22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polipropilena Polipropilena merupakan plastik yang paling ringan, dengan densitas 0,905 g/cm3. Kristalinitas yang tinggi memberi kekuatan tarik yang besar, kekakuan dan kekerasan. Kekuatannya yang tinggi membuatnya banyak digunakan dalam berbagai aplikasi (Billmeyer, 1984). Struktur polipropilena dapat dilihat pada gambar 2.1,
Gambar 2.1 Struktur Polipropilena
Polipropilena memiliki temperatur transisi gelas (Tg) dan titik leleh (TL) yang tinggi daripada polietilena serta ketahanan terhadap retakan yang baik. Polipropilena memiliki ketahanan yang rendah terhadap degradasi daripada polietilena, rendahnya ketahanan degradasi PP dikarenakan adanya karbon tersier pada PP. Sebagai hasilnya antioksidan ditambahkan pada polipropilena untuk memperbaiki ketahanan oksidasinya (Harper, 1999).
Sifat kelarutan polipropilena sama dengan sifat kelarutan yang dimiliki polietena, yakni tak larut pada suhu ruang. Polipropilena banyak digunakan pada bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa, isolator listrik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan, dan barang (Cowd, 1991).
23
2.2 Karet Sintetis Karet yang merupakan bahan elastis dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu alami dan sintetis. Karet alam berarti karet yang terjadi secara alami sebagai hasil dari metabolisme pohon atau tanaman tertentu, yaitu pohon dengan jenis Hevea brasiliensis. Meskipun bukan bahan alami, karet alam merupakan linier cis 1,4 poliisoprena dengan berat molekul yang tinggi. Karet sintetis merupakan karet yang dihasilkan oleh manusia dari campuran kimia dengan berat molekul rendah (katakan kurang dari 500).
Karet sintetis dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Karet sintetis untuk kegunaan umum digunakan untuk berbagai aplikasi seperti pada produksi ban dan produksi barang mekanik yang memiliki sifat yang baik pada temperatur kamar dan dapat bertahan pada jangka waktu tertentu pada kondisi normal. 2. Karet sintetis untuk kegunaan khusus memiliki sifat khusus seperti ketahanan terhadap minyak, serta untuk produksi barang untuk kegunaan khusus (Blackley, 1983).
2.2.1 Karet Ethylene Propylene Diene Monomer
Etilen-propilena merupakan elastomer sintetik dengan ketahanan terhadap oksigen, ozon, dan panas. Diperkenalkan di USA pada tahun 1962. Ada 2 jenis elastomer etilena propilena yang diproduksi, yaitu : 1. Kopolimer etilena-propilena (EPM) 2. Kopolimer etilena-propilena diena terpolimer (EPDM) (Ulrich, 1993).
Karet EPDM merupakan salah satu karet sintesis yang paling banyak digunakan karena ketahanannya terhadap panas, cahaya, ozon, dan juga terhadap UV. Pemasakannya dengan peroksida sendiri sering kali menyebabkan pemotongan rantai yang tidak diinginkan karena hadirnya atom hidrogen tersier pada rantai utama EPDM.
24
Penggunaaan co-agent dapat meningkatkan
kecepatan pemasakan karet dengan
peroksida terutama yang mengandung sejumlah atom hidrogen tersier pada rantai utamanya. Co-agent dipercaya dapat ikut serta secara langsung pada reaksi ikat silang dengan ikatan rangkap yang paling reaktif dan bereaksi dengan pemotongan rantai hasil ikat silang yang lebih baik (Mitra, 2005). Karet EPDM banyak digunakan dalam pembuatan segel jendela, segel pintu mobil yang dibentuk melalui variasi ekstruksi (Simpson, 2002).
2.3 Bahan pengisi
Pengisi biasanya adalah padatan yang ditambahkan kedalam gabungan polimer untuk memodifikasi sifat fisikanya. Bahan pengisi yang banyak digunakan adalah serat misalnya dalam plastik, karet alam dan sintetis dan dalam pelapisan. Serat alam merupakan yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya harganya murah, mudah terurai, sumber yang dapat diperbaharui, tidak beracun, sifat tahan panas yang baik, ketahanan yang baik terhadap listrik dan juga memiliki sifat akustik yang baik ( Shinoj, 2010).
Ada tiga jenis pengisi yaitu : 1. Pengisi untuk memperkuat Polimer berpenguat oleh serat berkekuatan tinggi diketahui sebagai serat berpenguat plastik (FRP) seperti gelas, grafit, alumina, karbon, dan boron. 2. Pengisi aktif Bahan pengisi yang dapat meningkatkan sifat mekanik disebut pengisi aktif dan yang tidak dapat meningkatkan disebut pengisi tidak aktif seperti karbon hitam dan silika gel. 3. Pengisi tidak aktif Pengisi ini digunakan untuk mengurangi biaya bahan dan memperbaiki hasil cetakan akhir. Pengisi tidak aktif dapat berupa organik dan anorganik (Bhatnagar, 2004).
25
2.3.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi, limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serat, sludge atau lumpur, dan bungkil.
Gambar 2.2 Tandan kosong kelapa sawit
Setiap tahun di Indonesia sekitar 5 juta ton limbah biomassa (dalam bentuk TKKS) dihasilkan dari pabrik kelapa sawit. Diantara jenis sumber serat pada pohon kelapa sawit, tandan kosong memiliki potensial hasil hingga 73%.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari TKKS Komponen
Nilai (%)
Selulosa
42,7 – 65
Lignin
13,2 – 25,31
Hemiselulosa
17,1 – 33,5
Holoselulosa
68,3 – 86,3
Abu
1,3 – 6,04
Sumber : Shinoja, 2011
26
Tabel 2.2 Sifat Fisika TKKS Sifat
Nilai
Diameter (µm)
150 – 500
Densitas (g/cm3)
0,7 – 1,56
Kekuatan tarik (Mpa)
50 – 400
Perpanjangan Putus(%)
4 – 18
Daya regang (%)
13,71
Sumber : Shinoja, 2011
2.4 Termoplastik Elastomer
Termoplastik elastomer memiliki sifat fisik seperti karet, lunak, fleksibel, dan daya kembali tetapi berbeda dengan karet konvensional, jenis ini diproses seperti termoplastik. Termoplastik elastomer memiliki sifat mudah kembali ke bentuk semula setelah dipanaskan. Termoplastik elastomer dapat diproses dengan plastik komersil, seperti injeksi dan ekstruder (Kroschwitz, 1990).
Termoplastik elastomer menggabungkan sifat elastis dan mekanik pada karet dengan proses pelelehan termoplastik. Saat ini, TPE berkembang dengan cepat pada pasar karet. TPE dapat diproses dengan variasi teknik, seperti ekstruksi, pencetakan lelehan, pencetakan suntik dan calandering. Termoplastik vulkanisat merupakan bagian dari TPE, yang dihasilkan melalui vulkanisasi dinamik dengan menggabungkan antara karet dan plastik yang tidak bercampur. Proses yang selektif dari karet secara bersamaan melelehkan campuran dengan termoplastik. Kebanyakan TPV berdasarkan pada ethylene propylene diene monomer (EPDM), karena kestabilannya pada temperatur tinggi, oksigen dan ozon, ketahanan panas yang baik, dan ketahanan pada oksidasi ( Machado, 2005).
27
2.5 Kompatibilisasi Campuran Polimer
Kompatibilisasi campuran polimer dapat didefinisikan sebagai : 1. Campuran dari polimer pada skala molekul tertentu. 2. Kesesuaian campuran polimer yang sifatnya diinginkan. 3. Kesesuaian campuran polimer yang menunjukkan satu fasa ketika digabung (Bhatnagar, 2004).
Kebanyakan paduan polimer memperlihatkan sistem yang tidak bercampur, bukan hanya pada komposisi campuran tetapi juga bergantung sekali pada ukuran partikel fasa terdispersi, dan juga interaksi antara komponen campuran. Banyak pasangan polimer, bukan hanya tidak bercampur tetapi juga tidak sesuai (Buthaina, 2010). Ada dua jenis kompatibilisasi, yaitu; kompatibilisasi yang dilakukan sebelum pencampuran disebut dengan kompatibilisasi secara fisika sedangkan kompatibilisasi yang yang terjadi pada reaksi antarmuka disebut kompatibilisasi reaktif (Peter, 2004).
Kompatibilisasi berguna untuk : 1. Mengurangi energi antarmuka dan memperbaiki adhesi antara fase dengan mengumpulkan pada batas layar, sehingga memperkecil fase dispersi ukuran partikel. 2. Memperoleh dispersi yang baik selama campuran. 3. Menstabilkan dispersi yang baik terhadap agglomeration (penumpukan) selama berlangsungnya proses. 4. Mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan tegangan halus yang ditransfer dari satu fase ke fase yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan (kerusakan) tegangan yang lebih besar.
28
2.6 Bahan Pendispersi
Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelarut atau pelunak yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk pengisi, sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi. Penambahan bahan pendispersi berfungsi sebagai pelunak dan pembasah pada matriks polimer. Pelunak atau pemlastis merupakan bahan yang ditambahkan kedalam bahan polimer sehingga molekul pemlastis akan berada antara rantai polimer yang mempengaruhi mobilitas rantai dan menaikkan plastisitas bahan.
Bahan pelunak atau pemlastis seperti minyak organik dengan berat molekul yang rendah yang digunakan pada proses pencampuran polimer yaitu asam stearat, lilin, gliserol monostearat, palmitat, dan garam logam. Salah satunya yang paling sering digunakan adalah asam stearat. Asam stearat memiliki sifat bau tajam dan tak sedap. Bau domba disebabkan oleh asam rantai lurus dengan 6, 8, dan 10 karbon (C-6, C-8, C-10). Anggota deret yang lebih tinggi tidak atsiri, bertitik leleh rendah, dan berwujud padat seperti lilin. Asam stearat (C-18) diperoleh dari lemak sapi (Wilbraham, 1992). Asam stearat merupakan padatan putih yang meleleh pada 72oC. Tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan eter. Jika ditambahkan garam natrium dan kalium akan membentuk sabun. Asam ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan lilin. Molekul asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang, atau mempunyai sifat amfipatik karena mengadung gugus karboksilat ionik (suka air) pada satu ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik (tidak suka air) (Bahl, 2000).
29
2.7 Material akustik
Bunyi dihubungkan dengan indera pendengaran kita, dan berarti juga dengan fisiologi telinga dan fisiologi otak yang menerjemahkan sensasi yang mencapai telinga. Istilah bunyi (sound) juga merujuk pada sensasi fisik yang merangsang telinga kita, yaitu gelombang longitudinal. Telinga manusia dapat mendengar frekuensi dalam jangkauan 20 Hz sampai 20000 Hz, frekuensi di atas 20000 Hz disebut ultrasonic ( Giancoli, 2001).
Kebisingan mempengaruhi kita dengan berbagai cara terutama secara psikologis, pengendalian kebisingan merupakan masalah yang sulit. Isolasi sumber bunyi dengan pelindung cukup membantu, tetapi mahal dan tidak selalu memudahkan. Penyerapan suara atau absorbsi suara merupakan perubahan energi suara menjadi bentuk lain, biasanya menjadi energi panas, akibat gelombang suara melalui media atau membentur suatu permukaan bahan. Penyerapan suara lebih berkaitan dengan kualitas akustik atau suara (sound quality) pada suatu ruangan. Penyerapan suara yang baik diperoleh dari bahan yang berpori (porous) dimana dihasilkan intermolekuler friksi atau gesekan saat gelombang suara mengenai bahan ( Karlinasari, 2011).
Pentingnya kenyamanan akustik suatu ruangan sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemilihan bahan penyerap suara yang baik sehingga perlunya ada metode untuk menentukan koefisien absorpsi suara bahan penyerap bunyi yang sederhana, mudah, dan murah (Fachrul, 2011). Adapun koefisien absorpsi (α ) adalah angka perbandingan atau rasio dari energi bunyi yang diserap oleh material terhadap energi bunyi secara total yang mengenai material tersebut. Koefisien absorpsi suatu material diukur dengan pengangkaan dari 0 sampai 1. Elemen dengan koefisisen absorpsi 0 artinya memiliki kemampuan serap 0 atau sangat memantul. Sebaliknya elemen dengan koefisien absorpsi 1 adalah elemen dengan kemampuan absorpsi sangat baik atau 100 % ( Mediastika, 2008).
30
2.8 Dikumil Peroksida
Inisiator-inisiator radikal bebas dikelompokkan ke dalam empat tipe utama yaitu peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks, dan beberapa senyawa yang membentuk radikal-radikal di bawah pengaruh cahaya (fotoinisiator). Di antara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Jenis ini tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikalradikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung pada strukturnya (Stevens, 2001).
Dikumil peroksida (DKP) menghasilkan radikal yang reaktif pada suhu yang tinggi melalui reaksi eksotermis. DKP dapat digunakan untuk memvulkanisasi polimer jenuh seperti polipropilena dan juga polimer tak jenuh seperti EPDM (Halimatuddahliana, 2008). Berikut ini adalah mekanisme dekomposisi DKP yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
31
CH3
CH3 C
O
O
C CH3
CH3
pemanasan 175oC O
CH3 2
C
2 CH3
O
+
2
C
CH3
CH3 radikal kumiloksi (2-phenylpropanoxy) 2 RH (substrat)
CH3 2
C
Asetophenon
2 RH (substrat)
2 CH4 + 2R OH
+ 2R
CH3 phenyl 2-propanol
Gambar 2.3 Reaksi dekomposisi Dikumil Peroksida (Thitithammawong, 2007)
Teknik pengikatan silang karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keunggulan utama pengikatan silang peroksida yaitu memiliki ketahanan yang baik pada temperatur tinggi, daya elastis yang baik, ketahanan tekanan yang baik, dan tidak menghilangkan warna hingga produk terbentuk. Kecepatan pengikatan silang peroksida bergantung pada temperatur dekomposisi peroksida yang dipilih, karena permulaan kecepatan dapat menentukan proses pengikatan silang. Pemilihan peroksida seharusnya dipilih berdasarkan kecepatan terdekomposisi pada temperatur yang mendekati. Dikumil peroksida yang terdekomposisi akan menghasilkan sejumlah produk, yaitu metan, 2fenilpropanol-2, asetofenon, metilstirena, dan air (Thitithammawong, 2007).
32
2.9 Divinilbenzena
Divinilbenzena yang memiliki rumus molekul (C6H4(CH=CH2)2) adalah agen pengikat silang yang dapat memperbaiki sifat polimer. Divinilbenzena dibentuk melalui reaksi dehidrogenasi dari campuran isomer dietilbenzena. Monomer komersial yang utama adalah campuran dari meta dan para dari divinilbenzena yang lemah dengan etilvinilbenzena. Divinilbenzena memiliki kemiripan dengan monomer stirena yang memiliki sifat beracun. Divinilbenzena digunakan pada resin penukar ion (Kroschwitz, 1990).
Tabel 2.3 Karakteristik divinilbenzena sebagai berikut (E. Merck, 2013) Rumus molekul
C10H10
Berat molekul
130,18 g/mol
Densitas
0,913-0,916 g/cm3
Titik didih
195 oC
Keadaan fisik
Cairan bening
2.10 Karakterisasi Campuran Polimer
Karakterisasi yang akan dilakukan dalam penelitian kali ini yaitu meliputi pengujian kekuatan tarik, Scanning Electron Microscopy (SEM), uji koefisien serap bunyi dan Differential Thermal Analysis (DTA).
33
2.10.1 Uji Kekuatan Tarik Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).
σt =
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐴𝐴𝐴𝐴
(2.1)
Selama perubahan bentuk ,dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah. Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat di defenisikan sebagai berikut : ε=
𝑙𝑙−𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑙𝑙𝑙𝑙
x 100 %
(2.2)
keterangan : ε = kemuluran (%) l0 = panjang specimen mula-mula (mm) l = panjang spesimen saat putus (mm)
(Wirjosentono, 1995).
2.10.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung
34
sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å .
Aplikasi – aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tidak dapat bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Stevens, 2001).
2.10.3 Pengujian Koefisien Serap (𝜶𝜶) Bunyi Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan tabung impedansi yang digunakan sebagai alat pengukur koefisien serap bunyi. Pengukurannya didasarkan pada dua mikrofon yang berfungsi sebagai metode uji, pembuat pengukuran simultan pada semua jenis frekuensi, seperti yang digambarkan pada ASTM E-1050. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel pada tabung silinder dengan bagian belakang yang keras. Sampel diuji dengan gelombang bunyi yang menyebar di sepanjang poros tabung.
Metode ini terutama digunakan didalam pekerjaan riset
ataupun dalam
pengaturan kualitas untuk pembuatan dari bahan–bahan penyerapan suara.
Jika
perpindahan gelombang datang yang terjadi pada sembarang waktu, dapat ditunjukkan dengan persamaan: d 1 = A sin(ωt − kx)
k = 2/λ
(2.3)
35
dan perpindahan gelombang pantulan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4 dengan persamaan: d 2 = RA sin(ωt + kx)
(2.4)
dimana: A =
simpangan maksimum mula–mula
R =
koefisien energi pantul gelombang
ω
=
frekuensi sudut
k
=
bilangan gelombang
t
=
waktu
x
=
jarak titik ke sumber gelombang
Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan: d = d1 + d 2 = A sin(ϖt − kx) + RA sin(ϖt + kx) = A(1 + R ) sin ϖt cos kx + A(1 − R ) cos ωt sin kx
(2.5)
Gambar 2.4. Perpindahan energi gelombang datang dan gelombang pantul Dapat terlihat bahwa masing-masing nilai amplitudo maksimum dan minimum adalah A(1 + R) dan A(1 – R). Jika nilai jarak maksimum dan minimum dari amplitudo adalah A1 dan A2 maka:
36
A1 A(1 + R ) = A2 A(1 − R )
(2.6)
atau R=
( A1 − A2) = Amplitudo ( A1 + A2)
(2.7)
Energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo kuadrat yaitu:
Energi = R =
( A1 − A2) 2 ( A1 + A2) 2
R
= sebagian energi yang dipantulkan (refleksi)
α
= koefisien energi yang diserap (absorbsi)
(2.8)
maka: α + R =1 α =1− R =1−
=
( A1 − A2) 2 ( A1 + A2) 2
( A1 + A2) 2 − ( A1 − A2) 2 ( A1 + A2) 2
α =4
A1xA2 ( A1 + A2) 2
(2.9)
Pada Gambar 2.4 menunjukkan bahwa resultan tekanan bentuk gelombang bunyi datang dan gelombang bunyi pantul di dalam Impedance
37
Tube dimana Pmax adalah puncak gelombang dan Pmin adalah lembah gelombang.
Gambar 2.5. Resultan bentuk gelombang di dalam Impedance Tube
2.10.4 Differential Thermal Analysis (DTA)
DTA merupakan teknik yang sangat tua, dimulai oleh Le chatelier pada abad 19, tetapi sampai tahun 1960-an tidak diterapkan ke bahan-bahan polimer. Dalam metode DTA, suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pembanding sampel yang paling umum dipakai adalah cangkir aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk analisis-analisis diatas 800oC), dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang diinginkan, misalnya alumina bebas air. Ukuran sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai sekitar 10 mg. DTA menggunakan sumber pemanasan yang sama, dan dicatat perbedaan temperatur (ΔT) antara keduanya. Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut, misalnya transisi gelas atau reaksi ikat silang temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik, dan akan mendahului jika transisi tersebut eksotermik. Data DTA diplot sebagai ΔT diatas koordinat versus temperatur di atas atas absis ( Steven, 2001).