan konekting gel, letakkan probe 450 f) Tekan cuff hingga bunyi pulsasi menghilang. g) Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengan bunyi pulsasi kembali, segera catat sistolik ankle. Cara menilai tekanan sistolik brachial : h)Pindahkan cuff ke lengan disisi yang sama dengan ekstremitas bawah. i) Cari pulsasi brachial dengan dopler probe j) Tekan cuff hingga pulsasi menghilang. k) Turunkan tekanan perlahan hingga bunyi pulsasi terdengar lagi ,kemudian segera lepaskan cuff. Hasil kalkulasi : (1) Hitung ABI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.
𝑨𝑩𝑰 =
Tekanan Sistolik Ankle
Tekanan Sistolik Brachial
(2) Hasil perhitungan interpretasi ABI menurut Carville (2012) pada tabel 2.1 :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Tabel nilai ABI (ankle brachial index) 0.5 mmHg 0.5-0.7 mmHg 0.8-1.0 mmHg 1.1-1.2 mmHg >1.2 mmHg Arterial Ulcer Gangguan Pembuluh Arteri
Mixed Arterial- Venous Ulcer Venous Ulcer Gangguan Pembuluh Arteri-Vena
Gangguan Pembuluh Vena
Normal
Calcified
Normal
Pemeriksaan Ulang
e. Status neurologi : pengkajian status neurologi terbagi dalam pengkajian fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi autonom. 1) Fungsi motorik : berhubungan dengan adanya kelemahan otot secara umum yang memperlihatkan adanya perubahan bentuk tubuh terutama pada kaki seperti jari kaki yang mencengkeram (clawed toes). 2) Fungsi sensorik : berhubungan dengan penilaian terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, untuk menilai dapat dilakukan dengan uji monofilament tes 10 gr. 3) Fungsi autonom : pada pasien diabetes dilakukan untuk menilai tingkat kelembaban kulit, bila ditemui penurunan kelmbaban kulit akan menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas) atau kulitnya kering. f. Infeksi : kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat, eritema yang makin meluas, edema, cairan berubah purulen, nyeri yang lebih sensitif, peningkatan temperatur tubuh dan timbul bau yang khas. Bila infeksi terus
Universitas Sumatera Utara
memanjang maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dengan cara : 1) Siapkan alat pengambilan kultur, 2) Cuci tangan, 3) Buka balutan luka lama, 4) Cuci luka dengan larutan normal salin, 5) Keringkan dengan kasa steril, 6) tunggu 2 – 5 menit eksudat keluar, 7) Lakukan pengambilan kultur dengan cara zig zag, 8) Sampel diirim ke laboratorium (Gitarja, 2008).
2.1.6
Aplikasi Perawatan Luka Kaki Diabetes Menurut Gitarja (2008), aplikasi perawatan luka kaki diabetes dapat dilakukan seperti berikut : 1. Pengkajian : catat riwayat pasien dan keluhan utama 2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka. 3. Cuci tangan 4. Buka balutan perlahan dengan tangan yang sudah mengenakan sarung tangan, hindari perdarahan/trauma pada luka 5. Cuci luka dengan normal salin 0,9%, hati-hati mencuci luka jangan sampai trauma 6. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jika harus dilakukan kultur sesuaikan dengan prosedur pengamblan kultur. 7. Lakukan debridemen bila sudah diautolisis, ganti sarung tangan untuk memilih terai topikal dan memilih balutan luka yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
8. Tutup luka dengan balutan luka secara seksama, jangan sampai luka kelihatan dari luar, buat suasana luka moistur balance (seimbang kelembaban). 9. Perhatikan kualitas hidup pasien 10. Jelaskan pada pasien kapan ia harus kembali untuk merawat luka. 11. Rapikan semua alat-alat balutan lukal. 12. Dokumentasi
2.2 Proses Penyembuhan Luka 2.2.1 Definisi Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat komplek dimana berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia tubuh yang saling berkesinambungan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuh (Carville, 2012).
2.2.2 Fisiologi Penyembuhan Luka Fisiologi penyembuhan luka terdiri atas tiga fase : 1. Fase inflamasi : terjadi pada awal terjadinya luka (hari ke 0 – hari ke 4). Pada fase ini terjadi dua kegiatan yang paling utama yaitu respon pembuluh darah dan respon inflamasi. Respon pembuluh darah diawali dengan respon hemostasis tubuh selama lima detik pasca terjadinya luka (kapiler berkontraksidan trombus untuk memfasilitasi hemostatis), sekitar
Universitas Sumatera Utara
luka mengalami iskemia sehingga merangsang pelepasan histamin dan zat vasoaktif yang menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan lapisan fibrin 2. Fase proliferasi : terjadi mulai hari ke 2 – 24 hari. Pada fase ini terjadi proses destruksi dimana sel polimorf dan makrofag membunuh bakteri dan proses debris luka. Fase ini makrofag juga berfungsi menstimulasi fibroblas untuk sintesa kolagen dan elastin sehingga terjadi prose angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Proses ini adalah proses granulasi (tumbuhnya sel-sel baru). Epitelisasi sel terjadi setelah tumbuh jaringan granulasi dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis (merah muda) menutupi luka. 3. Fase remodeling/maturasi terjadi pada hari ke 24 hingga 1 tahun atau 2 tahun, fase penguatan kulit baru/jaringan bekas luka dengan aktifitas kolagen dan elastin pada kulit (Carville, 2012).
Gambar 2.1 Waktu penyembuhan luka mulai fase inflamasi-maturasi
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Tipe Penyembuhan Luka Luka berdasarkan tipe atau cara penyembuhannya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : 1. Penyembuhan luka secara primer : luka tidak banyak kehilangan jaringan kulit, luka ditutup dan dirapatkankembali dengan menggunakan jahitan luka sehingga bekas luka tidak ada atau minimal, contoh luka sayatan, luka operasi. 2. Penyembuhan luka secara sekunder : Kulit mengalami kerusakan jaringan yang banyak sehingga memerluka proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi dan epitelisasi untuk menutup luka, contoh luka diabetes, luka dekubitus. 3. Penyembuhan luka secara tersier atau delayed wound : terjadi bila penyembuhan luka secara primer mengalami infeksi atau ada benda asing sehingga penyembuhannya terhambat (Arisanty, 2013).
2.2.4 Faktor Penyembuhan Luka Ada beberapa faktor yang sangat berperan
dalam mendukung
penyembuhan luka yaitu : 1. Faktor umum Faktor umum yang dapat menghambat penyembuhan luka adalah : a. Faktor usia : terjadi penurunan fungsi tubuh, jumlah fibroblas menurun, begitu juga kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respon terhadap growth factor, jumlah dan ukuran sel juga menurun. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
kulit yang cenderung keriput dan tipis sangat mudah mengalami luka karena gesekan dan tekanan. Hal ini menyebabkan luka pada usia lanjut akan lebih lama sembuhnya. b. Penyakit penyerta : penyakit diabetes, jantung, ginjal dan gangguan pembuluh darah
(penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh
darah arteri dan vena). Kondisi penyakit ini dapat memperberat kerja sel dalam memperbaiki luka sehingga penting sekali melakukan tindakan kolaborasi untuk mengatasi penyebab lambatnya aliran darah ke sel. c. Vaskularisasi : vaskularisasi yang baik dapat menghantar oksigen dan nutrisi ke bagian sel terujung. Pembuluh darah arteri terhambat dapat menurunkan asupan nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka cenderung nekrotik. Gangguan pembuluh darah vena
dapat menghambat pengembalian darah ke
jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan cairan yang berlebihan sehingga mengganggu proses penyembuhan luka. d. Nutrisi : asupan makanan sangat mempengaruhi penyembuhan luka, nutrisi yang buruk akan menghambat proses penyembuhan luka, nutrisi yng penting dan dibutuhkan adalah asam amino yang berfungsi sebagai revaskularisasi, proliferasi fibroblas, sintesis kolagen dapat ditemukan pada daging, ikan dan putih telur. Lemak juga dibutuhkan sebagai energi sel, karbohidrat berperan sebagai energi sel dari leukosit serta sintesis DNA – RNA dapat ditemukan pada minyak, kacang-
Universitas Sumatera Utara
kacangan, ikan dan daging. Vitamin C sangat berperan dalam produksi fibroblas, angiogenesis dan respon imum dapat ditemukan pada kiwi, stroberi, jeruk. Vitamin B kompleks berperan dalam metabolisme sel yang mendukung epitelisasi, penyimpanan kolagen dan kontraksi sel dapat ditemukan pada sereal, hati. Asam folat membantu metabolisme protein dan pertumbuhan sel biasanya dapat ditemukan pada susu, ikan salmon Viamin A mendukung epitelisasi dan sintesis kolagen yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat ditemukan pada sayuran hijau, cold liver oil. Vitamin D membnatu metabolisme kalsium didapat dari ikan salmon, ikan sarden. Vitamin K membantu sintesis protrombin dan faktor pembekuan darah didapat dari bayam, kacang kedelai. Vitamin E sebagai antioksidan didapat pada minyak sayur, minyak kacang, dan minyak zaitun. e. Kegemukan : obesitas dapat menghambat penyembuhan luka terutama luka dengan penyembuhan primer karena lemak tidak banyak pembuluh darah, lemak yang berlebihan dapat mempengaruhi aliran darah ke sel. f. Gangguan sensasi dan pergerakan : gangguan sensasi dapat memperburuk kondisi luka karena tidak mengalami rasa sakit, begitu juga gangguan pergerakan dapat menghambat aliran darah dari dan ke perifer. g. Psikologis : stres, cemas dan depresi menurunkan efisiensi
kerja
sistem imun tubuh sehingga penyembuhan luka dapat terhambat.
Universitas Sumatera Utara
h. Terapi radiasi : tidak hanya merusak sel kanker tetapi juga merusak sel-sel disekitarnya, kulit rentan, kemerahan dan panas pada area luka. i.
Obat-obatan : yang menghambat penyembuhan luka adalah nonsteroid anti-inflamatory drug (NSAID) yang akan menghambat sintesis prostaglandin, obat sitotoksik (merusak sel sehat), kortikosteroid (menekan produksi makrofag, kolagen,mneghambat angiogenesis dan epitelisasi) (Arisanty, 2013).
j.
Merokok
:
meningkatkan
vasokonstriksi
pembuluh
darahdan
meningkatkan agregasi platelet, juga menurunkan oksigen dan perfusi jaringan, menurunkan sintesa kolagen, menurunkan fungsi makrofag (Carville, 2012). 2. Faktor lokal yang dapat mendukung penyembuhan luka : a. Hidrasi luka : kondisi kelembaban luka yang seimbang yang sangat mendukung penymebuhan luka , luka terlalu kering atau terlalu basah kurang mendukung penyembuhan luka. Luka yang terlalu kering menyebabkan luka membentuk fibrin yang mengeras terbentu keropeng atau nekrosis kering, luka terlalu basah menyebabkan luka cenderung rusak dan merusak sekitar luka (maserasi) b. Penatalaksanaan luka : bila penatalaksanaan luka yang tidak tepat akan menghambat penyembuhan luka, kebersihan luka dan sekitar luka harus diperhatikan, kumpulan lemak dan kotoran pada sekitar luka harus selalu dibersihkan. Saat pencucian luka dapat memilih cairan pencuci luka yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang sehat.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan balutan luka dan topikal terapi harus disesuaikan dengan fungsi dan manfaat balutan terhadap luka. c.
Temperatur : efek temperatur pada penyembuhan luka menunjukkan bahwa temperatur stabil 370C
dapat meningkatkan proses mitosis
100% pada luka, oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan balutan luka untuk mempertahankan temperatur luka. d.
Tekanan dan gesekan : hal ini penting diperhatikan untuk mencegah terjadinya hipoksia jaringan yang akan menyebabkan kematian jaringan, pembuluh darah sangat mudah rusak karena sangat tipis. Tekanan dan gesekan dapat ditimbilkan akibat penggunaan balutan elastis yang kurang tepat atau luka yang tisak ditutup dengan baik.
e.
Benda asing : dapat menghalangi proses granulasi dan epitelisasi bahkan dapat menyebabkan infeksi, benda asing harus dibersihkan dari luka seperti sisa jahitan luka, sisa kasa, kapas yang tertinggal, rambut harus dibersihkan dari luka supaya luka dapat menutup (Carville, 2012)
3. Faktor degenerasi dan regenerasi jaringan luka Faktor degerasi dan regenerasi jaringan luka terdiri dari : a.
Ukuran luka : luasnya luka yang dapat diukur dengan menggunakan ukuran panjang luka dikali lebar luka dan dikali kedalam luka. Hasil ukurnya dengan satuan sentimeter.
b.
Kedalaman luka : kedalaman luka dapat diukur berdasarkan anatomi jaringan yang rusak terdiri dari : derajat superficial thickness,
Universitas Sumatera Utara
superficial partial thickness, deep parcial thickness dan full thicness dan sampai ketulang jaringan yang rusak. c. Tepi luka : dapat diamati dengan melihat kondisi luka seperti samar, tidak jelas terlihat, batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka, jelas, tidak menyatu dgn dasar luka, jelas, tidak menyatu dgn dasar luka, tebal jelas, fibrotic, parut tebal/ hyperkeratonic. d. Goa, goa atau undermining dapat diukur dengan menggunakan probe undermining/cotton swab untuk menilai kedalaman goa nya antara lain tidak ada goa, goa < 2 cm di area manapun, goa 2-4 cm < 50 % pinggir luka, goa 2-4 cm > 50% pinggir luka, goa > 4 cm di area manapun. e.
Tipe nekrotik, dapat dilihat dengan :tidak ada nekrotik, putih kekuning-kuningan, kuning, kuning kehitaman dan nekrotik disertai keras area nekrotik.
f.
Jumlah jaringan yang nekrotik,
dapat diukur dengan : tidak ada
jaringan yang nekrotik, nekrotik < 25%, nekrotik 25% - 50%, nekrotik >50% - < 75%, nekrotik 75% - 100%. g.
Tipe eksudat/cairan luka, ini terdiri dari : tidak ada eksudat, bloody (berdarah), serosanguineous(berdarah dengan plasma darah), serous (bening), purulent (pus/nanah).
h.
Jumlah eksudat terdiri dari : kering, moist (lembab), sedikit, sedang, banyak.
Universitas Sumatera Utara
i.
Warna kulit sekitar luka terdiri dari : pink atau normal, merah terang jika di tekan, putih atau pucat atau hipopigmentasi, merah gelap / abuabu, hitam atau hyperpigmentasi
j.
Jaringan tepi yang edema : no swelling atau tidak ada edema, non pitting edema kurang dari < 4 cm disekitar luka, non pitting edema > 4 cm disekitar luka, pitting edema kurang dari < 4 cm disekitar luka krepitasi atau pitting edema > 4 cm
k.
Indurasi jaringan tepi luka, indurasi 2 cm sekitar luka, indurasi 2-4 cn dengan luas < 50 cm sekitar luka, indurasi 2-4 cn dengan luas > 50 cm sekitar luka,
indurasi 4 cm dengan luas pada area sekitar luka,
jaringan granulasi, kulit utuh atau stage 1, terang 100 % jaringan granulasi, terang 50 % jaringan granulasi, granulasi 25 %, tidak ada jaringan granulasi l. Epitelisasi, 1= 100 % epitelisasi, 75 % - 100 % epitelisasi, 50 % - 75% epitelisasi, 25 % - 50 % epitelisasi, < 25 % epitelisasi (Jensen, 2001).
2.2.5 Konsep Baru Penyembuhan Luka Studi pertama berkaitan dengan penyembuhan luka menggunakan konsep baru pertama sekali dikemukan oleh George Winter tahun 1962 adalah Moist Balance Wound Healing Concept dalam publikasi ilmiahnya pada pada jurnal Nature (1962) (p. 293-295) yang menyatakan penyembuhan luka lembab : laju
Universitas Sumatera Utara
epitelisasi 90% setelah 3 hari sedangkan konvensional laju epitelisasi 0% setelah 3 hari. 1. Keuntungan penyembuhan luka dengan seimbang kelembaban Penyembuhan luka dengan seimbangnya kelembaban memberikan beberapa keuntungan yaitu : a. Meningkatkan penyembuhan lebih cepat b. Meningkatkan epitelisasi c. Mengurangi infeksi d. Meningkatkan sintesa kolagen e. Makrofag lebih banyak pada luka f. Balutan luka tidak lengket g. Tidak mengalami perdarahan saat membuka balutan h. Tidak mengalami nyeri i. Menghemat waktu dan biaya. 2. Alasan pentingnya Moisture Balance dalam penyembuhan luka Saat ini perawatan luka dengan keseimbangan kelembaban yang menggunakan balutan luka tertutup memiliki beberapa alasan yang rasional pada teori perawatan luka lembab seperti yang dikemukan oleh Darwis (1998) dalam Maryunani (2013) sebagai berikut : a. Fibrinolisis : fibrin yang terbentuk pada luka dapat dengan cepat membentuk neutrofil dan sel endotel
Universitas Sumatera Utara
b. Angiogenesis : merangsang angiogenesis lebih cepat dan meningkatkan mutu pembuluh kapiler, angiogenesis akan lebih cepat dengan terbentuknya tumor necrotic factor alpha (TNF-alpha). c. Kejadian infeksi : lebih rendah dibandingkan dengan luka kering d. Pembentukan faktor tumbuh : epidermal growth factor (EGF) fibroblas growth factor (FGF) dan Intreleukin 1(inter-1) adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berpern pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet derived growth factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor Beta (TGF-Beta) yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas. Stimulasi elektrik juga mampu mengaktifkan fibroblas setelah 6 jam stimulasi dan juga mneingkatkan faktor tumbuh dengan mensekresi lebih cepat Fibroblas Growth Factor 1 (FGF-1) dan Fibroblas Growth Factor 2 (FGF-2)
sehingga mmepromosikan penyembuhan luka dengan baik
(Rouabhia, Park, Meng, Derbali, Zhang, 2013). e. Percepatan pembentukan sel aktif : invasi neutrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini (Maryunani, 2013). Perawatan luka lembab dapat mempercepat tumbuhnya jaringan baru dengan berbagai cara yang dilakukan oleh perawat yaitu dengan cara topical negative pressure (TPN), terapi larva, madu, bio-electrical stimulation, dan silver containing dressing (Benbow & Maureen, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Stimulasi Otot Menurut Tenneberg (2001), stimulasi otot dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : dengan melakukan pijatan pada otot-otot betis, melalui fisioterapi otot, stimulasi elektrik otot, infra red, gelombang elektromagnetik otot. Dalam penelitian ini stimulasi otot dilakukan dengan menggunakan stimulasi elektrik pada otot.
2.3.1 Definisi Stimulasi otot adalah sebuah terapi fisik pada otot gastroknemius dengan memindahkan
gelombang
getar
elektrik
ke
otot
gastroknemius
untuk
meningkatkan sirkulasi pembuluh darah pada jaringan luka untuk mendukung proses penyembuhan luka, hal ini dilakukan dengan menggunakan dua aplikasi elektroda yang dilekatkan pada otot gastroknemius (Bryant, Nix, 2007).
2.3.2 Manfaat Stimulasi Otot Stimulasi otot memiliki banyak manfaat pada penyembuhan luka dimana elektroda dilekatkan pada kedua belah otot gastroknemius kaki atau pada satu otot gastroknemius kaki dengan menimbulkan rangsangan pada otot gastroknemius. Ketika elektroda direkatkan pada otot gastroknemius pasien akan merangsang ion natrium, kalium, dan hidrogen pada jaringan sehingga meningkatkan perubahan sel, secara positif (mengaktifkan neutrofil dan fibroblast untuk migrasi ke arah stimulasi, sedangkan secara negatif (mengaktifkan
epidermal, neutrofil dan
makrofag migrasi ke arah stimulasi (Bryant, Nix, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Stimulasi otot sangat efektif untuk penyembuhan luka kaki diabetes 2,5 kali lebih cepat dengan perawatan lembab dibandingkan dengan perawatan kering. Pada 42 sampel yang dilakukan stimulasi otot pada dua grup dengan teknik random dilakukan dengan waktu 45 menit 3 kali setiap minggu selama satu bulan maka didapatkan hasil penyembuhan luka kaki diabetes lebih cepat dengan kondisi ukuran luka mengecil dan slough menurun 50%, setelah 17 hari perawatan jaringan granulasi 100% (Moore, 2007).
2.3.3 Tipe Stimulasi Otot Pada umumnya ada dua tipe dari stimulasi otot : (1) Direct current (DC) dan (2) Alternating current (AC). Direct current parameter yang digunakan adalah untuk menstimulasi penyembuhan luka dengan tipikal 200-300 µA atau voltase rendah kurang dari 100 volts). Wolcott et. al (1969) dengan subjek manusia pada 75 pasien dengan luka iskemik dilaporkan bahwa penggunaan stimulasi otot dengan tipe DC dilaporkan bahwa 34 pasien penyembuhan komplet 100% dan 41 pasien sembuh 97%. Rerata proses penyembuhan luka dengan menggunakan stimulasi otot
pada luka kronik membutuhkan waktu 30 hari. Sedangkan
alternating current dipakai pada voltase lebih tinggi diatas 100 volts. (Bryant, Nix, 2007).
2.3.4 Efek Fisiologi Secara fisiologis dari beberapa investigasi yang dilakukan pada stimulasi elektrik menunjukkan potensial pada permukaan kulit yang luka dimana
Universitas Sumatera Utara
tranepitelial meningkat pada natrium untuk mengaktifkan epidermal sel pada luka, yang paling penting adalah akan memproduksi lebih cepat proses inflamasi, dan proliferasi pada penyembuhan luka. Efek fisiologi stimulasi otot dapat di deskripsikan melalui beberapa hal antara lain : 1. Galvanotaxic effect : rangsangan positif dan negatif pada sel dari sebuah stimulasi elektrik dimana dalam waktu 30 menit stimulasi akan meningkatkan neutrofil dalam luka hal ini dipengaruhi oleh signal bioelektrik dalam fase penyembuhan luka. 2. Stimulatory effect on Cells : rangsangan ini menimbulkan efek fibroblas meningkatkan DNA dan protein/sintesa kolagen pada partial thickness wound, kontraksi sel pada luka. 3. Blood flow and tissue oxygen effect : stimulasi otot akan mempengaruhi pada aliran darah dan oksigen jaringan, selama 30 menit stimulasi akan meningkatkan
mikrosirkulasi
kapiler
darah
pada
jaringan
serta
meningkatkan temperatur dan penyembuhan luka (Bryant, Nix, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Baker et al (2007), dari 114 pasien dengan luka kaki diabetik dengan stimulasi otot dengan waktu 30 menit 3 kali seminggu selama satu bulan menunjukkan 90% granulasi pada penyembuhan luka kaki diabetik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Metode Aplikasi Stimulasi Elektrik Stimulator otot dengan baterai 9V yang memberikan frekuensi spesifik yang rendah dan stimulasi bertegangan rendah. Daya input kurang dari 0,3 W dan daya output kurang dari 0,05 W. Kecepatan stimulasi denyut pada otot disebabkan oleh stimulasi yang berkisar antara 60 - 105 denyut/menit dan mengikuti kecepatan denyut alami jantung, stimulasi ini berlangsung selama 20 menit, dapat dilakukan 5-7 kali seminggu dan tergantung perkembangan luka. Stimulator otot mengaktifkan pompa otot betis yang bertanggung jawab untuk 80% dari aliran balik vena. Kontraksi betis yang teratur akan mengaktifkan pembuluh darah dalam dan memompa darah vena melawan gravitasi ke jantung. Stimulasi otot dihasilkan oleh aktivitas hemodinamik yang khusus untuk memperbaiki
gejala-gejala
terjadinya
penyakit
vena.
Stimulasi
otot
direkomendasikan untuk mengurangi sensasi nyeri dan bengkak pada kaki/ edema, mengurangi vena stasis, mengobati gejala-gejala insufisiensi vena atau sindrom paska thrombosis (PTS) dan menyembuhkan vena ulcer pada pasienpasien insufisiensi vena kronik (CVI) (Bryant, Nix, 2007). Houghton, Kincaid, Lovelli dan Campbell beserta kolega (2003), menyatakan bahwa perkembangan luka semakin baik setelah dilakukan stimulasi otot selama 3 (tiga) kali seminggu selama 4 (empat) minggu.
2.3.6 Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi stimulasi otot ini dapat diterima sebagai terapi komplementer untuk mentritmen luka derajat 3 – 4 pada luka vena, luka diabetik, luka arteri.
Universitas Sumatera Utara
Stimulasi elektrik dapat dilakukan selama 30 hari sesuai standar terapi luka. Kontraindikasi stimulasi elektrik ini adalah pada kasus luka kanker, pasien dengan gangguan jantung (Bryant, Nix, 2007).
2.4 Landasan Teori 2.4.1 Model Konsep Adaptasi Roy Terkait Perawatan Luka Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang menerangkan tentang serangkain ide global tentang keterlibatan individu,
kelompok,
situasi
atau
kejadian
terhadap
suatu
ilmu
dan
pengembangannya. Roy dengan fokus adaptasinya pada manusia terdapat 4 elemen esensial yaitu keperawatan, manusia, kesehatan dan lingkungan. Berikut akan kami jelaskan definisi dari keempat elemen esensial menurut Roy : 1. Keperawatan : menurut Roy keperawatan di definisikan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Keperawatan sebagai disiplin ilmu mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang berpengaruh terhadap kesehatan. Keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan bagi orang-orang. Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk meningkatkan kesehatan, jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih khusus perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan. Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan perawat dan aktifitas perawat. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungannya, peningkatan adaptasi dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
Universitas Sumatera Utara
interdependensi. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada dalam wilayah dengan tingkatan adaptasi manusia. Adaptasi membebaskan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain, kondisi seperti ini dapat meningkatkan penyembuhan dan kesehatan. Meningkatkan penyembuhan ini artinya pasien dengan luka kaki diabetes dapat disembuhkan dengan syarat perawatan maksimal sehingga dapat tercipta kesehatan yang optimal. 2. Manusia. Menurut Roy manusia adalah sebuah sistem adaptif, sebagai sistem yang adaptif manusia digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang memiliki input, control, output dan proses umpan balik. Lebih khusus manusia didefinisikan sebagai sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi, empat cara adaptasinya yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Sebagai sistem yang adaptif mausia digambarkan dalam istilah karakteristik, jadi manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit secara keseluruhan atau beberapa unit untuk beberapa tujuan. Secara fisiologis memiliki beberapa keterkaitan dengan penyembuhan luka kaki diabetes yaitu dari fungsi oksigenasi yang terkait dengan sirkulasi oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh terutama berkaitan dengan luka kaki diabetes yang membutuhkan oksigenasi yang cukup untuk proses penyembuhan luka kaki diabetes. Nutrisi juga merupakan hal penting perawatan luka kaki diabetes yang berperan aktif pada
Universitas Sumatera Utara
faktor tumbuh dan perbaikan jaringan luka. Stimulasi elektrik pada pasien luka diabetes juga membantu suplai oksigen ke jaringan luka (Solis et al, 2011). Sedangkan berkaitan dengan proteksi pada tubuh sebagai pertahanan kulit yang berhubungan luka adalah memproteksi kulit dari agen infeksi yang akan menyerang luka, kemudian menghindari trauma pada jaringan luka sehingga luka juga dapat lebih cepat disembuhkan (Roy & Andrew 1991). 3. Kesehatan Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Dalam model keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan, dalam hal ini manusia digambarkan sebagai suatu sistem yang adaptif. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dengan lingkungan ysng terdiri dari dua proses, proses yang pertama dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dan proses yang kedua adalah mekanisme koping yang menghasilkan respon adaptif dan inefektif. Untuk meningkatkan respon adaptif pasien pada penyembuhan luka kaki diabetes dapat ditingkatkan dengan dengan meningkatkan kemampuan hidup sehat dan akan menurunkan angka kesakitan yang dialami. 4. Lingkungan Lingkungan digambarkan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan input bagi manusia sebagai suatu sistem yang adaptif. Lingkungan untuk penyembuhan luka kaki diabetes dengan memerlukan dukungan penuh keluarga (faktor internal) merupakan hal yang
Universitas Sumatera Utara
sangat mendesak diperlukan begitu juga dari faktor lingkungan eksternal pasien
dengan
menghindari
konflik
psikologis
untuk
meningkatkan
penyembuhan.
2.4.2
Kerangka Konsep
Penyembuhan luka (regenerasi jaringan luka) Sirkulasi O2 ke jaringan luka
Stimulasi otot gastroknemius
Pengukuran sirkulasi jaringan luka dengan ABI (ankle brachial index)
Oksigenasi Fisologi Proteksi
Proteksi kulit dari infeksi dan trauma jaringan luka
Perawatan luka kaki diabetes dengan metode seimbang kelembaban
Menilai penyembuhan luka kaki diabetes dengan Bates Jensen-Wound Assessment Tool
Penyembuhan luka (regenerasi jaringan luka)
Gambar 2.2 Kerangka konseptual Callista Roy untuk Penyembuhan luka kaki diabetes
Universitas Sumatera Utara