BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT Dalam 10 tahun terakhir ini, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia
berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non kelapa sawit di seluruh Indonesia berangsur-angsur beralih di peruntukan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.Dengan meningkatnya jumlah pabrik kelapa sawit (PKS), Indonesia telah berubah menjadi negara yang paling besar dalam produksi CPO. Namun konsekuensi lain adalah timbulnya permasalahan limbah PKS. Hampir semua pabrik kelapa sawit, bahkan yang sudah mengeksport minyak mentah kelapa sawit mempunyai kelemahan dalam hal penanganan limbahnya [21]. Pabrik kelapa sawit dalam mengolah setiap ton tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan rata-rata 120-200 kg minyak kelapa sawit mentah (CPO), 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130-150 kg serat/ fiber, 60-65 kg cangkang, 5560 kg kernel, dan 0,7 m3 air limbah. Jika Indonesia berhasil menjadi produsen utama CPO dunia, dengan memproduksi 18 juta ton CPO per tahun sebagaimana yang ditargetkan, maka akan dihasilkan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)sebanyak >50 juta ton per tahun [22]. Hal ini menunjukkan bahwa selama industri pengolahan kelapa sawit tetap beroperasi maka LCPKS sebagai hasil samping juga turut akan terbentuk diakhir proses. Tabel 2.1 Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia[23] Tahun
Luas Areal Perkebunan
Produksi Minyak Sawit
(Ha)
(ton)
2012
10.130.000
26.020.000
2013
10.590.000
26.900.000
2014
10.850.000
28.020.000
Berdasarkan tabel 2.1 dengan meningkatnya produksi minyak sawit (CPO), maka akan berdampak pada peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair, limbah padat dan limbah gas.
7 Universitas Sumatera Utara
Palm oil mill effluent (POME) adalah limbah cair kelapa sawit yang kental, berwarna coklat pekat mengandung bahan tersuspensi yang tinggi. LCPKS segar adalah kombinasi dari 95-96 air, 0,6-0,7 % minyak dan 4-5 % total padatan [24]. LCPKS memiliki kandungan COD 50.000 mg/L, total solids 40.500 mg/L BOD 25.000 mg/L, minyak dan lemak 4.000 mg/L[25].Hal inilah yang menyebabkan LCPKS menjadi penyumbang polusi terbesar untuk industri pertanian. Namun begitu, LCPKS ini bersifat non-toksik karena tidak ada penambahan bahan kimia selama proses pemurnian minyak sawit [26]. Oleh karena itu, pemanfaatan LCPKS sebagai bahan baku biogas akan memberi keuntungan antara lain pengurangan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah [22]. Limbah cair pabrik kelapa sawit(LCPKS) memiliki karakteristik tertentu yang akan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 2.2 Karakteristik dari LCPKS [5,27] Parameter
Konsentrasi
Ph
4,7
Minyak dan lemak kasar (grease)
4.000
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
25.000
Chemical Oxygen Demand (COD)
50.000
Padatan Total
40.500
Padatan Tersuspensi
18.000
Padatan Volatil Total
34.000
Nitrogen Total
750 Unsur
Fosfor
180
Kalium
2.270
Magnesium
615
Kalsium
439
Boron
7,6
Besi
46,5
Mangan
2,0
Tembaga
0,89
Seng
2,3
*Semua parameter dalam satuan mg L-1 kecuali pH
8 Universitas Sumatera Utara
LCPKS yang dibuang ke sungai atau lingkungan harus memenuhi standar baku mutu agar aman terhadap lingkungan. Berikut ini adalah baku mutu untuk limbah cair industri minyak kelapa sawit berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. Tabel 2.3 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup [28]
BOD5
Kabar Maksimum (mg/L) 100
COD
350
1,4
Minyak dan Lemak
25
0,1
Nitrogen Total
50
0,2
Parameter
pH
0,4
6,0-9,0 4,5 m3per ton CPO
Debit Limbah Maksimum
2.2
Beban Pencernaan Maksimum (kg/ton)
BIOGAS Biogas adalah salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui [8] yang
merupakan campuran gas yang dihasilkan dari proses peruraian senyawa organik dalam biomassa oleh bakteri alami metanogenik dalam kondisi anaerob. Pada umumnya biogas merupakan campuran 50-70% gas metana (CH4), 30-40% gas karbondioksida (CO2), 5-10% gas hidrogen (H2) dan sisanya berupa gas lain seperti N2dan H2S. Biogas memliki berat 20% lebih ringan dibandingkan dengan udara dan memiliki nilai panas pembakaran antara 4800-6200 kkal/m3. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai pembakaran gas metana murni yang mencapai 8900 kkal/m3 [29]. Tabel 2.4 Komponen Biogas, Kandungan dan Pengaruhnya [30] Kompenen CH4 CO2
Kandungan 50-75 (%volume) 25-50 (%volume)
H2S
0,005 – 0,5 mgS/m3
Pengaruh Komponen yang mudah terbakar. Mengurangi nilai bahan bakar; menyebabkan korosi (karbonat asam lemah), jika gas juga lembab itu kerusakan sel bahan bakar alkali. Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika pembakaran tidak sempurna;
9 Universitas Sumatera Utara
NH3
0-1 (%volume)
Uap air
1-5 (%volume)
Debu
>5 mikrometer
N2
0-5 (%volume)
Siloxane
0-50 mg/m3
2.3
keracunan katalis. Emisi NOx setelah pembakaran; berbahaya untuk sel bahan bakar. Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan instrumen; dapat menyebabkan pipa dan ventilasi membeku pada suhu beku. Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan bakar. Mengurangi nilai bahan bakar dan meningkatkan sifat anti –ketuk motor. Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll,
PROSES DIGESTASI ANAEROBIK Digestasi anaerobik merupakan proses kompleks dalam penguraian senyawa
organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) oleh berbagai jenis mikroorganisme anaerobik. Hasil dari dekomposisi anaerobik berupa CH4, CO2, serta sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan hidrogen sulfida (H2S)
yang
merupakan energi alternatif yang dikenal sebagai biogas [9]. Dalam proses ini, juga dihasilkan endapan lumpur berupa slurry yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman [31]. Digesti anaerobik pada umumnya dilakukan pada dua kondisi suhu yaitu mesofilik (20-45) biasanya 350C dan temofilik (50-65) biasanya 550C [32]. Pembentukan gas metana merupakan proses biologis yang terjadi secara alamiah ketika biomassa atau senyawa organik diuraikan tanpa kehadiran udara dengan bantuan mikroorganisme [33]. Keuntungan dari proses ini adalah dalam pengolahannya mengkonsumsi lebih sedikit energi dan ruang dibandingkan digestasi aerob yang memerlukan input energi lebih tinggi dengan tujuan aerasi [34]. Proses digestasi anerobik terdiri dari empat tahapan yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [12]. Tiap tahap membutuhkan jenis mikroba yang berbeda. Diagram pembentukan metana dari limbah senyawa kompleks ditunjukkan pada Gambar 2.1 :
10 Universitas Sumatera Utara
Senyawa Partikel Organik: Karbohidrat, protein dan lemak Hidrolisis Asam Amino, Gula, Alkohol, Asam Lemak Asidogenesis Produk Intermediet : Asam Asetat, Asam Propionat, Etanol, Asam Laktat Asetogenesis Oksidasi homoasetogenesis Asam Asetat Reduksi homoasetogenesis
H2 CO2
Metanogenesis CH4 + CO2 Gambar 2.1 Empat Fase Pembuatan Biogas Secara Garis Besar[30]
Proses anaerob adalah proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai kelompok bakteri yang saling menguntungkan satu sama lainnya karena tidak terjadi kompetisi antar kelompok dalam rangka pemanfaatan nutrisi atau substrat. Kelompok bakteri yang terlibat mempunyai substrat tertentu antara lain kelompok bakteri hidrolitik hanya memanfaatkan substrat berupa senyawa organik dengan molekul besar seperti karbohidrat, protein dan minyak lemak, kelompok bakteri asidogen hanya dapat memanfaatkan substrat yang lebih sederhana dengan molekul organik
penguraian
dari
sebelumnya,
sedangkan
bakteri
astogen
hanya
memanfaatkan asam organik rantai sedang. Selanjutnya produk akhir dari kelompok
11 Universitas Sumatera Utara
bakteri pembentuk asam berupa asam asetat akan dimanfaatkan oleh bakteri metanogen asetotrof untuk membentuk gas metan. Gas yang dihasilkan berupa gas CO2 dan H2 akan dimanfaatkan oleh kelompok bakteri metanogen hidrogenotrof untuk membentuk gas metana [35].
2.3.1 Hidrolisis Pada hidrolisis, senyawa organik kompleks tidak terlarut dengan berat molekul tinggi akan dihidrolisa menjadi senyawa organik lebih sederhana dengan melibatkan enzim ekstraseluler [36]. Sebagian besar komponen organik yang terlarut seperti karbohidrat, protein, lemak terdekomposisi menjadi monomer-monomer yaitu gula sederhana, asam amino, dan fatty acid. Pada tahap ini proses digestasi gas metan melewati enzim ekstraseluler dari kelompok hidrolase (amilase, protease, lipase) yang diproduksi oleh bakteri hidrolisis. Selama proses digestasi padatan limbah, hanya 50% zat-zat organik yang mengalami biodegradasi. Komponen-komponen yang tersisa tetap pada keadaan awalnya karena kekurangan enzim yang terlibat pada saat degradasi [37]. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut [38] : a)
enzim lipase Lemak → asam lemak, gliserol
enzim selulosa, selobiase, xilanase, amilase b) Polisakarida → monosakarida
c)
enzim protease Protein → asam amino
Kelompok terbesar dari bakteri yang mendegradasi selulosa dalam proses hidrolisis termasuk Bacterioides succinogenes,Clostridium lochhadii, Clostridium cellobioporus, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibrosolvens,
Clostridium
thermocellum,
Clostridium
stercorarium
dan
Micromonospora bispora [39].
2.3.2 Asidogenesis Pada tahap asidogenesis produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil (asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dll), alkohol, amonia, karbondioksida, dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam laktat [38]. Reaksi asidogenesis dapat dilihat di bawah ini :
12 Universitas Sumatera Utara
C6H12O6
CH3CH2CH2COOH
(glukosa) C6H12O6
+ 2 CO2
+ 2 H2
(asam butirat) + 2 H2
CH3CH2COOH + 2 H2O
(glukosa)
(asam propionat) Gambar 2.2 Reaksi asidogenesis [39]
2.3.3 Asetogenesis Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga menghasilkan asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Sering proses Asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja [39]. Reaksi asetogenesis dapat dilihat sebagai berikut: CH3CH2COOH
CH3COOH + CO2 + 3 H2
(asam propionat)
(asam asetat)
CH3CH2CH2COOH
2CH3COOH + 2 H2
(asam butirat)
(asam asetat) Gambar 2.3 Reaksi asetogenesis[40]
2.3.4 Metanogenesis Pada proses metanognesis, asam asetat dari proses asetogenesis dikonversi menjadi CO2 dan CH4. Pada proses ini produksi CH4 dapat dibagi menjadi dua cara. Pertama asam asetat dikonversi menjadi CO2 dan CH4 oleh bakteri acetoclastic. Kedua menggunakan CO2 sebagai sumber karbon dan hidrogen sebagai agen pereduksi oleh bakteri hydrognetropic atau dihasilkan bentuk lain oleh bakteri jenis lain.
Genus
bakteri
paling
besar
dalam
Methanobacterium,
Methanothermobacter
Methanobrevibacter,
Methanosarcina,
and
proses
metanognesis
(formerly Methanosaeta.
adalah
Methanobacterium), Reaksinya
dapat
dituliskan sebagai berikut ; CH3COOH
Metanognesis
CO2 + 4H2Reduksi
CH4 + CO2 CH4 + 3H2O
13 Universitas Sumatera Utara
Atau CO2 dapat di hidrolisis menjadi asam karbonik dan metana CO2 + H2O
Hidrolisis
4H2 + H2CO3Reduksi
H3CO3 CH4 + 3H2O
Kehadiran gas CO2 tidak diinginkan. Gas ini harus dihilangkan untuk meminimumkan kualitas biogas sebagai bahan bakar [38]. Tabel 2.5 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [41]
Spesies
Substrat
Temperatur
Interval
optimal
pH
(oC)
optimal
Methanobacterium bryantii
H2/CO2
37
6,9-7,2
Methanothermobacter wolfeii
H2/CO2
55-65
7,0-7,5
Methanobrevibacter smithii
H2/CO2, format
37-39
-
Methanothermus fervidus
H2/CO2, format
83
<7
H2/CO2, format
65
Methanococcus vannielii
H2/CO2, format
65
7-9
Methanomicrobium mobile
H2/CO2, format
40
6,1-6,9
Methanolacinia paynteri
H2/CO2
40
7,0
Methanospirillum hungatei
H2/CO2, format
30-40
-
Methanosarcina acetivorans
Metanol, Asetat
35-40
6,5
Methanococcoides methylutens
Metanol
42
7,0-7,5
Methanosaeta concilii (soehngenii)
Asetat
35-40
7,0-7,5
Methanothermococcus thermolithotrophicus
2.4 PARAMETER
YANG
PENTING
DALAM
PROSES
-
DIGESTASI
ANAEROBIK
Efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi, zat racun, waktu retensi hidrolik, kandungan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Beberapa kondisi optimum dari berbagai parameter pada proses produksi biogas seperti yang disajikan pada tabel 2.6 :
14 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Kondisi Optimum Produksi Biogas [42] Parameter
Kondisi Optimum 550C 6,8-7,8 Karbon dan Nitrogen <200 mg/L < 1 mg/L <5000 mg/L < 2000 mg/L < 1200 mg/L < 1700 mg/L
Suhu Derajat Keasaman Nutrien Utama Sulfida Logam-logam berat terlarut Sodium Kalsium Magnesium Amonia
Semua parameter harus senantiasa dijaga agar tetap dalam kondisi optimum. Jika tidak, maka bukan metana sebagai produk utama akan tetapi berubah menjadi Karbondioksida sebagai produk utama [42].
2.4.1 Temperatur Salah satu faktor yang paling penting yang mempengaruhi digestasi anaerobik dari limbah organik adalah temperatur. Digestasti anaerobik dapat dikembangkan pada rentang suhu yang berbeda termasuk mesofilik suhu (sekitar 35ºC) dan suhu termofilik mulai dari 55 ºC hingga 60 ºC. Digestasi anaerobik Konvensional dilakukan pada suhu mesofilik (35-37 ºC), terutama karena kebutuhan energi yang lebih rendah dan stabilitas yang lebih baik dari proses. LCPKS dibuang pada suhu sekitar 80-90 oC yang benar-benar membuat pengolahan limbah cair tersebut pada kedua suhu mesofilik dan termofilik dapat dilakukan terutama di negara-negara beriklim tropis [43].
2.4.2
Alkalinitas Alkalinitas pada limbah cair dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat (CO32-)
dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas pada limbah cair membantu untuk mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Konsentrasi dari alkalinitas
pada
limbah
cair
sangatlah
penting
karena
kadar
alkalinitas
mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi, juga dibutuhkan untuk nutrisi bagi mikroba. 15 Universitas Sumatera Utara
Kadar alkalinitas didapat melaluiproses titrasi sampel dengan larutan standar asam, dalam satuan mg/L [42].
2.4.3
pH pH dari reaktor anaerobik mempengaruhi efisiensi proses penguraian.
Berbagai jenis mikroba dalam digester anaerobik sangat sensitif terhadap perubahan pHdan sangat mempengaruhi produksi metana [43]. Tingkat pH optimal untuk kelompok fungsional biokimia pada proses anaerob yaitu [44]: 1) Hidrolisis, biasanya optimal di atas pH 6 tetapi memungkinkan hingga pH 5. 2) Asidogenesis, optimal antara pH 5,5 dan 8, tetapi memungkinkan hinggapH 4. 3) Asetogenesis/hidrogen memanfaatkan metanogen, optimal antara pH 6 tetapi memungkinkan hingga pH 5. 4) Metanogenenesis, optimal antara pH 7 tetapi memungkinkan hingga pH 6
2.4.4
Nutrisi Nutrisi sangat penting bagi pertumbuhan mikroba, nutrisi untuk pertumbuhan
mikroba dalam limbah cair umumnya adalah nitrogen dan phospor. Untuk mendapatkan sludge yang kecil pada proses anaerobik, maka diperlukan kadar nitrogen dan pospor dalam kandungan yang cukup untuk pertumbuhan biomassa. Oleh karena itu, penambahan nitrogen dan/atau phospor yang dibutuhkan tergantung dari substrat dan nilai dari SRT, biasanya jumlah nutrisi yang dibutuhkan seperti nitrogen, phospor, dan sulfur pada range 10-13,2-2,6 dan 1-2 mg per 100 mg limbah. Akan tetapi, agar methanogenesis maksimum, konsentrasi nitrogen, phospor dan sulfur biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan nitrogen dapat diperoleh dari berbagai macam senyawa seperti amonium hidrogen karbonat (NH4HCO3) [42].
2.4.5
Logam Terlarut Logam terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair,
terutama pada proses methanogenesis. Logam terlarut ini berfungsi sebagai nutrisi penting pada pertumbuhan mikroba. Kandungan untuk logam terlarut yang direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel dan seng adalah 0,02; 0,004; 0,003 dan 0,02 mg/g produksi asam asetat. Penambahan logam-
16 Universitas Sumatera Utara
logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair. Kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2; 0,1 mg NiCl2; dan 0,1 mg ZnCl2 [42].
2.4.6
Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen
dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur methanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester [45]. Biasanya mikroorganisme tumbuh dalam gumpalan, yang memudahkan penutupan penggumpalan dan transfer hidrogen. Pengadukan yang pelan bermanfaat untuk penyebaran dari penggumpalan dan pencampuran secara kontinu menghindari pengendapan. Dalam tangki digestasi sebaiknya
dilengkapi
dengan
pengaduk
untuk
mencampur
substrat
dan
mikroorganisme secara baik [46]. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menggunakan pengadukan adalahdurasi dan intensitas pengadukan yang juga mempengaruhi performance dari fermentasi anaerobik. Faktor utama yang berpengaruh terhadap pengadukan digester adalah strategi pengadukan, intensitas, durasi dan lokasi pengaduk di dalam sistem. Pengadukan yang cukup menunjukan pendistribusian substrat, enzim, dan mikroorganisme secara merata di dalam digester. Sebaliknya, pengadukan yang tidak cukup akan menunjukan hasil timbulnya lapisan padatan pada bagian atas [47]. Pengadukan juga memiliki kaitan yang erat dengan densitas dan viskositas cairan yang dihasilkannya. Densitas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu zat. Viskositas merupakan sifat dari fluida yang menyebabkan naiknya ketahanan relatif dari batas lapisan dalam fluida. Studi menunjukkan bahwa perpindahan dari aliran laminar ke turbulen di dalam pipa tidak hanya fungsi dari kecepatan saja, tetapi juga merupakan fungsi dari densitas dan viskositas. Beberapa variabel dikombinasikan menjadi sebuah persamaan yang disebut bilangan Reynold (tak berdimensi) [48] : NRe = D2Nρ / µ
17 Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Nre = Bilangan Reynold D = Diameter impeller (m2) N = Kecepatan putaran (rps) ρ = Densitas fluida (kg/m3) µ = Viskositas fluida (kg/m.s)
2.4.7
Zat Racun (Toxic) Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganismeanaerobik
adalah kehadiran dari komponen senyawa toxic. Zat-zat toxic terebut dapat terbawa ke dalam sistem digestasi anaerobik bersamaan dengan umpan atau dihasilkan selama proses berlangsung, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil dari digestasi anaerobik tersebut [49].
2.4.8
Hydraulic Retention Time Umumnya sistem anaerobik didesain untuk dapat menahan limbah dalam
jangka waktu beberapa hari. Lamanya waktu materi tinggal di dalam tangki itu disebut waktu penahanan hidraulik atau Hydraulic Retention Time (HRT). Nilai HRT ini sama dengan volume tangki dibagi laju alir umpan per satuan waktu atau dirumuskan sebagai berikut : HRT =
V Q
Keterangan : HRT = Hydraulic Retention Time (hari) V
= Volume tangki (m3)
Q
= Volume umpan substrat per satuan waktu (m3/hari)
Berdasarkan rumus diatas dapat dilihat bahwa peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. HRT ini penting karena menentukan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan konversi senyawa organik menjadi gas. Waktu HRT ini haruslah cukup lama untuk memastikan jumlah mikroorganisme
yang
terbuang
bersama
effluent
lebih
rendah
dibanding
mikroorganisme yang direproduksi. Umumnya laju pembiakan mikroorganisme adalah 10 hari atau lebih. HRT yang rendah akan menyebabkan pembentukan gas
18 Universitas Sumatera Utara
yang rendah namun laju alir substrat yang baik. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk mengaplikasikan HRT yang sesuai dengan laju penguraikan substrat yang digunakan [33, 46].
2.5
ANALISA EKONOMI Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap
proses asidogenesis LCPKS pada keadaan termofilik dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Kondisi yang digunakan adalah keadaan termofilik sehingga tidak diperlukan pemanas dalam penelitian ini. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk Peneliti Yee Shian, et al [57] Yee Shian, et al [58] Piyarat, et al [59]
Total VFA (mg/L) 16,956,00 12,117,71 5.190,00
Volume Biogas (mL/ hari) 604,00 3.977,00 0,28
Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi pengadukan dengan jumlah 13.710 mg/L. Menurut A.K. Kivaisi, et al [60] konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.2 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut. Produksi Biogas (mL/hari)
5.000 Produksi Biogas
4.000
Linear (Produksi Biogas)
3.000 2.000
y = 0,0624x + 907,09
1.000 0 0
5.000
10.000
15.000
20.000
Total VFA (mg/L)
Gambar 2.2 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]
19 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,062 x + 907 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y
= 0,062 x + 907 = (0,062) (13.710) + 907 = 1.757,02 mL/hari = 0,001757 m3/hari
Nilai kalor biogas: 6,0-6,5 kWh/m3 [22] Nilai kalor biogas yang dihasilkan = 0,001757 m3 biogas/hari × 6,5 kWh/m3 biogas = 0,0114205 kWh/hari Nilai kalor solar: 9,8 kWh/L [32] Kesetaraan dengan nilai kalor solar =
0,0114205 kWh/hari 9,8 kWh/L
= 0,00116536 L/hari Harga solar industri adalah Rp 10.750/L [33], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses pembuatan biogas dua tahap diperoleh keuntungan sebesar: = 0,00116536 L/hari × Rp 10.750/L
Keuntungan produksi biogas dua tahap
= Rp 12.527,62 /hari
20 Universitas Sumatera Utara