BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Komunikasi Kata komunikasi atau communication (bahasa Inggris), berasal dari bahasa
latin communis yang berarti sama, atau communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama). Istilah communis sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. 14 Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang salah atau benar. Seperti juga dengan model atau teori komunikasi, definisi komunikasi dilihat dari manfaatnya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Salah satunya adalah komunikasi sebagai komunikasi transaksional, yaitu komunikasi dianggap sudah berlangsung apabila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbalnya. Dalam komunikasi transaksional pengamatan bisa berlaku dari komunikasi verbal saja atau nonverbalnya saja. 15 Beberapa definisi yang sesuai dengan pemahaman transaksional 16: John R. Wenburg dan William W. Wilmot : “komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.”
14
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, 46. 15 Ibid., hal. 75-76. 16 Ibid.
9
10
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: “komunikasi adalah pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.” Karl Erik Rosengren: “komunikasi adalah interaksi subjektif purposif melalui bahasa manusia yang berartikulasi ganda berdasarkan simbol-simbol.” Dan juga definisi lain yang berhubungan dengan komunikasi nonverbal, dari Raymond S. Ross :” komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan ,mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.” 17
2.1.1. Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Dalam kehidupan nyata, komunikasi non verbal ternyata lebih banyak digunakan daripada komunikasi verbal (dengan kata-kata). Dalam berkomunikasi secara tidak langsung (otomatis) komunikasi nonverbal ikut terpakai, sehingga komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. 18 Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena bersifat spontan, namun komunikasi ini lebih sulit ditafsir karena kabur. Contoh komunikasi nonverbal : jika kita bertemu seseorang yang kita kenal dan dia tersenyum, kita tidak dapat dengan cepat 17 18
Ibid., 69. Agus M. Hardjana, Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal, Yogjakarta: Kanisius, 2003, 26.
11
mengetahui apakah orang tersebut senang saat bertemu kita, atau hanya sopan karena dia kenal dengan kita, atau bisa juga kaget dan lainnya. Atau misalnya kita berjabat tangan dengan seseorang lebih muda untuk menafsirkannya tetapi apabila jabat tangan tersebut disertai dengan raut wajah yang muram, gerak mata seperti terkejut atau gesture (gerak tubuh) yang tegang, maka kita akan sulit mengetahuinya. Karena itu sering disebutkan bahwa mempelajari komunikasi non verbal lebih sulit dari mempelajari komunikasi verbal. Ada beberapa bentuk dari komunikasi nonverbal: a. Bahasa Tubuh, bahasa tubuh bisa berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak–gerik tubuh ini dapat mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak dan sikap seseorang. b. Tanda, Simbol atau Logo, dalam komunikai nonverbal tanda dapat mengganti kata-kata, misalnya: bendera, rambu-rambu, dan lain sebagainya. c. Tindakan atau Perbuatan, hal ini sebenarnya tidak dapat menggantikan kata-kata tetapi dapat menyampaikan makna, contohnya: menggebrak meja, menutup pintu keras-keras, menekan gas mobil kuat-kuat, dan semua itu mengandung makna tersendiri. d. Objek, objek juga tidak dapat menggantikan kata-kata dalam komunikasi non vebal, tapi dapat menyampaikan arti tertentu.
12
Misalnya: pakaian, aksesoris, make-up, rumah perabotan rumah kendaraan, hadiah dan lain sebagainya. 19
2.1.2. Fungsi Komunikasi Nonverbal Meskipun secara teoritis komunikasi nonverbal dapat dipisakan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua komunikasi tersebut saling berhubungan dalam komunikasi tatap muka sehari-hari, keduanya dapat berlangsung spontan, serempak dan nonsekuensial. Selain untuk menyampaikan arti ada beberapa fungsi lain dari komunikasi nonverbal yaitu: 1. Melengkapi komunikasi verbal. 2. Menekankan komunikasi verbal. 3. Membesar-besarkan komunikasi nonverbal. 4. Melawan komuniksi nonverbal. 5. Meniadakan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal setiap orang berbeda-beda tergantung daseri budaya orang tersebut, sehingga kita tidak boleh menyalahkan komunikasi nonverbal orang lain.
19
Ibid. 27.
13
2.2.
Identitas Perusahaan Identitas perusahaan memiliki latar belakang historis. Berabad-abad yang
lalu, sebuah kerajaan memperlihatkan kekuatan dan identitas militernya melalui lambang lencana dan. tanda pada baju militer. Identitas itu dapat pula digambarkan dalam bentuk bendera. Identitas perusahaan dalam bentuk nama dan logo perusahaan menjadi faktor penentu penjualan produk karena dari nama dan logo konsumen mengetahui siapa produsen barang atau jasa yang mereka beli. Sebagai sarana untuk menampilkan jati diri, nama dan logo perusahaan dipasang di berbagai barang milik perusahaan, termasuk kartu nama (business card), kop surat, laporan tahunan brosur, puncak gedung, kemasan produk, web page, 1klan, pakaian dinas, dan sebagainya. 20 Selain itu identitas perusahaan juga yang memungkinkan perusahaan dikenal dan dibedakan dari perusahaan lainnya. Identitas perusahaan memiliki elemen Utama yang meliputi warna atau bentuk bangunan, atribut, slogan, sampai dengan
seragam
yang
semuanya
merupakan
pengaplikasian
dari
logo
perusahaannya. Sebagai bentuk visual, identitas perusahaan menampilkan simbol yang mencerminkan citra atau image yang hendak disampaikan suatu perusahaan, yang dapat diciptakan atau dibentuk untuk mempengaruhi citra perusahaan tersebut.
20
Ardianto, Elvinaro, Handbook Of Public Relations: Pengantar Komprehensif, Bandung: PT. Simbiosa Rekatama Media, 2011, 59-61.
14
Identitas perusahaan sering kali diartikan sebagai “consensus” tentang ‘siapa kita sebagai suatu organisasi’, dalam identitas perusahaan ada consensus yang jelas, yang membuat perbedaan antara identitas dan budaya. 21 Setiap perusahaan, organisasi, institusi, korporat, lembaga, dan lain-lain, baik lembaga lokal, rumah makan, studio foto, universitas, mempunyai pesan dan filosofi yang hendak disampaikan pada masyarakat atau klien mereka, melalui corporate identity sebagai titik fundamental dari perusahaan. 22
2.2.1. Definisi Identitas Perusahaan Corporate identity adalah suatu cara yang memungkinkan suatu perusahaan dapat dikenal dan dibedakan dari perusahaan lainnya. Suatu identitas perusahaan seharusnya dibuat dengan rancangan desain khusus yang mampu mewakili hal yang khas atau unik dari perusahaan yang bersangkutan. 23 Identitas perusahaan atau identitas korporat merupakan simbol dari sebuah perusahaan. Identitas tersebut dapat berupa sebuah logo perusahaan atau lambang lainnya. Simbol memiliki fungsi sebagai tanda pengenal dan pengingat bagi konsumen. Simbol juga berfungsi sebagai jiwa dari perusahaan yang dihidupi oleh segenap karyawan perusahaan tersebut. 24
21
Ahmad Fuad Afdhal, Tips & Trik Public Relation, Jakarta: Grasindo, 2004, 54. Singgih Wicaksono, Perancangan Corporate Identity dan Company Profile Chris Movement Center School Surabaya, Tesis. Surabaya: Universitas Kristen Petra, 2011, 10. 23 M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, 80. 24 Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2003, 114. 22
15
Charlotte Rivers mengatakan bahwa identitas perusahaan dibuat berdasarkan sejarah perusahaan, nilai, filosofi, dan juga budaya kerja yang terdapat dalam perusahaan. Proses awal dimulai dengan membuat nama perusahaan, kemudian membuat logo yang mewakili perusahaan. Dalam tahap berikutnya seringkali disertakan slogan yang menunjukkan nilai perusahaan. Slogan dapat berupa kata-kata motivasi atau seruan singkat, sesuai dengan keiinginan perusahaan. Disesuaikan dengan bahasa perusahaan yang digunakan dengan target market. Keseluruhan elemen ini disatukan dan menjadi suatu style manual perusahaan termasuk di dalamnya instruksi detail, untuk penggunaan tipografi maupun visual yang akan diaplikasikan dalam literatur perusahaan, signage, stationary dan sebagainya. Dii mana di dalamnya dicantumkan penggunaan warna, typeface, dan spesifikasi ukurannya. 25 Menurut Olins, identitas dari sebuah korporat harus jelas sehingga hal tersebut dapat menjadi tolak ukur bagi produk, kebiasaan dan mekanisme yang dapat diukur. Bagi perusahaan atau organisasi besar, corporate identity adalah elemen dasar dari budaya, kemajuan dan waktu pemasaran perusahaan menjadi sebuah merk. Sedangkan bagi perusahaanperusahaan yang lebih kecil, corporate identity berfungsi sebagai bahasa visual untuk mewakili kerja perusahaan. Jadi, baik perusahaan besar maupun kecil, tiap perusahaan sama-sama membutuhkan sebuah identitas. Karena tiap perusahaan, organisasi, korporat, dan lainnya masing-masing 25
Alfonso Reinaldo Rachmadi, Perancangan Corporate Identity Manulife Malang Champions beserta media-media pendukungnya, Tesis. Surabaya: Universitas Kristen Petra, 2011, 16.
16
memiliki pesan tersendiri bagi klien-nya. Corporate identity terutama logo adalah suatu poin yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai tanda pembeda antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lain. 26
2.2.2. Dimensi (Ruang Lingkup) Identitas Perusahaan Dalam Melewar (2006), ada tujuh ruang lingkup dalam identitas perusahaan, yaitu : corporate communication, corporate design, corporate culture, corporate behavior, corporate structure, corporate strategy and corporate art. 27 1. Corporate communication Menurut Van Riel (1995), corporate communication (komunikasi dalam perusahaan), termasuk seluruh cara organisasi berkomunikasi dengan para stake holdernya. Dan juga menambahkan bahwa seluruh bentuk komunikasi
antar stakeholdernya memiliki hubungan interdependent.
Sedangkan Hatch and Schultz (1997) menyatakan: “organizational communication and marketing are act as a link between organizational image and strategic management. Favorable image and good reputation came from effective communication of organizational vision and mission of the company.” 2. Corporate design Dowling (1994), Melewar (1998) and Topalian (1984), “corporate design or visual identity composed of five elements: the organization’s name, slogan, logos/symbol, color and typography. Visual 26
W. Olins, Corporate identity: Making Business Strategy Visible Through Design, London: Thames and Hudson, 1990. 27 T.C. Melewar, “Seven dimension of corporate identity: a categorization from practitioners’ perspective”, European Journal of Marketing, ed. 40 (July/August), 2006, 846-869.
17
identity can be display in way such as company’s product, vehicle, location and architecture of its building.” Balmer (1997) added that visual identity has two purposes: it represent the organization’s value and philosophy and also support corporate communication. 3. Corporate culture However, from Melewar (2006)’s view, “the link between country of origin and corporate identity become weak when the organization grow international merger”. Balmer (1997) concerned that belief, language and rituals guide the corporate culture and shape the organization identity. 4. Corporate behavior Melewar (2005) stated that: “behavior is intangible part of corporate identity, corporate behavior includes employee behavior and management behavior and corporate behavior can affect the organizational identity in the long-run. More over, employee behavior can influence customer and other stake holder.” 5. Corporate structure Balmer (1995) mentioned that “organizational structure and branding structure are the component of corporate structure. The strong brand can create identity in the market place and strength the customer loyalty.” 6. Corporate strategy Melewar (2006) mentioned that “corporate strategy came from the firm’s objective and strategy for competing in the industry and it determine the product, process, profit and perception of the company.”
18
7. Corporate art Hatch and Schultz (1997) said that: “corporate art in business influence business in many ways such as perception, feeling and thinking of organization member, member share value, and employee senses of belonging to the organization.” Dari penelitian Hatch and Schultz (1997),: “corporate art can also create a desirable impression of the company in the public mind, influence public’s belief, feeling and picture in public mind. Corporate art helps the company become involve with the local community, demonstrate its commitment to social responsibility and giving back to public.” Dari ke tujuh ruang lingkup tersebut dapat disimpulkan tujuan sebuah identitas perusahaan adalah untuk membedakan perusahaan dengan perusahaan lain menarik dan mempertahankan perhatian konsumen (public), selain itu identitas perusahaan memegang peran penting dalam menyampaikan pesan baik stakeholder internal maupun eksternal.
2.2.3. Corporate PR Dalam suatu perusahaan terdapat PR dan biasa disebut sebagai CPR Sebagian besar pekerjaan CPR adalah berlanjut, dan oleh karena itu pengukuran harus tidak time-restricted atau campaign-orientated tetapi mengerjakan pada basis berkelanjutan reguler. CPR bertanggung jawab untuk isyarat/tongkat bilyard identitas yang diperkenalkan kepada organisasi berbagai stakkeholders sebagai bagian dari suatu program acara komunikasi direncanakan.
19
2.3.
Simbol dan Logo dalam Perusahaan Menurut Dendi (1999), logo diartikan sebagai segala sesuatu yang berupa
lambang, gambar, tulisan, angka, atau gabungan dari berbagai hal tersebut, yang disandang oleh suatu produk, perusahaan, lembaga, organisasi, atau kegiatan, untuk mencirikan suatu eksistensinya agar dapat dibedakan dari produk atau merk lain. Membicarakan masalah logo maka tidak bisa lepas dari konteks bahasa penandaan yang menyangkut wilayah semiotika. Seorang pelopor semiotika Ferdinand Saussure, menyatakan tentang adanya hubungan tanda dengan tandatanda lainnya. 28 Dalam menafsirkan makna sebuah logo sebagai suatu simbol, tanda yang ditampilkan bisa mempunyai makna berbeda antara suatu kelompok dan kelompok lainnya. Sebagai bahasa penanda, biasanya logo ditampilkan berupa simbol yang mencerminkan citra tertentu yang sengaja dibangun oleh suatu perusahaan atau lembaga. ‘Makin simbolis suatu logo, makin berhasil (sebagai logo)’,: ungkap Roy Paul Nelson (1977). 29 Logo merupakan suatu hal yang nyata sebagai pencerminan hal-hal yang bersifat non visual dari suatu perusahaan, misalnya budaya perilaku, sikap, kepribadian, yang dituangkan dalam bentuk visual. David E. Carter juga menjelaskan “logo adalah identitas suatu perusahaan dalam bentuk visual yang diaplikasikan dalam berbagai sarana fasilitas dan kegiatan perusahaan sebagai bentuk komunikasi visual. Logo dapat juga disebut dengan simbol, tanda gambar, merek dagang (trademark) yang berfungsi sebagai lambang 28 29
Martadi, opcit., 64. Ibid.
20
identitas diri dari suatu badan usaha dan tanda pengenal yang merupakan ciri khas perusahaan”. 30
Dalam pembentukan sebuah logo (gambar/teks/simbol) sebagai obyeknya terjadi suatu proses Hermeneutika. Karena pada hakekatnya, manusia cenderung untuk selalu memberi makna, pada semua obyek yang ditemuinya, terutama simbol-simbol 31.
2.3.1. Hubungan Logo dan Identitas Perusahaan Menurut Rustan identitas suatu perusahaan terdiri dari 32 : a. Visual Contohnya; logo, tipografi, warna, packaging, seragam, bangunan. b. Komunikasi Contohnya: iklan, laporan tahunan, press release, customer service, public relation. c. Perilaku (Behavior) Contohnya: corporate value, corporate culture, norma. Rustan memaparkan bahwa dalam sebuah corporate identity, logo diibaratkan wajah dari seseorang, sedangkan keseluruhan badannya merupakan identitas (termasuk logo) 33. Logo berawal dari istilah logotype yang pertama kali muncul tahun 1810-1840 dan diartikan sebagai tulisan nama entitas (objek) yang didesain secara khusus dengan menggunakan teknik lettering atau memakai jenis 30
Didit W. Suwardikun, Merubah Citra Melalui Perubahan Logo, Tesis. Bandung: ITB Library, 2000, 7. 31 F. Budiman Hardimana, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta: Kanisius, 2003, 39. 32 Surianto Rustan, Mendesain Logo, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009, 54. 33 Ibid, 16.
21
huruf tertentu bahkan tulisan dan gambar berbaur menjadi satu. Fungsi dari logo antara lain: identitas diri; tanda kepemilikan; tanda jaminan kualitas; dan mencegah adanya peniruan atau pembajakan. 34
2.3.2. Jenis-jenis Logo Berikut ini jenis-jenis logo yang dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat logo: 35 a. Logo berupa nama (Name only logos) Logo ini terdiri atas nama saja dari produk atau lembaga. Logo ini akan berfungsi dengan tepat untuk nama yang pendek dan mudah dieja.
Gambar II.1 Contoh logo berupa nama. b. Logo berupa nama dan gambar (Name/symbol logos) Logo ini terdiri dari nama dengan tipe huruf yang berkarakter dan dipadu dengan gambar yang sederhana yang keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling melengkapi.
Gambar II.2 Contoh logo berupa nama dan gambar. 34 35
Ibid, 12. Syahril Iskandar, opcit., 37-41
22
c. Logo berupa inisial/singkatan nama (Initial letter logos) Logo dengan nama singkatan dari nama lembaga yang panjang dan sulit serta perlu banyak waktu untuk mengingatnya. Masalah yang sering timbul dari logo ini adalah khalayak tidak mengetahui apa kepanjangan dari singkatan tersebut walaupun logonya sudah dikenal.
Gambar II.3 Contoh logo berupa inisial/singkatan nama. d. Logo berupa nama dengan visual yang khusus (Pictorial name logos) Logo ini berupa nama dari produk dan lembaga dengan elemen yang penting dan menonjol yang secara keseluruhan memiliki ciri yang sangat khusus. Bahkan jika nama/kata/teks dari logo tersebut diganti dengan yang lain tidak akan terlihat berbeda dengan sebelumnya. Contohnya logo Coca Cola dan Rolls Royce. Jika kedua nama lembaga tersebut diganti maka kekhususan dan integritas dari logo akan tetap terlihat.
Gambar II.4 Contoh logo berupa nama dengan visual yang khusus.
23
e. Logo asosiatif (Associative logos) Logo ini biasanya berdiri sendiri dan bukan berupa nama produk atau lembaga, namun memiliki asosiasi langsung dengan nama lembaga, produk atau daerah aktivitas yang dijalani oleh lembaga tersebut. Contoh, Shell Oil, Greyhound Corporation, Monsieur Bibendum of Michellin, British Airways. Logo jenis ini juga memiliki kelebihan mudah dipahami dan memberikan pertimbangan yang fleksibel bagi pemilik logo tersebut.
Gambar II.5 Contoh logo asosiatif. f. Logo dalam bentuk kiasan (Allusive logos) Logo jenis ini memiliki tampilan visual yang mengiakan bentuk dari benda-benda tertentu misalnya, Mercedes Benz dengan bentuk kiasan stir mobil, Phillips dengan bentuk kiasan gelombang audio. Logo jenis ini tidak dapat langsung memberikan hubungan antara nama lembaga atau produk dengan logonya dan pada kenyataannya bentuk-bentuk kiasan tersebut merupakan penarik (focus of interest) yang dapat digunakan dalam hubungan masyarakat (public relation).
Gambar II.6 Contoh logo dalam bentuk kiasan.
24
g. Logo dalam bentuk abstrak (Abstract logos) Banyak logo yang dibuat saat ini menggunakan bentuk-bentuk abstrak atau tidak memiliki asosiasi dengan bentuk apapun yang ada di alam. Bentuk-bentuk ini dalam proses pengenalannya pada khalayak menuntut waktu dan biaya yang tidak sedikit dibanding dengan bentukbentuk yang sudah akrab apalagi sampai melekatnya dalam benak khalayak. Masalah yang sering timbul adalah kemiripan dengan logo lainnya yang beredar di masyarakat.
Gambar II.7 Contoh logo dalam bentuk abstrak.
2.3.3. Logo sebagai bentuk komunikasi (Desain Komunikasi Visual) Definisi dari Desain Komunikasi Visual (DKV) berasal dari tiga kata yaitu desain, komunikasi dan visual. Desain secara etimologi berasal dari Bahasa Italia yaitu “Designo”
yang berarti gambar. Kata desain
tersebut dapat digunakan sebagai kata kerja yang dapat diartikan sebagai proses dalam membuat atau menciptakan obyek baru, sementara dalam karta benda dapat diartikan sebagai hasil akhir dari sebuah proses kreatif. Komunikasi sendiri berasal dari Bahasa Inggris “Communication” yang di sadur dari Bahasa Latin “Communio” yang berarti kesamaan. Kemudian
25
komunikasi dianggap sebagai suatu kesatuan pemikiran Antara pengirim (komunikator) dan penerima pesan (komunikan). Visual diambil dari Bahasa latin “Videre” yang berart melihat. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan definisi dari Desain Komunikasi Visual adalah seni dalam menyampaikan informasi atau pesan dengan menggunakan visual (Bahasa rupa) yang disampaikan melalui media berupa desain. 36 Salah satu fungsi dasar DKV adalah sebagai sarana identifikasi (Branding).
Sarana Identifikasi merupakan wujud pengenalan baik
identitas seseorang, perusahaan, produk, maupun jasa. Identitas tersebut harus mencerminkan jiwa yang sesuai dengan pribadi, perusahaan, produk, maupun jasa tersebut agar mudah untuk dikenali, diingat dan dapat menjadi pembeda satu dengan yang lain. Salah satu implementasi wujuud visual dari sarana identifikasi adalah Logo. 37 A. Elemen atau unsur Desain Komunikasi Visual terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 38 1. Garis (Line) Garis adalah unsur dasar untuk membangun bentuk atau konstruksi desain yang menghubungkan antara satu titik dengan titik yang lain sehingga bias berbentuk gambar garis lengkung (curve) atau lurus (straight).
36
Lia Anggraini S. dan Kirana Nathalia, Desain Komunikasi Visual: Dasar-Dasar Panduan Untuk Pemula, Bandung: Nuansa Cendekia, 2014, 13-15. 37 Ibid, 15. 38 Ibid, 32-40
26
2. Bentuk (Shape) Bentuk adalah segala hal yang memiliki diameter tinggi dan lebar. Bentuk dasar yang dikenal banyak orang adalah kotak (rectangle), lingkaran (circle), dan segitiga (triangle). Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Bentuk Geometrik, yaitu bentuk yang segala sesuatu dapat diukur (balok, kubus, kerucut dan lainnya), Bentuk Natural, yaitu bentuk yang dapat berubah-ubah, berkembang dan tumbuh secara ukuran (manusia, pohon, daun, bunga), Bentuk Abstrak, yaitu bentuk yang dapat berubah yang tidak sesuai dengan bentuk aslinya. 3. Tekstur (Texture) Tekstur adalah tampilan permukaan atau corak suatu benda yang dapat dilihat dari suatu permukaan benda, contoh permukaan buku, kulit kayu, baju, cat dinding dan lainnya. 4. Gelap Terang (Kontras) Kontras merupakan warna yang berlawanan Antara satu dengan lainnya, salah satu fungsi dari kontras adalah untuk menonjolkan pesan atau informasi dan memberi efek dramatis. 5. Ukuran Ukuran adalah elemen lain dalam desain yang mendefinisikan besar kecilnya suatu obyek. Pemilihan ukuran visual ini diperlukan agar dapat memperhatikan bagian mana yang sangat penting, penting dan kurang penting.
27
6. Warna Warna merupakan elemen penting dalam DKV, dengan warna dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin disampaikan. Setiap warna memiliki arti yang berbeda-beda. Teori Brewster menyederhanakan warna di alam menjadi 4 kelompok warna yaitu, warna primer atau warna dasar (merah, biru dan kuning), warna sekunder atau warna campuran dari warna primer dengan proporsi 1:1(merah dan kuning hasilnya jingga, kuning dan biru hasilnya hijau), warna tersier atau warna campuran dari warna primer dan warna sekunder (campuran warna biru dan jingga menghasilkan warna coklat), dan warna netral yaitu warna hasil campuran ketiga warna dasar dengan proporsi 1:1:1, warna-warna ini sebagai penyeimbang warna-warna kontras di alam. Biasanya hasil campuran warna yang tepat menghasilkan warna hitam. Menurut pakar tentang warna Holzschlag, dalam tulisannya “Creating Colour Scheme”. Warna yang terkandung dalam logo REKIND ada 3 warna dominan hijau, kuning dan hitam, berikut arti warna berdasarkan lingkup yang universal 39: 1. Kuning, warna ini mampu meningkatkan kosentrasi, selain itu juga menyimbolkan warna persahabatan, optimisme, santai, gembira, harapan toleran, menonjol dan eksentrik. 2. Biru, melambangkan keharmonisan, memberi kesan lapang, kesetiaan, ketenangan dan kepercayaan. 3. Orange, melambangkan sosialisasi, keceriaan, kehangatan, segar, semangat, keseimbangan, dan energi. 4. Hijau, melarnbangkan alam kehidupan, dan simbol fertilitas, sehat, natural. 5. Biru muda, melambangkan kejernihan pikiran dan komunikasi. Ini mengilhami ekspresi diri, mendorong orang untuk menyetel ke kebutuhan mereka sendiri. 39
Ibid.
28
B. Teori Gestalt Gestalt merupakan sebuah teori psikologi yang berarti “kesatuan yang utuh”. Teori Gestalt menjelaskan proses penyatuan dan pengorganisasian komponen – komponen yang berbeda sehingga membentuk visual atau pola yang memiliki unsur kemiripan dan menjadi kesatuan. Prinsip-prinsip Gestalt yang banyak diterapkan dalam desain grafis antara lain adalah proximity (kedekatan posisi), similarity (kesamaan bentuk), closure (penutupan bentuk), continuity (kesinambungan pola), dan figure Ground. 40
C. Tipografi (Huruf) Tipografi merupakan suatu ilmu atau strategi yang melibatkan metode kerja penataan layout, bentuk, ukuran, dan sifat yang semuanya memiliki tujuan tertentu, terutama estetika. tipografi sering juga disebut sebagai “visual language”, yang berarti bahasa yang dapat dilihat. Beberapa hal yang penting dipertimbangkan dalam tipografi, yaitu: 41 1. Ukuran Huruf Ukuran yang digunakan idealnya adalah 8 sampai 12 pt. Hal ini untuk memudahkan pembaca, jadi tulisan tidak terlalu besar atau kecil. 2. Hierarki dalam Tipografi Pada saat mengelola tipografi, kita harus memperhatikan tingkat kepentingan (skala prioritas) teks tersebut. Judul biasanya lebih besar, kemudian sub judul dengan ukuran yang lebih kecil dari judul. Body text biasanya dibuat lebih kecil. 3. Jumlah jenis huruf yang digunakan Jangan terlalu banyak jenis huruf, maksimal 3 jenis huruf. 4. Variasi huruf 40 41
Ibid, 47. Ibid,67.
29
Teks yang menggunakan kombinasi Upper case (huruf capital) dan Lower case (huruf kecil akan lebih mudah dibaca. 5. Penggunaan Warna Gunakan warna kontras untuk tulisan dengan background. 6. Pengaturan Spasi Spasi yang terlalu renggang akan membuat kalimat terputus-putus, dan bila terlalu rapat akan terlihat sesak.
2.4.
Hermeneutika Hermeneutika adalah suatu teori yang berhubungan dengan interpretasi
teks (pemahaman terhadap teks) . Teori ini biasanya digunakan untuk memahami teks, meskipun Hermeneutika itu sendiri tidak secara terbuka menyampaikan langkah-langkah yang mudah dalam memahami sebuah teks.
“Among the theories of interpretation, Hermeneutics has various subinterpretation theories. In the perspective of Hermeneutics, the initail stage of interpretation involves the objective interpretation of a text before symbolization is made. The message of the text is then related to the other elements of the texts such as the sender of the text, other related disciplines, and socio-cultural aspect of the text. The understanding of a text will eventually be identical with the quality improvement of the interpreter’s own self. However, in practice, Hermeneutics can be used to intrepret various texts. 42
Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan tunggal dalam masalah
42
Dalam Acep Iwan Saidi, “Sebuah Cara Untuk Memahami Teks Hermeneutika,” Jurnal Sosioteknologi Ed. 13 Tahun 7, (April, 2008), 376.
30
interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam perspektif komunikasi, hermeneutika dimaknai sebagai penafsiran naskah yang sengaja dan hati-hati dan merupakan dasar dari tradisi fenomenologis dalam penelitian pesan. Dalam buku Musnur Hery “Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi (2003)”. Palmer membagi perkembangan hermeneutika menjadi enam kategori, yakni sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci Hermeneutika sebagai metode filologi, Hermeneutika sebagai pemahaman linguistik, Hermeneutika sebagai fondasi dari ilmu kemanusiaan Hermeneutika sebagai fenomenologi dasein Hermeneutika sebagai sistem interpretasi.
2.4.3. Sejarah dan Pengertian Hermeneutika Secara etimologis, akar kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti ‘menafsirkan’. Maka, kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai “penafsiran” atau interpretasi. Di dalam istilah itu secara langsung terkandung unsur-unsur penting yaitu: mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan. Adapun
asal-usul
hermeneutika
sendiri
yakni
ketika
Hermes
menyampaikan pesan para dewa kepada manusia. Dan hermeneutika pada akhirnya diartikan sebagai ‘proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti’. 43
43
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999, 23.
31
Richard Palmer menyatakan ada tiga bentuk arti dari hermeneuein yaitu hermeneuein sebagai “mengatakan”, yang merupakan signifikansi teologis hermeneutika merupakan etimologi yang berbeda yang mencatat bahwa bentuk dari herme berasal dari bahasa Latin sermo, “to say”(menyatakan), dan bahasa Latin lainnya verbum, “word” (kata). Ini mengasumsikan
bahwa utusan, didalam memberitakan kata, adalah
“mengumumkan” dan “menyatakan”. Lalu hermeneuein sebagai “to explain”, interpretasi sebagai penjelasan menekankan aspek pemahaman diskursif, ia menitikberatkan pada penjelasan ketimbang dimensi interpretasi akspresif. Dan terakhir hermeneuein sebagai “to translate”, yang mempunyai dimensi
“to interpret” (menafsirkan) bermakna “to
translate” (menerjemahkan), yang merupakan bentuk khusus dari proses interpretatif dasar “membawa sesuatu untuk dipahami”. Jadi ketika suatu teks berada dalam bahasa pembaca, benturan antara dunia teks dengan pembaca itu sendiri dapat menjauhkan perhatian. 44
44
E. Richard Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, 15-36.
32
2.4.4. Tokoh Hermeneutika Menurut Palmer (2005), Sumaryono (1999), dan Rahardjo (2007), beberapa tokoh yang mempunyai peran besar dalam perkembangan hermeneutika, yaitu 45: 1. Friedrich
Ernst
Daniel
Schleiermacher
(1768
-1834),
tokohhermeneutika romantisis, ia yang memperluas pemahaman hermeneutika dari sekedar kajian teologi (teks bible) menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat. Menurut perspektif tokoh ini, dalam upaya memahami wacana ada unsur penafsir, teks, maksud pengarang, konteks historis, dan konteks kultural. 2. Wilhelm
Dilthey
(1833-1911),
tokoh
hermeneutika
metodis,
berpendapat bahwa proses pemahaman bermula dari pengalaman, kemudian
mengekspresikannya.
Pengalaman
hidup
manusia
merupakan sebuah neksus structural yang mempertahankan masa lalu sebagai sebuah kehadiran masa kini. 3. Edmund Husserl (1889-1938), tokoh hermeneutika fenomenologis, menyebutkan bahwa proses pemahaman yang benar harus mampu membebaskan diri dari prasangka, dengan membiarkan teks berbicara sendiri. Oleh sebab itu, menafsirkan sebuah teks berarti secara metodologis mengisolasikan teks dari semua hal yang tidak ada hubungannya, termasuk bias -bias subjek penafsir dan membiarkannya mengomunikasikan maknanya sendiri pada subjek.
45
Ibid.
33
4. Martin
Heidegger
(1889-1976),
tokoh
hermeneutika
dialektis,
menjelaskan tentang pemahaman sebagai sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi. Oleh sebab itu, pembacaan atau penafsiran selalu merupakan pembacaan ulang atau penafsiran ulang. 5. Hans Georg Gadamer (1900-2002), tokoh hermeneutika dialogis, baginya pemahaman yang benar adalah pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis. Artinya , kebenaran dapat dicapai bukan melalui metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. Dengan demikian, bahasa menjadi medium sangat penting bagi terjadinya dialog. 6. Jurgen Habermas (1929), tokoh hermeneutika kritis, menyebutkan bahwa pemahaman didahului oleh kepentingan. Yang menentukan horison pemahaman adalah kepentingan sosial yang melibatkan kepentingan kekuasaan interpreter. Setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial, suku, dan gender. 7. Paul Ricoeur (1913) yang membedakan interpretasi teks tertulisdan percakapan. Makna tidak hanya diambil menurut pandangan hidup pengarang, tetapi juga menurut pengertian pandangan hidup dari pembacanya. 8. Jacques
Derrida
(1930),
tokoh
hermenutika
dekonstruksionis,
mengingatkan bahwa setiap upaya menemukan makna selalu menyelipkan tuntutan bagi upaya membangun relasi sederhana antara
34
petanda dan penanda. Makna teks selalu mengalami perubahan tergantung konteks dan pembacanya.
2.4.5. Hermeneutika Paul Ricouer Paul Ricoeur lebih merupakan tokoh hermeneutika modern disamping Gadamer. Karya-karyanya terutama membicarakan mengenai masalah psikoanalisis, hubungan linguistik dengan hermeneutika dan permasalahan strukturalisme. Pemikiran Ricoeur mengenai hermeneutika terdapat dalam karyanya yang berjudul The Rule of Metaphor, Le Conflit des interpretation, Essais d’hermeneutique. Ricoeur mengarahkan hermeneutika ke dalam kegiatan penafsiran dan pemahaman terhadap teks (textual exegesis). Menurut beliau, pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalah interpretasi terhadap interpretasi. Bahkan hidup itu sendiri adalah interpretasi. Sehingga jika terdapat pluralitas makna, maka di situ interpretasi dibutuhkan. 46 Posisi Ricoeur dalam hermeneutika dapat dikategorikan sebagai salah seorang tokoh hermeneutika fenomenologi, seperti halnya Heidegger dan Gadamer. Hermeneutika fenomenologi merupakan suatu teori interpretasi
reflektif
yang
didasarkan
pada
perkiraan
filosofis
fenomenologi. Hermeneutika fenomenologi mempertanyakan hubungan subjek-objek, dari pertanyaan tersebut dapat diamati bahwa ide dari objektivitas merupakan sebuah hubungan yang mencakup objek yang
46
Sumaryono, opcit., 105.
35
tersembunyi. Ricoeur menyatakan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan teks yang diinterpretasi adalah sebuah pertanyaan tentang arti dan makna teks. Arti dan makna teks itu diperoleh dari upaya pencarian dalam teks berdasarkan bentuk, sejarah, pengalaman membaca, dan refleksi diri dari inter-preter. Oleh karena itu, setiap teks selalu terbuka untuk diinterpretasi terus-menerus. Meskipun demikian, proses pemahaman dan interpretasi teks bukanlah merupakan suatu upaya menghidupkan kembali atau reproduksi, melainkan sesuatu hal yang bersifat rekreatif dan produktif. 47 Teori Hermeneutika teks Paul Ricouer yang digunakan adalah discourse (wacana). Dalam hal ini Ricoeur menyinggung teori linguistik Ferdinand de Saussure yang diperbandingkan dengan konsep Hjemslev. Saussure, dalam Course in Linguistic General (1974) membedakan bahasa dalam dikotomi tuturan individu (parole) dengan sistem bahasa (language). Sedangkan Hjemslev mengkategorikan-nya dalam skema dan penggunaan. Dari dualitas inilah, menurut Ricoeur, teori tentang wacana (discourse) lahir. Dalam perspektif Ricoeur, parole atau ujaran individu identik dengan wacana (discourse). Menurut Ricoeur, wacana berbeda dengan bahasa sebagai sistem bahasa (languagee). dunia
yang
digambarkan, alamat yang dituju, dan terdapatnya konteks (ruang dan waktu). Dalam wacana terjadi lalu-lintas makna yang sangat kompleks. 48 47
Ditha Amanda Putri, Interpretasi Simbol-Simbol Komunikasi Yakuza dalam Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo (Analisis Hermeneutika Paul Ricoeur tentang Interpretasi Yakuza). Tesis. Universitas Padjajaran Bandung. 2012, 22. 48 Saidi, opcit., 377
36
Dalam perspektif Paul Ricoeur melalui bukunya The Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning, langkah pemahaman itu ada tiga, yang berlangsung mulai dari "penghayatan terhadap simbolsimbol", sampai ke tingkat gagasan tentang "berpikir dari simbol-simbol", selengkapnya berikut ini : 49 1) langkah simbolik atau pemahaman dari simbol-simbol; 2) pemberian makna oleh simbol serta "penggalian" yang cermat atas makna; 3) langkah filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan simbol sebagai titik tolaknya. Apa yang ingin Ricoeur jelaskan adalah bahwa sebuah teks itu memiliki
tempat
diantara
penjelasan
struktural
dan
pemahaman
hermeneutik yang berhadapan satu sama lain. Untuk memecahkan kesenjangan yang nampak pada dua tempat tersebut, Ricoeur memulainya dengan analisis teks melalui status otonomnya. Kita, sebagai pembaca dari teks tersebut, boleh saja memperlakukan teks tersebut sebagai sebuah objek yang tanpa dunia dan tanpa penulis dalam kasus kita masih mempertahankan suspensi dari teks tersebut. 50 Sebuah kata adalah juga sebuah simbol, sebab kedua-duanya samasama menghadirkan sesuatu yang lain. Setiap kata pada dasarnya bersifat konvensional dan tidak membawa maknanya sendiri secara langsung bagi 49
Abdul Wachid B.S., “Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur Dalam Memahami Teks- Teks Seni” Jurnal Imaji, Vol.4, No.2, (Agustus, 2006 ), 218 50 Paul Ricoeur, Hermeneutics and Human Sciences, New York: Cambridge University Press, 1995, 152.
37
pembaca atau pendengarnya. Lebih jauh lagi, orang yang berbicara membentuk pola-pola makna secara tidak sadar dalam kata-kata yang dikeluarkannya. Pola-pola makna ini secara luas memberikan gambaran tentang konteks hidup dan sejarah orang tersebut. Sebuah kata mengandung konotasi yang berbeda bergantung pada konteks pemakainya, misalnya kata “pohon” akan mempunyai makna yang bermacam-macam bergantung pada pembicaranya: apakah ia seorang penebang kayu, penyair, ekologist, petani dan sebagainya. Bahkan meskipun benar juga bahwa makna dapat diturunkan dari konteks yang terdapat dalam sebuah kalimat, namun konteks pun bermacam-macam menurut zamannya. Karena itu, istilah-istilah memiliki makna ganda. Dasarnya adalah tradisi dan kebudayaan setempat. 51 Metode hermeneutika Paul Ricoeur yang terletak tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsiran teks. Secara antologis, pemahaman tidak lagi dipandang sekedar cara mengetahui tapi hendaknya menjadi mengada (way of being) dan cara berhubungan dengan “segala yang ada” (the beings) dan dengan “kemengada-an” (the being) Ricoeur. Pengada dalam dunia filsafat adalah semua hal yang memiliki hubungan sebab-akibat, artinya sesuatu yang dapat mengadakan. Sedangkan mengada adalah sebuah kegiatan "berada" (exist), kegiatan "mengada" ini sifatnya sangat personal atau pribadi, jadi setiap individu memiliki interpretasinya sendiri mengenai sesuatu. Kemengadaan dengan kata atau
51
Rafiek, Teori Sastra, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010, 9.
38
istilah lain adalah "keberadaan", jadi tidak hanya yang terlihat oleh kasat mata saja tetapi juga makna dibalik suatu hal atau simbol-simbol. Pada pola pertama dalam tabel-tabel di bawah, peneliti akan meneliti dengan menggunakan pengada, mengada, dan kemengadaan. Setelah itu pada pola kedua peneliti analisis dengan menggunakan realitas simbol; pemahaman simbol, makna yang membentuk simbol, dan pemikiran simbolis. Menurut Ricoeur prosedur interpretasi terhadap gagasan simbol ada tiga langkah. Pertama, interpretasi dari simbol ke simbol. Kedua, pemberian makna gagasan simbol. Ketiga, filosofisnya: berpikir dengan menggunakan simbol-simbol sebagai titik tolaknya. Pada tahap yang pertama yaitu pemahaman simbol yang hanya terbatas pada memahami simbol tersebut (sepengetahuan interpreter). Selanjutnya adalah makna yang membentuk simbol, ketika kita sudah memasuki atau membaca suatu karya sastra, maka ada makna-makna khusus yang kemudian membentuk simbol-simbol (tidak hanya sejauh pemahaman kita sebelumnya). Sedangkan pemikiran simbolis adalah sejauhmana suatu pemikiran itu menampilkan simbol-simbol, tidak hanya pemahaman dari diri interpreter saja tetapi juga dari data-data dan nara sumber yang terkait. Ketiga langkah tersebut berhubungan dengan langkah-langkah interpretasi bahasa, yaitu semantik, reflektsif, dan eksistensial atau ontologis. 52
52
Ditha Amanda Putri, opcit,. 72.