BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Jakiyah (2011), tentang analisis partisipasi anggota dan kinerja koperasi unit desa sumber alam Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor menunjukan hasil bahwa anggota berpartisipasi dikarenakan adanya manfaat sosial ekonomi, manfaat sosial dan ekonomi anggota sedang menyebabkan partisipasi di KUD sumber alam, hal ini dikarenakan kurang terjalin komunikasi dengan anggota, kurang adanya pelatihan, dan barang-barang yang dijual di KUD masih terbatas serta lokasi yang jauh dengan lokasi anggota. Hubungan manfaat sosial ekonomi dengan partisipasi anggota KUD sumber alam adalah high moderately association, hal ini menunjukkan tujuan KUD tercapai namun pelayanan masih kurang dilakukan terhadap kebutuhan atau kepentingan anggota, sehingga berdampak pada partisipasinya kurang, anggota cenderung berpartisipasi didalam KUD dikarenakan adanya manfaat ekonomi yang diberikan KUD terutama pada kegiatan simpan pinjam. Penelitian ini menggunakan metode uji validitas dan reabilitas. Penelitian Adjid (2005) tentang pola partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan pertanian berencana di Gunung Kidul. Hasil penelitiannya meliputi bentuk dan cara pendekatan yang diterapkan oleh kelompok tani guna menggerakan partisipasi anggota, peranan tokoh masyarakat dan berbagai faktor yang terkait dengan kehidupan kelompok tani. Penelitian dilakukan oleh Hariadi (2011), tentang kelompok tani di Kabupaten Slamen menunjukan hasil dengan mengambil 30 sampel secara random di peroleh bahwa 70 % kelompok tani belum memiliki aturan yang jelas apalagi aturan yang tertulis sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap keefektifkan kelompok. Disamping itu juga bahwa sebagian besar pengurus kelompok di atas 60 % berpendapat bahwa penyebab kelompok tani tidak aktif antara lain PPL kurang aktif, Pamong Desa kurang peduli, dan kesibukan petani bekerja diluar usahatani akibat persoalan ekonomi. Metode analisis yang digunakan yaitu regresi berganda.
Penelitian Dewa (2008) tentang peranan penyuluh menunjukan hasil bahwa peranan penyuluh pertanian di Kecamatan Junrejo sudah berjalan optimal dan bisa memposisikan dirinya sebagai mitra dan fasilitator petani dengan melakukan peranan yang sesuai antara lain sebagai pembimbing, organisator dan dinamisator, teknisi serta sebagai konsultan petani. Upaya pengembangan kelompok tani oleh penyuluh pertanian maupun kelompok tani sendiri sudah berjalan baik, hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani dengan adanya kelompok capir, pameran pertanian, pelatihan agribisnis, dan prestasi yang diraih oleh kelompok tani. Fasilitas yang terdapat pada kelompok tani sudah cukup memadai walaupun ada beberapa yang belum mendapat bantuan dari pemerintah. Prestasi yang diraih oleh beberapa kelompok tani juga sudah baik dengan segala keterbatasan sarana. Penelitian Yunasaf (2005), tentang kepemimpinan ketua kelompok dan hubungannya dengan keefektifan kelompok. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketua kelompok dengan kepemimpinannya yang tergolong baik atau sangat tinggi tersebut akan memberikan peluang yang sangat besar untuk tercapainya keefektifan dikelompok yang dipimpinnya, sehingga fungsi dari kelompok benarbenar menjadi kelompok tani yang bisa menjadi fasilitator dalam kelompokkelompok lain untuk menciptakan kesejahteraan dan pendapatan serta peningkatan produksi pertanian. Dari beberapa penelitian terdahulu menunjukan bahwa tingkat partisipasi yang ada masih sangat minim sama halnya dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan dilapangan dengan judul Analisis Tingkat Partisipasi Petani Pada Kelompok Tani Jagung di Desa Butungale menunjukan hasil bahwa partisipasi petani pada kelompok tani masih rendah disebabkan peran penyuluh, intervensi pemerintah, dan kinerja pengurus serta sarana dan prasarana belum menunjang. Adapun perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan menunjukan perbedaan yaitu : 1). Perbedaan dari proses pengumpulan data, 2). Analisis data yang digunakan sehingga dapat diketahui perbedaan-perbedaan yang ada, yaitu segi kepemimpinan ketua kelompok tani, ketua kelompok dengan kepemimpinannya yang baik atau sangat tinggi akan memberikan peluang yang
sangat besar untuk tercapainya keefektifan dikelompok. Perbedaan lainnya menunjukan bahwa anggota berpartisipasi dikarenakan adanya manfaat sosial ekonomi, kurang terjalin komunikasi dengan anggota. Berdasarkan penelitian terdahulu penulis dapat menarik kesimpulan bahwa agar petani memiliki wadah untuk belajar, mengajar, bekerja sama antara petani maupun kelompok tani, mencapai usaha ekonomi, serta pencapaian pembangunan pertanian otonomi daerah, maka dilakukan upaya penguatan kelompok tani dan langkah strategis dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Peningkatan kesejahteraan kelompok tani yang diikuti dengan peningkatan kualitas akan menimbulkan petani atau kelompok tani mampu mandiri dan dapat berperan sebagai
aset
komunitas
masyarakat
desa
yang
partisipatif,
sehingga
pengembangannya sangat signifikan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat itu sendiri untuk menjadi mandiri dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani. 2.2 Konsep Kelembagaan Kelompok Tani. Kelembagaan merupakan terjemahan langsung dari istilah socialinstitutio, dimana banyak pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah social institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Menurut Soekanto (2001), kelembagaan sampai saat ini, sering digunakan tidak hanya pada sebuah kelembagaan yang memiliki arti institusi, namun juga diartikan sebagai suatu organisasi yaitu wadah dimana anggotanya dapat berinteraksi, memiliki tata aturan dalam beraktifitas untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini menyebabkan banyak kerancuan yang terjadi dalam mengartikan kelembagaan, yang berarti institusi maupun organisasi. Hal ini telah dijelaskan oleh Nasdian (2003) secara terinci mengenai makna keduanya yaitu: Kelembagaan dapat sekaligus berwujud organisasi dan sebaliknya. Tetapi, jelas bahwa kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu kewaktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif, sedangkan organisasi adalah struktur dari peran-peran yang diakui dan diterima. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa ada dua persepktif tentang kelembagaan sosial yaitu :
1) Suatu perspektif yaitu memandang baik kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial, yakni sebagai kelompok-kelompok, hanya kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. 2) Perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit. Kelembagaan kelompok tani menurut Syahyuti (2006), adalah software dan organisasi adalah hardware–nya dalam suatu bentuk group sosial, dalam menganalisis kelembagaan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Menurut Suradisastra (2001), mengemukakan bahwa fungsi organisasi dan lembaga lokal antara lain adalah: 1) mengorganisir dan memobilisasi sumberdaya, 2) membimbing
stakeholder
pembangunan
dalam
membuka
akses
ke
sumberdaya produksi, 3) membantu meningkatkan sustainability pemanfaatan sumberdaya alam, 4) menyiapkan infrastruktur sosial di tingkat lokal, 5) mempengaruhi lembaga-lembaga politis, 6) membantu menjalin hubungan antara petani, penyuluh dan peneliti lapang, 7) meningkatkan akses ke sumber informasi, 8) meningkatkan kohesi sosial, 9) membantu mengembangkan sikap dan tindakan kooperatif. Menurut Syahyuti (2006), bahwa tiap kelembagaan petani yang dibentuk dapat memainkan peran tunggal atau ganda. Peran-peran yang dapat dilakukan oleh kelembagaan kelompok tani yaitu sebagai lembaga pengelolaan sumberdaya alam, sebagai penggiat aktivitas kolektif, sebagai unit usaha, sebagai penyedia kebutuhan informasi dan sebagai wadah yang merepresentatifkan kegiatan politik. Konsep kelembagaan dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu unit yang didalamnya terdapat orang-orang atau kelompok dengan tujuan
meningkatkan produksi dan mensejahterakan masyarakat yang ada, serta untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Pengertian tentang kelompok berikut ini diawali dengan proses pertumbuhan kelompok itu sendiri, individu sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan yaitu: 1). Kebutuhan fisik 2). Kebutuhan rasa aman 3). Kebutuhan kasih saying 4). Kebutuhan prestasi 5). Kebutuhan untuk melaksanakan sendiri, di lain pihak individu memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, namun potensi yang ada pada individu yang bersangkutan sehingga individu harus meminta bantuan kepada individu lain yang sama sama hidup satu kelompok. Dalam keadaan seperti itu, individu berusaha mengatasi kesulitan yang ada pada dirinya melalui prinsip escapism, artinya salah satu bentuk pelarian diri dengan mengorbankan pribadinya dan mempercayakan pada orang lain yang menurut pendapatnya memiliki sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Bentuk penyerahan diri seperti ini mengakibatkan timbulnya perasaan perlunya kemesraan didalam kehidupan bersama. Artinya, individu-individu tidak dapat hidup tanpa kerja sama dengan individu lain (Santosa, 2009). Kelompok dipandang dari sudut yang berbeda-beda, pengertian kelompok dapat dipandang dari segi persepsi, motivasi, tujuan, interdependensi, dan juga dari segi interaksi yaitu : 1) dipandang dari segi persepsi yaitu melihat kelompok berdasarkan pada asumsi bahwa anggota kelompok sadar dan memiliki persepsi kolektif tentang hubungan mereka dengan anggota yang lain dan memiliki kemampuan untuk bertindak. 2) pengertian kelompok atas dasar motivasi bahwa kelompok adalah kumpulan individu yang keberadaannya sebagai kumpulan memberikan reward kepada individu-individu. 3) Pengertian kelompok atas dasar tujuan, kelompok adalah suatu kesatuan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang melakukan kontak hubungan untuk suatu tujuan tertentu yang telah disepakati. 4) Dari segi interpendensi kelompok adalah sekumpulan orang yang saling bergantung satu dengan lainnya.
5) Pengertian kelompok atas dasar interaksi kelompok adalah dua orang atau lebih berinteraksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dari beberapa pengertian tersebut diketahui bahwa pengertian kelompok memiliki ciri-ciri seperti dua orang atau lebih, ada interaksi diantara anggotanya, memiliki tujuan, memiliki sturuktur dan pola hubungan diantara anggota yang berarti ada peran, norma, dan hubungan antara anggota, serta merupakan satu kesatuan. Hariadi (2011), mengemukakan bahwa kelompok formal maupun informal dilatar belakangi oleh berbagai alasan, diantaranya kebutuhan, kedekatan, ketertarikan, tujuan, dan ekonomi. Kebutuhan merupakan keinginan terhadap kebutuhan kepuasan dapat memberikan motivasi yang kemudian mengarahkan pembentukan kelompok. Terlebih lagi kebutuhan terhadap jaminan keamanan, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri dapat dipuaskan melalui afiliasinya dengan kelompok. Kedekatan dan ketertarikan, yakni interaksi interpersonal yang dapat menghasilkan pembentukan kelompok, dan ketertarikan merupakan dua hal yang sangat penting dalam interaksi interpersonal. Ketertarikan melibatkan kedekatan jarak secara fisik diantara orang satu dengan lainnya. Individu yang bekerja dengan kedekatan yang tinggi memiliki berbagai kesempatan untuk bertukar ide, pikiran dan sikap terhadap berbagai aktifitas didalam dan diluar pekerjaan. Pertukaran-pertukaran tersebut menggali menghasilkan beberapa tipe bentuk kelompok. Keterlibatan juga dapat membuat individu belajar tentang karakteristik orang lain. Guna memelihara interaksi dan minat maka dibentuklah kelompok. Tujuan kelompok juga dapat menjadi alasan mengapa individu tertarik masuk kedalam satu kelompok, demikian pula faktor ekonomi, dalam banyak hal kelompok terbentuk karena individu percaya bahwa mereka dapat memperoleh manfaat secara ekonomis yang lebih besar. Melalui partisipasi kerja dan bekerja sama dalam kelompok, individu dapat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih tinggi. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah mengapa orang tertarik masuk kedalam suatu kelompok. Menurut Gibson dalam Nasution (2009) terdapat beberapa alasan hal tersebut terjadi, antara lain :
1) Kelompok membantu memberikan kepuasan psikologis yang utama seperti kebutuhan sosial, memberi dan menerima perhatian, dan afaksi. 2) Kelompok membantu mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai secara individual. 3) Anggota kelompok memberikan pengetahuan dan informasi yang tidak tersedia diluar kelompok. 4) Kelompok
dapat
memberi
kebutuhan
keamanan,
keselamatan,
dan
perlindungan dari musuh. 5) Kelompok juga mendukung dari keberadaan identitas sosial yang menjadikan konsep diri. Mengenai perkembangan suatu kelompok, Umstot dalam Hariadi (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat tahapan perkembangan suatu kelompok. Tahapan perkembangan tersebut adalah : 1) Forming. Forming adalah tahapan yang para anggota mulai menempatkan diri berhubungan secara interpersonal, mereka saling memperhatikan, bersahabat, dan mencoba melihat manfaat serta biaya menjadi anggota kelompok. 2) Storming. Pada tahapan ini, mulai banyak kegiatan dan pembentukan norma, konflik mulai terjadi karena masalah kepemimpinan, tujuan, norma, atau perilaku interpersonal, namun konflik belum tentu terjadi manakala kelompok dapat berpartisipasi bekerja efektif dan mampu mengatasi problem. 3) Norming. Pada tahap ini anggota kelompok belajar bekerja sama, mengembangkan norma dan kekompakan, kerja sama dan rasa tanggung jawab berkembang pada tahap ini. 4) Performing. Pada tahapan ini, ada kerja sama yang efektif dalam mengerjakan tugas. Selanjutnya beberapa kelompok dapat terus berkembang, namun ada juga yang kemudian mengalami kemunduran. Menurut Mardikanto (1993), pengertian kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada dilingkungan pengaruh dan
dipimpin oleh seorang ketua. Menurut Deptan (2007), kelompok tani adalah sekumpulan petani, peternak, perkebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial ekonomi, sumber daya) keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Kelompok tani sebagai salah satu kelembagaan pertanian dipedesaan yang ditumbuh kembangkan "dari, oleh dan untuk petani". Karakteristik dari kelompok tani yaitu memiliki ciri: 1) saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota, 2) mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani, 3) memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan ekologi, 4) ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama. Selain itu, kelompok tani juga memiliki beberapa unsur yang dapat mengikat antara sesama anggotanya yaitu : 1) adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya, 2) adanya kawasan usaha tani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara para anggotanya, 3) adanya kader tani yang terdedikasi untuk menggerakkan para petani dan kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya, 4) adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurang-kurangnya sebagian besar anggotanya, 5) adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk menunjang program yang telah ditentukan. Eksistensi kelembagaan kelompok tani tersebut, menjadi gejala yang sangat penting untuk dikaji. Hal ini dikarenakan sebagian besar kegiatan petani berlangsung dalam kehidupan kelompok tersebut. Namun posisi dan peran kelompok tani dalam kondisi lemah (powerless), bahkan kelompok tani dengan mudah dilakukan eksploitasi oleh pihak lain. Dalam pengembangan kelompok usaha bersama, kelembagaan kelompok tani perlu dilakukan penguatan
kelembagaan agar dapat berperan dan berfungsi menjadi kelembagaan kooperatif dan produktif yaitu: 1) kelompok tani dapat membantu pengadaan sumberdaya finansial (modal) bagi anggota kelompok dalam mengembangkan usaha-usaha produktif. 2) kelompok tani sebagai lembaga usaha-usaha produktif dan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja dan usaha ditingkat kelompok, 3) kelompok tani sebagai lembaga ekonomi ditingkat kelompok, 4) kelompok tani sebagai unit usaha (enterprise) ditingkat kelompok. 2.3 Fungsi Kelompok tani Pembinaan kelompok tani diarahkan untuk memberdayakan petani agar memiliki kekuatan mandiri, yang mampu menerapkan inovasi (teknis, sosial dan ekonomi) mampu memanfaatkan asas skala ekonomi dan mampu menghadapi resiko usaha sehingga memperoleh tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang layak, untuk itu pembinaan diarahkan agar kelompok tani dapat berfungsi sebagai kelas belajar mengajar, sebagai unit produksi, serta sebagai wahana kerjasama menuju kelompok tani sebagai kelompok usaha, (Pusluhtan, 2002). 1. Kelas belajar. Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera. 2. Wahana kerjasama. Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain, melalui kerja sama ini diharapkan usaha lainnya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. 3. Unit produksi. Usahatani yang dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai suatu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
2.4 Pengertian Partisipasi 2.4.1 Konsep Partisipasi Syahyuti (2006), mengemukakan partisipasi diperlukan untuk menjamin keberlanjutan
pembangunan,
karena
pembangunan
berkelanjutan
sangat
tergantung pada proses sosial. Mengacu pada tiga aspek masyarakat yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan harus diintegrasikan dimana individu dan lembaga saling berperan agar terjadi suatu perubahan, partisipasi telah diterima sebagai alat yang esensial. Partisipasi juga dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu yang ditawarkan, dalam hal ini tindakan petani untuk berpartisipasi yang tidak lepas dari kemampuan diri serta perhitungan untung rugi.
Waluyo (1989),
mengemukakan pola perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dilihat dari pelaksaan parsitipasi masyarakat yang terjadi dari perubahan pola-pola perilaku organisasi, fungsi dan peran lembaga kemasyarakatan lokal, peran elit masyarakat, kekuatan dan wewenang aparatur desa, dan interaksi sosial yang terjadi antara lembaga masyarakat dengan masyarakat, dan antar sesama lembaga masyarakat lokal. Oleh karena itu, kemampuan dan kemauan petani mengadopsi teknologi budidaya anjuran merupakan syarat mutlak tercapainya upaya pengembangan pertanian di suatu daerah. Ada dua persepsi partisipasi di Indonesia yang berbeda antara persepsi yang diartikan masyarakat dengan yang dipersepsikan pemerintah, di Indonesia kata ini menjadi begitu sering digunakan siapapun sebagai strategi pembangunan dalam hampir setiap kesempatan, sehingga makna sebenarnya mulai terasa kabur. Para aparat pemerintah mengatakan partisipasi sebagai kemauan rakyat untuk mendukung suatu program yang direncanakan dari atas, bukan dari rakyat sendiri. Definisi tersebut pada dasarnya diartikan dengan istilah mobilisasi, sedangkan pengertian partisipasi menurut persepsi masyarakat mengandung satu pengakuan, kreatifitas dan insiatif dari rakyat sebagai modal dasar proses pelaksanaan pembangunan, dengan demikian masyarakat menciptakan pembangunan bukan meluluh mendukung pembangunan (Nasution, 2009). Menurut Sutrisno (1995), ada dua pengertian partisipasi yaitu partama partisipasi adalah dukungan masyarakat terhadap rencana pembangunan yang di
rancang dan tujuannya ditentukan perencana, kedua partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan,
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
pembangunan yang telah dicapai. Sedangkan menurut Goldsmith dalam Nasution (2009) pengertian partisispasi merupakan istilah deskriptif yang menunjukan keterlibatan beberapa orang dengan jumlah signifikan dalam berbagai situasi atau tindakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa merupakan salah satu prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan dipedesaan, namun adanya hambatanhambatan yang dihadapi dilapangan dalam usaha melaksanakan proses pembangunan pedesan
dalam hal ini melalui kelompok tani yang sifatnya
partisipatif karena pihak pelaksana dan perencana pembangunan dalam hal ini pemerintah belum memahami makna sebenarnya dari konsep partisipasi. Defenisi partisipasi yang berlaku dilingkungan aparat perencana dan
pelaksana
pembangunan adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak programprogram pemerintah, yang dirancang dan tujuannya ditentukan oleh pemerintah. Proyek objek pembangunan pedesaan yang berasal dari pemerintah diistilahkan sebagai proyek pembangunan yang dibutuhkan masyarakat, sedangkan proyek pembangunan yang diusulkan masyarakat dianggap sebagai keinginan, karena itu proyek ini menjadi prioritas yang rendah dari pemerintah. Defenisi inilah yang berlaku secara universal tentang partisipasi. Oleh karena itu para perencana dan pelaksana pembangunan dalam hal ini pemerintah harus memahami secara benar konsep-konsep untuk mendukung lahirnya partisipasi masyarakat dari bawah. Agar mencapai hasil-hasil pembangunan yang dapat berkelanjutan, banyak kalangan sepakat suatu partisipasi perlu dilakukan. Menurut Mikkelson dalam Nasution (2009), implikasi praktis dari pendekatan ini adalah, pendekatan pembangunan partisipatoris harus dimulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri ini memerlukan perombakan dalam seluruh praktik
dan penilaian, disamping bantuan pembangunan. Partisipasi adalah segala sesuatu dan kemampuan yang diberikan oleh masyarakat setempat dalam hal mewujudkan dan memajukan perkembangan perekonomian masyarakat dalam rangka untuk kesejahteraan rakyat. Partisipasi juga dapat diartikan sebagai bentuk dasarkan pendapat tersebut menjelaskan munculnya paradigma pembangunan partisipatori mengindikasikan adanya dua perspektif antara lain : 1. Keterlibatan
masyarakat
setempat
dalam
pemilihan,
perancangan,
perencanaan dan pelaksanaan, program yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa presepsi setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh. 2. Membuat umpan balik yang hakikatnya merupakan bagian tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan. Konsep partisipasi itu sendiri telah lama menjadi bahan kajian. Kata partisipasi dan partisipatoris merupakan dua kata yang sangat sering digunakan dalam pembangunan keduanya memiliki banyak makna yang berbeda. Ada beberapa pengertian partisipasi menurut Mikkelson dalam Nasution (2009) antara lain sebagai berikut : 1) Partisipasi adalah kontribusi suka rela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pangambilan keputusan. 2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan. 3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. 4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek-proyek agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial. 5) Partisipasi adalah keterlibatan suka rela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri.
6) Partisipasi adalah keterampilan masyarakat dalam pembangunan diri, dan lingkungan mereka. Partisipasi yang datang dari inisiatif masyarakat sendiri, merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun sedikit saja masyarakat yang mau memakai pendekatan suka rela untuk menggiatkan anggota-anggotanya agar aktif dalam kegiatan pembangunan. Pendekatan partisipasi pembangunan memerlukan suatu kombinasi antara lain: 1. Desentralisasi administratif, yang membawa berbagai institusi dan aparat pemerintah lebih dekat kearah sektor pedesaan dan mengorientasikannya kembali kepada kebutuhan masyarakat. 2. Pembangunan atau kerja melalui organisasi tau lembaga lokal yang ada, dimana organisasi ini akan berperan atas nama masyarakat. 3. Menempatkan para pemimpin lokal dalam suatu posisi sentral guna menjembatani antara masyarakat dan pemerintah dalam hal ini para pemimpin
lokal
tersebut
benar-benar
mewakili
kepentingan
semua
masyarakat. Dari pendekatan partisipasi tersebut memperlihatkan bahwa sistem institusi dan sistem peran semacam ini dalam sektor pedesaan menciptakan keterkaitan yang lebih seimbang dan saling bergantung antar pemerintah dan masyarakat Desa, dalam sistem ini tidak berdasarkan struktural top down yang sama dengan pendekatan sebelumnya. Menurut Uphoff dalam Nasution (2009), ada empat prinsip umum partisipasi pengembangan antara lain : 1. Partisipasi tidak boleh dipandang sebagai sebuah program atau sektor yang terpisah bagi pengembangan pedesaan, namun malah sebagai sebuah pendekatan yang harus disatukan dalam semua aktivitas. 2. Partisipasi pengembangan harus menekankan pada organisasi lokal yang lebih dapat mendengarkan masukan dari masyarakat serta adanya
keterlibatan masyarakat yang lebih banyak dalam berbagai program pengembangan. 3. Pembagian aset harus diperhatikan dengan membangkitkan partisipasi, karena semakin tidak merata pembagian maka akan semakin sulit untuk membangkitkan partisipasi secara luas, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam keuntungan. 4. Penekanan yang harus dilakukan untuk membangkitkan partisipasi pengembangan bukan pada otonomi lokal saja, tetapi hubungan pusat regional dengan masyarakat lokal dengan syarat-syarat yang disetujui oleh semua pihak dan saling menguntungkan. Dari keempat prinsip partisipasi tersebut menunjukan partisipasi masyarakat jangan dipandang sebagai sebuah program yang terpisah dari pengembangan kelompok menekankan pada organisasi lokal, pembangunan aset harus merata, dan hubungan pusat regional dengan masyarakat lokal harus disetujui disemua pihak dan saling menguntungkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. 2.4.2
Jenis-jenis Partisipasi Menurut Sastroputro (1989). Jenis-jenis partisipasi yaitu: 1). Partisipasi
berupa pikiran (psychological participation) merupakan jenis keikutsertaan secara aktif dengan mengerahkan pikiran dalam suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, 2). Partisipasi yang berupa tenaga (physical participation) adalah partisipasi dari individu atau kelompok dengan tenaga yang dimilikinya, melibatkan diri dalam suatu aktifitas dengan maksud tertentu, 3). Partisipasi
yang
berupa
tenaga
dan
pikiran
(physical
and
psychological participation), partisipasi ini sifatnya lebih luas lagi disamping mengikutsertakan aktifitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan, 4). Partisipasi yang berupa keahlian (participation with skill) merupakan bentuk partisipasi dari orang atau kelompok yang mempunyai keahlian khusus, yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik formal maupun non formal yang menunjang keahliannya, 5). Partisipasi yang berupa barang (material participation), partisipasi dari orang atau kelompok dengan memberikan barang
yang dimilikinya untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut, 6). Partisipasi yang berupa uang (money participation), partisipasi ini hanya memberikan sumbangan uang kepada kegiatan, kemungkinan partisipasi ini terjadi karena orang atau kelompok tidak bisa terjun langsung dari kegiatan tersebut. Partisipasi yang berupa uang dan barang sifatnya tersamar, karena dalam hal ini individu atau kelompok tidak kelihatan secara jelas beraktifitas melainkan mengikutsertakan barang atau uangnya. 2.4.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Kajian terhadap partisipasi sebagai perilaku individu dalam kehidupan
sosial masyarakat tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang ikut berpengaruh dalam interaksi sosial. Interaksi sosial dalam masyarakat terkait dengan berbagai aspek kehidupan, baik antar hubungan dengan manusia maupun lingkungan dimana manusia tersebut bertempat tinggal. Ciri-ciri sosial ekonomi juga terkait pada karakteristik individu dan karakteristik sosial yang berpengaruh dengan individu atau organisasi agar lebih inofatif. Penelitian terdahulu menunjukan perbedaan-perbedaan penting antara pengguna yang lebih awal dan pengguna yang lebih akhir dalam status sosial ekonomi dan perilaku komunikasi. Artinya pengurus yang lebih awal tidak dapat mempengaruhi pengurus yang lebih akhir dalam status sosial ekonomi dan perilaku komunikasi, Nasution (2009). Karakteristik sosial adalah perilaku komunikasi, perilaku komunikasi merupakan kegiatan interaksi dalam bentuk bertukar pendapat dan berkomunikasi antara peribadi dengan orang lain. Pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan karena pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk merubah perilaku manusia. Pendidikan secara eksternal diarahkan pada proses dimana individu belajar untuk menerapkan pengetahuan kognitif, efektif, dan psikomotorik dalam lingkungannya. Sedangkan perubahan perilaku tersebut dapat dilakukan apabila seseorang telah memliki pengetahuan, sikap, keterampilan sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Dengan demikian dapat dikatakan, pengetahuan, sikap dan keterampilan erat hubungannya dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan erat hubungannya dengan tingkat partisipasi seseorang dalam proses pembangunan, hal ini
disebabkan pendidikan seseorang dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Para pakar pembangunan menyatakan, tingkat partisipasi ini erat hubungan dengan tingkat pendidikan, (Kartodirjo dalam Nasution, 2009). Pekerjaan
dapat
mempengaruhi
tingkat
partisipasinya
dalam
pembangunan. Pola pikir pada masyarakat umum, semakin sibuk seseorang semakin tidak punya waktu untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Jenis pekerjaan yang dilakukan sebagai tolak ukur dari kesibukan adalah satuan waktu yang digunakan melakukan kegiatan kerja. Pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan, baik dari bekerja penuh maupun tidak penuh. Bekerja penuh adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pendapatan atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit satu jam sehari dalam seminggu. Bekerja tidak penuh adalah pekerjaan yang dilakukan kurang dari 35 jam seminggu. Konsep kerja tersebut dapat di gunakan untuk menganalisa tingkat kesibukan individu, (Prasodjo dalam Nasution, 2009). Bintarto (1980), mengemukakan bahwa karakteristik individu dan karakteristik sosial merupakan ciri-ciri khusus yang dimiliki seseorang, ciri-ciri khusus pada individu ditandai dengan tingkat usia, pendidikan, tingkat penghasilan,
tempat
tinggal,
prestasi
kerja
serta
perilaku
komunikasi.
Karakteristik individu dan karakteristik sosial merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat parsitipasi, untuk lebih jelasnya definisi karkteristik individu sebagai berikut: 1) Usia adalah lamanya hidup responden yang terhitung sejak kelahirannya sampai saat dilakukan penelitian yang dinyatakan dengan satuan tahun. 2) Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang ditempuh melalui pendidikan
formal,
lamanya
responden
menyelesaikan
pendidikan
berdasarkan satuan tahun. 3) Jenis pekerjaan adalah kegiatan mata pencaharian yang dapat menghasilkan pendapatan, yang digunakan sebagai tolak ukur kesibukan dari pekerja penuh maupun pekerja tidak penuh. 4) Tingkat pendapatan adalah gaji atau upah dalam bentuk uang yang diperoleh dari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
5) Lamanya tinggal adalah lamanya menetap atau bertempat tinggal dirumahnya sekarang. 6) Asal daerah adalah tempat tinggal asal sebelum menetap ditempat tinggal sekarang. Menurut
Davis (2005), ada beberapa unsur penting faktor yang
mempengaruhi tingkat partisipasi yaitu: 1) Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan secara jasmaniah. 2) Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok. 3) Unsur tanggung jawab, merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota kelompok tani. 4) Waktu
untuk
dapat
berpartisipasi
diperlukan
waktu.
Waktu
yang
dimaksudkan disini adalah untuk memahami pesan yang disampaikan oleh pemimpin. Pesan tersebut mengandung informasi mengenai apa, bagaimana dan mengapa diperlukan peran serta. 5) Bilamana dalam kegiatan partisipasi ini diperlukan dana perangsang, hendaknya dibatasi seperlunya agar tidak menimbulkan kesan memanjakan yang akan menimbulkan efek negatif. 6) Subyek partisipasi hendaknya relevan atau berkaitan dengan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi perhatiannnya. 7) Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi, dalam arti kata yang bersangkutan memiliki ruang lingkup pemikiran dan pengalaman yang sama dengan komunikator, dan kalaupun belum ada, maka unsur-unsur itu ditumbuhkan oleh komunikator. 8) Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik, misalnya menggunakan bahasa yang sama atau yang sama-sama dipahami, sehingga tercipta pertukaran pikiran yang efektif atau berhasil.
9) Para pihak yang bersangkutan bebas didalam melaksanakan peran serta tersebut sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. 10) Bila partisipasi diadakan untuk menentukan suatu kegiatan hendaknya didasarkan kepada kebebasan dalam kelompok, artinya tidak dilakukan pemaksaan atau penekanan yang dapat menimbulkan ketegangan atau gangguan dalam pikiran atau jiwa pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini didasarkan kepada prinsip bahwa partisipasi adalah bersifat persuasif Partisipasi dalam kelompok tani menekankan pada pembagian wewenang atau
tugas-tugas
dalam
melaksanakan
kegiatannya
dengan
maksud
meningkatkan efektif tugas yang diberikan secara terstruktur dan lebih jelas. 2.5 Tingkat Partisipasi Pengukuran terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kelompok tani
akan didasarkan pada tingkat partisipasi. Analisis tingkat
partisipasi dengan menggunakan metode skoring dalam menentukan tingkat partisipasi dengan menggunakan variabel : 1) derajat komunikasi, 2) pengetahuan masyarakat atas proses pengambilan keputusan, 3) kontrol masyarakat atas kebijakan perencanaan. Adapun variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur derajat komunikasi, pengetahuan masyarakat terhadap forum pengambilan keputusan, dan kontrol kebijakan perencanaan yaitu : 1) Informasi : Apakah bapak mendapat informasi tentang adanya pelaksanaan program kelompok tani ? 2) Forum pengambilan keputusan : Dalam forum apa keputusan diambil dalam lingkungan desa ? 3) Jumlah orang yang berpartisipasi : Menurut bapak berapa persen orang yang tahu dan diajak berembuk mengenai sebuah proyek yang akan berlangsung dilingkungan anda (kelompok tani) ? 4) Intervensi yang dilakukan aparat: seberapa besar campur tangan/intervensi aparat dalam proses fasilitasi program kelompok tani? Demikian pula variabel yang digunakan untuk mengukur derajat pengetahuan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan adalah :
1) Konsep partisipatif : Menurut bapak apakah perencanaan yang ada di desa (dalam pengembangan kelompok tani) sudah melibatkan masyarakat? 2) Tingkat kepuasan : Apakah bapak puas dengan prosedur dan proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pengembangan kelompok tani? 3) Prosedur untuk berpartisipasi : Menurut bapak apakah dalam perencanaan pengembangan kelompok tani yang dilakukan selama ini, warga dan organisasi masyarakat tahu prosedur (tata cara) untuk ikut terlibat didalamnya? 4) Tingkat partisipasi dalam kelompok : Jika keputusan diambil dalam kelompok, bagaimana keputusan tersebut dibuat? Variabel yang digunakan untuk mengukur kontrol masyarakat terhadap kebijakan pembangunan adalah : 1) Akses terhadap forum perencanaan : Apakah warga dan organisasi masyarakat lainnya dapat dengan mudah terlibat/ikut serta dalam forum perencanaan kelompok tani ? 2) Kritik atas mekanisme forum perencanaan: Apakah bapak pernah memberi masukan kepada pemerintah atau pihak yang anda anggap bertanggung jawab untuk merubah prosedur dan proses pengambilan keputusan? 3) Keterlibatan masyarakat dalam implementasi proyek : Menurut bapak bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program kelompok tani? Dengan demikian kontrol masyarakat dalam proses pengembangan kelompok tani melalui partisipasi anggota dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap komunikasi, pengetahuan masyarakat dan kemitraan serta cara melakukan konsultasi dan menyampaikan informasi tentang adanya sebuah proyek, sehingga proses pengembangan kelompok tani dalam melakukan usaha tani jagung dapat dilihat melalui tingkat pengetahuan dalam berpartisipasi, berkomunikasi, serta kontrol kebijakan perencanaan dalam pengembangan kelompok tani, (Jocom, 2009).
2.5 Kerangka Pikir Penelitian. Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian maka disusun kerangka pikir teoritis sebagai berikut :
Kelembagaan Kelompok Tani
Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok
Peran Pengurus Kelompok Tani
Penyuluh Pertanian
Tingkat Partisipasi Kelompok Tani Gambar 1. Kerangka Pikir
Berdasarkan gambar diatas, serta identifikasi yang dilakukan oleh penulis bahwa kelembagaan kelompok tani yang ada di Kecamatan Popayato Barat khususnya di Desa Butungale merupakan suatu wadah dimana wadah tersebut merupakan tempat memfasilitasi, koordinasi antara anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan suatu orang dapat bekerja sama atau berhubungan satu dengan yang lainnya untuk memenuhi tujuan bersama yang diinginkan, serta suatu himpunan norma-norma yang bisa berlaku. Kelembagaan kelompok tani meliputi tingkat partisipasi anggota kelompok, peran pengurus kelompok tani dan pembinaan penyuluh. Hal ini menunjukan bahwa kelembagaan kelompok tani yang ada di Kecamatan Popayato Barat Desa Butungale masih terdapat kekurangan yaitu : Tingkat partisipasi anggota kelompok dan peran pengurus kelompok. Adapun faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah faktor sumber daya menusia, pekerjaan sampingan serta kepemimpinan ketua kelompok dalam
menjalankan organisasi kelompok tidak terarah, sehingga kemauan dan keinginan dalam berpartisipasi serta menjalankan belum maksimal. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan dari lembaga-lembaga pertanian. Yaitu Balai penyuluhan, penelitian, pelatihan dan pendidikan serta kontribusi/interpensi pemerintah dalam pengembangan kelompok tani. 2.6 Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang ada diduga bahwa : 1) Kelembagaan pertanian berpengaruh terhadap peningkatan kelompok tani. 2) Tingkat partisipasi petani terhadap kelembagaan kelompok tani akan berperan aktif dalam peningkatan kesejateraan masyarakat tani dan menjalankan organisasi kelompok taninya dengan baik.
mampu