BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum 2.1.1
Pengertian Tanah Tanah merupakan material berupa gabungan dari partikel-partikel padat,
udara dan air. Menurut Das (1995) menyebutkan dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Secara umum, tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian, kemungkinan tersebut adalah: a) Tanah kering, hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. b) Tanah jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. c) Tanah tidak jenuh terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, poripori udara, dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
7 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das 1995)
Gambar 2.1a memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W, sedang Gambar 2.1b memperlihatkan hubungan berat dan volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut : W = WS + WW
( 2.1 )
V = Vs + Vw + Va
( 2.2 )
Vv = Vw + Va
( 2.3 )
dengan : Ws
= berat butiran padat
Vw
= berat air
Vs
= volume butiran padat
Vw
= volume air
Va
= volume udara
Wa (berat udara) dianggap sama dengan nol.
8 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Sifat Fisik Tanah Dari tiga fase tanah kita mengetahui adanya hubungan dalam parameter tanah.Untuk mengetahui sifat fisik tanah tersebut, kita dapat menganalisa parameter yang terdapat dalam tanah.Hubungan-hubungan antar parameter tanah tersebut di atas adalah sebagai berikut : 2.1.2.1 Kadar Air (w) Kadar air (w) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
( 2.4)
2.1.2.2 Porositas (n) Porositas adalah perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal. ( 2.5 )
2.1.2.3 Angka Pori (e) Angka pori( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori ( ) dengan volume butiran padat ( ) pada tanah tersebut. Persamaan 2.6 digunakan untuk menghitung angka pori tanah ( ). ( 2.6 )
9 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4 Berat Volume Basah (
)
Berat volume basah yakni perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V). ( 2.7 ) dengan W = Ww + Ws + Wv (Wv = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
2.1.2.5 Berat Volume Kering (
)
Berat volume kering adalah perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah. ( 2.8 )
2.1.2.6Berat Volume Butiran Padat (
)
Berat volume butiran padat adalah perbandingan antara berat butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs). ( 2.9 )
2.1.2.7 Berat Jenis ( Specific Gravity ) Berat jenis tanah ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat ( ) dengan berat volume air (
) dengan isi yang sama
pada temperatur tertentu. Nilai suatu berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak 10 Universitas Sumatera Utara
berdimensi).Persamaan 2.10 dapat digunakan untukmenghitung berat jenis tanah ( ) dari suatu tanah.Tabel 2.1 menunjukkan nilai berat jenis dari bermacam jenis tanah. (2.10) Tabel 2.1. Berat jenis tanah Macam Tanah Berat Jenis Gs Kerikil
2,65 - 2,68
Pasir
2,65 - 2,68
Lanau tak organik
2,62 - 2,68
Lempung organik
2,58 - 2,65
Lempung tak organik
2,68 - 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 - 1,80
Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Jilid 1.1992 2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S) Derajat kejenuhan ( )didefenisikan sebagai perbandingan antara volume air (
) dengan volume total rongga tanah ( ). Bila suatu tanah dalam keadaan
jenuh, maka nilai
= 1.Persamaan 2.11 dapat digunakan untukmenghitungderajat
kejenuhan suatu tanah ( ). ( 2.11 )
Berbagai macam derajat kejenuhan tanah ditampilkan padaTabel 2.2di bawah ini.
Tabel 2.2 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah
11 Universitas Sumatera Utara
Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan S
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah Jenuh
1
Sumber : HaryChristiady, Mekanika Tanah Edisi 4. 2002 Dari persamaan-persamaan di atas dapat disusun hubungan antara masingmasing persamaan, yaitu : (a) Hubungan antara angka pori dengan porositas. ( 2.12 )
( 2.13 )
(b) Berat volume basah dapat dinyatakan dalam rumus berikut ( 2.14 )
(c)
Untuk tanah jenuh air ( S = 1 ) ( 2.15 )
(d)
Untuk tanah kering sempurna 12 Universitas Sumatera Utara
( 2.16 )
(e)
Bila tanah terendam air, berat volume dinyatakan sebagai , dengan
Bila γw = 1, maka
= γsat − 1
( 2.18 )
Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi (1947) seperti terlihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Nilai n, e, w,d dan b untuk tanah keadaan asli lapangan. Macam tanah
n (%)
E
w
d
b
(%)
(g / cm3)
(g / cm3)
Pasir seragam, tidak padat
46
0,85
32
1,43
1,89
Pasir seragam, padat
34
0,51
19
1,75
2,09
Pasir berbutir campuran, tidak padat
40
0,67
25
1,59
1,99
Pasir berbutir campuran, padat
30
0,43
16
1,86
2,16
Lempung lunak sedikit organis
66
1,90
70
−
1,58
Lempung lunak sangat organis
75
3,0
110
−
1,43
Sumber : Braja M. Das 1998 (f).
Kerapatan relatif (relative density) 13 Universitas Sumatera Utara
( 2.19 )
dengan emak = kemungkinan angka pori maksimum emin = kemungkinan angka pori minimum e
= angka pori pada keadaan aslinya Angka pori terbesar atau kondisi terlonggar dari suatu tanah disebut
dengan angka pori maksimum (emak). Angka pori maksimum ditentukan dengan cara menuangkan pasir kering dengan hati-hati dengan tanpa getaran ke dalam cetakan (mould) yang telah diketahui volumenya. Dari berat pasir di dalam cetakan, emak dapat dihitung. Angka pori minimum (emin) adalah kondisi terpadat yang dapat dicapai oleh tanahnya. Nilai emin dapat ditentukan dengan menggetarkan pasir kering yang diketahui beratnya, ke dalam cetakan yang telah diketahui volumenya, kemudian dihitung angka pori minimumnya. Pada tanah pasir dan kerikil, kerapatan relatif (relative density) digunakan untuk menyatakan hubungan antara angka pori nyata dengan batas-batas maksimum dan minimum dari angka porinya. Persamaan (2.19) dapat dinyatakan dalam persamaan berat volume tanah, sebagai berikut : ( 2.20 ) ( 2.21 )
14 Universitas Sumatera Utara
Dengan cara yang sama dapat dibentuk persamaan : ( 2.22 )
( 2.23 )
dengan d(mak), d (min), dan d berturut-turut adalah berat volume kering maksimum, minimum, dan keadaan aslinya. Substitusi persamaan (2.20) sampai (2.23) ke dalam persamaan (2.19) memberikan,
( 2.24 ) 2.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan Swedia, Atterberg pada tahun 1911.Batas-batas Atterberg digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus. Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batasbatas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .
15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg
2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit) Batas Cair (Liquid Limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981). Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3.
16 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan grooving tool (Das,1998)
2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas Plastis (Plastic Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara keadaan semi padatdan keadaan plastis. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas. 2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
17 Universitas Sumatera Utara
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan {
(
)
(
)
}
(2.25)
dengan : = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) = berat tanah kering oven (gr) = volume tanah basah dalam cawan ( = volume tanah kering oven (
)
)
= berat jenis air
2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut.Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk.Indeks Plastisitas (PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas plastis dari tanah tersebut.Persamaan 2.26 dapat digunakan untukmenghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah.Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
18 Universitas Sumatera Utara
(2.26) Dimana : LL = batas cair PL = batas plastis
PI
Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah Jenis tanah Plastisitas
Kohesi
0
Pasir
Non – Plastis
Non - Kohesif
<7
Lanau
Plastisitas Rendah
Kohesif Sebagian
7 – 17
Lempung berlanau
Plastisitas Sedang
Kohesif
> 17
Lempung
Plastisitas Tinggi
Kohesif
Sumber : Mekanika Tanah II, Ir. Indrastono DA, M.ing 2.1.2.9.5 Indeks Kecairan ( Liquidity Index/LI) Merupakan kadar air tanah dalam keadaan aslinya biasanya terletak antara batas plastis dan batas cair.
LI =
(2.27)
Nilai LI berkisar antara 1-0. Semakin besar nilai LI tanah akan semakin lunak dan semakin kecil nilai LI tanah akan semakin kaku/kenyal. 2.1.2.9.6 Indeks Konsistensi (IC) Nilai indeks konsistensi berkisar antara 1 sampai dengan .nilai indeks ini didapat dari persamaan 2.28.
IC =
(2.28)
19 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Nilai konsistensi dalam range plastis (Skempton, 1953)
Sumber : Megopurnomo,korelasi antara CBR,PI,dan kuat geser tanah lempung 2011
2.1.3. Klasifikasi Tanah Untuk memberi gambaran dari sifat-sifat tanah, pengklasifikasian tanah diperlukan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan tanah.Dalam menentukan karakteristik tanahnya, bisa saja dilakukan dengan pengamatan di lapangan dan dengan suatu percobaan lapangan yang sederhana.Tetapi jika hanya sekedar mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan bisa saja terjadi disebabkan oleh perbedaan pengamatan setiap orang, atau kurangnya pengalaman dalam pengamatan jenis tanah. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah. Metode percobaan tanah untuk klasifikasi dalam perspektif yang wajar antara lain; Batas Atterberg, Analisis Saringan dan Analisis Hidrometer. Saat ini terdapat beberapa Sistem Klasifikasi yang telah dibuat dan dikembangkan yang dapat kita gunakan antara lain sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi tanah USCS.
20 Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1. Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun 1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna mengklasifikasikan tanah dalam perencanaan lapisan dasar jalan raya.Pada mulanya sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, yaitu A-1 sampai A-8 seperti pada Gambar 2.4 berikut. Tabel 2.6 Klasifikasi tanah berbutir menurut AASHTO
21 Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi tanahmenurut AASHTO( lanjutan)
Sumber : Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das Sistem klasifikasi tanah ASSHTO sangat cocok digunakan dalam perencanaan jalan raya.Semakin besar nilai kelompok tanah dalam sistem ASSHTO
maka
semakin
besar
tingkat
ketidaksesuaian.Suatu
tanah
diklasifikasikan dengan membaca tabel dari kiri ke kanan sampai ditemukan kelompok pertama yang sesuai dengan data pengujian yang diperoleh. 2.1.3.2. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) Pengklasifikasian
menurut
sistem
UnifiedSoil
Classification
System(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200 lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus.Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat
22 Universitas Sumatera Utara
pada Gambar 2.5.Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya : G
= kerikil (gravel)
W
= bergradasi baik (well-graded)
S
= pasir (sand)
P
= bergradasi buruk (poor-graded)
C
= lempung (clay)
H
= plastisitas tinggi(high-plasticity)
M
= lanau (silt)
L
= plastisitas rendah (low-plasticity)
O
= lanau/empung organik (organic silt or clay)
Pt
= gambut (peat)
2.2. Bahan-bahan Penelitian 2.2.1. Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga submikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadarair sedang. Pada keadaan air lebih tinggi air bersifat lengket ( kohesif ) dan sangat lunak. 2.2.1.1
Susunan Tanah Lempung Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok partikel
berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil darl 0,002 mm, yang disebut
23 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7. Klasifikasi tanah sistem Unified Soil Classification System (USCS)
Sumber :Mekanika Tanah Jilid 1, Braja M. Das
24 Universitas Sumatera Utara
mineral lempung. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus.Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959). Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok : montmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Kelompok yang lain, yang perlu diketahui adalah: chlorite, vermiculite, dan halloysite. Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Gambar 2.4a). Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagal substitusi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng disajikan dalam simbol, dapat dilihat pada Gambar 2.4b. Bermacam-macam lempung terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda. Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan satu lembaran aluminium oktahedra, (Gambar 2.5a).Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal.
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4.Mineral-mineral lempung Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.5b). Pada keadaan-tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5(a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
27 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6(a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)
Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite)
28 Universitas Sumatera Utara
(Gambar 2.6a). Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.6b). Dalam lembaran oktahedra terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. jadi, kristal montmorillonitesangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonitesangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula subtitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.7). Lembaran-lembaran terikat bersama-sama oleh ikatan lemah ionion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953) 2.2.1.2 Sifat UmumTanahLempung Bowles(1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi. Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul
airyangdisebut
sebagai
iniumumnyamemilikitebalduamolekul.
airteradsorbsi. Oleh
Lapisan karenaitu
disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda. 2. Aktivitas. Aktivitastanah Plastisitas(IP)denganprosentase
lempungadalahperbandinganantaraIndeks butiranlempung,dan
dapat
30 Universitas Sumatera Utara
disederhanakandalampersamaan:
Dimana untuknilaiA>1,25 tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif. Pada
nilai1,25
tanah
dengan
digolongkannormalsedangkan
tanah
nilaiA<0,75digolongkantidakaktif.Nilai-
nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel2.5. Tabel2.5Aktivitastanahlempung(Bowles,1984) MinerologiTanahLempung NilaiAktivitas Kaolinite
0,4–0,5
Illite
0,5–1,0
Montmorillonite
1,0–7,
3 . Flokulasi dan disperse Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. 2.2.1.3 Pengaruh Air Pada Tanah Lempung Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,
31 Universitas Sumatera Utara
beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhl kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini. Partikel-partikel lempung, mempunyai muatan listrik negatif. Dalam suatu kristal yang ideal, muatan-muatan negatif dan positif seimbang. Akan tetapi, akibat substitusi isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi muatan negatif pada permukaan partikel lempungnya. Untuk mengimbangi muatan negatif tersebut, partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada di dalam air porinya. Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion. Selanjutnya, kation-kation dapat disusun dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya, sebagai berikut: Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+ Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran kation. Sebagai contoh : Na ( lempung ) + CaCl 2 Ca ( lempung ) + NaCl Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.
32 Universitas Sumatera Utara
Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.8).
Gambar 2.8. Kation dan anion pada partikel
Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.9a). Hal ini berarti bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.9b).
Gambar 2.9. Sifat dipolar air 33 Universitas Sumatera Utara
Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik (Gambar 2.10) : (1)
Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif darl dipolar.
Gambar 2.10. Molekul air dipolar dalam lapisan ganda
(2)
Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.
(3)
Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekulmolekul air. Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah
34 Universitas Sumatera Utara
akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Air partikel lempung (a) kaolinite (b) montmorillonite (Lambe, 1960). Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineralmineral dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lainlainnya akan berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolakmenolak antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama, dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral seperti terlihat pada Gambar 2.14. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan
35 Universitas Sumatera Utara
tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gayagaya ikatannya. Jadi, jelaslah bahwa ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan pada kaolinite, Olphen (1951) dalam penyelidikan pada montmorillonite, menemukan bahwa jumlah dan distribusi muatan residu jaringan mineral, bergantung pada pH airnya. Dalam lingkungan dengan pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif dan selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung ke permukaan antara partikel yang berdekatan. Gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesifnya. 2.2.2.
2.2.2.1
Semen
Umum
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang
36 Universitas Sumatera Utara
inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland
2.2.2.2. Jenis-Jenis Semen Portland Jenis-jenis semen portland berkembang sesuai kebutuhan konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi lokasi maupum kondisi lain.Sesuai dengan pemakaiannya semen portland dibedakan menjadi lima type (jenis),yaitu : 1. Jenis I Semen portland jenenis umum (normal portland cement), yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam kontruksi beton secara umum tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar, urung-urung, pasangan bata, dan sebagainya. 2. Jenis II Semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding tanah tanah tebal, dan sebagainya retak-retak pengerasan. Jenis ini
37 Universitas Sumatera Utara
juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki sulfat agak tinggi. 3. Jenis III Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high-early-strengthportland-cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar delam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan-bangunan beton yang perlu segara digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. 4. Jenis IV Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low-heat portlandcement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yag memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan garavitasi besar. 5. Jenis V Semen portland tahan sulfat (sulfate-resisting portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus yag maksudnya hanya untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air tang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat daripada semen portlan biasa.
38 Universitas Sumatera Utara
2.2.2.3.Hidrasi Dan Mekanisme Pengerasan Semen
Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya membentuk pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan). Pasta ini mengikat partikel agregat melalui proses kimia hidrasi.
Dalam hidrasi semen, perubahan kimia terjadi perlahan-lahan, pada akhirnya menciptakan produk kristal baru, evolusi panas, dan tanda-tanda terukur lainnya.
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF).
2.2.2.4. Pengaruh Air Terhadap PC
Jika air ditambahkan pada semen Portland, maka akan terbentuk jaringanserabut (gel) yang menyelubungi butir-butir semen yang lain. Di dalam gel ini terdapat : air pembentuk gel yang jumlahnya tertentu dan air bebas yang jumlahnya tergantung jumlah air pencampur pada PC.
Senyawa C3s dan C2S pada semen bila bertemu dengan air akan membentuk gel sebagai senyawa kalsium silikat hidrat yang menghasilkan kristal-kristal kapur dan senyawa hasil hidrasi C3A dan C4AF.
Bila air pencampur PC terlalu banyak, akibat adanya pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap sehingga gel menjadi porous
39 Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Bottom Ash (BA) Abu batubara merupakan suatu pozolan buatan yang akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidrolis. (Mutohar, 2002). Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat breaksi dengan semen dan air dengan sifat mengikat. Secara kimia abu batubara merupakan mineral alumino silikat yang banyak mengandung unsur-unsur Ca, K, dan Na. Disamping itu juga mengandung sejumlah kecil unsur C dan N.
Gambar 2.12. Komposisi senyawa kimia abu batubara bottom ash (Arifin, 2009)
40 Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 2.12 dapat terlihat senyawa kimia bottom ash yang di peroleh dari PLTU Mpanau Kecamatan Tawaeli Kota Palu (Arifin, 2009) terdapat senyawa silika yang cukup besar.Dimana silika bersifat sebagai pengikat hidrolis. Pada penelitian ini penulis memperoleh sampel bottom ash dari PT. Asahi Sibolga, Sumatera Utara. 2.3.
Stabilitas Tanah Menurut Sudjianto (2006), lempung yang memiliki fluktuasi kembang
susut tinggi disebut dengan lempung ekspansif. Bila suatu konstruksi dibangun diatas tanah ekspansif maka akan terjadi kerusakan-kerusakan antara lain retakan pada perkerasan jalan dan jembatan, terangkatnya struktur plat, kerusakan jaringan pipa, longsoran, dan sebagainya. Tujuan dilakukan stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kapasitas dukung tanah. Keberhasilan usaha ini tergantung dari metode, bahan dan alat yang digunakan (Dunn, 1992). Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilkan tanah dengan meningkatkan daya dukung tanah asli. Menurut Ingles dan Metcalf, salah satu cara stabilisasi tanah ekspansif yang efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Penambahan bahan kimia dapat mengikat mineral lempung menjadi padat, sehingga mengurangi kembang susut lempung ekspansif. (Sudjianto, 2006) 2.3.1. Stabilitas Tanah dengan Semen Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan efektif.Semen memiliki kemampuan mengeras dan mengikat partikel yang sangat
41 Universitas Sumatera Utara
bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Semen merupakan bahan stabilisasi yang baik karena kemampuan mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Campuran tanah-semen akan meng-akibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama. Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5%. (Takaendengan,2013). 2.3.2.
Stabilitas Tanah dengan Bottom Ash PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah dari proses
pembangkit tenaga listrik dapat berupa abu terbang, bau dassar dan lumpur flue gas desulfurizatio. Abu tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan abu dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam jumlah yang sangat banyak.Dengan bertambahnya jumlah abu batubara maka ada usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.Salah satunya dengan stabilisasi untuk tanah. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B,P, dan unsur-unsur kelumit seperti Cu, Zn, Mn, Mo,dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12), selain itu abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikat air dari sedang sampai tinggi (Arifin,2009).
42 Universitas Sumatera Utara
2.4.
CBR (California Bearing Ratio)
CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang
dikembangkan
oleh California
State
Highway
Departement.Prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.
Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.
Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk mengetahui nilai CBR
pada variasi kadar air pemadatan. Untuk
menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai
43 Universitas Sumatera Utara
CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah
dipadatkan
sampai
mencapai
kepadatan
95%
dari
kepadatan
maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan.CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu : 1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi). Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 ) 2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 ) Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
44 Universitas Sumatera Utara
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.
Uji pemadatan Proctor adalah metode laboratorium untuk menentukan eksperimental kadar air yang optimal di mana suatu jenis tanah tertentu akan menjadi paling padat dan mencapai kepadatan kering maksimum. Istilah Proctor adalah untuk menghormati RR Proctor, yang pada tahun 1933 menunjukkan bahwa kepadatan kering tanah untuk usaha pemadatan yang diberikan tergantung pada jumlah air tanah mengandung selama pemadatan tanah tes aslinya yang paling sering disebut sebagai uji pemadatan Proctor standar. Tes laboratorium umumnya terdiri dari pemadatan tanah pada kadar air yang dikenal ke dalam cetakan silinder dimensi standar menggunakan usaha pemadatan besarnya dikendalikan. Tanah biasanya dipadatkan ke dalam cetakan dengan jumlah tertentu dari lapisan yang sama, masing-masing menerima sejumlah pukulan dari palu tertimbang standar pada ketinggian tertentu. Proses ini kemudian diulang untuk berbagai kadar air dan kepadatan kering ditentukan untuk masing-masing. Hubungan grafis dari kepadatan kering untuk kadar air kemudian diplot untuk membentuk kurva pemadatan. Kepadatan kering maksimum akhirnya diperoleh
45 Universitas Sumatera Utara
dari titik puncak kurva pemadatan dan kadar air yang sesuai, juga dikenal sebagai kadar air yang optimal.
46 Universitas Sumatera Utara