BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Sistem Produksi Produksi yang dalam bahasa inggris disebut production ialah suatu kegiatan
mengenai pembuatan produk baik berwujud fisik (tangible products) maupun berwujud jasa (intangible products) (S. Sinulingga, 2009). Aktivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produksi yang dapat dijual. Untu melaksanakan fungsi produksi tersebut, diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Ada tiga fungsi utama dari kegiatan-kegiatan produksi yang dapat kita identifikasi, yaitu:
Proses Produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah bahan baku menjadi produk.
Perencanaan Produksi,
yaitu merupakan tindakan antisipasi dimasa
mendatang sesuai dengan periode yang direncanakan.
6
7
Pengendalian Produksi, yaitu tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilaksanakan dalam perencanaan telah dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Untuk melaksanakan fungsi- fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem-sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi (A.H. Nasution., Y. Prasetyawan, 2008). Sub sistem-sub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan StandarStandar Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan Penentuan Harga Pokok Produksi. Proses produksi merupakan cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dana) yang ada. Sistem produksi menurut proses menghasilkan output secara ekstrim dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Proses Produksi Kontinyu (Continuous Process) 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System) Perbedaan pokok antara kedua proses ini adalah pada lamanya waktu set up peralatan produksi. Proses kontinyu tidak memerlukan waktu set up yang lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk yang sama, misalnya pabrik susu instant Dancow. Sedangkan proses terputus memerlukan total waktu set up
8
yang lebih lama karena proses ini memproduksi berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, sehingga adanya pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set up yang berbeda. Contoh dari proses terputus antara lain adalah usaha perbengkelan. 2.2.
Perencanaan dan Pengendalian Produksi PPC (Production Planning and Control) dapat didefinisikan sebagai proses
untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk, mengalir, dan keluar dari sistem produksi/operasi sehingga permintan pasar dapat dipenuhi dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat, dan biaya produksi minimum. Dari definisi di atas, maka pekerjaan yang terkandung dalam PPC secara garis besar dapat kita bedakan menjadi dua hal yang saling berkaitan, yaitu: Perencanaan Produksi dan Pengendalian Produksi. Perencanaan produksi dilakukan dengan tujuan menentukan arah awal dari tindakan-tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus dilakukan, berapa banyak melakukannya, dan kapan harus melakukan. Karena perencanaan ini berkaitan dengan masa mendatang, maka perencanaan disusun atas dasar perkiraan yang dibuat berdasarkan data masa lalu dengan menggunakan beberapa asumsi. Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat tergantung pada ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanaan produksi terhadap rencana produksi yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka perlu diadakan tindakan-tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan dijadikan dasar dalam menyusun rencana produksi selanjutnya.
9
2.2.1.
Perencanaan Produksi Perencanaan Produksi harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Berjangka waktu Dalam perencanaan produksi, biasanya kita jumpai tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu yang dicakup oleh perencanaan tersebut, yaitu: 1. Perencanaan Produksi Jangka Panjang 2. Perencanaan Produksi Jangka Menengah 3. Perencanaan Produksi Jangka Pendek
Berjenjang Pembuatan rencana produksi tidak bisa dilakukan hanya sekali dan digunakan untuk selamanya. Perencanaan produksi harus dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Artinya, perencanaan produksi akan bertingkat dari perencanaan produksi level tinggi sampai perencanaan produksi level rendah, dimana perencanaan produksi level yang lebih rendah adalah merupakan penjabaran dari perencanaan produksi level yang lebih tinggi.
Terpadu Perencanaan produksi akan melibatkan banyak faktor, seperti bahan baku, mesin/peralatan, tenaga kerja, dan waktu, dimana kesemua faktor tersebut harus sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan dalam mencapai target produksi tertentu yang didasarkan atas perkiraan. Masing- masing faktor tersebut tidak harus direncanakan sendiri-sendiri sesuai dengan keterbatasan yang ada pada masing- masing faktor yang dimiliki perusahaan, tetapi rencana tersebut harus dibuat dengan mengacu pada satu rencana terpadu untuk produksi.
10
Berkelanjutan Perencanaan prooduksi disusun untuk satu periode tertentu yang merupakan masa berlakunya rencana tersebut. Setelah habis masa berlakunya, maka harus dibuat rencana baru untuk periode waktu berikutnya lagi. Rencana baru ini harus dibuat berdasarkan hasil evaluasi terhadap rencana sebelumnya, apa yang sudah dilakukan, apa yang telah dihasilkan dan bagaimana perbandingan hasilnya dengan target yang telah ditetapkan.
Terukur Selama pelaksanaan produksi, realisasi dari rencana produksi akan selalu dimonitor untuk mengetahui apakan terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan, maka rencana produksi harus menetapkan suatu nilai yang dapat diukur, sehingga dapat
digunakan
sebagai
dasar
untuk
menetapkan
ada
tidaknya
penyimpangan.
Realistik Rencana produksi yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di perusahaan, sehingga target yang ditetapkan merupakan nilai yang realistik untuk dapat dicapai dengan kondisi yang dimiliki perusahaan pada saat rencana tersebut dibuat.
Akurat Perencanaan produksi harus dibuat berdasarkan informasi- informasi yang akurat tentang kondisi internal dan eksternal sehingga angka-angka yang dimunculkan
dalam
target
produksi
dapat
dipertanggungjawabkan.
11
Kesalahan dalam membuat perkiraan nilai parameter produksi akan berakibat fatal terhadap rencana produksi yang disusun.
Menantang Meskipun rencana produksi harus dibuat serealistis mungkin, hal ini bukan berarti rencana produksi harus menetapkan target yang dengan mudah dapat dicapai. Rencana produksi yang baik harus menetapkan target produksi yang hanya dapat dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Dalam usaha untuk mencapai tujuan perencanaan produksi, maka perencanaan produksi bertugas mengkoordinir bagian produksi dengan bagian-bagian lainnya didalam perusahaan agar rencana produksi yang disusun benar-benar mencerminkan keadaan dan kemampuan perusahaan, sehingga mungkin dapat dilaksanakan rencana produksi yang dibuat tersebut didasarkan pada ramalan penjualan untuk masa yang akan datang sehingga dapatlah ditentukan barang apa yang akan diproduksi, jumlah barang yang akan diproduksi tersebut, kapan produksi akan dimulai dan kapan selesai, serta jumlah tenaga kerja/buruh, bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi tersebut. Untuk berhasilnya kegiatan perencanaan produksi, maka perlu adanya kerjasama yang baik dengan bagian-bagian lain yang ada di pabrik tersebut, seperti: 1. Dengan bagian teknik dan pengolahan, yaitu mengenai urut-urutan operasi pengerjaan suatu produk, waktu yang dibutuhkan serta fasilitas yang diperlukan. 2. Dengan bagian pembelian, yaitu mengenai pembelian bahan-bahan dan komponen yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut.
12
3. Dengan manager persediaan, yaitu mengenai penyimpanan bahan-bahan atau barang-barang yang diterima dan produk yang selesai dikerjakan serta penyediaan bahan-bahan pada saat dibutuhkannya. 2.2.2. Pengendalian Produksi Rencana produksi yang telah disusun tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya pengendalian terhadap pelaksaan rencana tersebut. Hal ini disebabkan karena rencana tersebut dibuat berdasarkan perkiraan yang bisa saja meleset. Oleh karena itu, meskipun rencana telah dibuat sebaik mungkin, tujuan-tujuan manajemen tidak akan dapat tercapai tanpa adanya program peengendalian yang efektif. Tetapi, suatu perencanaan yang disusun dengan mempertimbangkan semua persyaratan diatas akan dapat mempermudah program pengendalian. Secara sederhana, pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses yang dibuat untuk menjaga supaya realisasi dari suatu aktifitas sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, pengendalian terdiri dari prosedur-prosedur untuk menentukan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan dan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengeliminir penyimpangan tersebut. 2.3.
Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa
datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa (A.H. Nasution., Y. Prasetyawan, 2008). Dalam hubungannya dengan horison waktu peramalan, maka kita bisa mengklasifikasikan peramalan tersebut kedalam 3 kelompok, yaitu:
13
1. Peramalan jangka panjang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramalan ini dugunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumberdaya. 2. Peramalan jangka menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran. 3. Peramalan jangka pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain- lain (keputusan kontrol jangka pendek). Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam pasar. Faktor- faktor ini hampir selalu merupakan kekuatan yang berada diluar kendali perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain:
Siklus Bisnis Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan permintaan akan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang membentuk siklus bisnis dengan fase- fase inflasi, resesi, depresi dan masa pemulihan.
Siklus Hidup Produk Siklus hidup suatu produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut kurva S. Kurva S menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, dimana siklus hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase kematangan dan akhirnya fase penurunan. Untuk menjaga
14
kelangsungan usaha, maka perlu dilakukan inovasi produk pada saat yang tepat.
Faktor-faktor lain Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan sendiri oleh perusahaan seperti peningkatan kualitas, pelayanan, anggaran periklanan, dan kebijaksanaan pembayaran secara kredit.
2.3.1. Ukuran Hasil Peramalan Ukuran hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan, yaitu: 1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD) MAD
merupakan rata-rata kesalahan mutlak
selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: At = Permintaan aktual pada periode t Ft = Peramalan permintaan (Forecast) pada periode t n = Jumlah periode peramalan yang terlibat
15
2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
3. Rata-rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error = MFE) MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut:
4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE) MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase
kesalahan hasil peramalan terhadap
permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut:
16
5. Estimasi Standar Error (Standard Error Estimated = SEE)
2.3.2. Pola Permintaan Dalam peramalan, perlu diketahui dulu pola / komponen. Pola permintaan dapat diketahui dengan membuat “Scatter Diagram”, yaitu pemplotan data histories selama interval waktu tertentu. Dari scatter diagram ini secara visual akan dapat diketaui bagaimana hubungan antara waktu dengan permintaan. Pola / komponen permintaan adalah suatu pola pergerakan jangka panjang dari tampilan data-data scatter diagram permintaan. 1. Pola Trend Pola trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecendrungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data yang kelihatannya berfluktuasi, apabila dilihat pada rentang waktu yang panjang akan dapat ditarik suatu garis maya. Garis putus-putus tersebut itulah yang disebut garis trend.
Gambar 2.1 Pola Trend
17
2. Pola Musiman Bila data yang kelihatannya berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut berpola musiman. Disebut pola musiman karena permintaan ini biasanya dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan data ini adalah satu tahun.
Gambar 2.2 Pola Musiman 3. Pola Siklikal Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklikal mirip dengan pola musiman. Pola musiman tidak harus bergelombang, bentuknya dapat bervariasi, namun waktunya akan berulang setiap tahun (umumnya). Pola siklikal bentuknya selalu mirip gelombang sinusoid.
Gambar 2.3 Pola Siklikal
18
4. Pola Eratik / Random Pola eratik (random) adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas.
Gambar 2.4 Pola Eratik / Random 2.3.3. Langkah-langkah Peramalan Berikut adalah angkah – langkah dalam metode peramalan (A.H. Nasution, 2006): 1. Menentukan tujuan 2. Pengembangan model 3. Pengujian model 4. Penerapan model 5
Revisi dan evaluasi
2.3.4. Jenis-jenis Metode Peramalan Untuk membuat peramalan permintaan, harus menggunakan suatu metode tertentu. Pada dasarnya, semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu
19
menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data dimasa yang akan datang (Teguh Baroto, 2002). Metode yang digunakan yaitu: 1. Metode Trend Linear Analisis trend linear adalah analisis yang digunakan untuk mengamati kecenderungan data secara menyeluruh pada suatu kurun waktu yang cukup panjang. Metode linear dapat dipergunakan untuk meramalkan kondisi apa data di masa mendatang, maupun dapat dipergunakan untuk memprediksi data pada suatu waktu dalam kurun waktu tertentu. Dalam metoda ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperhitungkan koefisien a dan b, guna mencari nilai d’t yang didapat dari persamaan fungsi waktu, yaitu:
Nilai a dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
Sedangkan nilai b dapat dicari dengan persamaan:
Keterangan: d’t = Forecast untuk saat t a
= intercept
b
= kemiringan garis
t
= time (independent variable)
dt
= demand pada saat t
n
= jumlah data
20
2. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Averages) Metode rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan dimasa yang akan datang. Rumus metoda moving average adalah:
Keterangan: n = jumlah perioda dt = demand pada bulan ke t 3. Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Kelemahan teknik moving average dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup banyak dapat diatasi dengan teknik pemulusan eksponensial. Metode peramalan pemulusan eksponensial bekerja hampir serupa dengan alat thermostat, di mana apabila galat ramalan (forecast error) adalah positif, yang berarti nilai aktual permintaan lebih tinggi dari pada nilai ramalan (A-F>0), maka model pemulusan eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai ramalan. Sebaliknya apabila galat ramalan (forecast error) adalah negatif, yang berarti nilai aktual permintaan lebih rendah dari pada nilai ramalan (A-F<0), maka pemulusan eksponensial akan secara otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses penyesuaian ini berlangsung terus menerus kecuali galat ramalan telah mencapai nol. Kenyataan inilah yang mendorong peramal (forecaster) lebih suka menggunakan model pemulusan eksponensial. Apabila pola historis dari aktual permintaan bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu. Peramalan menggunakan model pemulusan eksponensial dilakukan berdasarkan formula sebagai berikut (A.H. Nasution, 2006):
21
Keterangan: = ramalan untuk periode berikutnya α
= bobot konstanta penghalus = permintaan aktual (periode sekarang) = ramalan yang telah ditentukan sebelumnya (periode sekarang)
4. Metode Konstan Persamaan garis yang menggambarkan pola konstan adalah: y’t = a, dimana a = konstanta Untuk mendapatkan nilai (a) maka dapat didekati melalui turunan kuadrat terkecilnya (least square) terhadap (a) sebagai berikut:
Sehingga,
; dimana n = jumlah periode peramalan.
Jadi, apabila pola data berbentuk konstan, maka peramalannya dapat didekati dengan harga rata-rata dari data tersebut. 2.4. Bahan Baku Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan dio lah menjadi barang jadi sebagai hasil utama perusahaan yang bersangkutan. Bahan baku merupakan
bahan
yang
dari harus
diper hitungkan dalam kelangsungan proses produksi. Banyaknya bahan baku yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan sumber-sumber didalam perusahaan dan kelancarannya. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku merupakan faktor yang penting dalam suatu proses produksi karena bila terjad i kekurangan bahan baku maka kegiatan perusahaan tidak dapat berjalan lancar, bahan baku dapat digolongkan
22
berdasarkan beberapa hal diantaranya yaitu berdasarkan harga dan frekuensi penggunaan. Klasifikasi bahan baku berdasarkan harga dibagi menjadi tiga bagia n yaitu: (Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis, 1998) Bahan Baku Berharga Tinggi (High Value Items) Bahan baku yang biasanya berjumlah 10% dari jumlah jenis persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, oleh karena itu memerlukan tingkat pengawasan yang sangat tinggi. Bahan Baku Berharga Menengah (Medium Value Items) Bahan baku yang biasanya berjumlah 20% dari jumlah jenis persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan yang cukup. Bahan Baku Berharga Rendah (Low Value Items) Jenis bahan baku ini biasanya berjumlah 70% dari seluruh jenis persediaan, tetapi memiliki nilai atau harga sekitar 10% dari seluruh nilai atau harga persediaan, sehingga tidak memerlukan pengawasan yang tinggi. 2.5. Persediaan Persediaan adalah sejumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediaka n dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi / produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan
dari
konsumen atau langganan setiap waktu (Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis, 1998). Persediaan merupakan segala sesuatu atau sumber daya - sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuha n permintaan. Keberadaan persediaan berkaitan dengan faktor waktu, faktor ketidak pastian, faktor diskontinuitas, dan faktor ekonomi.
23
Persediaan memiliki fungsi penting yang dapat menigkatkan efisiens i operasional suatu perusahaan. Dengan adanya persediaan maka proses produksi tidak terhambat oleh kekurangan bahan baku. Selain itu, prosedur untuk mempero leh dan menyimpan bahan baku
yang dibutuhkan dapat dilaksanaka n dengan biaya minimum (Agus
Ristono, 2008). Pada pengendalian persediaan ada dua keputusan yang perlu diambil, yaitu jumlah setiap kali pemesanan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan. Prinsip dari persediaan yaitu mempermudah dan memperlancar jalannya operasi perusahaan pabrik, yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang, serta selanjutnya
menya mpaikan
kepada
pelanggan
atau
konsumen.
Persediaan
memungkinkan produk-produk dihasilkan pada tempat yang jauh dari pelanggan dan atau sumber bahan mentah. Dari segi teori, persediaan digunakan untuk menentukan prosedur optimal dala m jumlah optimal produksi atau bahan yang disimpan untuk memenuhi permintaa n pasar d imasa depan (Freddy Rangkuti, 1998). Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan,dan pengawasan penentuan kebutuhan materia l sedemikian rupa sehingga disatupihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan material
dapat
ditekan secara optimal. Persediaan
merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut (Freddy Rangkuti, 1998): Mekanisme pemenuhan atas per mintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketik abila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.
24
Keinginan untuk meredam ketidak pastian. Ketidak pastian terjadi akibat, diantaranya yaitu permintaan yang bervariasi yang tidak pasti dalam jumla h maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat dikendalikan. Ketidak pastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besardari kenaikan harga dimasa mendatang. 2.5.1. Jenis-jenis Persediaan Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Inilah definisi persediaan yang digunakan dalam buku ini, hal ini berhubungan dengan metode pengendalia n persediaan yang akan dibahas adalah metode pengendalian persediaan untuk item fisik. Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut: Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti baja, kayu dan lain- lain yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan/atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
25
Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies materials), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses barang jadi, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik, dan lain- lain. Persediaan barang dalam proses atau setengah jadi (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan. 2.5.2. Tujuan Persediaan Pada dasarnya
pengendalian persediaan dimaksudkan
untuk
membantu
kelancaraan proses produksi, melayani kebutuhuan perusahaan akan bahan-bahan atau barang jadi dari waktu ke waktu. Sedangkan tujuan dari pengendalian persediaan adalah sebagai berikut: a. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan bahan-bahan sehingga menyebabkan terhenti atau terganggunya proses produksi. b. Menjaga agar keadaan persediaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak besar pula. c. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan bahan atau barang (stock out) relatif besar.
26
2.5.3. Fungsi dan Penyebab Persediaan Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk phisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi. Persediaan-persediaan ini mungkin tetap tinggal di ruang penyimpanan, gudang, pabrik, atau toko-toko pengecer, atau barangkali sedang dalam pemindahan sekitar pabrik, dalam truk pengangkut, atau kapal yang sedang menyeberangi lautan. Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut: Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
27
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Lebih spesifik, persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut (Sofjan Assauri, 2008): 1. Persediaan dalam Lot Size. Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan (replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transportasi. 2. Persediaan cadangan. Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan permintaan konsumen biasanya disertai kesalahan peramalan. Waktu siklus produksi (lead time) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya. 3. Persediaan antisipasi Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penurunan persediaan (supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahaan dapat memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi terjadinya pemogokan tenaga kerja. 4. Persediaan pipeline Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point) dengan aliran di antara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan
28
terdiri dari pengendalian aliran persediaan. Dan jumlah persediaan akan terakumulasi ditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu produk tidak dapat dirubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan transportasi disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus dikendalikan. 5. Persediaan lebih Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan fisik yang terjadi (Rosnani Ginting, 2007). 2.6. Material Require ment Planning Material Requirement Planning (MRP) adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “Jadwal Induk Produksi” atau MPS (Master Production Schedulling) menjadi kebutuhan bersih atau NR (Net Requirement) untuk semua item (A.H. Nasution, Y. Prasetyawan, 2008). Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item- item dependent secara lebih baik dan efisien. Selain itu, sistem MRP didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item- item yang kebutuhannya dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai
29
perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (time-phases requirements planning). Sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia pada saat dibutuhkan. Ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan untukmemenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat meminimalkan biaya persediaan sehingga perusahaan akan mempero le h keuntungan. Sistem pengendalian dengan menggunakan metode MRP memang lebih kompleks pengelo laannya, namun mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk pengendalian barang-barang produksi. Tujuan utama dari MRP adalah merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, penjadwalan ulang). Aksi ini sekaligus merupakan pegangan untuk melakukan pembelian atau produksi, yang merupakan keputusan baru atau merupakan perbaikan atas keputusan yang lain, ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama MRP yaitu: Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus sekali (atau material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan dalam Jadwal Induk Produksi. Pembentukan kebutuhan minimal setiap item Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk akhir, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
30
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabr ik sendiri. 2.6.1. Langkah-langkah Dasar Proses Penyusunan MRP MRP merupakan sistem yang dinamik, yang artinya bahwa rencana yang dibuat perlu disesuaikan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kemampuan untuk melakukan penyeseuaian ini tegantung kepada kemampuan manajemen dan system informasi yang ada. Secara skematis Mekanisme MRP tersebut dapat dilihat pada berikut.
31
Masukan MRP - JIP - Struktur Produk - Status Persediaan Ya Ada perubahan
Netting
Tidak Perhitungan bersih (dumlai dari level 0) B A C Exploding
D
Ulangi Untuk level berikutnya
Lotting Penentuan Besarnya ukuran Lot (Ukuran pemesanan)
Tidak Netting Pelaksanaan MRP
Ya Level Terakhir
Perhitungan bersih (dumlai dari level 0)
Gambar 2.5 Langkah- langkah Pelaksanaan MRP Dari skema tersebut terlihat bahwa ada 4 langkah dasar yang harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item penyusunan MRP, yaitu: 1. Netting (Perhitungan Kebutuhan Bersih) Kebutuhan Bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jumlah yang diterima Penerimaan (SR) minus Persediaan Ditangan (OH) Kebutuhan Bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
32
NR=GR-SR-OH POH : Planned On Hand , yaitu persediaan yang siap digunakan . POH =On Hand–Safety Stock– Allocated–Scrap OH : On Hand, total persediaan ditangan SS : Safety Stock, persediaan pengaman POR : Planned Order Releases, pelepasan pesanan yang direncanakan Ditentukan berdasarkan fluktuasi demand (σ), distribusi demand (Z) dan leadtime (LT).
2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot) Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Langkah ini ditentukan berdasarkan teknik lotting/lotsizing yang tepat. Parameter yang digunakan biasanya adalah biaya simpan dan biaya pesan. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot- for Lot (L-4-L). 3. Offsetting Offsetting adalah suatu proses penentuan saat atau periode dilakukannya pemesanan sehingga kebutuhan bersih dapat dipenuhi. Dengan perkataan lain Offsetting bertujuan untuk menentukan kapan kuantitas pesanan yang dihasilkan proses lotting harus dilakukan. Penentuan rencana saat kebutuhan bersih harus tersedia dengan waktu ancang-ancangnya (Lead Time). 4. Exploding Langkah ini merupakan kunci keseluruhan MRP. Exploding merupakan proyeksi pesanan kebutuhan dari tingkat yang lebih tinggi dalam struktur
33
produk berdasarkan rencana pemesanan. Prosedur ini secara berulang dilakukan dari level yang paling tinggi ke level yang paling rendah. Proses perencanaan kebutuhan selesai ketika semua daftar kebutuhan item yang sudah dipesan telah ada (purchasing). 2.6.2. Output MRP Output MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu: Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok dan berguna juga bagi manajer manufaktur yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi. Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan dan pengubahan jumlah pesanan. Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stok dan ukuran yang lain. 2.6.3. Teknik Lot Sizing Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing- masing periode horison perencanaan dalam MRP (Material Requirement Planning). Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu: 1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.
34
Biaya pemesanan (order cost) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan pemesanan, biaya proses pemesanan, biaya materai / perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya pemesanan. Biaya Penyimpanan adalah komponen utama dari biaya simpan (carrying cost) yang terdiri dari: a. Biaya Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan. b. Biaya Simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, listrik, gaji, personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada bersifat tetap (fixed), variabel, maupun semi fixed atau semi variabel. 2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap. 3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap. Terdapat beberapa Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot diantaranya sebagai berikut: Lot for Lot (LFL) Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
35
Economic Order Quantity (EOQ) Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut. Contoh : Rata-rata demand per minggu= 27 unit, maka EOQ:
Tabel 2.1 Penetapan Ukuran Lot dengan Metode EOQ Periode
0
GR On Hand POR
35
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
35
30
40
0
10
40
30
0
30
55
0
44
4
4
4
68
28
72
42
61
74
74
74
74
Fixed Order Quantity (FOQ) Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun. Contoh: Menggunakan EOQ sebagai dasar penentuan waktu antar pemesanan EOQ=74; demand/minggu = 27; setahun = 27*52= 1404 Maka D/Q= 1404/74 = 19
36
Waktu antar pemesanan = 52/19 = 2.7 ~ 3 minggu Tabel 2.2 Penetapan Ukuran Lot dengan Metode FOQ Periode
0
GR On Hand
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
35
30
40
0
10
40
30
0
30
55
0
50
10
10
0
60
30
30
0
35
POR
70
80
85
Fixed Period Requirement (FPR) Teknik Fixed Period Requirement (FPR) juga merupakan teknik pengukuran lot diskrit (Teguh B. 2002). Dalam penerapan teknik FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pemesanan didasarkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan bersih pada beberapa periode mendatang. Di dalam penerapan teknik FPR ini, selang waktu antar pemesanan dibuat secara tetap dengan penyesuaian pada ukuran lot pemesanan sesuai dengan kebutuhan bersihnya. Misalnya ditentukan periode pemesanan adalah
setiap
dua
periode
(ditentukan
secara
intuitif)
maka
hasil
perhitungannya adalah sebagai berikut. Tabel 2.3 Penetapan Ukuran Lot dengan Metode FPR Periode
1
2
3
4
5
GR
200
100
300
550
250
On Hand
300
POR
100
850 0
550
250 0
0
37
2.7. Hasil Penelitian Terkait Material Requirement Planning Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Arga Mahardhika, Arif Rahman dan Remba Yanuar Efranto (2013) dengan judul Analisis Perbandingan Pengendalian Petsediaan Bahan Baku dengan Pendekatan Metode Economic Order Quantity dan Metode Kanban. Pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Selama ini PT Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II dalam menjalankan proses produksinya sering mengalami permasalahan pada persediaan komponen yakni sering mengalami kekurangan persediaan komponen. Kekurangan tersebut mengakibatkan proses produksi terhenti, karena pengendalian persediaan yang kurang baik. Metode pengendalian persediaan yang dibandingkan dalam penelitian ini yakni MRP metode Economic Order Quantity (EOQ) dan metode kanban. Metode EOQ dimulai dengan menghitung kuantitas pemesanan, safety stock, Reorder Point, stok persediaan maksimal dan stok persediaan rata-rata. Metode kanban dimulai dengan menghitung jumlah kartu kanban yang dibutuhkan, kuantitas yang diwakili satu kanban, stok persediaan maksimal dan stok persediaan rata rata. Kemudian, dilanjutkan dengan mengkomparasi total inventory cost kedua metode. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa metode EOQ lebih baik daripada metode kanban. Perbandingan total inventory cost pada metode kanban sebesar Rp 19.800.000 lebih besar daripada total inventory cost pada metode EOQ hanya sebesar Rp 2.800.000. Karena menggunakan prinsip zero inventory, tingkat stok persediaan pada metode kanban lebih baik daripada metode EOQ. Namun tingginya ongkos pesan, metode kanban menjadi kurang efisien. Untuk dapat menerapkan metode
38
kanban, perusahaan harus menekan biaya pemesanan menjadi Rp. 46.969, dengan mengembangkan sistem keiretsu dan kemitraan dengan supplier. Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh Indra Almahdy dan Riesma Ferdiani (2009) dengan judul Optimisasi Sistem Material Requirement Planning (MRP) Pada Pengendalian Bahan Baku DK FIX C-800 di Perusahaan Industri Obat Kimia Tekstil. Pada penelitian ini bahan baku DK FIX C-800 yang terdiri dari Danfix T-8 dan Caustic Soda dianalisa dengan menggunakan MRP metode Fixed Order Quantity (FOQ), Fixed Period Demand (FPD), Economic Order Quantity (EOQ) dan Lot For Lot (LFL). Dari keempat metode yang digunakan, metode FPD menghasilkan total biaya yang paling minimum dan dapat menghemat biaya total sebesar 46,71% untuk bahan baku Danfix T-8 dan 9,34% untuk bahan baku Caustic Soda dibandingan dengan metode konvensional yang digunakan oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh RJ Milne, C-T Wang, C-KA Yen, dan K Fordyce (2013) juga menjadi perhatian penulis. Penelitian yang berjudul Optimized Material Requirements Planning for Semiconductor Manufacturing ini dilakukan pada perusahaan IBM Vermont Amerika Serikat. Metode MRP yang digunakan adalah teknik lot sizing Lot for Lot pada produk part A2 dan A3. Setelah menggunakan MRP sebagai perencanaan material produknya, perusahaan dapat melakukan penghematan biaya penyimpanan serta dapat memenuhi permintaan dengan tepat waktu yaitu 1000 unit per hari untuk produk part A2 dan 2140 unit untuk produk part A3 tanpa melakukan pemborosan dalam biaya simpan dan biaya pemesanan bahan baku. Peneliti pertama menggunakan MRP metode Economic Order Quantity (EOQ) dan membandingkannya dengan metode kanban pada produk Wiper Pivot, Wiper Assy
39
dan Arm & Blade di perusahaan mobil PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II. Peneliti kedua menggunakan metode MRP yang sama dengan yang akan digunakan oleh penulis yaitu Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Fixed Order Quantity (FOQ), dan Fixed Period Requirement (FPR) namun pada produk yang berbeda yaitu bahan baku obat kimia tekstil Danfix T-8 dan Caustic Soda. Sedangkan peneliti ketiga menggunakan metode MRP Lot for Lot (LFL) pada perusahaan alat semikonduktor IBM Vermont Amerika Serikat, dimana sifat dari produk yang diteliti sama dengan yang akan penulis lakukan yaitu produk Twistlock. Ketiga penelitian tersebut banyak membantu penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.