BAB I PENDAHULUAN Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di mana orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide, sensasi (obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan sesuatu (kompulsif).1 Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif.2
Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2% sampai 3% masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka. Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai gejala gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka. DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan menganggu hal-hal rutin yang normal, menganggu fungsi kerja atau sosial. Menurut Jenike, et all, sebagaimana dikutip oleh Durand & Barlow (2006) mengatakan bahwa obsesi yang paling banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien adalah kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for symmetry (37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan obsesi multiple atau majemuk.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder) adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif.1 Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. 2 Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan karena gangguan mental lainnya. 3 Gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.4 Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikirang tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan “memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5 Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat menghilangkannya dan juga ia tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian.2 B. EPIDEMIOLOGI Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko sama. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
2
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
3
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan angka tersebut melewati ikatan kultural.3 Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras.3 C. KOMORBIDITAS Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan, dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan Tourettte pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah 5-7 persen, dan 20 – 30 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki riwayat TIK. D. ETIOLOGI 1. Aspek Biologis a. Neurotransmitter Sistem serotoninergik Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi
4
sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin sebagai contohnya, 5hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine(yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan. 3 Sistem Noradrenergik Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem
noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Namun, ada laporan dari peningkatan gejala OCD dengan clonidine oral.3,9 b. Sistem Neuroimunologi Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi Streptokokus βHemolitikus grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% pasien juga mengalami Syndenham’s chorea dan Gangguan Obsesif Kompulsif.9 Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif – kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.11 2. Penelitian pencitraan otak Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET (positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten. 5
3. Genetika Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah
5
menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan. 3
4. Faktor Perilaku Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 3 Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 3 5. Faktor Psikososial a. Faktor kepribadian Gangguan obsesif-kompulsif
adalah
berbeda
dari
gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesifkompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.3 b. Faktor psikodinamika Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesifkompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 3 1) Isolasi Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan
6
afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 3 2) Undoing Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 3 3) Pembentukan reaksi Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 3 4) Faktor psikodinamik lainnya Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
7
gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-sadistik. 3 5) Ambivalensi Ambivalensi
adalah
akibat
langsung
dari
perubahan
dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 3 6) Pikiran magis Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 3 E. GEJALA KLINIS Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesif-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 9,10 1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.12 2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil 3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
8
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terusmenerus dalam beberapa kali setiap harinya. Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 12
Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap
lemah namun masih dapat diperhitungkan) Faktor neurobiologi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia
basalis dan singulum Individu yang memilki intensitas stressyang tinggi - Riwayat gangguan kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual
Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsi 11 F. DIAGNOSIS Diagnosis gangguan kobsesif kompulsif didasarkan pada gambaran klinisnya. Tidak seperti pasien psikotik, pasien dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya
9
menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak logis.8 Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk Gangguan Obsesif Kompulsif, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis gangguan obsesif kompulsif pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi berlebihan dan kompulsinya.9
Kriteria obsesif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 4 kriteria dibawah ini. a) Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang dialami di beberapa waktu selama gangguan yang bersifat mengganggu dan tidak sesuai dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan. Orang dengan gangguan ini menyadari kualitas patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini (seperti ketakutan untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi pada mereka, tetapi pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk berdiskusi dengan orang lain. b) Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan nyata. c) Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu atau untuk menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau tindakan. d) Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambaran adalah produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam penyisipan pikiran).
Kriteria Kompulsif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 2 kriteria dibawah ini. a) Individu melakukan perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, pemesanan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang kata-kata diam-diam) dalam menanggapi sebuah obsesi atau menurut aturan yang harus diterapkan secara kaku. Perilaku tersebut bukan akibat efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.
10
b) Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi gangguan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi yang dicemaskan. Namun, perilaku atau tindakan mental yang dilakukan baik tidak terhubung pada cara yang realistis dengan apa yang mereka buat untuk mentralisir atau cegah atau jelas berlebihan.
Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk anak-anak).
Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan waktu (berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau kegiatan sosial biasanya atau hubungan dengan orang lain.
Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi tersebut tidak terbatas pada itu saja.
Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi medis tertentu.
Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang dengan gangguan obsesif kompulsif jika, untuk dalam suatu jangka waktu episode, orang tersebut tidak mengenali bahwa gejala itu berlebihan atau tidak masuk akal. Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif
atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:15 a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas). d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan.
11
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.15 Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.15 Meskipun pikiran obsesional dan tindakan kompulsif lazimnya terjadi bersamasama, akan bermanfaat jika kita dapat menentukan gejala mana yang lebih dominan pada beberapa individu, karena keadaannya mungkin akan responsif terhadap pengobatan yang berlainan. 1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0) Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images) atau dorongan untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distres. Kadang-kadang berupa pikira-pikiran
yang
tidak
ada
habisnya
untuk
dipertimbangkan.
Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur penting dalam banyak pengulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu dalam kehidupan sehari-hari. 2. Predominan Tindakan Kompulsif [Obsessional Ritual] (F42.1) Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk menyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan merupakan ikhtiar simbolik atau sia-sia untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai beberapa jam setiap hari dan kadang-kadang
12
disertai ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok. 3. Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional (F42.2) Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif memperlihatkan unsur dari baik pikiran yang obsesional maupun tindakan (perbuatan) yang kompulsif. Subkategori ini harus digunakan bilamana keduanya secara seimbang sama menonjol, yang sering kali memang demikian, tetapi kalau salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya ditanyakan dalam satu kategori yang lebih spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengobatan yang berbeda. 4. Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya (F42.8) 5. Gangguan Obsesif-Kompulsif YTT (F42.9) G. DIAGNOSIS BANDING15 1. Kondisi medis Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi. 3 2. Kondisi psikiatrik Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tilikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadangkadang dapat disertai oleh gagasan obseisf, tetapi pasien dengan gangguan obsesifkompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.
3
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesifkompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
13
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri. 3
H. PENATALAKSANAAN 1. Psikoterapi Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan bosesif kompulsif yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan adalah mampu untuk bekerja dan membuat penysuaian sosial.9,10 Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:2 1. Menguatkan daya than mental yang ada 2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri 3. Mengembalikan keseimbangan adaptif Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ventilasi atau (psiko) kataris Persuasi atau bujukan Sugesti Penjaminan kembali (reassurance) Bimbingan dan penyuluhan Terapi kerja Hipno-terapi dan narkoterapi Psikoterapi kelompok Terapi perilaku Ada beberapa faktor gangguan obsesif kompulsif sangat sulit untuk
disembuhkan, penderita gangguan obsesif kompulsif kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 9 2. Psikofarmaka 14
a. Penggolongan 1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik Contoh: Clomipramine. 2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors) Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram. 7 b. Indikasi Penggunaan Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif. Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif: 1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejalagejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut: a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri individu sendiri; b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik); c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas); d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan/dielakkan oleh penderita 2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability) Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy). Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering. 3
15
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadangkadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 3 Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). 3. Terapi perilaku Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi,
menghentikan
pikiran,
pembanjiran,
terapi
implosi,
dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 3 4. Terapi lain Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.
5. Cognitive Behavior Therapy
16
Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan Obsesif-Kompulsif .
Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon pikiran obsesif
I.
tanpa perlu sampai ke kompulsif PROGNOSIS Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan)
pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan, waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya gangguan keperibadian. Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9
BAB III KESIMPULAN
17
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Penyebab gangguan obsesif kompulsif antara lain dipengaruhi oleh aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.2 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.9 Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Penanganan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif dapat berupa psikoterapi dan psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan obsesif kompulsif dapat baik dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak, terdapat depresi berat serta adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. 10
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from: www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf. 2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009.h 290-6. 3. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p 2569-2580. 4. William M Greenberg. Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2014 juni 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1934139overview 5. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder. Wiley Essential Of Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006. 6. S. Wilhelm, G. S. Steketee’s. “Cognitive Therapy for ObsessiveCompulsive Disorder: A Guide for Professionals”.2006. Available from : www.newharbinger.com 7. D J Stein. Obsessive Compulsive Disorder. The Lancet. Vol 360. USA: Lancet Publshing Group.2002. p 397-405. 8. Michael A J. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal of medicine. Inggris : Department of Psychiatry, Massa- chusetts General Hospital. 2004. 9. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604 10. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif.
Ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 40-41 11. Sa’adi Y. PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010. 12. Novedica. Obsessive Compulsive Disorder. 2010. Available from: http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorderocd/ 13. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya ; 2000. P.47-51 14. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma. Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America : The McGraw-Hills Company. 2008. p 286-295 15. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.76-77.
19